KELUARGA DAN KEDUDUKAN di VOC BATAVIA


MUHAMMAD FIKRI MUZAKI  /  SI 3  /  B

Aliansi keluarga dan politik mengikat anggota-anggota elite VOC. Karena di VOC Batavia tidak ada system kekuasaan berdasarkan garis ayah, maka kandidat-kandidat untuk jabatan tinggi berasalah dari sekelompok orang-orang yang terhubung lewat sebuah perkawinan dengan orang Indies. Dewan Hindia Belanda, di bawah Gubernur Jenderal P.A van der Parra adalah contoh untuk jaringan hubungan keluarga dan jabatan. Paman da keponakan, ayah mertua dan anak menantu berada di dalam dewan van der Parra pada tahun 1775. Hubungan semacam itu terdapat pada 12 atau 13 anggota dewan. Hanya dua orang anggota dewan kelahiran Asia, salah satunya adalah Gubernur Jenderal sendiri. Bagi van der Parra, hal tersebut membuat dirinya semakin berbeda mengingat ia adalah satu-satunya pemimpin wilayah koloni Asia yang belum pernah melihat Eropa.
Anggota dewan lain mengikuti pola biasa, yaitu sebagai imigran, menikah dengan perempuan pribumi, memiliki anak perem[uan di Asia untuk disiapkan sebagai isteri bagi rekan-rekannya, dan mengirim anak laki-laki mereka ke Eropa.
Dewan Hindia pada 1775 terdiri dari Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra, Reynier de Klerk, Willem Arnold Alting, Hendrik Breton, Johan Vos, Willem Fockens, Thomas Schippers, Jacob Johannes Craan, David Johan Smith, J.C.M Radermacher, Hendrik van Stockum, Jan Hendrick Poock, serta anggota dewan utamsa dan Direktur Jenderal Perdagangan, Jeremias van Riemsdijk. Hubungan-hubungan antara anggota dewan akan digambarkan sebagi berikut.

1.      Petrus Albertus van der Parra ( Gubenur Jenderal 1761-1775 )

Ia dilahirkan di Srilanka pada 1741. Ia adalah anak dari Cornelis rombourts van der Parra, sekretaris pemerintah Srilanka, dengan Gertruida Susanna Spannijt, seorang perempuan kelahiran Belanda. Kakek P.A van der Parra adalah Rombourts van der Parra, seorang pegawai VOC di Srilanka dan suami dari Henriette Wichelman, Magnus Wichelman, adalah pegawai VOC di Srilanka dan Malabar. Ia akhirnya menjadi direktur Persia.
Ibu P.A van der Parra menikah lagi dengan seorang warga Belanda bernama Adriaan Maten pada 1721. Maten adalah seorang pegawai pemerintahan di Kolombo pada 1729, dan menjadi komandan di Malabar pada 1731-1734. P.A van der Parra menikah sebanyak dua kali. Pernikahan keduanya adalah dengan Adriana Johanna Bake, janda seorang komanda VOC, Anthonij Guldenarm. Ayah Adriana adalah Dvid John Bake, yang pindah dari Belanda pada 1718 dengan pangkat pedagang yunior. Hamper seluruh kehidupan karir Bake dihabiskan di Maluku, termasuk ketika menjadi Gubernur Ambon 1732-1737. Dia meninggal di Batavia pada 1738 dengan pangkat anggota dewan luarbiasa.
Isteri Bake yang juga ibu mertua Gubernur Jenderal adalah Ida Dudde, putrid seorang penduduk bebas Batavia dan juga jandaseorang pegawai VOC berpangkat rendah, Costantijn Coomans. Anak perempuan Ida Dudde dari perkawinan pertamanya adalah Agatha Geertruida Coomans, menikah dengan seorang pegawai VOC Batavia, Johan Smith, dan putra mereka yaitu David Smith, duduk sebagai anggota dewan van der Parra pada 1775. Putrid Ida Dudde yang lain yaitu Ida Constantia Coomans, menikah dengan Gerrit Mom, dan putrid mereka adalah nenek dari A.H Wiesel, yang kelak menjadi Gubenrur Jenderal pada 1805-1811.
Anak laki-laki Ida Dudde dari perkawinan keduanya, Willem Jacob Bake, memiliki anak perempuan yang dibaptis dengan nama Ida Wilhelmina. Ida Wilhelmina kemudian menikah dengan Johan Frederik Baron van Reede tot de Parkeler. Isteri pertama tot de Parkeler adalah anak perempuan anggota dewan, Johan Vos.
Pernikah P.A van der Parra dan Adriana Bake menghasilkan seorang anak laki-laki yang lahir pada tahun 1760 bernama Petrus Albertus van der Parra de Jonge atau Petrus Albertus van der Parra yunior. Van der Parra yunior ini meninggal pada 1783, namun di usia itu dia sudah menjadi kepala kantor keuangan pemerintah Indies dan telah menikah dengan Catharina Geertruida Breton, anak perempuan seorang anggota dewan Hendrik Breton.

