KEBUDAYAAN KUANTAN SINGINGI

AMELYA PUTRI .A.

 

1.      SEJARAH KUANTAN SINGINGI

            Setelah dilakukan Pemekaran Wilayah, Kuantan sekarang berada di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), yang ber-Ibu Kota Taluk Kuantan.Daerah ini lebih dikenal dengan sebutan 'Rantau Kuantan' yang terdiri dari 4 empat kecamatan, yaitu Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Tengah, Kuantan Hilir dan Kecamatan Cerenti (Sekarang dimekarkan menjadi 13 Kecamatan). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruswan et.al, ada empat kemungkinan tentang penamaan 'Kuantan' ini.

Pertama,  Sejarah Asal Mula Kuantan berasal dari kata 'Aku + Antan'. Aku berarti pancang batas daerah ini dengan alu (antan).

Kedua,    Asal Mula nama Kuantan bermula dari 'Kuak + Tuk Atan'. Kuak berarti rintisan,  Tuk Atan adalah nama orang. Jadi Kuantan berarti daerah rintisan yang dilakukan oleh Tuk Atan.

Ketiga,     Sejarah nama itu berawal dari 'Akuan + Sultan' yang lama-lama menjadi Kuantan.

Keempat, Asal Mulanya ialah, Kuantan berasal dari Bahasa Parsi yang berarti 'Banyak Air-air.

2.    PANDANGAN HIDUP (DASAR PEMERINTAHAN)

      Adapun pandangan hidup masyarakat kuantan singingi pada mulanya berbunyi sebagai berikut :

[1]Adat basondi buek                                              adat bersendi perbuatan

Buek basondi saiyo-sakato                                   perbuatan bersendi seiya-sekata

Koko kek janji                                                       kokoh pada janji

Tugua kek pabuektan                                            teguh pada perbuatan

Asas atau pandangan hidup dapat diterangkan bahwa adat harus bersendi pada perbuatan. Adat atau undang-undang harus menjadi kenyataan dalam perbuatan. Kalau adat tidak bersendi pada perbuatan, maka adat akan kehilangan nilainya. Begitu pula perbuatan harus bertumpu pada seiya-sekata atau hasil mufakat. Perbuatan, tindakan, dan perintah hendaklah berdasarkan pada seiya-sekata, yakni hasil mufakat para warga. Dengan demikian, adat dan seiya-sekata harus sejalan.

Selanjutnya pandangan hidup itu memesankan kokoh pada janji. Segala ketentuan adat harus dipegang teguh. Jika seorang pemegang teraju adat sudah berjanji, maka janji itu harus ditepatinya. Sebab manusia dipegang katanya, sedangkan ternak dipegang talinya. Jika janji tidak kokoh perbuatan akan menyimpang. Karena itulah dibuhul dengan rangkai kata teguh pada perbuatan. Maksudnya janji itu niscaya diusahakan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Ada dua orang perangcang filsafat hidup puak melayu di kuantan singingi. Salah satunya ialah Datuk Ketumanggungan, anak Maharaja Sang Sapurba yang pernah dirajakan di Kuantan dan kemudian di Minangkabau. Datuk ini merancang jalan hidup yang disebut dengan Pimpinan Keselarasan koto Piliang ( pimpinan yang selaras dengan kata pilihan ). Kata pilihan ( koto piliang) adalah kata yang benar; kata yang tak boleh dipaling karena itu jangan dinilai dengan penglihatan. Sebab kebenaran tidak hanya sebatas yang dapat dilihat. Maka lebih lengkap asas itu mengatakan :

      Pimpinan Kelarasan Koto Piliang

      Benar tak boleh dilihat

      Hukum tak boleh dibanding

      Berjenjang naik bertangga turun

Tidak beraja pada mufakat

Tapi beraja pada daulat

Pisoko turun pada anak

Sesuai dengan hukum syarak

Rancangan pandangan hidup dari Datuk Ketumanggungan itu menegaskan, jika pemimpin memegang kata pilihan (kata yang benar) maka hukum yang dipakai oleh pemimpin itu tak pantas diberi bandingan. Sebab kebenarran itu tak ada bandingannya, walau dengan mufakat sekalipun. Jika ada hukum yang tak selesai dilapis bawah, boleh dinaikkan ke atas (berjenjang naik) sehingga akhirnya akan diputuskan oleh raja yang berdaulat dengan kata pilihan. Begitu pula perintah akan turun dari raja yang berdaulat memakai kata yang benar pula, turun kebawah (bertangga turun) sehingga sampai kelapis paling bawah. Itulah pilihan kata yang telah dirancang oleh Sang Sapurba dalam dunia Melayu. Dalam rangkai kata amat jelas, kedaulatan raja berdasarkan kebenaran yang dipegangnya

.

