SEJARAH KOTA SELATPANJANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

        
               Ainun Syarifatul Alfiah/SR

ASAL MULA KOTA SELATPANJANG
Daerah Selatpanjang dan sekitarnya sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang merupakan salah satu kesultanan terbesar di Riau saat itu.Pada masa pemerintahan Sultan Siak VII yaitu Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi ( yang bertahta tahun 1784 - 1810 ), biasa disapa Sultan Syarif Ali, memberi titah kepada Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha untuk mendirikan Negeri atau Bandar di Pulau Tebing Tinggi. Selain tertarik pada pulau itu juga karena Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sendiri pernah singgah ke daerah itu, tujuan utama Sultan Syarif Ali ingin himpun kekuatan melawan kerajaan Sambas ( Kalimantan Barat ) yang terindikasi bersekutu dengan Belanda yang telah khianati perjanjian setia dan mencuri mahkota Kerajaan Siak. Negeri atau Bandar ini nantinya sebagai ujung tombak pertahanan ketiga setelah Bukit Batu dan Merbau'' untuk menghadang penjajah dan lanun.

Maka bergeraklah armadanya dibawah pimpinan Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha pada awal Muharram tahun 1805 Masehi diiringi beberapa pembesar Kerajaan Siak, ratusan laskar dan hulu balang menuju Pulau Tebing Tinggi. Mereka tiba di tebing Hutan Alai( sekarang Ibukota Kecamatan Tebingtinggi Barat ).
Panglima itu segera menghujam kerisnya memberi salam pada Tanah Alai.Tanah Alai tak menjawab, Ia meraup tanah sekepal, terasa panas. Ia melepasnya, "Menurut sepanjang pengetahuan den, tanah Alai ini tidak baik dibuat sebuah negeri karena tanah Hutan Alai adalah tanah jantan, Baru bisa berkembang menjadi sebuah negeri dalam masa waktu yang lama," kata sang panglima dihadapan pembesar Siak dan anak buahnya.
Panglima bertolak menyusuri pantai pulau ini. Lalu, terlihat sebuah tebing yang tinggi. "Inilah gerangan yang dimaksud oleh ayahanda Sultan Syarif Ali," pikirnya. Armada merapat ke Tebing Tanah Tinggi bertepatan tanggal 07 April 1805 Masehi. Di usia masih 25 tahun itu, dengan mengucap bismillah Panglima melejit ke darat yang tinggi sambil memberi salam. "Alha-mdulillah tanah tinggi ini menjawab salam den," katanya. Tanah diraupnya, terasa sejuk dan nyaman. Ia tancapkan keris di atas tanah (lokasinya sekarang kira-kira dekat komplek kantor Bea Cukai Selatpanjang ). Sambil berkata, "Dengarkanlah oleh kamu sekalian di tanah Hutan Tebing Tinggi inilah yang amat baik didirikan sebuah negeri. Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin dan penduduknya adil dan bekerja keras serta menaati hukum-hukum Allah."Panglima itu berdiri tegak dihadapan semua pembesar kerajaan, laskar, hulu balang, dan bathin-bathin sekitar pulau. "Den bernama Tengku Bagus Saiyid Thoha Panglima Besar Muda Siak Sri Indrapura. Keris den ini bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Yang den sosok ini den namakan Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi."itulah nama asal muasal kota selatpanjang.
Setelah menebas hutan, membuka wilayah kekuasaan, berdirilah istana panglima besar itu. Pada 1810 Masehi Sultan Syarif Ali mengangkat Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha itu sebagai penguasa pulau. Kala itu, sebelah timur negeri berbatasan dengan Sungai Suir dan sebelah barat berbatasan dengan Sungai Perumbi, seiring perkembangan waktu bandar ini semakin ramai dan bertumbuh sebagai salah satu bandar perniagaan di kesultanan siak.
Ramai interaksi perdagangan didaerah pesisir Riau inilah menyebabkan pemerintahan Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama negeri ini. Sejarah tercatat pada masa Sultan Siak yang ke 11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada tahun 1880, pemerintahan di Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi dikuasai oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Tuan Temenggung Marhum Buntut (Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak).
Pada masa pemerintahannya di bandar ini terjadilah polemik dengan pihak Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu Konteliur Van Huis mengenai perubahan nama negeri ini, dalam sepihak pemerintahan kolonial Belanda mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang, namun tidak disetujui oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku daerah. Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama pada tanggal 4 September 1899, Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi berubah menjadi Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang.J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi mangkat pada tahun 1908. Seiring waktu masa diawal Pemerintahan Republik Indonesia, kota selatpanjang dan sekitarnya ini merupakan Wilayah Kewedanan di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Tebingtinggi. Pada tanggal 19 Desember 2008, daerah Selatpanjang dan sekitarnya ini berubah menjadi Kabupaten Kepulauan Meranti memekarkan diri dari Kabupaten bengkalis dengan ibukota Selatpanjang.[1]
Kota SelatPanjang merupakan pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Meranti, dahulu merupakan salah satu bandar (kota) yang paling sibuk dan terkenal perniagaan di dalam kesultanan Siak.Bandar ini sejak dahulu telah terbentuk masyarakat heterogen, terutama suku Melayu dan Tionghoa, karena peran antar merekalah terbentuk erat dalam keharmonisan kegiatan kultural maupun perdagangan. Semua ini tidak terlepas ketoleransian antar persaudaraan. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang barang maupun manusia dari China ke nusantara dan sebaliknya.Selatpanjang juga merupakan kota yang menjadi transit transportasi laut dari Pekanbaru menuju Pulau Batam atau Tanjung Balai Karimun dan sebaliknya. selatpanjang juga merupakan kota penghasil sagu yang cukup besar. Kabupaten Kepulauan Meranti adalah salah satu kabupaten di provinsi Riau, Indonesia, dengan ibu kotanya adalah Selatpanjang.
Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebing Tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap,Pulau Berembang, Pulau Burung.Adapun nama Meranti diambil dari nama gabungan "Pulau Merbau, Pulau Ransang dan Pulau Tebingtinggi".[2]