2.      Reynier de Klerk
Ia pertama kali berlayar ke Indonesia sebagai seorang kelasi pada tahun 1710. Pada pelayarannya yang ketiga, dia tiba di Batavia pada bulan Desember 1730 dan menjadi penduduk kota sebagai pegawai tata buku. Pekerrjaanya membawanya ke Sumatera, Surabaya, Semarang, dan Banda. Ia ditunjuk sebagai anggota dewan luar biasa pada 1754, lalu menjadi anggota dewan penuh pada 1762, kemudian sebagai direktur jenderal , dan sejak 1777 menjadi gubernur jenderal. Ia meninggal dalam mas jabatanya pada 1780.
            Di tahun yang sama saat dia ditunjuk sebagai anggota dewan luarbiasa, de Klerk menikah dengan Sophia Francina Westpalm di Batavia. Sophia adlah anak perempuan Geertruida Goossens dan Michie Westpalm, yang merupakan anggota dewan utama dan direktur jenderal pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Dirk van Cloon pada 1732-1735. Geertruida Goossens adalah anak perempuan seorang pedagang VOC Batavia, Johannes Goossens, dengan Sophia Fauconier. Setelah kematian Goossens, Sophia Fauconier menikah lagi dengan Gaspar van Mansdale, yang dipromosikan sebagai anggota dewan luarbiasa pada 1723. Secara berurutan, Geertruida Goossens menikah dengan Michiel Westpalm dan Johannes Thedens, seorang pejabat direktur jenderal dari 1741 hingga 1743. Pada 1736, Geertruida Goossens bertunangan dengan Frederik Julius Coyet, cucu gubernur Srilanka dan anak dari gubernur Banda dan Ambon. Geertruida Goossens juga merupakan ibu baptis dari anak-anak Gubernur Jenderal Jacob Mossel.
            Saudara perempuan Shopia Westpalm, Geertruida Johanna Westpalm, menikah dengan seorang pengacara Belanda, Mr. Johan Hendrik van Panhyus. Anak laki-laki mereka adalah kepala kerisidenan Jepara pada 1780an. Shopia Westpalm ( 1722-1785 ) menikah dengan anggota dewan Hugo Verijssel. Salah satu dari ketiga anak mereka , Margaretha Sophia Verijssel, merupakan isteri pertama J.C.M Radermacher yang duduk dalam anggota dewan pada 1775. Isteri kedua Radermacher menghubungkan dirinya dengan David Smith.
            De Klerk tidak memilki anak di luar pernikahan. Dia dimakamkan di pemakaman keluarga Hugo Verijssel. Jandanya menunjuk anak laki-laki Radermacher, Frans Reinier sebagai ahli warisnya.

3.      Willem Arnold Alting
Ia pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1750 sebagai pedagang yunior dan jabatanya dalam hirarki VOC Batavia semakin naik. Ia menjadi anggota dewan luar biasa pada 1759 dan menjadi anggota dewan penuh pada 1772. Dia adalah anggota senior dalam dewan dibawah Gubernur Jenderal Reynier De Klerk. Dia sendiri menjadi Gubernur Jenderal dari 1780 sampai 1797. Periode  tersebut menandai pemerintahan yang ditandai dengan aliansi keluarga, khususnya antara Alting, van Riemsdijk dan keluarga Senn van Basel.
            Alting memiliki sepuluh anak dari isteri pertamanya. Lima orang bertahan hidup hingga dewasa, semuanya perempuan, dan semuanya menikah dengan laki-laki Belanda asli. Para menantu Alting memegang jabatan sebagai pedagang senior dan residen di distrik-distrik di Jawa. Yang paling menonjol Adalah suami kedua dari anak perempuan Alting. Pieternella Gerhardina, yaitu Mr. Johannes Sieberg. Sieberg mengikuti jejek ayah mertuanya sebagai Gubernur Jenderal selama 1801-1805

DAFTAR PUSTAKA
Buur, Dorothee
      1973-1290 Persoonlijke Documenten Nederlands-Indie/Indonesie(Dokumen Pribadai Hindia-Belanda/Indonesia).Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-,Land-en Volkenkunde.
Encyclopedaedie van Nederlandsch-Indische
Tt   (Ensiklopedi Belanda-Hindia). 's-Gravenhage, Leiden: M. Nijhoff  dan E.J Brill.
 Chijs, J.A van der
1879                Proeve eener Ned. Indische bibligeograpie ( 1659-1870 ): Vermeerdarde en verberterde herdruk voor de jaren 1659-1720, supplement en verberteringen voor de jaren 1721-1870 ( contoh Bibliografi Belanda-Indies, 1659-1870: pembesaran dan perbaikan dicatak ulang untuk 1659-1720, tambahan dan ravisi 1721-1870 ). Batavia: W. Bruining & Co.



