SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI THAILAND DAN PERKEMBANGANNYA

Hari Sulistiawati/ SP

            Kedudukan umat Islam di berbagai Negara Asia Tenggara bermacam-macam. Di Indonesia, Malaysia, dan Brunei, umat Islam sangatlah mayoritas, sedangkan di Thailand, Singapura, dan Filiphina, bisa dikatakan umat Islam sangatlah minoritas. Agama yang dipeluk oleh kebanyakan mereka atau rakyat Thailand adalah Budhisme, dan rupanya upaya kodifikasi sejarah umat Islam telah mengalami distorsi, baik pada masa lalu maupun masa sekarang.[1]
A.    Sejarah Masuknya Islam di Thailand dan perkembangannya
Banyak pendapat-pendapat yang dikemukakan tentang sejarah masuknya Islam di Thailand dan perkembangannya yaitu antara lain:
1.      Pada tahun 1400 M atau sekitar abad 15-16an, penyebaran agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara. Dan dikatakan pula bahwa penyebar-penyebar agama islam tersebut adalah keturunan dari Bani Abbasyiah.
2.      Diperkirakan abad ke-10 atau 11, Islam masuk ke negara Thailand melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran agama Islam ini dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India.
3.      Pada tahun 1028 M, Islam masuk ke negara Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Dan salah satu bukti yang menguatkan pendapat-pendapat tersebut adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang.
Dahulu, ketika Kerajaan Samudra Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah salah tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar tebusan. Kemudian setelah itu para tawanan yang telah bebas, ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand untuk  menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada tahap pertama atau pada abad ke-17, Islam diwarnai dakwahnya dengan Tasawuf dan Mistik oleh ulama terkenal yaitu Syeikh Syaifuddin di Pattani. Dan banyak yang menduga bahwa beliaulah yang pertama mengislamkan masyarakat Pattani, atau barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena Pattani memeluk agama Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau di Pattani, dan bahkan Pattani dianggap tempat yang telah lama menerima Islam contohnya seperti Aceh.[2]
B.     Kondisi Pemerintah di Thailand
Peristiwa-peristiwa yang sangat kejam dan keji telah terjadi di negara Thailand pada waktu itu yang membuat banyak masyarakat Thailand tewas, dan itu juga disebabkan karena kurangnya perhatian atau suatu kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Thailand atau sejenis hukuman agar setiap orang yang memerangi umat Islam di Thailand tersebut merasa jera dan tidak akan mengulangi tindakan-tindakan yang merugikan orang lain khususnya umat Islam.
1.      Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepemimpinan Thaksin Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi, sehingga mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas di masjid Kru Se.
2.      Peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai meninggal dunia. Sehingga di penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru yang diharapkan dapat membawa angin perubahan, dengan rezim barunya harus berjuang keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.
Pada tahun 1961 pemerintah Thai mengeluarkan suatu kebijakan yaitu mengubah pondok tradisional menjadi sistem pondok modern atau Sekolah Pondok Swasta. Perubahan itu sengaja di buat oleh pemerintah Thai agar ia bisa mengubah sistem pendidikan, yang tadinya sistem pendidikan yang berbasis islami menjadi sistem pendidikan semisekuler. Dan ternyata strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim menjadi lebih suka berbahasa Thai dibandingkan dengan bahasa Melayu, baik di Sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka seperti itu awalnya bukan karena mereka yang menginginkan namun disebabkan pemerintah Thai mengambil kebijakan yang memaksa agar setiap pergaulan di sekolah oleh anak-anak muda maupun dalam suatu forum pekerjaan para pejabat-pejabat tinggi menggunakan bahasa Thai.
Penggunaan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah, media dan bahkan Madrasah atau sekolah Pondok Swasta. Padahal pendidikan tradisional melayu adalah pendidikan yang muncul sejak abad ke-17, dengan institusi seperti Madrasah dan Mesjid. Dan mesjid disini juga digunakan bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga digunakan sebagai pusat pengajian dan penyebaran agama Islam.[3]
C.    Kehidupan Keberagamaan
94,6% (sensus 2000) penduduk Thailand adalah pemeluk agama Budha aliran Theravada. Thailand adalah negara dengan jumlah umat Buddha terbesar di dunia. Dan pada tahun 2013 lalu pemeluk agama Budha di Thailand masih mencapai 80%.
Umat Islam di Thailand tidak seberuntung seperti Umat Islam di Malayia, yang mana hampir semua sarana dakwah seperti masjid-masjid, mushala dan fasilitas-fasilitas untuk menyebarkan agama Islam seperti TV maupun radio disediakan oleh pemerintah Malaysia. Demikian pula dengan Imam, Khotib, Bilal, dan pengurus-pengurus masjid digaji langsung oleh pemerintah.
Kawasan Thailand bagian Selatan yang merupakan basis masyarakat melayu muslim adalah daerah konflik agama dan persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama yang berkepanjangan. Konflik Thailand Selatan terjadi sejak diserahkannya wilayah Utara Melayu oleh pemerintah kolonial Inggris kepada kerajaan Siam. Saat itu dibuatlah Traktat Anglo-Siam yang menabut hak-hak dan martabat Muslim Pattani. Akibatnya, muncullah aksi-aksi perlawanan dan ditanggapi pemerintah pusat sebagai separatisme, hingga diberlakukan darurat militer di wilayah tersebut.
