REVOLUSI KEBUDAYAAN DAN REFORMASI EKONOMI RRC


BEVI ANJELIA LESTARI/PIS/B

Cina atau sekarang yang menjadi Republik Rakyat Cina sejak tahun 1949 merupakan salah satu negara ketiga yang berhasil menerapkan pembangunan sosialisnya dengan gagasan para pemimpinnya yang radikal dan pragmatis- realis, tanpa harus berkiblat kepada negara barat sepenuhnya. Cina yang merupakan negara komunis terbesar kedua setelah Uni Soviet sangat menentang sistem kapitalisme pada rezim Mao zedong, namun kini cina menjadi negara yang kemajuan ekonominya di akui oleh dunia  melalui pasar bebas dan sistem kapitalisme yang dimulai sejak era Deng Xiaoping.

Hal ini menjadikan cina mengalami banyak kemelut baik di bidang politik maupun ekonomi. Mao zedong misalnya, dengan pembangunan radikalnya banyak memberikan kesan bagi rakyat cina juga terhadap negara-negara lain di dunia. Menurut donnithrorne mengenai model pembangunan RRC yang mengandung beberapa pengecualian, yaitu dari sudut politiknya yang memakai unsur paksaan dan pengekangan, walaupun kemudian cina di masa Mao, dapat mengendalikan inflasi secara luar biasa.
Sedangkan pada era  Deng Xiaoping dengan pemikirannya yang pragmatis- realis, kapitalisme dihidupkan kembali melalui pasar bebas. Pilihan deng atas model pertumbuhan merangsang kita untuk memperbincangkan kembali pemikiran mengenai modernisasi. Pemikiran mengenai modernisasi biasanya akan menghasilkan suatu yang tidak diinginkan oleh negara sosialis pada umumnya, misalnya terjadi ketimpangan antara desa dan kota, pendapatan sektor industri dan sektor pertanian serta ketergantungan yang berlebih terhadap negara- negara maju juga akan menjadikan kita negara yang kompetitif dan eksploitatif.
Jika di tarik jauh kebelakang lagi, dari masa dinasti- dinasti, cina pun sudah memulai basis ekonominya melalui perdagangan, dan dalam sistem pemerintahannya pun cina pada masa dinasti juga menganut pemerintahan yang otoriter. Setelah masa dinasti runtuh banyak pembaharuan- pembaharuan yang dilakukan oleh Cina baik dari sistem politik maupun sistem ekonominya. Dari serangkaian peristiwa yang mewarnai kehidupan ekonomi politik Cina dari masa ke masa ini, yang paling  menarik dikaji adalah mengenai revolusi kebudayaan dan reformasi ekonomi di Cina. Karena dua peristiwa besar ini menjadi titik balik China, dimana China mulai menampakkan dirinya sebagai Macan Asia setelah Jepang dan Korea. Bukan hanya dari segi ekonomi dan politik saja yang menjadikan monumental dimata dunia terutama negara-negara barat, namun dari segi ideologi yang menjadi salah satu paham terbesar dunia yakni komunisme. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pertarungan dua ideologi besar dunia yang dimulai sejak perang dingin ini masih berlangsung dan berdampak langsung terhadap kehidupan sekarang ini. Selain itu kita dapat mempelajari beberapa cara ekstrem yang ditempuh cina yang merupakan negara berkembang dengan penduduk terpadat di dunia, dapat diakui keberadaannya oleh negara- negara maju bahkan negara- negara dunia.
2.1       Revolusi kebudayaan
Pada rezim Mao Zedong dengan dilatarbelakangi untuk melawan imperialisme dan kapitalisme saat itu pada tahun 1966 ketua Mao mencanangkan yang namanya "Revolusi Kebudayaan". Namun cara yang ditempuh dibawah kepemimpinan Mao berbeda dengan konsep Uni soviet. Uni soviet melakukan perjuangan revolusinya dengan kaum buruh sebagai penggeraknya, sedangkan Mao Zedong lebih mengutamakan kaum petani sebagai kekuatan revolusi.
