BUDAYA KABUPATEN SIAK

PUTRI KHAIRUNNISA/PBM/BI

            Kata "kebudayaan" berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddhayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "buddhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Kuncaraningrat mengemukakan pengertian kebudayaan sebagai keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang harus di dapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Menurut PJ. Zoedmulder, kata budaya adalah perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Jadi kebudayaan adalah segala hasil cipta., karya dan rasa. Basuki Sukanto dalam bukunya yang berjudul "Antropologi Budaya" memberikan istilah kebudayaan sebagai cara orang bersikap dan bertingkah laku yang dipelajari dan sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat beserta hasil-hasilnya. Ahli antropologi pertama yang merumuskan batasan kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B Tylor dalam bukunya yang  terkenal berjudul "Primitive Culture." Tylor mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
            Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa kebiasaan yang turun temurun, dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
            Kabupaten Siak terletak di Provinsi Riau dan kegiatan administrasi pemerintahannya berpusat di daerah Siak Sri Indrapura. Siak berasal dari kata yang menunjukkan tempat yakni suak. Konon, sejumlah orang datang dan pergi di pinggir sungai siak sekarang, pada bagian yang agak tersembunyi, umumnya di anak-anak sungai. Tapia ada juga yang mengatakan siak berasal dari nama tumbuh-tumbuhan di pinggir sungai yakni siak-siak. Cukup terkenal pula cerita tentang kedatangan serombongan orang batak ke sungai tersebut. Mereka melihat banyak lada di pinggir sungai, yang dalam bahasa mereka disebut lasiak.
            Kabupaten Siak memiliki beberapa macam kebudayaan, baik yang bersifat material maupun nonomaterial.
1. Kebudayaan material Kabupaten Siak
a)      Istana Siak
            Kabupaten Siak memiliki salah satu warisan sejarah yang tak ternilai harganya, yaitu Istana Siak. Bangunan yang bercirikan arsitektur gabungan antara Melayu, Arab, dan Eropa ini biasa juga disebut Istana Asserayah Hasyimiah. Dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 (ada juga yang menyebut tahun 1723) oleh arsitek berkebangsaan Jerman. Bangunan bersejarah ini selesai dibangun pada tahun 1893
            Didalam istana tersimpan barang koleksi sisa peninggalan Sultan Syarif Hasim dan barang-barang persembahan semasa Sultan Syarif Kasim II antara lain seperti Komet, sejenis gramafon raksasa terbuat dari tembaga dengan piring garis tengah 1 meter dari bahan kuningan (pelat kuningan) dapat mengeluarkan bunyi-bunyian musik klasik karya Beethoven dan Mozart, buatan Jerman. Ada juga Singasana berupa kursi keemasan yang penuh dengan ukiran yang indah dari bahan kuningan berbalut dengan emas (yang pernah hilang dan dikonservasi kembali oleh Museum Nasional Jakarta). Kemudian Payung kerajaan berlambang naga berjuang dan kalimat Allah serta tulisan Muhammad bertangkup dari kain sutera kuning keemasan. Ada juga Senjata Kerajaan Melayu, tombak, keris, meriam, serta alat nobat, cermin mustika, kursi-kursi, lampu-lampu kristal beratnya 1 ton, barang-barang keramik dari Cina dan Eropa, diorama, patung perunggu Ratu Belanda Helmina dan patung pualam Sultan bermata berlian, benda-benda upacara lain, serta piring-piring, cangkir, gelas, sendok bermerk lambang kerajaan.
            Istana Siak ini masih berdiri kokoh hingga saat ini dan masih terawat. Peninggalan sejarah ini menjadi saksi bisu kalau dahulu pernah ada sebuah kerajaan besar di sana.
b)      Balai Kerapatan Tinggi Siak