IKATAN GUBERNUR JENDERAL, ANGGOTA DEWAN DAN PEJABAT VOC


MUHAMMAD FIKRI MUZAKI  /  SI 3  /  B

Sejak berdirinya VOC pada tahun 1602, banyak pegawai, pedagang, maupun Gubernur Jenderal dan para dewan menaiki jabatan tersebut dengan berbagai macam jalan. Dari sekian puluh orang, ada yang memulai karir mereka dari seorang prajurit, seorang pegawai rendahan, dan ada juga dengan jalan yang lain, seperti pedagang junior, senior hingga bisa menjadi seorang Gubernur Jenderal. Bagi seorang pemula yang baru pertama kali datang ke Indonesia, tentu menjadi tantangan yang sangat besar. Tantangan tersebut bisa didapatnya dari perjalanan menuju Indonesia maupun sudah tiba dan menatap di Indonesia. Seperti pada makalah sebelumnya, kebanyakan para prajurit, dan pegawai rendahan ini untuk kali pertamanya didatangkan langsung dari Belanda. Kondisi mereka sudah sakit-sakitan sebelum dikirim ke Indonesia.
Hal tersebut tentu menjadi hal yang sangat penting untuk di bahas, demi kelangsungan VOC di Indonesia, khusunya di Batavia sekarang Jakarta. Adapun tentang masalah jabatan atau tingkatan kerja yang ada di VOC, tanpa kita sadari sebelumnya. Ternyata Gubernur Jenderal tersebut memiliki hubungan satu sama lain. Hubungan ini dapat dilihat dari ikatan darah yang menghubungkan mereka. Berikut adalah Gubernur jenderal yang memiliki hubungan tersebut satu sama lain :
1.      Willem Arnold Alting
Ia pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1750 sebagai pedagang yunior dan jabatanya dalam hirarki VOC Batavia semakin naik. Ia menjadi anggota dewan luar biasa pada 1759 dan menjadi anggota dewan penuh pada 1772. Dia adalah anggota senior dalam dewan dibawah Gubernur Jenderal Reynier De Klerk. Dia sendiri menjadi Gubernur Jenderal dari 1780 sampai 1797. Periode  tersebut menandai pemerintahan yang ditandai dengan aliansi keluarga, khususnya antara Alting, van Riemsdijk dan keluarga Senn van Basel.
            Alting memiliki sepuluh anak dari isteri pertamanya. Lima orang bertahan hidup hingga dewasa, semuanya perempuan, dan semuanya menikah dengan laki-laki Belanda asli. Para menantu Alting memegang jabatan sebagai pedagang senior dan residen di distrik-distrik di Jawa. Yang paling menonjol Adalah suami kedua dari anak perempuan Alting. Pieternella Gerhardina, yaitu Mr. Johannes Sieberg. Sieberg mengikuti jejek ayah mertuanya sebagai Gubernur Jenderal selama 1801-1805
            Isteri kedua Alting adalah Maria Susanna Grebel. Suami pertama Susanna Grebel adalah anggota dewan Huybert van Basel, kepala keluarga dari klan Senn van Basel. Anak tiri Alting, Maria Wilhelmina Senn van Basel ( 1770-1821 ), menikah dengan keponakanya, Nicolas Engelhard, Gubernur Pantai Utara Jawa yang nantinya menjadi anggota dewan. Kerabat Alting yang lain, Pieter Engelhard, menikah dengan anak perempuan dari anggota dewan luar biasa Antonij Berkeij. Nantinya, Pieter Engelhard menikah dengan salah satu anak perempuan van Riemsdijk, yang membawanya lebih jauh dalam hubungan kekerabatan dengan klan Senn van Basel.

2.      Hendrik Breton
Hendrik Breton menikah dengan Sara Maria van Oordt. Selama masa jabatanya sebagai seorang Residen Surabaya, anak perempuanya, Catharina Geertruida, lahir. Catharina lalu menikah dengan P.A van der Parra Jr., di Batavia pada 1778. Anak keturunan mereka sangat banyak pada abad ke-19. Breton adalah salah satu anggota dewan dan direktur jenderal pertama di bawah Gubernur Jenderal Alting. Breton meninggal dalam masa jabatanya pada tahun 1780.

3.      Johan Vos
Jabatan Johan Vos pertama kali terlibat dalam VOC yaitu sebagai pedagang senior dan Gubernur Pantai Utara Jawa ( 1765-1771 ), dan ia ditunjuk sebagai anggota dewan penuh pada 1777. Isteri pertamanya menghubungkan dirinya dengan keluarga Gubernur Jenderal, karena isterinya adlah Adriana Agatha Smith, saudara perempuan David Smith. Mereka menikah pada 1753. Adriana Smith meninggal pada 1761. Pada tahun itu, Vos menikah dengan Ida Wilhelmina Bake, keponakan dari Gubernur Jendral van der Parra. Anak perempuan Johan Vos, Ida Petronella Jocabo Vos, menikah dengan F.H van Reede tot de Perkeler, sebagaimana sudah disebutkan diatas.


4.      Willem Fockens
Willem Fockens merupakan salah seorang anggota dewan luarbiasa dan menjadi anggota dewan penuh selama masa Gubernur Jenderal van der Parra. Fockens meninggal dalam masa jabatanya pada 1780. Isterinya, Catharina Tobison, kemudian menikah lagi dengan anggota dewan David Smith.

5.      Thomas Schippers
Thomas Schippers pertama kali datang ke Indonesia pada 1740sebagai pedagang yunior. Berkat karirnya ini, bisa menghantarkanya ke Banten dan Malaka, ketika dai menjabat sebagai Gubernur disana pada 1764-1772. Ditahun terakhir masa jabatanya, dia ditunjuk sebagai anggota dewan luarbiasa dan presiden pengadilan di Batavia. Dia menjadi anggota dewan penuh pada 1778 dan meninggal di Batavia 1780. Isteri ketiga Schippers adalah Catharina Cornelia van Mijlendonck, janda anggota dewan Hendrik van Ossenberg dan juga anak perempuan Johan Elias van Mijlendonck, Gubernur Ternate pada 1755-1765 yang juga anggota dewan luarbiasa. Perkawinan ini menghubungkan Schippers dengan keluarga Reynst, yang jumlah keturunan nya banyak tersebar di Indonesia.