NILAI BUDAYA
1.      Pagelaran Seni Melayu Tari Zapin
Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tari Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan dikalangan raja-raja di istana setelah dibawa oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16.Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas.Tarian ini biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Pagelaran Seni ini biasa dilakukan pada hari hari tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat Selatpanjang seperti hari hari besar keagaamaan ataupun dalam acara pernikahan.
2.      Fiesta Bokor Riviera
Suatu Even untuk memperkuat tali Persaudaraan (Silahturahmi) & Menjunjung Tinggi Nilai Khasanah Budaya Melayu serta memperkenalkan wisata alam hutan mangrove didaerah Meranti.Even ini di selenggarakan di desa Bokor, Kecamatan Rangsang Barat.[3]

PENINGGALAN SEJARAH
Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong Bio adalah kelenteng tertua yang ada di Selatpanjang, dan juga merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan pada masa kolonial Belanda dan sampai hari ini belum diketahui dengan pasti kapan berdirinya. Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari 150 tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur bangunannya. Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan  dan  sebagai tempat ibadah umat budha.di Riau adalah satu antara pulau kecil lainnya yang ada di Indonesia. Lebih dari 150 tahun silam, etnis Tionghoa sudah berada di sana. Bangunan Klenteng di sana pun diyakini tertua di Sumatera.Pulau Tebing Tinggi ini letaknya di Selat Malaka. Di Pulau ini kini dijadikan pusat ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti yakni, Selat Panjang. Kabupaten ini baru terbentuk dan belum genap usianya 5 tahun. Dulunya Selat Panjang hanyalah ibukota kecamatan yang berkiblat pada Kabupaten Bengkalis, di Riau.
Kota Selat Panjang tidaklah terlalu besar. Namun kota ini punya sejarah panjang jauh sebelum kemerdekaan. Di perkirakan, pertengahan abad ke 19 atau sekitar tahun 1800-an, etnis Tionghoa dari daratan Cina sudah merantau ke sana.Dulunya pulau itu hanya ada hutan belantara. Warga Tionghoa menetap di sana dengan membuka usaha kayu, membabat hutan untuk menanam karet, menanam sagu serta sayu-sayuran. Keberhasilan para perantau awal ini, lantas disusul kemudian perantau lainnya. Mereka sama-sama berada di pulau tersebut yang akhirnya kini banyak keturunannya menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
Perdagangan tempo dulu, hasil pertaniannya dijual ke Singapura. Ini karena letak goegrafis kepulauan ini sejajar dengan letak Singapura. Keberhasil para etnis Tionghoa dalam berbisnis ini pada akhirnya melahirkan Selat Panjang sebagai kota perdagangan dari dulu hingga sekarang.Seiring pertumbuhan masyarakat Tionghoa kala itu, maka nenek moyang mereka pun membangun tempat peribadatan yang dikenal dengan sebutan keleteng bernama Hoo Ann Kiong (Vihara Sejahtra Sakti). Sebenarnya, tidak ada yang tahu kapan persisnya bangunan tempat  ibadah itu berdiri.
Namun, masyarakat Tionghoa meyakini bangunan itu sudah ada sekitar tahun 1850-an. Kelenteng itu sempat beberapa kali pindah lokasi. Tapi, sejumlah bangunan tua seperti tiang-tiang penyanggah pintu masuk tetap dibawa kemanapun lokasi berpindah.Kini Klenteng itu berlokasidi Jl Ayani, Selat Panjang, Ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti. Kelenteng itu menghadap ke laut yang hanya berjarak sekitar 50 meter saja.Klenteng warna merah dengan ornamik khas Cina itu, dihimpit bangunan ruko. Bagian tempat peribadatan itu memang bukan lagi bentuk aslinya. Bila dilihat sekarang, bangunan tempat pemujaan bagian dalam sudah sangat modern. Ornamik khas ukiran Cina serta patung budha didatangkan langsung dari negeri Tirai Bambu itu.Tak ada bedanya, kalau lokasi peribadatan itu dengan Klenteng lainnya yang ada di Indonesia.
Peninggalan sejarah yang masih utuh sejak kelenteng itu adalah pintu gerbang masuknya.Lantas apa uniknya? Pintu gerbang bercat merah, termasuk tiang-tiangnya sekilas terlihat terbuat dari besi. Tapi rupanya, tiang penyanggah genteng tersebut terbuat dari kayu yang usianya sudah 150 tahun.Kayu itu penyanggah ukuran sedang sekitar berdiameter 15-20 cm itu masih tegak lurus. Artinya, pintu gerbang untuk memasuki ke dalam kawasan kelenteng masih merupakan peninggalan zaman dulu,Tidak hanya tiang penyanggahnya saja yang dari kayu. Ada empat daun pintu sebagai penutup juga masih terbuat dari papan. Tiang penyanggah atapnya ternyata tidak menggunakan satu paku pun. Antara kayu ke kayu yang lain hanya dipasang pasak saling mengikat. Di bagian ujung tiang ke tiang lainnya selain menggunakan sekat juga dibalut dengan rotan.[4]
Daftar pustaka
[1] taufik Abdullah (1966) sejarah lokal diindonesia, Gajah Mada University Press. Yogyakartan
[3] santrock, Jhon.1995. Life Span Development. Erlangga. Jakarta
[4] Gtra.com, situs Bersejarah Tak Terawa, Pekanbaru, 27 mei 2002 15:13



No comments:

Post a Comment