BIOGRAFI GANDULO DT. TABANO PEJUANG DARI KAMPAR

Siti Khairiyah


Datuk Tabano lahir tahun 1860 di Bangkinang dengan nama Gandulo serta meninggal pada 13 November 1900 dalam umur 40 tahun. Dia memiliki 2 orang isteri, dari isteri awal mendapatkan 3 orang anak, Abdullah, Khadijah, serta Saiba. Dari isteri kedua lahir 2 orang putera ialah H. Muhammad. Nur serta H. Abd. Rauf.[1]

Dikenal dengan sebutan Gandulo, kemudian diangkat menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi gelar Datuk Tabano. Beliau sebagai Dubalang dikenal sangat berani, berpendirian keras, dan paling benci segala bentuk penindasan. Dubalang merupakan perangkat adat yang bertugas menjaga kewibawaan datuk persekuannya agar tidak diremehkan orang lain.

Pada sesuatu kali ninik mamak Limo Koto memohon Pancuong Aleh( semacam pajak) kepada ppemilik tambang emas yang terletak di Pulau Gadang. Setelah itu pada hari yang sudah diresmikan

dikirim 6 orang utusan ke Pulau Gadang guna mengadakan negosiasi serta mengambil Pancuong Aleh. Utusan tersebut terdiri dari:

Ketua              : Datuk Tabano

Wakil Ketua    : Datuk Seribu Garang

Anggota          : H.Ismail, Datuk Besar, Marjan, dan Tengku Daud.[2]

            Ditunjuknya Datuk Tabano sebagai ketua menunjukkan bahwa beliau memang orang yang berani dan pandai berunding. Begitu juga dengan sahabat karib nya yaitu Datuk Seribu Jarang yang tidak diragukan lagi keberaniannya melawan penjajah yang hendak masuk ke negerinya. Begitu juga dengan membawa Marjan dan Tengku Daud memperlihatkan kecerdikan  ninik mamak dalam meminta pancuong aleh, karena mereka merupakan bekas pekerja di tambang emas tersebut, sehingga mengetahui jalan dan seluk-beluk dalam tambang tersebut.

Kehadiran utusan ini tidak mendapat sambutan. Belanda yang berada di tambang itu menghina serta berkata kasar, negosiasi yang direncanakan gagal. Hinaan serta cacian sangat asing ditelinga ninik mamak serta dubalang. Kemudian terjalin perselisihan serta adu kekuatan. Belanda yang terdapat disekitar tambang dihempaskan. Kepala tambang serta staff nya lari ke Pangkalan Koto Baru. Dikala mereka lari dipergunakan oleh ninik mamak serta Dubalang untuk mengambil emas beberapa 20 kati(±15kg). Setelah itu utusan tersebut kembali ke Bangkinang memberikan emas itu kepada Datuk Nan Balimo.[3]

Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa Belanda sudah melakukan penjagaan terhadap tambang emas yang ada di Pulau  Gadang. Walaupun saat itu Belanda belum mendapat izin untuk berkuasa di daerah Limo Koto. Niat berunding oleh ninik mamak pun tidak diterima oleh Belanda bahkan mencaci maki dan menghina perwakilan ninik mamak yang datang. Ninik mamak pada dasarnya adalah orang yang dihormati dan disegani, mendengar mereka dihina dan dicaci, maka mereka menghempaskan orang-orang Belanda tersebut. Sehingga orang-orang Belanda dan staff tambang tersebut kocar kacir lari ke Pangkalan Koto Baru.

 Kontroleur Belanda di Payakumbuh begitu marah mendengar kejadian di tambang emas ini serta bermaksud mengadakan serbuan balasan. Sejak itu mulailah Belanda menjaidikan Limo Koto sebagai pusat perhatiannya untuk ditaklukkan. Bertahun- tahun Belanda mempersiapkan kekuatan guna menggempur wilayah Limo Koto.[4]

Semenjak kejadian di tambang emas Pulau Gadang tersebut, Belanda mulai memperhitungkan kekuatan para Datuk dan Panglima yang ada di Limo Koto. Sehingga Belanda dengan licik mengirim Lareh Bonjol & Lareh Mungka Payakumbuh sebagai pedagang tembakau untuk meneliti tempat-tempat pertahanan ninik mamak. Kedua lareh ini juga menyebarkan berita bohong ( provokasi ) bahwa Belanda tidak akan pernah berniat balas dendam. Belanda hanya memasuki Limo Koto jika mendapat persetujuan ninik mamak.

Sementara itu, ninik mamak dan dubalang mengadakan musyawarah untuk persiapan menanti serangan balasan Belanda, hasil musyawarahnya yaitu diambil beberapa keputusan :

        1.      Membuat jerat di bukit dekat sungai Kampar

        2.      Membuat benteng pertahanan di Sukoyono Kuok

        3.      Menjual emas untuk membeli senjata di Singapura[5]

Melalui jerat yang dibuat,nantinya Belanda yang datang dari Pangkalan Koto Baru melalui sungai Mahat yang mengalir ke Pulau Gadang dengan sampannya, masyarakat Limo Koto yang dipimpin Datuk Tabano dan tiga datuk lainnya menggelindingkan kayu dalam jumlah besar dari atas bukit. Sehingga menabrak sampan pasukan Belanda.

