PERLAWANAN PETANI INDRAMAYU TERHADAP PENJAJAHAN JEPANG


Donal manalu SI4/A
Pada masa kekuasaan jepang di indonesia,  jepang menganggap penting penguasaan terhadap sumber-sumber bahan mentah, terutama minya bumi, untuk industri perangnya.setelah berhasil merebut hindia belanda pada bulan maret 1942, objek-objek vital dihancurkan. Akibatnya, pada awal pendudukan jepang hampir semua kehidupan ekonomi lumpuh. Pengaturan-pengaturan, pembatasan-pembatasan, dan penguasaan faktor-faktor produksi oleh pemerintah adalah ciri-ciri ekonomi perang. Demi keamanan, pemerintah pendudukan jepang mengambil alih kendali ekonomi. Mereka juga mengeluarkan beberapa peraturan yang bersifat kontrol terhadap kegiatan ekonomi.  [1]
Ketika jepang berkuasa di indonesia dan menduduki jawa, Pemerintah jepang mengangap pulau jawa sebagai sumber pangan yang memungkinkan mereka dapat meneruskan operasi militernya dan memelihara daerah2 yang dikuasainya di asia tenggara. Sebgai penghasil beras yang setiap tahunnya mencapai 8,5 juta ton. Pulau ini dianggap amat penting dalam memenuhi kebutuhan militer jepang.sejak bulan agustus 1942, jepang menerapkan peraturan tentang pemungutan bahan pangan secara sistematis dengan membentuk shokuryo kanrilimusyo (SKL kantor pengelola pangan). [2]
Tentara jepang masuk ke jawa pada bulan  maret 1942, ketika panen musim hujan hampir mulai. Pada mulanya, orang jepang sedemikian sibuknya dalam usaha memulihkan keamanan dan ketentraman sehingga tidak ada kesempatan untuk mulai dengan politik beras mereka. Mereka hanya meneruskan poltik belanda yang memperoleh pemasaran bebas dengan memberlakukan pengawasan harga. Para petani masih dapat menyalurkan hasil kerja mereka, dan orang jepang membeli beras yang di butuhkan memalui Rijst Verkoop Centraal (pusat pembelian beras) yang ada. Baru pada bulan agustus 1942, lima bulan setelah memakukan penyerbuan, Gunseikanbu mulai mengambil langkah pertama melaksanakan pemungutan bahan pangan secara sistematis. Antara bulan agustus sampai april 1943, dasar-dasar politik beras iru sudah mantap, yaitu sebagai berikut :
1.Padi berada pengawasan negara dan hanya pemerintah yang diijinkan melakukan proses pemungutan
2. petani harus menjual hasil produksi mereka kepada pemerintah sebanyak kuota yang ditentukan.
3. harga gabah dan beras ditentukan oleh pemerintah [3]
Kebijakan-kebikan jepang tersebut membuat rakyak sengsara, khususnya para petani. Hal ini menimbulkan perlawanan dari masyarakat pribumi di berbagai daerah. salah satu perlawanan yang terjadi adalah di daerah indramayu. Masyarakat indramayu umumnya adalah petani, sehingga politik beras yang di terapakan jepang di angap menyensarakan masyarakat.
Perlawanan petani indramayu terjadi antara bulan april samapi agustus 1944, selama musim panen besar. Ini merupakan perlawanan petani yang paling besar  di indramayu, sejak serangkaian perlawanan antipamong praja dan anti china pada tahun 1943, di bawah pimpinan sarekat islam. Perlawanan terjadi di daerah desa kaplongan, merupakan sebuah perkampungan (luas 9,75 km² yang mencakup kelurahan tanjung pura dan kaplongan. Desa itu terletak antara kedua sisi jalan raya antara cirebon dan indramayu. Penduduk desa itu terkenal sebagai penganut agama islam yang taat, dan terdapat banyak pesantren, baik di desa kaplongan maupun di desa sekitarnya. Dalam kenyataannya perlawanan masyarakat Indramayu terhadap tentara pendudukan Jepang dipelopori oleh beberapa orang pemuka agama. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, sebab dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai patriotisme dan keharusan mengusir musuh yang hendak menjajah dari tanah kelahiran.