3.    PEMANGKU ADAT

Pemegang teraju adat Kuantan Singingi pada lapisan paling atas terdiri dari 9 orang datuk dengan kekuasaan masing-masing. Mereka ini  pernah juga disebut Orang Gedang atau Urang Godang kesatuan para datuk mempunyai otonomi (kekuasaan) membentuk suatu federasi. Tiap datuk mempunyai otonomi untuk mengurus dan memelihara wilayah kekuasaannya masing-masing. Untuk kepentingan itu mereka membuat undang-undang (ketentuan adat) demi kepentingan pemerintahannya. Karena itu, meskipun pada prinsipnya para datuk ini mempunyai dasar-dasar adat yang sama. Tetapi dalam pelaksanaannya terhadap wilayah kekuasaannya bisa terjadi beberapa variasi. Dalam rangkai kara adat, datuk atau Orang Gedang ini disebut Pucuk Bulat dan Urat Tunggang dalam luhak dengan tugas tanah lah bebingka ( wilayah kekuasaannya sudah dibentuk) luhak lah berkabung (wilayah kekuasaan sudah dibagi-bagi atas beberapa negeri, agar mudah dipimpin) rantau beraja (tiap negeri mempunyai pemimpin). Pakaiannya ialah pakaian Melayu Teluk Belanga warna kuning, bersarung kain songket Melayu, berkupian pita hitam kain beludru, memakai pending emas serta bersisip keris pusaka.    

            Pada lapisan kedua dibawah Orang Gedang atau para Datuk yang memimpin luhak terdapatlah lapisan pemangku adat yang memimpin negeri dann sukunya. Tiap negeri biasanya mempunyai 4 suku besar. Di Teluk Kuantan misalnya ada 4 suku utama yakni Suku Tigo, Suku Ompek, Suku Limo dan Suku Onam. Datuk Bisai sebagai siberakun hanya 3 suku utama Caromin, Petayo, dan Kampung Tonga. Karena itu dinegeri ini hanya ada 3 Penghulu, berempat dengan Datuk Bisai, itu sebabnya negeri Siberakun punya tempat yang istimewa dalam Limo Koto di Tengah.

            Tiap suku dipandu oleh 3 orang pemangku adat, yaitu Penghulu, Monti, Dubalang dan seorang tokoh agama Islam yang disebut Malim (Malin). Karena ada 3 pemangku adat dalam tiap suku, maka tiap suku dibagi menjadi 3 Jurai (jurusan). Maka ada jurai Penghulu, jurai Monti, dan jurai Dubalang. Karena tiap jurai memiliki keturunan maka jurai disebut juga dengan kata Poruik ( perut). Dalam setiap perut (jurai) ini masih ada lagi beberapa kelompok yang semuanya merupakan pertalian Ibu.

Pengulu adalah pemimpin suku. Ini sesuai dengan etimologi kata Pengulu yang berasal  dari Pemegang hulu. Pengulu adalah yang memegang kekuasaan, sehingga dikatakan oleh rangkai kata elok nagori dek pengulu (kebaikan negeri akan ditentukan oleh Pengulu). Monti adalah pemangku adat yang memelihara norma-norma adat serta nilai-nilainya, sedangkan Dubalang adalah pemangku adat yang akan mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran terhadap norma-norma, adat, serta agama. Semua pelanggaran terhadap adat dan agama, akan disidangkan pemangku adat serta Malin, sehingga dapat diperoleh suatu keadilan dalam masyarakat.

            Malin disebut juga suluh bendang negeri. Maksudnya orang yang mempunyai ilmu tentang agama Islam ini akan dapat menerangkan (bagaikan suluh pada malam hari) dan membukakan (bendangkan kepada umat mana yang hak/benar dan mana yang batil). Hasilnya diharapkan dapat memberikan jalan yang lurus bagi keselamatan hidup dunia menuju akhirat. Penghulu, Monti, Dubalang dan Malim disebut juga Orang Patut, sebab mereka inilah yang mempunyai kepantasan atau kepatutan (berilmu) dalam bidangnya masing-masing. Karena dalam satu suku ada 4 orang patut, sedangkan dalam suatu negeri ada 4 suku yang utama, maka akan terdapat ada 16 orang patut dalam suatu negeri. Mereka disebut juga Urang Nan Onam Bole (orang yang enam belas) yang lebih terkenal dengan sebutan Ninik-Mamak.

            Adat itu menganut asas berjenjang naik bertangga turun. Perkara mengikut asas berjenjang naik. Maksudnya harus lebih dulu diselesaikan pada tingkat yang paling bawah. Jika tak selesai baru naik ke jenjang di atasnya. Begitu seterusnya. Sehingga bisa sampai pada jenjang yang paling tinggi. Sedangkan perintah mengikuti asas bertangga turun. Perintah berasal dari yang paling tinggi, kemudian turun kebawah sesuai dengan tangga-tangganya.