Pada waktu itu hampir 250 orang pasukan Belanda ditewaskan Limo Koto dalam pertempuran yang diperlihatkan Lomo Koto dengan kepintaran mengejutkan. [6]

Dilain sumber disebutkan bahwa semua persiapan Limo Koto ini diketahui oleh kedua Lareh yang diutus Belanda dan segera menyampaikan kepada Kontroleur Belanda di Payakumbuh. Maka mulai lah Belanda mengadakan pembalasan. Dalam rombongan ini juga ikut kedua Lareh Bonjol dan Lareh Mungka dalam rombongan yang berbeda. Sehingga itu Belada mampu menghindarkan Sukoyono dan jerat yang telah dibuat.

Hingga di Pulau Jambu Kuok, Belanda bertemu Datuk Besar kemudian dengan memaksanya ke hilir mengarah Bangkinang menemui Datuk Bandaro Sati. Dirumah datuk Bandaro Sati berlangsung pertemuan pendek. Belanda menekan supaya ninik mamak datuk nan balimo menyerah kepada Belanda. Dikala itu Datuk Bandaro Sati tidak bisa mengambil keputusan apakah menolak ataupun menerima tawaran Belanda. Sebab sesuai asas mupakat yang dijalankan oleh ninik mamak datuk yang berlimo, sehingga Datuk Bandaro Sati mangajak Belanda berjumpa dengan Datuk Tabano seseorang Dubalang yang dikenal sangat berani serta berpendirian keras. Subuh nya berangkatlah mereka ke rumah Datuk Tabano di Kampung Uwai..[7]

Tindakan Datuk Bandaro Sati memperlihatkan bahwa asas mufakat memang dipegang kuat dalam adat ninik mamak. Tidak ada satu pun keputusan yang diputuskan tanpa mufakat. Walaupun saat itu beliau berada dibawah tekanan pasukan Belanda, namun tidak melupakan mufakat. Hal ini sampai sekarang masih dipegang erat oleh para ninik mamak.

 Terhadap Datuk Tabano dilaporkan kalau Belanda menekan supaya ninik mamak menyerah. Bagaikan petir menyambar  Datuk Tabano marah serta menyampaikan tekadnya untuk senantiasa bertahan serta menentang kedatangan Belanda di Limo Koto, dalam wujud apa juga. Tekadnya tersebut  didengar oleh Belanda yang dikala itu berada diluar rumah. Ternyata Belanda sudah memahami Datuk Tabano sebagai seorang Panglima Limo Koto. Data ini diperoleh dari Lareh yang diutusnya dulu.[8]

Penolakan yang dilakukan Datuk Tabano memperlihatkan tanggung jawabnya  sebagai Dubalang, dengan gagah berani melindungi Datuk lainnya dengan bertaruh nyawa dari pada harga diri nya sebagai Dubalang diinjak-injak. Hal yang diakukan oleh Datuk Tabano juga memperlihatkan sikap patriotisme beliau mempertahankan negerinya dari orang asing.

Setelah berwudhu dengan diri yang tenang dan pendirian teguh mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim. Satu persatu orang Belanda memasuki  rumahnya, beradu senjata bersama Datuk Tabano. Namun satu persatu juga, pasukan Belanda tewas. Sehabis 10 orang Belanda tewas, rumah Datuk Tabano dibanjiri darah. Namun dia tidak ingin menyerah, sehingga pasukan Belanda kian ganas, serta kian banyak pula mereka tewas berserak darah dirumah Datuk Tabano. Baru saat orang ke- 19, Datuk Tabano bisa dirubuhkan. Darahnya bercucuran diatas tikar rotan karena tusukan boynet pasukan Belanda. Namun saat sebelum menghembuskan napas terakhir, dia masih sempat menyabetkan pedang kepada pasukan yang membunuhnya hingga orang tersebut  tewas.[9]

Disumber lain disebutkan bahwa Datuk Tabano menewaskan 6 orang pasukan Belanda dan baru dapat dirubuhkan. Sementara itu istri datuk tabano sempat menarek tangan Datuk Tabano sambil menggendong anaknya menyuruh agar Datuk Tabano menyerah, namun sebuah peluru menyasar mengenai tangannya. Datuk tabano semakin ganas, terus menyerang mengejar musuhnya. Tiba-tiba ia tergelincir di tikar rotan yang berlumuran darah yang menetes hingga ke tanah. Saat inilah Belanda manfaatkan untuk menghabisi nyawa Datuk Tabano.