Namun kekacauan justru mulai muncul, pada tahun 1966, sebuah gelombang baru kekerasan terjadi di Cina, teror Pengawal Merah meliputi setiap sudet negara. Ini karena pada tahun 1966, Pengawal Merah yang ditunjuk oleh Mao sebagai motor penggerak jalannya Revolusi Kebudayaan mengeksekusi segala sesuatu yang berbau luar dan kapitalis. Banyak peneliti berpendapat bahwasanya ribuan orang pada saat revolusi kebudayaan mati. Ini dikarenakan beberapa faktor, yang pertama mereka yang disinyalir sebagai kontrarevolusioner adalah musuh Partai dan pantas diberi hukuma mati atau mungkin mendapatkan kritik diri dengan belajar ke pedalaman bersama petani. Orang- orang yang dianggap kontrarevolusioner adalah mereka yang merupakan Tuan tanah, disinyalir menjadi Orang kanan dan anti partai, selain itu ada beberapa kategori lain lagi. Dalam perjalanannya ternyata Revolusi Kebudayaan sendiri banyak diatur oleh istri Mao, yaitu Jiang Qing. Setelah kelompok Pengawal Merah pertama kali dibentuk oleh mahasiswa- mahasiswa Baijing, situasi negara menjadi tidak terkendali. Kelompok Pengawal Merah ini bergerak melawan semua birokrasi dan menghancurkan sejumlah tempat religius dan historis. Selama empat tahun Revolusi kebudayaan (1966- 1970), praktis semua universitas dan sekolah ditutup. Akibat dari ini semua, yang menjadi korban dari revolusi kebudayaan ini sendiri bukan hanya orang dewasa saja, namun anak- anak sendiri sudah menjadi bagian dari korban Revolusi itu sendiri.
Mao Zedong yang saat itu menjadi pimpinan PKC (Partai Komunis Cina) dan juga sekaligus kepala negara mempunyai ideologi yang radikal mengenai pemerataan pembangunan dengan memperkenalkan ajaran marxisme-leninisme kepada rakyat cina. Dalam menjalankan pembangunan sosialisnya pemikiran Mao lebih menyesuaikan dengan keadaan realita yang ada di cina dengan wilayahnya yang agraris, sehingga ini juga menjadi salah satu pendukung Mao dan kawan- kawan mendapat respon yang cukup besar dari kalangan petani. Di lain pihak pergolakan politik terus berlangsung antara kelompok revolusioner-radikal, kelompok pragmatis- realis, juga kelompok moderat. Ini terus menjadikan cina berubah dengan cara yang sulit dibayangkan oleh negara barat.
Saat Mao mencanangkan "Revolusi Kebudayaan"-nya, cina benar-benar dalam kekacauan besar. Namun sebelum Mao mencanangkan itu, kepemimpinannya mulai menurun karena para kelompok pragmatis-realis semakin mendominasi kekuasaan baik dalam tubuh partai maupun pemerintahan. Namun Mao bisa mendapatkan kharismanya kembali dengan dukungan dari Tentara Pembebasan Rakyat (TPR), dan dengan dukungan itu pula Mao mulai menjalankan apa yang disebut dengan pembangunan jauh kemuka.
Revolusi besar-besaran oleh kaum proletar ini gagal dalam pelaksanaannya, dalam kekacauan ini yang menjadi korban sebenarnya dalam hal ini adalah anak- anak cina. Dimana mereka dari kecil dituntut untuk masuk dalam kemelut politik yang dialami cina saat itu. Mereke yang termasuk dalam kelompok pragmatis- realis dengan gagasan pembangunan sosialisnya dalam ekonomi cenderung menuju ke arah kapitalisme, mendapat kritik diri. Seperti halnya Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping yang dianggap sebagai pejalan kapitalis.