            Di pinggir sungai Siak berhadapan dengan muara sungai Mempura terletak bangunan Gedung Balai Kerapatan Tinggi (Balai Rung Sri) dengan arsitek khas dengan dua arah pintu masuk yaitu dari sungai dan dari darat (jalan raya). Bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Assyaidisyarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889. Bangunan ini menghadap kearah sungai (selatan). Balai Kerapatan tinggi Siak dahulu berfungsi sebagai tempat pertemuan (sidang) perkara dan juga berfungsi sebagai tempat pertabalan Sultan dengan Panglima-panglimanya. Bangunan ini bertingkat 2, denah persegi 4, berukuran 30, 8  X  30, 2 meter dengan tiang utama berupa pilar berbentuk silinder. Lantai bawah bangunan terdiri dari 7 ruang dan lantai atas 3 ruang. Tangga masuk bangunan terbuat dari beton. Gedung ini memiliki tiga tangga untuk naik ke lantai atas lantai 2, dimana sidang selalu dilaksanakan. Tangga utama menghadap ke sungai sedangkan yang lain ke timur, gedung terbuat dari besi berbentuk spiral dan yang satunya lagi terbuat dari kayu dan terletak di sebelah barat gedung. Jika suatu perkara sudah dilakukan dan hukuman dijatuhkan, maka bagi yang kalah akan turun ke lantai dasar dengan menggunakan tangga kayu yang terletak di sebelah kiri gedung dan langsung menuju Djil (penjara) yang terletak tidak jauh dari situ. Sedangkan bagi yang menang turun melalui tangga besi yang terletak di sebelah kanan gedung dan langsung ke jalan raya.
c)      Masjid Syahabuddin
            Sekitar 500 m di depan Istana Siak terletak pula Mesjid Sultan (Mesjid Raya Sahabuddin), Mesjid ini terletak dipinggir Sungai Siak. Mesjid ini bentuknya khas dan unik. Di dalamnya terdapat sebuah mimbar yang terbuat dari kayu berukir indah bermotifkan daun, sulur dan bunga. Di sebelah barat mesjid ini terdapat pemakaman Sultan Syarif Kasim beserta permaisuri dan istrinya yang selalu diziarahi oleh pengagumnya. Masjid ini merupakan masjid Kerajaan Siak yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Kasim I. Masjid berdenah 21, 6 X 18, 5 m. Bangunan masjid telah berkali-kali mengalami perbaikan tetapi masih mempertahankan bentuk aslinya.
d)     Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah
            Jembatan ini berada di Ibu kota Kabupaten Siak yang membentang di atas Sungai Siak. Jembatan ini mulai dibangun sejak 27 Desember 2002. Jembatan ini memiliki panjang 1.196 meter, lebar 16,95 meter, ditambah dua buah trotoar selebar 2,25 meter yang mengapit sisi kanan dan kiri jembatan. Tinggi jembatan ini mencapai sekitar 300 meter. Diatas jembatan ini berdiri dua menara setinggi masing-masing 80 meter dilengkapi dengan dua buah lift untuk menuju puncak menara. Menara ini menjadi "point value" dan terdapat kefe di menara jembatan ini. Jembatan ini juga dilengkapi dengan free access WiFi. Pengaruh jembatan ini sangat besar terhadap perkembangan Kabupaten Siak, baik dari segi ekonomi maupun segi pariwisata.
2. Kebudayaan nonmaterial Kabupaten Siak
            Di Siak hidup dan berkembang kebudayaan tradisional yang kuat bernafaskan Islam. Ini jelas terlihat dari beberapa upacara adat yang yang dilakukan sejak kelahiran sampai kematian. Upacara tersebut yakni:
a)      Upacara menujuh bulan
Yaitu upacara adat yang dilaksanakan pada saat seorang ibu yang hamil anak sulung dalam usia kandungan tujuh bulan.
b)      Upacara aqiqah, memberi nama., cukur rambut, dan turun mandi
Upacara ini dilakukan secara bersamaan., dimana anak yang baru dilahirkan dalam usia tujuh hari atau lebih, diaqiqahkan dengan menyembelih satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak lelaki. Bersamaan dengan itu, dilakukan kenduri dengan menjemput orang ramai dan pada saat itu rambut bayi digunting, ditepung tawari sambil dibacakan pujian-pujian kepada Rasul dan kemudian dibacakan doa selamat dan doa memberi nama. Selanjutnya bayi diturunkan memijak tanah dan dimandikan lalu terakhir diayun dibuaian.
            Bentuk-bentuk upacara budaya dan adat sudah menjadi tradisi di masyarakat Melayu Kerajaan Siak semenjak zaman raja terdahulu dari zaman pendiri Kerajaan Siak Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah dan keturunannya. Sampai saat ini, adat istiadat ini sebagian besar masih dianut oleh masyarakat Siak.