4.        Mata pencaharian

Pada garis besarnya mata pencaharian orang Melayu Kuantan Singingi, memang sebagian besar bertumpu pada sektor pertanian. Itulah sebabnya masalah hutan tanah mendapat tempat yang pending bagi mereka. Di Kuantan Singingi ada 8 macam mata pencaharian tradisional, yang disebut juga [2]Tapak Lapan. Disebut tapak lapan, maksudnya ada delapan tapak (tempat berpijak) untuk mencari penghidupan. Adapun tapak lapan itu ialah :

a.       Beladang, yakni beladang padi serta menanam berbagai sayuran;

b.      Berkebun, yaitu terutama membuat kebuh getah;

c.       Beternak, ada ternak kecil (ayam dan itik) serta ternak besar (kambing, jawi, dan kerbau);

d.      Baniro, yakni mengambil air enau; ada yang dijual airnya, ada pula yang diolah jadi manisan dan gula enau;

e.       Bapakarangan, yaitu memakai pakarangan (alat penangkap ikan) untuk menangkap ikan;

f.       Mendulang, yakni mencari emas disungai atau mencari hasil hutan sepanjang aliran sungai;

g.      Bertukang, yakni mengerjakan berbagai bangunan dan membuat perabotan;

h.      Berniaga, yaitu menjadi pedagang hasil bumi, seperti menjadi toke getah, membuka kedai keperluan harian dan sebagainya.

5.      Adat nikah-kawin

a)      Pihak lelaki dan perempuan, sebelum nikah- kawin diperkenankan berkenalan satu dengan yang lain, asal tidak melanggar ketentuan adat dan agama. Perkenalan itu dapat dibantu oleh pihak ketiga, agar tidak terbuka peluang untuk melakukan perbuatan tercela.

b)      Pertunangan dilakukan dengan pemberian tanda berupa cincin emas (barang berharga lainnya) yang diserahkan oleh ninik-mamak perempuan. Jikalelaki mungkir janji, maka tanda pertunangan tidak dikembalikan, sebaliknya, jika perempuan yang mungkir, tanda pertunangan dikembalikan dua kali lipat oleh nini- mamak perempuan kepada pihak lelaki.

c)      Nikah-kawin berlaku menurut Syariat Islam, yakni ada wali, ijab-kabul, mahar dan 2 saksi.

d)     Lelaki yang sudah menjadi suami adalah tengganai atau pimpinan Lembaga rumah tangga, berhak mengurus rumah dan pekarangan. Hak dan kewajiban tengganai tidak boleh dicampuri begitu saja oleh ninik-mamak

e)      Jika terjadi perceraian hidup, maka suarang ( harta tidak bergerak) diagiah, sekutu ( harga bergerak ) dibelah, harta pembawaan turun (kembali) dan harta tepatan tinggal.

f)       Jika perceraian terjadi karena kesalahan pihak suami,maka suami berhak membawa pakaian sehari-hari serta satu kendaraan, jika istri minta cerai tanpa alasan yang benar, maka pembagian harta di tentukan oleh pihak suami dihadapan ninik-mamak kedua pihak.

6.      Hidup bermasyarakat

Bagi masyarakat kuantan singingi terdapat beberapa cara hidup bermasyarakat antara lain sebagai berikut:

a)    Jika diambil milik orang, beritahukan pada yang punya. Beritahukanlah kepunyaan kita kepada kawan agar dapat bersahabat dengan baik.

b)   Ke lurah sama menurun, ke bukit sama mendaki, berat sama dipikul ringan sama jinjing, mendapat sama berlaba, kehilangan sama merugi.

c)    Anak dipangku kemenakan dibimbing, orang kampung dipetenggangkan. Anak adalah tanggung jawab utama, tetapi kemenakan juga harus mendapat bantuan, sementara orng kampung diperhatikan. Memberikan bantuan dan perhatian itu dapat dimulai dari bantuan harta, tenaga, dan berakhir dengan pikiran.

d)   Kokoh pada janji, teguh pada perbuatan, perkataan harus terbukti dalam perbuatan.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Hamidy, UU.2000.Masyarakat Adat Kuansing.Pekanbaru : UIR PRESS

2.      Ardy Ozil, Asal Mula Kuantan Singingi, 2013

 

[1] MASYARAKAT ADAT KUANTAN SINGINGI Halm. 10

[2] MASYARAKAT ADAT KUANTAN SINGINGI Halm.69

No comments:

Post a Comment