6.      Jacobus Johannes Craan
Ia lahir di Ambon pada tahun 1728. Ia merupakan anak seorang Perdana Menteri Belanda, Petrus Craan. Jacobus Craan memulai petualangan karirnya yaitu sebagai seorang juru tulis di VOC pada tahun 1741, dan karirnya tersebut terus menanjak di Malaka dan di Jawa  hingga akhirnya ia ditunjuk sebagai-anggota dewan luarbiasa. Pada tahun 1780 dai menjadi anggota dewan penuh. Tak lama berselang, pada tahun itu juga ia meninggal di Batavia.
Craan adalah paman dari Hendrik Breton. Craan menikah dengan Johanna Henrietta Breekpot pada tahun 1753. Ketika itu Johanna Brekpot baru berusia 15 tahun. Johanna Brekpot adalah anak dari Cornelis Brekpot, komandan VOC di Malabar pada 1764-1769. Dari pernikahanya ini, lahirlah Catharina Margaretha Craan, yang nantinya menikah dengan anak Jeremias van Riemsdijk pada 1773 dan memiliki 14 anak.


DAFTAR PUSTAKA
Encyclopedaedie van Nederlandsch-Indische
Tt   (Ensiklopedi Belanda-Hindia). 's-Gravenhage, Leiden: M. Nijhoff  dan E.J Brill.
 Chijs, J.A van der
1879                Proeve eener Ned. Indische bibligeograpie ( 1659-1870 ): Vermeerdarde en verberterde herdruk voor de jaren 1659-1720, supplement en verberteringen voor de jaren 1721-1870 ( contoh Bibliografi Belanda-Indies, 1659-1870: pembesaran dan perbaikan dicatak ulang untuk 1659-1720, tambahan dan ravisi 1721-1870 ). Batavia: W. Bruining & Co.
Buur, Dorothee
      1973-1290 Persoonlijke Documenten Nederlands-Indie/Indonesie(Dokumen Pribadai Hindia-Belanda/Indonesia).Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-,Land-en Volkenkunde.
Echols Jhon. M. dan Hassan Shadily
1963                An Indonesian-English Dictionary. Ed. ke 2. Ithaca: Cornell University Press.