            Selain yang berbentuk upacara adat, dapat dijumpai juga kebudayaan nonmaterial berupa kesenian yang ada di Kabupaten Siak. Kesenian itu terdiri atas seni tari, seni music dan seni suara, seni rupa, dan seni teater.
a)      Seni Tari
Seni tari di Siak banyak ditemukan tarian-tarian pergaulan yang bebas antara laki-laki dan perempuan dan mereka menari seadanya dengan tata busana sederhana, seperti Tari Joget Lambak atau Joget Dangkong, Mak Inang dan Langgam Melayu.
Selain Tari Joget, ada juga sebuah tari yang turun-temurun sejak dahulu yang dikenal dengan nama "Tari Olang-Olang". Tari ini dipersembahkan apabila Sultan menerima tamu di istana dan diteruskan dengan Silat Bunga, dan iringan Kompang serta berdah dihalaman istana.
Tarian yang sangat klasik di istana kerajaan adalah Tari Zapin yang telah datang dan dikembangkan bersama rakyat Kerajaan Siak untuk mengembangkan agama Islam ke negeri siak sejak siak menyatakan diri bahwa agama Islam adalah agama resmi di Kerajaan Siak.
Tari yang hidup di pedalaman pada umumnya tarian yang berkaitan dengan upacara ritual dan pengobatan, saji-sajian, yang mempunyai gerak bebas berdasarkan keperluan social.
b)      Seni Musik dan Seni Suara
Seni music di Siak ada dua bentuk, ada music tradisional yang disebut music diatonic dan music non diatonic. Musik non diatonic dipakai oleh orang-orang pedalaman, seperti music Celempong, music Nafiri, music Nobat, dan nyanyian panjang atau Koba. Sedangkan music diatonic dipakai oleh orang-orang Melayu yang sudah mendapat pengaruh dari music asing, seperti music Gambus, music Langgam Melayu, dan music Joget. Di Siak terdapat Orkes Melayu yang sering mengiringi Zapin yaitu Orkes Gasib (Gabungan Siak Riau) dan kemudian berkembang di Pekanbaru Orkes Gakes (Gabungan Kesenian Siak).
Seni suara di Siak adalah Langgam Melayu, lagu-lagu Joget berpantun, Lagu Dondang Sayang, Mak Inang, Syair Burung, Syair Selendang Delima, Syair Siti zubaidah, disamping itu ada nyanyian nasib, nyanyian menidurkan anak yang disebut bersenandung. Pengaruh agama Islam terasa dalam music yang dikenal dengan berzanzi, marhaban, bardah, Mauilud, dan dzikir.
c)      Seni Rupa
Seni rupa di Kabupaten Siak berbentuk seni ukir dan ornament. Ukiran terdapat pada rumah, perlengkapan rumah. Ukiran tersebut juga terdapat mada makam raja-raja. Motif ukiran di kerajan umumnya diambil dari bentuk pohon dan bunga-bunga. Sebab tidak boleh menggambar manusia atau binatang karena bertentangan dengan kaidah agama Islam.
            Seni tenun sudah cukup lama dikenal di Kabupaten Siak. Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak. Tenunan ini telah ada sejak Siak masih berupa kesultanan dengan Tengku Said Ali, yang bergelar Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Baalawi menjadi Sultan di Kerajaan Siak. (Adila Suwarno et.al., 2005:101). Tenun Siak adalah tenunan yang dibuat (ditenun) dengan menggunakan benang katun atau benang sutera yang diberi motif benang emas dengan berbagai motif seperti pucuk rebung, siku keluang, tampuk manggis, dan lain-lain. Tenunan tersebut digunakan untuk peralatan adat seperti alat pernikahan, sunat Rasul, khatam Al-Qur'an, dll. Sedangkan hasil sulaman digunakan untuk hiasan pada busana wanita dan peralatan rumah tangga lainnya.
d)     Seni Teater
Bentuk-bentuk teater di negeri Siak antara lain Teater Makyong, Teater Bangsawan, Teater Tonel, dan Teater Klasik (yang dikembangkan pada awal Provinsi Riau didirikan). Semua teater ini sering dimainkan atau dipentaskan apabila ada perayaan-perayaan di Kerajaan Siak

DAFTAR PUSTAKA
1. Ishaq, Isjoni. 2002. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Pekanbaru: Unri Press.
3. Ikram Jamil, Taufik, Syaukani Al Karim, dan Ferendi Lahamid. [t.th]. Ikhtisar Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.
5. Zen Yoserizal, Yuana Yatna, Asri. 2010. Direktori Budaya Melayu Riau (Bengkalis, Siak Sri Indrapura, Rokanhilir, Indragirihulu). Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau.
6. Tim Penulis Sejarah Kerajaan Siak. Sejarah Kerajaan Siak. Siak: Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau.

No comments:

Post a Comment