Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Bangsa Jepang (Perlawanan PETA)

Siti Wulandari/SIV
Latar Belakang Jepang di Indonesia
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor. Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur. Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama. [1]
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut.
Tentara Pembela Tanah Air (PETA)
Pada bulan April 1943 di keluarkan pengumuman ynag isinya memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang (Heiho). Syarat penerimaannya ialah harus berbadan sehat, berkelakuan baik baik dan berumur diantara 18-25 tahun dan pendidikan terendah ialah sekolah dasar. [2]
Pengerahan tenaga-tenaga di dalam Peta  di tempuh melalui pangkat yang berbeda. Ada lima macam pangkat di dalam peta yang sesungguhnya adalah nama untuk jabatan, yakni: deidanco (komandan batalyon), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan pleton), bundanco (komandan regu), dan giyuhei (komandan sukarela). [3]
Ada beberapa  macam motivasi yang mendorong perwira masuk ke Peta, diantaranya mereka ada yang masuk dengan bergairah. Ada pula yang masuk dengan acuh tak acuh da nada juga yang sekedar untuk mencari nafkah. Namun tidak sedikit dari mereka yang mempercayai ramalan Jayabaya bahwa Jepang akan pergi dari Indonesia dan Indonesia akan merdeka. Karean itu di perlukan suatu tentara untukmembela tanah air, bagi mereka Peta adalah tempat latihan yang luas untuk menghasilkan tenaga-tenaga militer yang mampu membela tanah airnya kelak.
Namun di dalam perkembangannya tentara Peta di berbagai batalyon merasa kecewa terhadap Jepang. Kekecewaaan itu sudah mulai timbul pada tahun 1944. Dan mereka melakukan beberapa perlawanan di antara perlawanan yang paling besar adalah Perlawanan Peta di Biltar pada tahun 1945 bulan Februari tepatnya.
Semula anggota Peta terisolasi dari masyarakat, namun pada akhirnya mereka di perbolehkan pulang. Begitu mereka pulang di kampong halaman masing-masing mereka menyakikan penderitaan yang telah di alamai oleh keluarga dan masyarakat sekitar rumah tentara tersebut. Mereka megalami masa sulit yang luar biasa yang membuat mereka tidak dapat hidup sejahtera. Jangankan untuk hidup sejahtera, untuk hidup normal saja mereka sulit. Rakyat mulai mengalami penderitaan hebat di akhir tahun 1944, mereka hanya makan nasi jagung dan berpakaian goni. Mereka dijadikan budak pekerja (romusa) untuk kepentingan Jepang tanpa rupiah sepeser pun yang di beri sebagai upahnya.
Kekecewaan tentara Peta pun timbul di karenakan mereka merasa di rendahkan di hadapan tentara Jepang yang bukan Perwira, mereka harus memberi hormat  terlebih dahulu kepada bintara dan tamtama Jepang saat bertemu. Kebencian Tentara Peta semakin memmuncak ketika melihat penderitaan pekerja paksa (Romusha), maka hilanglah rasa solidaritas kepada Jepang untuk memenangkan perang . Perwira Peta tidak lagi menganggap bangsa Jepang sebagai saudara tua yang membantu persiapan kememerdekaan Indonesia. Perwira Peta menganggap bngsa Jepang sama dengan bangsa Belanda pada umumnya. Kebencian memuncak menjadi suatu perlawanan yang terjadi di batalyon Peta Blitar yang di pimpin oleh para Shodanco antara lain Soeprijadi dan Moeradi yang belum berumur 20 tahun sewaktu memimpin perlawanan. [4]
Cudancho Supriyadi dan komandan PETA di Blitar tetap memutuskan melanjutkan perlawanan karena mereka berharap pengorbanan darah dan nyawa mereka akan membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan meski setiap orang tahu mereka akan kalah. Tepat dinihari 14 Februari 1945 meletuslah tembakan mortir dan peluru dari asrama Tentara PETA di Blitar dan pengibaran bendera Merah putih tepat diseberang asrama PETA. Seperti telah diduga sebelumnya Tentara Kekaisaran Jepang akhirnya bisa mengatasi pemberontakan ini.harapan pemberontakan PETA di Blitar akan mendorong Pemberontakan PETA di daerah lain tidak terjadi karena tentara Jepang segera menarik seluruh senjata yang dipegang tentara PETA .[5]
Supriadi, pimpinan pasukan pemberontak tersebut, menurut sejarah Indonesia dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, Muradi, tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh Kempeitai (PM), diadili dan dihukum mati dengan hukuman penggal sesuai dengan hukum militer Tentara Kekaisaran Jepang di Eevereld (sekarang pantai Ancol) pada tanggal 16 Mei 1945.[6]
Perlawanan  PETA di Daerah-Daerah Lain di Indonesia
   Perlawanan PETA di Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam)
Pada bulan November 1944, meletus perlawanan Aceh terhadap Jepang yang dipimpin oleh Teuku Hamid. Meskipun masih berusia sekitar 20 tahun, tetapi ia memiliki keberanian memimpin dua peleton pasukan Giyugun untuk melawan Jepang dengan cara keluar dari asrama Giyugun di Jangka Buaya (Aceh), kemudian membentuk markas pertahanan di lereng-lereng gunung. Melihat perlawanan ini, pasukan Jepang bertindak cepat dengan cara menyandera dan mengancam akan membunuh semua anggota keluarga Teuku Hamid jika ia tidak menyerah, akhirnya Teuku Hamid pun terpaksa menyerah.
   Perlawanan PETA di Gumilir (Cilacap, Jawa Tengah)
Perlawanan ini dipimpin oleh Khusaeri, seorang Budaneo (Komandan Regu). Perlawanan ini cukup hebat, tetapi Kushaeri dan kawan-kawannya menyerah. Pada bulan Juli 1944, kedudukan Jepang semakin terdesak oleh Sekutu. Karena itu, Jepang memberikan kemerdekaan kepada beberapa negara di Asia yang didudukinya seperti Birma dan Filipina. Indonesia pun juga dijanjikan akan diberi kemerdekaan oleh Jepang melalui Jendral Koiso, rencananya pada tanggal 7 September 1945. Pada tnaggal 15 Agustus 1945, bangsa Indonesia menerima kabar tentang kekalahan Jepang dari Sekutu melalui Sultan Syahrir.[7]
Catatan :
[1]. http://Sejarah - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
[2].Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.1984.Sejarah Nasional   Indonesia VI.Jakarta: Balai Pustaka. Hal:33
[3].Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.1984.Sejarah Nasional   Indonesia VI.Jakarta: Balai Pustaka. Hal:34
[4].Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.1984.Sejarah Nasional   Indonesia VI.Jakarta: Balai Pustaka. Hal:35
[5]. http:// Perlawanan PETA 14 Februari 1945 _ pecintawisata.htm
[6]. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembela_Tanah_Air&oldid=7659595
[7]. http:// Ryuzkawa's world  Perlawanan Rakyat Indonesia dan PETA Terhadap Jepang.htm

No comments:

Post a Comment