Peristiwa The Boston Tea Party


Tika Permata Sari /PIS
  
            The Boston Tea Party adalah sebuah bentuk protes masyarakat Boston yang menolak cukai teh yang dilakukan koloni Inggris karna mereka mulai menghapus semua bentuk cukai undang- undang kecuali cukai teh yang merupakan barang mewah bagi koloni, dan hanya dikonsumsi oleh sekelompok kecil orang sebagai akibat dari pergolakan perlawanan terhadap Undang-Undang Townshend yang dianggap merugikan pihak pedagang koloni. Hal ini merupakan awal dari dimulainya embargo kolonial terhadap "teh inggris" dan akan terus berlanjut, hingga sampai pada peristiwa yang memicu terjadinya coercive act, yaitu peristiwa Boston Tea Party.
Boston Tea Party atau Pesta Teh Boston  merupakan salah satu bentuk revolusi Amerika Serikat yang terjadi di pelabuhan Boston yang terjadi pada 16 Desember 1773. Pesta teh Boston berawal dari perlawanan penduduk Boston karena adanya perdagangan teh oleh perusahaan Hindia timur yang mengakibatkan kerugian yang besar penduduk Boston. Insiden ini berawal dari komoditas perdagangan teh perusahaan Hindia Timur masih memiliki jumlah persediaan teh yang banyak sehingga mengakibatkan perusahaan tersebut hampir mengalami kebangkrutan.
 Awalnya pedagang koloni telah menutup perdagangan teh Inggris di sepanjang pesisir Atlantik sehingga kapal-kapal pemuat teh tersebut harus kembali ke Inggris atau gudangnya. Namun, para agen menolak desakan para koloni dan tetap berlayar dan melabuhkan kapal ke pelabuhan Boston. Karena perlakuan tersebut, penduduk Boston ingin melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di pelabuhan Boston. Pada malam tanggal 16 Desember 1773, dengan menyamar sebagai Indian Mohawk, kaum kolonis yang dipimpin oleh Samuel Adam beserta rekan- rekannya menaiki tiga kapal Inggris bermuatan teh yang sedang berlabuh dan membuang tiga kargo teh kapal-kapal itu ke pelabuhan Boston.
 Samuel mengambil langkah ini karena mereka takut  jika teh-teh tersebut mendarat, para penduduk koloni akan terpaksa membayar pajak dan membeli teh tersebut dengah harga yang tinggi. Mahalnya pajak dan harga teh tersebut bukanlah tanpa alasan, Perusahaan Hindia Timur yang pada saat itu merupakan sekutu koloni inggris meminta tolong parlemen inggris untuk memonopoli semua teh yang diekspor ke koloni dikarenakan Perusahaan Hindia Timur yang mengalami situasi keuangan yang sulit. Dampak dari monopoli tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kebijakan pajak dan harga teh yang memang cukup populer dan hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil orang.  Setelah tahun 1770, terjadi maraknya perdagangan ilegal sehingga sebagian besar teh yang dikonsumsi koloni Amerika berasal dari negara asing, diimpor secara ilegal dan bebas pajak sehingga lebih murah. Hal itu  merupakan ancaman bagi pedagang-pedagang kolonial independen yang menjadi kalah saing dengan teh dari hasil monopoli perusahan Hindia Timur yang lebih murah. Karena itulah para pedagang kolonial yang tergabung kedalam kelompok radikal memboikot teh dari perusahaan Hindia Timur, proses pemboikotan ini mencapai puncaknya pada peristiwa Tea Boston Party yang dipelopori oleh Samuel Adam bersama para rekan-rekannya.
Insiden Boston Tea Party tidak berakhir sampai disitu saja. Insiden tersebut membuat  kemarahan Inggris tersulut. Parlemen Inggris mengeluarkan peraturan-peraturan bagi koloni Amerika sebagai dampak dari perbuatan yang telah dilakukan oleh koloni Amerika. Peraturan-peraturan yang oleh para kolonis disebut sebagai undang-undang paksaan. Undang-undang paksaan tersebut berisi tentang :
(1) menutup pelabuhan kota Boston sampai muatan tehnya selesai dibayar
(2) anggota dewan rakyat Massachussetts akan ditunjuk oleh raja Inggris yang sebelumnya dipilih oleh rakyat koloni itu sendiri
(3) anggota dewan juri dalam pengadilan ditunjuk oleh Sherif yang merupakan bawahan gubernur, yang  sebelumnya dipilih oleh rapat koloni
(4) rapat kota diadakan hanya dengan gubernur, sedangkan sebelumnya tidak diperlukan.
Koloni Amerika terutama penduduk Boston tidak bisa menerima peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, sehingga penduduk koloni lain pun ikut memberikan dukungan melawan Inggris dengan mengadakan rapat antar koloni pada tanggal 5 Desember 1774, yang kemudian dikenal dengan istilah Kongres Kontinental.
Perang Kemerdekaan Amerika pada mulanya hanya merupakan penetang kebijakan Pemerintah Inggris yang dianggap semena-mena. Pada saat itu belum ada tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Pertempuran pertama terjadi di Lexington,kemudian di Boston. Inggris meminta bantuan kepada penduduk Kanada untuk melawan penduduk Koloni Amerika. Namun permintaan itu di tolak dengan alasan senasib sebagai penduduk koloni. Bahkan paksaan Inggris terhadap penduduk Kanada malah menimbulkan pertempuran.keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Bangsa Amerika dan mereka menyiapkan tentera yang dipimpin oleh George Washington yang pernah berjasa kepada Inggris dalam perang Tujuh Tahun.
Pada Tahun 1776, Thomas Paine mengutarakan pendapatnya dalam sebuah karangan yang berjudul Comon Sense yang berisi tentang gagasan Kemerdekaan . Pendapat Paine itu menyadarkan penduduk Koloni Amerika untuk mengubah tujuan perjuangan mereka dari menentang kebijakan Pemerintah Inggris menjadi perjuangan mencapai kemerdekaan. Tulisan tersebut mengejutkan banyak pihak, baik itu pihak kolonis maupun kolonial, sebab Thomas Paine merupakan seorang pemikir politik dan penulis dari Inggris yang menerbitkan pamfletnya dengan tujuan untuk membantu masyarakat koloni.  Efek dari 'Common Sense' ini semakin membulatkan tekad seluruh koloni untuk memisahkan diri. Namun hal itu tidak segera terwujud karena harus ada kesepakatan dari seluruh koloni demi terwujudnya pencetusan deklarasi kemerdekaan. Akhirnya pada tanggal 10 Mei 1776, setahun setelah pertemuan pertama Kontinental Kongres Kedua, sebuah resolusi disepakati oleh seluruh koloni untu memisahkan diri. Peristiwa tersebut diikuti oleh munculnya gagasan untuk mendeklarasikan kemerdekaan atas Inggris pada tanggal 7 Juni 1776 oleh Richard Henry Lee, seorang delegasi dari negara bagian Virginia yang disampaikan pada Kontinental Kongres Kedua.
Selanjutnya diadakan kongres Philadelphia yang dihadiri oleh wakil-wakil 13 daerah ( negara bagian ). Mereka sepakat untuk menanadatangani sebuah deklarasi yang dikenal dengan Declaration of Independence yang telah disusun oleh Thomas Jefferson pada tanggal 4 Juli 1776 yang dijadikan Hari Kemerdekaan Amerika. Kongres pun kemudian menyepakati adanya Articles of Confederation sehingga terbentuklah United States of America (USA). deklarasi ini disebutkan bahwa hak-hak tiap individu dalam memperoleh kebebasan adalah sama. Bahwa setiap orang memiliki hak asasi masing-masing yang patut diperjuangkan tanpa harus diinjak-injak satu sama lain. Semua yang diperjuangkan sebagai kemerdekaan adalah demi terciptanya kebahagiaan atas nama hak-hak dasar seseorang. Oleh karena itu, hal diatas sebenernya menjelaskan bahwa pengahapusan perbudakan besar-besaran di Amerika diperlukan adanya. Tidak ada yang berhak menjadi tuan atas lainnya dan mempekerjakannya secara tidak manusiawi. Namun, hak-hak tersebut perlu dipertanggungjawabkan. Dalam artian, harus ada yang mengontrolnya yaitu pemerintah. Pemerintah tersebut berasal dari yang diperintah atau dengan kata lain, demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mustopo,M.Habib dkk.2007. Sejarah SMA Kelas XI Program IPS. Jakarta:Yudhistira
Ismawati, Nur Siwi. 2011. LKS Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS . Klaten : VIVA Pakarindo