Pada suatu hari di tahun 1944, ketika panen baru saja dimulai, para petani di desa kaplongan diberitahu oleh para pejabat desa bahwa telah dikeluarkan peraturan baru yang menyerukan petani harus menyerahkan semua padi mereka, kecuali dua gedeng per rumah tangga. Satu gedeng kira-kira seberat 5 kg. Dengan adanya peraturan baru ini, para petani tidak di perbolehkan menyimpan lebih dari 10 kg padi. Tidak lama kemudian, hari jum'at pagi bulan april, soncho karangampel majana sastra. Dan dua orang junsa (agen polisi) datang ke kaplongan untuk menerapakan peraturan baru itu. Ketika mereka tiba, semua penduduk di suruh datang ke balai desa.mula-mula sekretaris desa, Hasim berbicara atas nama pemerintah. Ia menganjurkan agar semua masyarakat menyerahkan semua persediaan padi yang mereka miliki, kecuali dua gedeng. Sebagian petani mulai mengerutu dan yang lain mulai berteriak tidak setuju, tetapi pada saat itu tidak ada yang berani menolak secara terbuka.[3]
Penduduk kaplongan di suruh menyita padi Haji Aksan, dan membawa nya ke balai desa. Mereka mersa malu dan ragu-ragu, sedikit demi sedikit padi milik Haji Aksan di bawa ke balai desa. Tugas itu belum selesai ketika tiba waktunya untuk sembahyang jum'at di mesjid. Mereka meminta agar soncho mengizinkan meraka beristirahat sebentar di mesjid. Namun soncho menolak dan berskeras agar pekerjaan tetap dilaksanakan. Pada saat itu lah terjadi pertengkaran yang panas antara petani dan pejabat dan kucho. Para petani mulai mengambil batu dan melemparnya ke arah pejabat. Sasaran kemarahan mereka yang utama adalah soncho dan kedua orang junsa.  Dalam hujan yang batu yang terjadi kemudian, soncho jatuh pingsan, sedangkan kedua junsa terbunuh. Kucho dan para pejabat desa lainnya berhasil melarikan diri sehingga selamat dari maut.
Penduduk sekarang menyadari bahwa mereka telah melewati batas dan tidak bisa mundur lagi. Mereka harus bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Dengan semangat dan sesuai keyakinan agama, mereka memutuskan lebih baik berjuang melawan pemerintah daripada mati kelaparan. Malam itu, beratus-ratus orang datang ke langgar Kiyai Haji Irsyad, seorang guru agama yang disegani di desa itu, untuk meminta air suci yang konon akan menjadikan kebal terhadap serangan kafir. Mereka juga memasang penghalang sepanjang jalan utama desa yang menghubungkan desa itu dengan luar. Pagi berikuynya, tentara jepang tiba bersama tentara indonesia. Mereka datang dengan truk dan menyingkirkan penghalang jalan. Para petani mulai menyerang dengan segala senjata yang ada, termasuk batu, batu bata, bambu runcing,dan golok. Tentara jepang mulai membalas dengan tembakan. Dalam perlawanan tersebut beberapa orang petani terbunuh, dan yang lainya melarikan diri.
Sesudah beberapa hari, tokoh-tokoh penting dalam perlawanan mulai di tangkap satu per satu melalui perangkap yang sangat licik, yang di atur meluli seorang kiyai yang sangat termasyur bernama Abas yang memihak jepang. Atas permintaan jepang, kiyai abas datang ke desa kaplongan, berpura-pura mengundang para pemimpin perlawanan untuk menghadiri sebuah pertemuan. Karena percaya bahwa semua peserta dijamin keselamatnya, maka 12 orang ikut dengannya. Dan setibanya di cirebon, semua pemimipin perlawanan di tahan oleh jepang. [4]
Setelah perlawanan di kaplongan, kira-kira sebulan setelahnya pemberontakan petani gelombang kedua mulai bangkit di daerah perbatasan antara sindang son dan lohbener son. Sebenarnya pemberontakan ini melibatkan 12 perkampungan di perbatasan ke dua son itu. Daerah ini merupakan daerah pertanian yang miskin, karena kekurangan air.air tanah mengandung garam karena terlalu dekat dengan laut, dan kekurangan air ini menyebabkan penduduk bahkan tidak mempunyai cukup air untuk minum pada puncak musim kering (juli-agustus). Kemiskinan daerah ini dapat juga dilihat dari kenyataan bahwa di situ tidak ada tanah bengkok. Sebagai gantinya kepala desa mendapat upah setahun sekali dalam bentuk padi, yang dinamakan panceng.dalam sistem ini, setiap rumah tangga di desa itu menyerahkan 5-10 kg padi, tergantung pada kemampuan ekonomi rumah tangga tersebut. Pendapat dari sistem pancang ini jauh lebih kecil daripada tanah bengkok.
Perlawanan terjadi pada bulan mei 1944, segera sesudah pengumuman peraturan padi yang baru diberitahukan kepada para petani. Perintah itu berbunyi bahwa para petani harus menyerahkan semua persediaan padi mereka, kecuali 25 kg. Ketika penduduk cidempet diberitahu mengenai hal itu, mereka marah, dan beberapa penduduk menculik kucho usman, membawanya ke pekuburan dan mengancam akan membunuhnya. Karena takut dibunuh, Usman terpaksa berjanji akan menghentikan pemungutan padi. Namun, segera sesudah bebas, ia lari ke cirebon dan tidak kembali sampai pemberontakan berahir. Ketika penduduk desa mengetahui bahwa ia melarikan diri, meraka menjadi marah sekali dan menolak pemungutan padi secara paksa. Di bawah pimpinan haji madrias, dengan anggota tetap mereka melakukan beberapa pertemuan. Dan dari hasli pertemuan tidak ada yang di hasilkan, yang ada Cuma rakyat yang menolak untuk menyerahkan padi mereka.
