Kelahiran dan Pendidikan Muhammadiyah pada Pasca kebangkitan nasional

Muhammad Nur/ SIV B

            Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia dan memilki anggota yang pada saat ini telah banyak tersebar di seluruh Indonesia. Jadi Muhammadiyah  tidak di ragukan lagi eksistensinya di Negara ini. Pada dasarnya Muhammadiyah bercorak organisasi yang berdasarkan agama Islam, tuntunan sunah Nabi, sosial dan Kebangsaan. Jadi tidaklah salah kita melihat kembali sejarah yang di alami organisasi muhammadiyah itu sendiri baik dari awal berdirinya, pada masa kebangkitan nasional maupun sampai pada saat sekarang ini, sehingga begitu menarik untuk kita ketahui.
            Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijah 1330 H. yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang di ajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.[1]
            Riwayat hidup pendiri organisasi ini, Ahmad Dahlan sewaktu mudanya bernama Muhammad Darwis, Lahir tahun 1285H atau 1868M di kampung kauman Yogyakarta. Ayahnya ulama yang bernama KH. Abubakar bin KH. Sulaiman pejabat Khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putrid H. Ibrahim bin KH. Hassan pejabat penghulu kesultanan. Melihat dari garis keturunanya ini maka ia adalah anak orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat.[2]
           Semasa kecil Ahmad Dahlan tidak pergi kesekolah, sebagai gantinya Ahmad Dahlan diasuh serta di didik mengaji oleh atahnya sendiri. Dan kemudian ia meneruskan pelajaran mengkaji tafsir, hadis, fiqh dan bahasa arab kepada beberapa ulama yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Dengan bantuan kakaknya (nyai haji Saleh) maka pada tahun 1890 ia pergi ke mekah. Dengan beliau belajar dan menuntut ilmu di negeri mekah tersebut memuat jalan pikiran beliau terbuka lebar untuk membuat islam lebih maju di Indonesia di masa yang akan datang. Di mekah Ahmad Dahlan banyak bertukar pikiran dengan para ulama yang ada di sana sehingga membuat pengetahuanya tentang islam semakin bertambah dan beliau berniat untuk memajukan islam di tanah air ini.[3]
          Maka setelah beliau pulang dari menuntut ilmu di Mekkah, beliau mengemukakan pendapatnya tentang yang ia inginkan di mulai dari keluarganya karena keluarga beliau merupakan keluarga yang kental akan agama maka usulan tersebut di sambut baik dan didukung oleh keluarganya sehingga pada tanggal 18 November1912 bedirilah organisasi islam yang bernama Muhammadiyah. Perkumpulan ini berusaha mengembalikan ajaran islam kepada sumber aslinya yaitu al Qur’an dan assunah, seperti yang di amanatkan oleh Rasulullsh SAW. Itulah sebabnya tujuan perkumpulan ini meluaskan dan mempertinggi pendidikan agam islam secara modern, serta memperteguh keyakinan tentang agama islam.[4]
            Walaupun Muhammadiyah telah berdiri namun penyebarannya pada masa penjajahan belum bisa maksimal Karena yang seperti kita ketahui bersama setiap organisasi-organisasi yang ada di Indonesia ini di awasi ketat oleh pemerintahan kolonial Belanda tak terkecuali dengan Muhammadiyah, di karenakan organisasi ini bersifat ke islaman Pemerintahan belanda mengawasi organisasi ini karena bertentangan dengan kepercayaan dan agama yang di bawa oleh para penjajah. sehingga pada saat itu organisasi ini hanya berkembang di Yogyakarta, pengajaran dan pendidikan islam biasanya di berikan di masjid-masjid dan langgar-langgar. Pada saat penjajahan masyarakat pribumi dan anak-anak pribumi tidak dapat dengan mudah mengeyam pendidikan dan bersekolah, hanya anak-anak tertentu saja yang boleh bersekolah oleh pemerintah Belanda dengan adanya tindakan yang di lakukan oleh Ahnmad Dahlan memberikan pendidikan agama secara cuma-cuma terhadap anak-anak pribumi, sehingga masyarakat banyak yang mendukung tindakan tersebut sehingga Muhammadiyah memiliki anggota yang cukup banyak dan mendapat respon yang positif dari masyarakat. Akan tetapi daerah operasinya hanya di wilayah Yogyakarta saja.
            Daerah operasi organisasi Muhammadiyah mulai di luaskan setelah tahun 1917. Pada tahun itu Budi Utomo mengadakan kongresnya di Yogyakarta (malahan rumah KHA Dahlan di buat sebagai pusat kongres tersebut) ketika KHA Dahlan  telah dapat mempesona kongres itu melalui tablig yang di lakukanya sehingga pengurus Muhammadiyah menerima permintaan dari berbagai tempat di jawa untuk membuka cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh jawa. Sehingga pada tahun 1920 Muhammadiyah mulai di kembangkan di luar Yogyakarta.[5]
    Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa tujuan semula Muhammadiyah adalah untuk menyebarluaskan agama islam yang kemudian berkembang menjadi meluaskan pendidikan agama islam dan memupuk perasaan agama para anggotanya. Salah satu jalan yang di tempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalh dengan mendirikan sekolah di seluruh tanah air. Tujuan pendidikanya ialah terwujudnya manusia muslim, berahlak, cakap, percaya diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan Negara. Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia dapat di didik menjadi bangsa yang utuh berkpribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
            Pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
A)    -Sekolah umum.
Taman kanak-kanak (Bustanul Atfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun dan HIK 3 tahun.
Pada sekolah-sekolah tersebut di ajarkan pendidikan agam islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
-Sekolah Agama.
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin/Mualimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun. Pada madrasah-madrasah ini diberikan mata pelajaran pengetahuan umum.
       Sekolah-sekolah tersebut ternyata mampu berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu jika di perhatikan lebih jauh, maka pendidikan yang di selengarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar vagi bangsa dan Negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan di antaranya:
1)    -Menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran islam.
2)  -Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah ide-ide reformasi islam secara luas di sebarkan.
3)    - Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern. [6]
Pada masa Indonesia merdeka, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah/madrasah-madrasah berlipat ganda banyaknya dari masa penjajahan Belanda dahulu. Menurut siaran Muhammadiyah (edisi 1957) jumlah sekolah agama Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1)      Madrasah Ibtidaiyah 412 buah
2)      Madrasah Sanawiyah 40 buah
3)      Madrasah Diniyah (Awaliyah) 82 buah
4)      Madrasah Mu’allimin 73 buah
5)      Madrasah pendidikan guru agama 75 buah. [7]
           Dengan adanya sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah dapat menciptakan generasi-generasi yang memiliki pengetahuan dan daya fikir yang luas sehingga hal ini dapat menciptakan semangat kebangkitan nasional terhadap genersi muda tersebut. Jadi dapat di katakana bahwa organisasi Muhammadiyah mampu memberikan kontribusi terhadap kebangkitan nasional Indonesia.  
            Memperhatikan prestasi kader Muhammadiyah tak di sangsikan lagi kesatuan nasional ini salahsatunya dianyam olek aktor intelektual Muhammadiyah di berbagai daerah di tanah air. Bahkan ketika kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan pun Muhammadiyah tak kenal lelah terus memberikan kontribusinya bagi kemejuan bangsa dan kedaulatan NKRI. Menelaah sejarah Nasional Indonesia tidak akan sempurna tanpa mengkaji gerakan Muhammadiyah. Dan menulusuri jejak sejarah Muhammadiyah dari zaman ke zaman, pantas pula bila 20 mei di jadikan momentum kebangkitan nasional. Tentunya selain kelahiran Boedi Oetomo (BO) yang hanya berusia 30 tahunan dengan pengaruhnya seluas Jawa dan karena 20 Mei menjadi titik tolak perkembangan Muhammadiyah yang memberikan dampak perubahan social nyata di tanah air Indonesia. Bercermin dari Kebangkitan Nasional di atas, spirit kebangkitan nasional adalah jiwa kemandirian dan membangun harga diri bangsa di hadapan bangsa asing. Kedaulatan bangsa sendiri adalah harga mati bagi tetap tegaknya NKRI. Karena memperingati Kebangkitan Nasional kali ini sejatinya kita seluruh elemen bangsa terlebih pemerintahnya perlu melakukan evaluasi sudah sejauhmana kita menjaga negeri ini dengan membangun kemerdekaan sejati dan kemendirian bangsa. Karena spirit Kebangkitan Bangsa adalah cita-cita kemerdekaan bangsa. Kami cinta perdamaian, tetapi kami lebih cinta kemerdekaan. Inilah spirit yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945,” maka segala bentuk penjajahan di atas dunia harus di hapuskan”. [8]  

Notes:
[1] Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 171
[2] Drs. Hasbullah.1995 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Hal : 94
[3] Drs. Hasbullah.1995 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Hal : 95
[4] Drs. Hasbullah.1995 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Hal : 95
[5]  Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 172
[6] Drs. Hasbullah.1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Hal : 101
[7] Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 177

     Daftar pustaka
Drs. Hasbullah.1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta : PT Bumi Aksara

No comments:

Post a Comment