PERJUANGAN DIPLOMASI MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN


CYNDI DWI RAHMADANI / PIS

1.      Perundingan Linggarjati
Perang yang terjadi antara para pejuang dengan tentara sekutu yang diboncengi oleh NICA, telah menimbulkan banyak korban. Melihat kondisi tersebut para pemimpin dari kedua pihak berusaha untuk mencari jalan damai dengan melakukan perundingan. Atas dasar prakarsa Lord Killearn pada 10 November 1946 disepakati persetujuan Linggarjati (Cirebon) yang isinya :
a.       Belanda mengakui secara De Facto kekuasaan RI atas Jawa, Sumatra, dan Madura.
b.      Pemerintah RI dan Belanda bersama-sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
c.       Negara Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir sedangkan Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn, Van Poll, dan De Boer. Penandatanganan persetujuan dilakukan pada 25 Maret 1947.
2.      Perundingan Renville
Persetujuan Linggarjati merugikan bangsa Indonesia dan menimbulkan perbedaan penafsiran di antara keduanya. Sementara itu, Belanda dengan berbagai cara berusaha untuk melemahkan kekuatan Republik Indonesia. Pada 27 Mei 1947 Belanda mengeluarkan ultimatum yang ditanggapi dengan penolakan 'gendarmerie' bersama oleh syahrir. Pokok – pokok tuntutan belanda tersebut adalah :
a.       Membentuk pemerintahan ad interin bersama.
b.      Mengeluarkan mata uang bersama.
c.       Indonesia harus mengirimkan beras ke daerah-daerah yang diduduki Belanda.
d.      Adanya "Gendarmerie" yaitu pembentukan pasukan keamanan bersama yang juga dapat masuk ke wilayah RI.
Dengan adanya penolakan gendarmerie pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresinya ke wilayah RI, sehingga menimbulkan reaksi keras dari India dan Australia dan menindaklanjuti tindakan Belanda pada Dewan keamanan PBB.
Usaha yang dilakukan antara lain :
a.       Membentuk Komisi Konsuler yang dipimpin Dr. Walter Foote yang bertugas mengawasi gencatan senjata kedua belah pihak disepanjang garis Van Mook.
b.      Membentuk Komisi Tiga Negara (KTN)
Anggotanya Richard Kirby (Australia), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Dr. Frank Graham (AS). Hasil usahanya adalah Perundingan Renville.
Pada 8 Desember 1947, delegasi perjanjian renville Indonesia dipimpin PM. Amir Syarifudin, sedangkan Belanda dipimpin R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.
            Isi perjanjian Renville :
a.       Belanda tetap berdaulat atas wilayah RI sampai kedaulatannya diserahkan kepada RIS yang segera di bentuk.
b.      RIS sejajar dengan Belanda dalam Uni Indonesia – Belanda.
c.       Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
d.      Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah Kantong (Daerah yang berada dibelakang garis Van Mook) harus ditarik ke wilayah RI.
e.       Adanya penghentian tembak-menembak disepanjang garis van mook.
f.       Penghentian tembak-menembak dikuti dengan peletakkan senjata dan pembentukan daerah kosong militer.
Perjanjian Renville menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang sangat sulit. Wilayah Indonesia semakin sempit karena pendudukan Belanda. Dan dipersulit dengan adanya blokade yang dilancarkan Belanda.
3.      Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Dalam menanggapi agresi militer Belanda, para kabinet berinisiatif membentuk PDRI. Tujuannya untuk menjalankan pemerintahan selama pimpinan nasional ditawan Belanda. PDRI di Bukit Tinggi (Sumatra) di pegang Syafruddin Prawiranegara. Apabila di Sumatra gagal maka dibentuk PDRI di New Dehli (India) diserahkan kepada A.A Maramis, L.N Palar dan Dr. Sudarsono.
Puncak penyerangan adalah serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto. Keberhasilan serangan umum 1 Maret 1949 terjadi karena faktor :
a.       Internal
-          Mendukung perjuangan secara diplomasi
-          Menumbuhkan semangat perjuangan rakyat
b.      Eksternal
-          Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk mengadakan peperangan.
-          Mematahkan moral pasukan Belanda.

4.      Perjanjian Roem – Royen
Agresi militer Belanda II mendapat kecaman dunia Internasional. Birma (Myanmar) dan India memprakarsai diselenggarakannya konferensi Asia untuk Indonesia di New Delhi, India, tanggal 20-23 Januari 1949. Selain itu, Agresi Militer Belanda II dihadapi rakyat Indonesia dengan mengadakan serangan balik terhadap Belanda yaitu serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto.
Dewan keamanan PBB membentuk UNCI untuk membantu memperlancar penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. UNCI yang dipimpin Merle Cochran mempertemukan dua pihak di meja perundingan pada 7 Mei 1949. Indonesia diwakili Mr. Moh dan Belanda diwakili Dr. J.H. Van Royen.
Isi persetujuannya antara lain :
a.       Pernyataan Republik Indonesia
-          Mengeluarkan perintah kepada pengikut Republik Indonesia yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
-          Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
-          Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
b.      Pernyataan Belanda
-          Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
-          Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
-          Tidak akan mendirikan / mengakui negara-negara yang ada didaerah yang di kuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara / daerah dengan merugikan RI.
-          Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
-          Berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Sebagai akibat perjanjian Roem – Royen maka diadakan tindakan-tindakan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :
-          Belanda harus meninggalkan Yogyakarta
-          PDRI mengembalikan mandatnya kepada pemerintah RI di Yogyakarta
-          TNI kembali ke Yogyakarta
-          Panglima Soedirman kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresi keduanya dengan menyerbu ibu kota RI, Yogyakarta. Belanda menyerbu Lapangan Udara Maguwoharjo sehingga Yogya mudah dikuasai. Presiden Soekarno dan Moh. Hatta memilih ditawan oleh Belanda dan diasingkan ke Bangka. Sebelumnya pihak RI mempersiapkan :
-          Membentuk Markas Besar Komando Djawa (MKKD) dipimpin A.H. Nasution.
-          Membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi dengan memberi mandat kepada Syafrudin Prawiranegara sebagai presiden. Tujuannya adalah dalam rangka menjalankan pemerintahan selama pimpinan nasional ditawan Belanda.
-          Jika Syafrudin Prawiranegara tidak berhasil membentuk PDRI, maka AA. Maramis, LN. Palar, dan Dr. Sudarsono diberi kuasa untuk membentuk pemerintahan Republik Indonesia di India.
-          Kesediaan Jendral Soedirman untuk memimpin perang gerilya, walaupun pada agresi militer II Belanda berhasil menguasai ibu kota Yogyakarta dan menawan presiden dan wakil presiden, tetapi pemerintahan republik Indonesia masih berdiri. Dengan serangan umum 1 Maret yang dipimpin Letkol Soeharto, ibu kota Yogyakarta dapat di kuasai kembali selama 6 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Sejarah IPS untuk Semester Gasal. SOLO : CV HAYATI TUMBUH SUBUR.