Kira-kira seminggu kemudian, muncul berita bahwa soncho lohbener akan datang ke desa cidempet untuk melaksanakan pemungutan padi.haji madrias dan para pengikutnya berkumpul di balai desa menantikan kedatangan mereka. Lama mereka menunggu dengan gekisah, namun rombongan koncho tidak kunjung datang.kemudian, menjelang siang muncul berita tidak terduga bahwa bahwa bukan soncho mereka, tetapi soncho sindang yang datang ke desa tetangga, yaitu desa paningkiran kidul (sindang son)  untuk melakukan pemungutan padi. Para petani yang sudah bosan menunggu soncho mereka, memutuskan untuk pergi ke desa paningkiran kidul. Dengan banyak orang, ahirnya mereka tiba di desa paningkaran kidul rombongan mereka sudah berjumlah sekitar 300 orang. Disana mereka menemui soncho dan dua upas (pesuruh dari kantor son), kucho dulgani dan sekretaris desa Darwia, sedang melakukan pemungutan padi.  Para pejabat desa ini kaget melihat rombongan yang datang dalam suasana panas. Kucho mencoba bangkit dan mencoba berdiri diantara suncho dan petani. Tetapi karena ia sudah tua dan lemah, ia dengan mudah di dorong oleh para petani, dan dibunuh dengan bambu runcing. Raksabumi yang datang juga dilukai oleh  petani. Kemudian soncho dan dua upas di bunuh. Hanya sekretaris desa, Darwia yang berhasil lolos dan berhasil melarikan diri dari desa itu.
Sementara itu para petani pergi ke desa Pranggong, Lohbener Son. Mereka pergi kerumah kucho, tapi kucho kebetulan sedang menghadiri pertemuan di lohbener. Karena kecewa maka para petani pergi ke desa cantigi Kulon, sindang son. Di situ, kucho kalipa kebetulan sedang berada di balai desa, memungut pajak dari penduduk. Para petani langsung menyerang kucho di tempat itu juga. Kucho berusaha melarikan diri, ia ahirnya tertangkap dan dubunuh bersama denga anak laki-lakinya. Di desa yang berdekatan lainnya, perlawanan yang serupa meletus pula, dan para kucho terbunuh. Berbagai usaha dilakukan pemerintah jepang untuk menyelesaikan masalah ini. Seorang pemimpin agama yang terkenal, Khalifah Haji Abdullah Fakih, dikirim ke daerah-daerah yang sedang bergejolak itu untuk mendamaikan rakyatdengan pemeritah.pemerintah menyebarkan selebaran dari helikopter meminta agar rakyat tetap tenang dan menjanjika pemerintah tidak akan melakukan pembalasan.
Tetapi kemudian, pemerintah sekali lagi memasang perangkap: Haji Madrias dan tokoh perlawanan lainnya dengan hormat di undang untuk menghadiri suatu pertemuan di Cirebon, dan mereka di tangkap begitu sampai disana. Kemudian hal ini di ikuti dengan penangkapan sejumlah tokoh-tokoh kecil di desa tersebut. Di desa paningkiran Kidul, seorang kiyai dari rambatan kulon datang menasihati petani agar menyerah. Pemberontakan meluas sampai keluar perbatasan kedua son tersebut, sejauh kertasemaya son, losarang son, dan sliyeg son. Di sliyeg, kantor son dan rumah sucho dirampok, begitu juga toko-toko cina disana. Di kertasemaya, rakyat mulai berdatangan kerumag seoarang ulama desa tenajar yang bernama Kiyai Muchtar, meminta air suci. Namun, pemberontakan dibatalkann, karena pemerintah secara preventif menahan kiyai tersebut dan menakut-nakuti. Pemberontakan yang terjadi pada masa dahulu masih bersifat kedaerahan, sehingga sulit untuk melawan penjajahan.
Notes:
[1] Praptanto,Eko. 2010. Sejarah Indonesia.Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. hal.37
[2] Notosutanto, Nugroho.2010.Sejarah Nasional Indonesia IV.Jakarta: Balai pustaka. Hal. 116
[3] Nagazumi, Akira. 1988. Pemberontakan Indonesia Di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan obor indonesia. Hal. 88
[4] http: //indramayutradisi.blogspot.com/2012/06 sejarah-perjuangan-ma-sentot-indramayu.html
Daftar Pustaka
- Praptanto,Eko. 2010. Sejarah Indonesia.Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. hal.37
- Notosutanto, Nugroho.2010.Sejarah Nasional Indonesia IV.Jakarta: Balai pustaka.
- Nagazumi, Akira. 1988. Pemberontakan Indonesia Di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan obor indonesia.

No comments:

Post a Comment