Datuk tabano wafat bertepatan pada 13 November 1900, jenazahnya dikebumikan di ujung balai adat Kampung Uwai. Tetapi 40 hari setelah itu dipindahkan ke tempat saat ini, didepan masjid kampung uwai ataupun kampung jawi- jawi. Kala makamnya dibongkar, jasadnya masih utuh, belum terdapat pergantian apa- apa serta tidak berbau busuk. [10]

            Selama hidupnya, Datuk Tabano bukan hanya seorang Dubalang dari Datuk Tuo Suku Melayu, namun juga seorang Panglima dan tokoh agama. Banyak hal yang dapat diteladani dari Tokoh Datuk Tabano diantaranya sikap patriotisme dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilihat dari keterangan yang telah dijelaskan diatas. Begitu besar perjuangan Datuk Tabano dalam melawan penjajah Belanda saat itu. Datuk Tabano merupakan saksi dari kekejaman penjajah Belanda yang mau merebut kekuasaan pemerintahan ninik mamak di Limo Koto.

 

Kesimpulan                                                              

Datuk Tabano memiliki nama kecil Gandulo, kemudian diangkat menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi gelar Datuk Tabano. Beliau sebagai Dubalang dikenal sangat berani, berpendirian keras, dan paling benci segala bentuk penindasan. Dubalang merupakan perangkat adat yang bertugas menjaga kewibawaan datuk persekuannya agar tidak diremehkan orang lain.

Ditunjuknya Datuk Tabano sebagai ketua menunjukkan bahwa beliau memang orang yang berani dan pandai berunding. Belanda mulai memperhitungkan kekuatan Datuk Tabano yang juga Panglima di Limo Koto. Sehingga belanda dengan licik mengirim Lareh untuk meneliti tempat-tempat pertahanan ninik mamak. Karena tindakan licik itu ;ah, Datuk Tabano dapat dirubuhkan.

Datuk Tabano memperlihatkan tanggung jawabnya  sebagai Dubalang, dengan gagah berani melindungi Datuk lainnya dengan bertaruh nyawa dari pada harga diri nya sebagai Dubalang diinjak-injak. Hal yang diakukan oleh Datuk Tabano juga memperlihatkan sikap patriotisme beliau mempertahankan negerinya dari orang asing.

Banyak hal yang dapat diteladani dari Tokoh Datuk Tabano diantaranya sikap patriotisme dan bertanggung jawab. Begitu besar perjuangan Datuk Tabano dalam melawan penjajah Belanda saat itu. Datuk Tabano merupakan saksi dari kekejaman penjajah Belanda yang mau merebut kekuasaan pemerintahan ninik mamak di Limo Koto.

 


[1] H.M Amin dll.. Sejarah Perjuangan Rakyat Kampar. Pemerintah Kabupaten Kampar Dinas Pemuda dan Olahraga. 2006. hal 17.

[2] Ibid., hal. 18.

[3] Ibid,. hal. 19.

[4] H.M Amin dll, loc. cit

[5] Ibid,. hal. 20.

[6] Taufik, H. Ikram Jamil,dll. Budaya Melayu Riau Buku Sumber Pegangan Guru. Lembaga Adat Melayu Riau. 2018. Hal 306.

[7] H.M Amin dll. Op.cit. hal 21.

[8] H.M Amin dll, loc. cit.

[9] Taufik, H. Ikram Jamil,dll, loc. cit.

[10] H.M Amin dll. Op.cit. hal 22.

  

Daftar Pustaka

H.M.Amin,dll. 2006. Sejarah Perjuangan Rakyat Kampar.Bangkinang, Pemerintah Kabupaten Kampar Dinas Pemuda dan Olahraga.

Taufik,H Ikram Jamil,dll. 2018. Pendidikan Budaya Melayu Riau Buku Sumber Pegangan Guru. Pekanbaru, LAM Riau.

 

4 comments:

  1. Ini sejarah banyak yg salah ,,,ranji keturunan saja tak betul ,,,saya Nur Ibrahim ➡️ binti nurcaya binti ➡️ H Abdullah umar Bin ➡️ Gundulo DATUK TABANO

    ReplyDelete
  2. Datuk tabano nama aslinya Muhamad Latif,istri pertamanya anaknya 4 di selat panjang,saya keterunan yg kelima dari Datuk tabano

    ReplyDelete
  3. Datuk TABANO banyak klau tak salah datuk TABANO sampai sekarang ada 7 datuk TABANO,,,yg panggilan hanya GUNDULO datuk TABANO yg mempunyai 2 istri dan 6 orang anak
    1,arief bin GUNDULO TABANO
    2,Abdul rsud bin GUNDULO datuk tabano
    3,Sulit bin GUNDULO datuk TABANO
    4 siti kharisma binti GUNDULO datuk TABANO
    5,Abdulah umar bin GUNDULO datuk TABANO
    6 Sabilbah binti GUNDULO datuk TABANO,,,( bukan babah)

    ReplyDelete
  4. Panggilan maksudnya panglima perang

    ReplyDelete