Hubungan Antara Kaum Anti-Semit dan Zionis Polandia



Khairin Nisa/Pis

Fenomena yang paling terkenal akan anti-semitisme adalah ideologi Nazisme dari Adolf Hilter, yang menyebabkan pemusnahan terhadap kaum Yahudi Eropa. Pada awalnya istilah anti-sa dipopulerkan oleh gerakan politik di Jerman pada 1870-an dan 1800an yang mengampanyekan penentangan emansipasi sosialdan politik kaum Yahudi. Istilah itu sendiri, dalam pengertian yang ketat, tidak akurat, sebab penentangan itu bukan terhadap kelompok "Semit", tetapi hanya pada Yahudi. Sejarahnya sudah ada seiak era pra-Kristen ketika monoteisme eksklusivitas Yahudi menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. Dengan datangnya Kristen, Yahudi menjadi "problem" karena eksistensi Yahudi yang terus ada melemahkan konsep "perjanjian lraru" Kristen darl tampaknya tidak membuktikan bahwa Yahudi adalah kaum yang dikr-rtuk Trrhrrn.

Di sepanjang sejarah Eropa, setelan Kristen menyebar, kaum Yahudi rnengali-uni segregasi, dipaksa memilih pindah agama atau diusir. Seiring berjalannya waktu aktivitas mereka makin dibatasi hanya dalam aktivitas perdagangan dan peminjaman uang, yang makin memperkuat citra mereka sebagai lintah darat dan penentang Tuhan dan ajaran Kristen lainnya. Setelah kekuatan "negara Kristen" melemah, perrnusuhan ekonomi terhadap Yahudi makin diperhatikan dan, dengan munculnya filsafat idealis Jerman, dikaitkan dengan "esensi" (.Wesen) Yudaisme, esensi yang dianggap bertentangan dengan kepentingan negara-negara Eropa. Melalui konsep "esensi" ini, segera muncul gagasan tentang Yahudi sebagai "ras." Christian Wilhelm Dohm membuka debat (pada 178I) tentang emansipasi Yahudi dengan mengatakan bahwa sifat "buruk" mereka adalah lahir dari ketertindasan, tetapi rekan-rekan pemikir sezamannya justru berpendapat sebaliknya, yakni sifat Yahudi ituiah yang "menyebabkan" mereka ditindas.

Dohm atau filsuf lainnya tidak menyetujui penindasan atas kaum Yahudi, namun konseptualisasi mereka menjadi dasar bagi debat tentang, dan melawan,Yahudi, yang difokuskan pada alasan dibalik permusuhan atas mereka. Maka perdebatan ini mulai memasuki isu rasional. Hal ini menimbulkan identifikasi bentuk-bentuk anti-Semitisme yang berbeda-seperti sosial, ekonomi, religius, dan rirsiai. Tetapi, semua itu disatukan dalam prinsip dasar anti-Semitisme yang mengemukakan "teori" kesalahan kolektif bangsa Yahudi dan bahwa Yahudi sedang berusaha menaklukan dunia. Ekspresi perusuhan terus-menerus terhadap Yahudi selama dekade awal abad ke-20 ini telirh menyebabkan penerimaan atas doktrin rasial NflroN.cl soclatis,rt di Jerman dan berpuncak pada pernbantaian sistematis atits 6 juta warga Yahucli selam,Perang Dunia II.

Zionisme dapat sekedar menjadi sekilas episode dalam sejarah Yahudi, suatu ungkapan sambil lalu yang brutal (bagi para korbannya) sekaligus tragis (bagi para protagonisnya). Kerajaan Israel yang kedua lebih singkat dan tidak sejaya yang pertama; mengapa yang ketiga tidak bisa lebih singkat dan bahkan lebih tidak terhormat?" Michael Warschawski (Seorang sosialis dan aktivis Israel) Klaim kondang yang disuarakan pendukung Zionisme politik adalah "Zionisme adalah gerakan pembebasan nasional rakyat Yahudi." Makna yang dikehendaki dari ini adalah: Bila kau menentang Zionisme, maka kau tidak menghargai penderitaan dan harga-diri Yahudi, maka kau berpihak pada "penghancuran Israel" dan kau adalah seorang anti-Semit.

Tiap klaim ini adalah palsu, baik secara fakta maupun logika. Untuk memahami kenapa, kita harus mendekonstruksi klaim tersebut satu per satu dan mengklarifikasikan apa Zionisme itu di masa lalu dan kini. Istilah Zionisme di sini untuk memaksudkan "Zionisme politik," yang menuntut pendirian negara Yahudi di Palestina. Pada mulanya terdapat kaum Zionis lain yang mengusulkan penciptaan tanah air Yahudi bukannya negara.