Persepsi yang dilontarkan kelompok revolusioner-radikal tehadap pembangunan RRC yakni kelompok ini menyatakan  bahwa kontradiksi akan terus ada, sehingga usaha menentang kapitalisme (pertentangan dengan kaum kapitalis), harus tetap dilaksanakan. Menurut kelompok ini RRC harus menjalankan konsep pembangunan berdikari, yaitu membangun atas kekuatan sendiri dan bebas dari pengaruh asing, seperti halnya yang diterapkan Mao dalam kebijakan lompatan jauh kemuka. Kemudian konsep pembangunan berdikari ini tidak hanya berlaku dalam bidang ekonomi saja melainkan hankamnas. Menurut mereka, kemajuan tidak perlu datang dari luar, apalagi negara-negara barat yang sangat kental dengan imperialisme dan kapitalismenya.
Pada masa Revolusi Kebudayaan, keadaan politik di Cina mengalami kekacauan, begitu juga ekonominya. Semasa Mao belum mencanangkan Revolusi Kebudayaan, ia berhasil memperbaiki keadaan ekonomi Cina dengan  dapat mengendalikan inflasi dengan baik. Namun hal itu juga tidak terlalu menjamin kemajuan pembangunan ekonomi di Cina dirasakan baik. Oleh karena itu lah pada masanya ada beberapa gerakan yang menitikberatkan pada kesadaran politik yang ditujukan agar sosialisme di Cina sesuai dengan teori yakni Gerakan 100 Bunga, Gerakan Anti Kanan (1956), Lompatan Jauh Kemuka (1957- 1960), sampai ke Revolusi Kebudayaan (1966- 1969). Ini ditujukan agar Cina dihindarkan dari kebangkitan kaum borjuasi dan kapitalisme. Saat itu cina benar- benar mentup diri untuk negara luar terutama amerika serikat yang merupakan pemimpin kapitalisme. Sehingga hal in mengakibatkan Cina  semakin tertinggal jauh oleh negara- negara maju.
Selain itu Revolusi Kebudayaan telah menjadikan rakyat cina krisis ideologi, karena mereka terlalu bergantung pada partai. Segala sesuatu seperti pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, makanan, mendapat jodoh serta mempunyai anak dan kapan boleh melahirkan diatur oleh partai. Dan mereka yang dianggap KONTRA-REVOLUSIONER akan mendapat kritik diri terutama bagi mereka yang menentang Ketua Mao. Misalnya salah satu yang menentang Ketua Mao tidak lain adalah mereka tuan tanah, karena mereka tuan tanah dianggap sebagai pejalan kapitalis.
TPR (Tentara Pembebasan Rakyat) yang mendapat kepercayaan ketua Mao, pada masa Revolusi Kebudayaan dikenal dengan pengawal merahnya. Namun TPR yang dipimpin oleh Lin Biao terlampau menggunakan kepercayaan ketua Mao sehingga melakukan dis- Orientasi terhadap partai. Dalam beberapa progam seperti "ganyang para pejalan kapitalis", mereka yang tergabung dalam Pengawal Merah mulai melakukan pembersihan bagi mereka pejalan kapitalis. Pertama mereka memulainya dari tuan tanah dengan menjarah tanah mereka, bahkan para tuan tanah itu mendapat hukuman penjara, kritik diri bahkan hukuman mati sekalipun jika mereka tetap menentang pemikiran ketua Mao. Kemudian setelah tuan tanah yakni pembersihan juga dilakukan terhadap mereka para kader, bagi kader yang dianggap sebagai pejalan kapitalis kedua, akan mendapat kritik diri bahkan pengasingan ke pedalaman hal ini berlaku sama terhadap para intelektual. Mereka para intelektual dan kader yang benar- benar ditetapkan sebagai pejalan kapitalis kedua akan mendapat studi politik. Ini juga berlaku pada keluarga mereka, sehingga revolusi kebudayaan ini tidak hanya diperuntutkan bagi seorang kader atau seorang intelektual, tapi juga bagi keluarga mereka.