Dibeberapa kota pelabuhan, Islam bukanlah agama bagi komunitas perkampungan melainkan agama para individu yang menyatu dalam jaringan asosiasi internasional. Dari Singapura pembaharuan Islam menyebar ke seluruh Asia Tenggara melalui perdagangan, haji, dan melalui gerakan pelajar, guru dan sufi.
Sudah pada tempatnya dunia Islam segera menyampaikan appel kepada pemerintah supaya keselamatan umat Islam dan memberikan persamaan hak di segala bidang kepada mereka, termasuk hak-hak untuk beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, hak yang sama dengan hak-hak yang dimiliki penduduk yang beragama Budha.[4]
D.    Pendidikan di Thailand
Pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah Kerajaan Thailand tergolong bersifat deskriminatif terhadap Islam. Pada tahun 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha. Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha, dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan memutar balik sejarah, dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja. Dan bahkan mereka menuduh bahwa umat Islam atau sekolah pondok yang berbasis Islam telah menyebarkan keganasan yang menyebabkan krisis Selatan Thailand menjadi berkepanjangan. Sekolah pondok dengan mudah juga dituduh telah merekut militan di Selatan Thai, katanya sekolah pondok telah melahirkan pembrontak yang memandang bahwa penganut agama Budha adalah kafir .
Strategi yang perlu di bangun masyarakat muslim di Thailand Selatan pada saat ini adalah memajukan pendidikan, mendukung pembangunan nasional, dan menjaga stabilitas lokal. Namun, sampai saat inipun masyarakat muslim Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Dan akhirnya pemerintah Thailand juga belum mampu memberi pendidikan merata terhadap kaum muslim. Tekanan berbasis keamanan selalu mengancam mereka. Kesenjangan ini menurunkan nasionalisme masyarakat di luar mayoritas Thai Budha.[5]
Namun adapula sekolah pondok yang berada di Selatan Thailand mereka melakukan pembrontakan secara halus kepada pemerintah Thai yaitu dengan memasukkan sistem pendidikan cara tradisional yang menekankan asas agama Islam. Nah dengan cara itulah mereka berharap agar pendidikan yang diajarkan di Sekolah dapat mempertahankan akidah dan anak-anak mereka akan sepenuhnya penganut agama islam secara menyeluruh, yang akhirnya mereka akan mendapat kemahiran untuk mencari pekerjaan dengan mudah.
E.     Muslim Thailand sebagai Minoritas
Islam di Thailand dikatakan sangat minoritas yaitu di wilayah Selatan khususnya Pattani, Yala dan Marathiwat jumlah kaum yang beragama Islam hanya sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa. Mereka kerap terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan. Tercatat pada saat ini mayoritas penduduk Thailand yang beragama Budha sekitar 80%. Daerah-daerah di Thailand awalnya merupakan bagian dari sebuah kerajaan Melayu Islam Pattani Darusalam. Daerah yang sekarang disebut Thailand Selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, dan diantara kesultanan yang terbesar adalah Pattani. Thailand sebelumnya bernama Siam, kemudian pada tahun 1939 M, nama Siam tersebut lalu diganti menjadi Muangthai.
Pada waktu itu Islam di Thailand Selatan sangatlah minoritas, dan karena sangat minimnya masyarakat yang beragama Islam, maka banyak derita yang telah dialami masyarakat muslim. Diantaranya yaitu:
1.      Pembatasan-pembatasan terhadap ruang gerak mereka sendiri, misalnya untuk memperoleh hak-haknya dalam bidang ekonomi, politik dan keagamaan. Dan karena problematika klasik yang telah berlangsung lama itulah yang akan menyalahi nilai-nilai keyakinan dan nilai-nilai keislamannya itu sendiri.
2.      Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak untuk didengar yang datang dari mulut saudara-saudaranya yang tidak beragama Islam. Misalnya yaitu Kheik atau Khaek yang berarti orang luar, yang diartikan secara harfiah berarti pendatang atau orang yang datang hanya menumpang. Istilah seperti itu yang menyebutkan bahwa orang muslim itu hanyalah sebagai pendatang ternyata sudah berabad-abad terkenal dalam kalangan masyarakat Thai itu sendiri. Namun masyarakat Islam di Thai tidak mau menerima begitu saja tentang sebutan itu, lalu mereka balik menyatakan bahwa kedatangan mereka itu lebih awal daripada kedatangan orang-orang Budha di Thai, hingga akhirnya istilah Thai-Islam muncul pada tahun 1940-an. Akan tetapi istilah ini banyak menimbulkan kontradiksi, karena istilah Thai sebenarnya merupakan sinonim dari kata Budhase, dan sedangkan Islam identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada saat waktu yang bersamaan? Nah, maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil dengan sebutan Malay-Islam.[6]

Catatan Kaki
[1] Jurnal kalimah, Volume: 4 Nomor: 2 September 2006, artikel ditulis oleh Drs. H. Rif’at Husnul Ma’afi, M.Ag, hal:147
[2] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, ibid, hal: 446
[4] Harun Lukman, Potret Dunia Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985, hal:235
[6] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta,2007, hal:551

No comments:

Post a Comment