Zionisme sangat tidak biasa karena kebenciannya terhadap budaya sesungguhnya dari rakyat yang diklaim hendak dibebaskannya, yakni budaya Yiddish dari kaum Yahudi Eropa Timur. Sikapnya terhadap Yahudi non-Eropa dari Timur Tengah dan Afrika jauh lebih parah lagi, tapi dalam hal ini ia mewarisi asumsi rasis dari kebanyakan nasionalisme Eropa. Ia mengusulkan untuk menggantikan bahasa dan budaya Yiddish dengan Ibrani, yang selama berabad-abad tidak digunakan oleh kaum Yahudi dalam percakapan sehari-hari kecuali dalam sembahyang dan studi keagamaan.

Di awal tahun 1920-an, masyarakat Yahudi Polandia berjumlah 2,8 juta orang, 10 persen dari seluruh penduduk.  Zionisme cukup dikenal dan kuat di Polandia yang memiliki masyarakat Yahudi terbesar di Eropa.  Polandia juga rumah bagi sebuah anti-Semitisme yang kuat dan keras.  Anti-Semitisme kuat dan Zionisme kuat; keduanya, seakan sudah kaidah, terlahir untuk bersekongkol satu sama lain.
Lenni Brenner telah mempelajari seksama hubungan antara kaum anti-Semit dan Zionis Polandia.  Menurut Brenner, perjanjian pertama, yang disebut Ugoda (Kompromi), dirundingkan oleh para pemimpin Zionis Leon Reich dan Osias Thon di tahun 1925.  Mitra runding mereka adalah Wladyslaw Grabski, perdana menteri Polandia dan seorang anti-Semit yang kukuh.  Grabski sedang mencari pinjaman dari Amerika Serikat untuk Polandia dan mengira bahwa perjanjiannya dengan para Zionis dapat membantunya.  Dengan perjanjian itu, pihak Zionis menerima kelonggaran-kelonggaran penting: para wajib militer Yahudi diizinkan memiliki dapur kosher, dan para pelajar Yahudi tak perlu menghadiri pelajaran atau ujian di hari Sabbath (di hari menulis, maupun bentuk pekerjaan lainnya, dilarang dalam agama Yahudi).  Brenner menulis bahwa, karena perjanjian mereka dengan perdana menteri yang anti-Semit, Thon dan Reich dianggap sebagian Yahudi sebagai pengkhianat masyarakat mereka.
Joseph Pilsudski menjadi diktator sebagai hasil sebuah kudeta di bulan Mei 1926.  Sebagaimana pendahulunya, Pilsudski seorang anti-Semit yang berhubungan dekat dengan para Zionis.  Pada 26 Januari 1934, Pilsudski menandatangani pakta tak saling serang selama 10 tahun dengan Hitler.  Ia tetap setia kepada para Zionis hingga kematiannya yang mendadak pada 12 Mei 1935.  Osias Thon dan Apolinary Hartglas, presiden Polish Zionist Organization, mengusulkan agar Hutan Pilsudski ditanam di Palestina untuk mengenangnya.  Para Revisionis Palestina mengumumkan bahwa mereka akan membangun sebuah asrama penampungan para pendatang yang dinamakan Pilsudski untuk menghormatinya.
Setelah kematian Pilsudski, anti-Semitisme meningkat di Polandia.  Ada sentimen anti-Semit di kalangan angkatan bersenjata, khususnya di antara para kolonel yang menggantikan Pilsudski memerintah Polandia.  Para tokoh anti-Semit garis keras dikumpulkan dalam sebuah partai ekstrim kanan bernama Naras (National Radicals).  Di akhir 1930-an, Naras mulai menjalankan pogrom.  Bund, partai utama Yahudi pembaur yang kiri, menyusun satuan-satuan untuk melawan Naras.  Di sisi lain, para Zionis tak pernah menentang Naras: kegiatan-kegiatan Naras sangat menguntungkan bagi mereka.  Semboyan para militan Naras adalah "Moszku idz do Palestyny!" (Yahudi Pulanglah ke Palestina!) – sebuah gaung kasar program Zionis sendiri.  Brenner menceritakan bahwa salah satu alasan kaum Yahudi di Polandia menjauhi Zionisme adalah karena para Zionis disukai Naras.  Sebagaimana dicatat Brenner, para kolonel Polandia selalu menjadi pro-Zionis yang bersemangat.
Orang-orang anti-Semit sama pro-Zionisnya sebagaimana orang-orang Zionis pro-anti-Semit!  Seorang Zionis terkemuka, Yitzhak Gruenbaum, suatu kali menyatakan bahwa kaum Yahudi sudah begitu menjadi "bagasi lebih" di Polandia, dan bahwa "Polandia kelebihan sejuta orang Yahudi dari yang bisa ditampungnya".  Abba Achimeir, seorang pemimpin gerakan Revisionis di Palestina, menyatakan kebencian yang tak terbayangkan berikut ini: "Saya mengidamkan sejuta Yahudi Polandia dibantai.  Lalu, mereka mungkin akan sadar bahwa mereka tinggal di ghetto."
DAFTAR PUSTAKA
Harun Yahya, Penerjemah: Hari Cahyadi, S.T.  dan Masyhur Ardani KEKEJAMAN HOLOKAUS Bagaimana Nazi Membantai JUTAAN Orang Yahudi, Gipsi, dan Penyandang Cacat?
http://selaputs.blogspot.com/2012/07/definisi-arti-pengertian-anti-semitism.html