Revolusi kebudayaan ini dianggap gagal oleh rakyat Cina, karena menambah kesengsaraan rakyat cina. Keadaan ekonomi di cina semakin kacau begitu juga panggung politik di Cina. Namun pada akhir masa revolusi kebudayaan, Deng Xiaoping kembali lagi ke ranah politik, dengan pemikirannya yang mengatakan bahwa "Sosialisme tidak harus dengan kemiskinan" mulai menampakkan dirinya kembali. Selama 1975 produksi pabrik- pabrik industri mulai menjadi tertib kembali, lantaran Deng Xiaoping yang ada pada masa- masa lalu telah banyak difitnah didudukkan kembali sebagai Wakil Perdana Menteri. Setiap orang menyambut baik penekanannya terhadap sosialisme sebagai alat untuk memperbaiki taraf hidup rakyat. rakyat sudah mulai lelah dengan menerima anjuran agar melakukan pengorbanan diri dengan rasa penuh berbakti. Revolusi yang dilakukan cina selama menuju pembangunan sosialis sebagai negara sosialis pertama di dunia tidaklah mudah, banyak pengorbanan yang dilakukan untuk bisa mencapai pembangunan sosialis yang sesuai dengan karakter cina sendiri.
Dengan ini lah maka Deng Xiaoping dan kawan-kawan yang memiliki pemikiran Pragmatis- Realis, segera merombak cina dengan memperbaiki dari segi ekonominya yang kembali ke sisitem kapitalisme yang dibungkus dengan sosialisme dengan melakukan Reformasi Ekonomi pada tahun1978-an.
2.2       Reformasi Ekonomi
Deng Xiaoping yang pada masa Revolusi kebudayaan, mengalami pengasingan dari panggung politik Cina. Pada tahun 1977an, mulai muncul kembali ke ranah politik Cina dengan dukungan dari kelompok- kelompok pragmatis-realis. Deng dapat menyalurkan kembali pemikirannya mengenai pembangunan ekonomi di Cina. Deng dengan pemikiran-pemikirannya yang berbeda dengan Mao terus menyalurkan pemikirannya untuk pembangunan sosialis Cina. Rencana ini berjalan tanpa adanya kemelut yang mengacauklan Cina seperti halnya kesalahan dalam Revolusi Kebudayaan waktu itu. Dan dengan dikembalikannya TPR ke tempatnya semula, ini menjadi dukungan tersendiri bagi Deng dan kawan-kawan. Karena setelah Mao meninggal, kelompok Pragmatis-realis lah yang mendominasi dalam kepartaian juga pemerintahan di Cina.
Jika Mao mempunyai perspektif yang spesifik tentang sosialisme, maka Deng juga demikian. Dalam pemikiran Deng, sosialisme yang berusaha diterapkan di RRC adalah sosialisme dengan karateristik Cina, dimana prinsip-prinsip dasar Marxisme diintegrasikan dengan kondisi aktual Cina. Menurut Deng, apapun dapat ditempuh untuk perkembangan pembangunan sosialis RRC, walaupun itu dianggap konvergensi terhadap ideologi. Karena menurut Deng ideologi tidak dapat dilaksanakan secara dogmatis, tetapi harus mengalir dan dapat diterima. Sosialisme yang dimaksudkan oleh kelompok pragmatis-realis adalah seperti halnya di Yugoslavia, dimana yang diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi adalah kekuatan pasar dan mengakui kepemilikan swasta, disamping kepemilikan negara, dalam sektor pertanian.
Selama periode perencanaan reformasi ekonomi, Deng dan kawan-kawan sebagai perumus kebijakan pembangunan di RRC, mengadopsi pada model soviet yang memberikan penekanan terhadap pembangunan sektor industri, khususnya bidang produksi padat modal. Begitu pula di Cina, hal serupa diterapkan pada kemajuan sektor industri, dimana industrialisasi dilaksanakan dengan devisa dari sektor pertanian. Sedangkan dalam pemilihan teknologi produksi barang- barang industri lebih diperhatikan metode padat modalnya, dibandingkan dengan padat karya.
DAFTAR PUSTAKA
Nainggalon, Poltak Partogi. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping. Jakarta: PT Fajar Inter Pertama.
Heng, Liang & Saphiro, Judith. 1989. Tragedi Anak Revolusi,Jakarta: PT Temprint.
FX. Sutopo. 2009.   CHINA Sejarah Singkat.  Yogyakarta: Garasi.

No comments:

Post a Comment