ATIKA NURUL FATHIYAH
I. MENGENAL SUKU DUANU
Suku Duano merupakan Suku dimana penduduknya adalah Orang laut yang tinggalnya di pesisir laut. Mereka sebagian besar berkulit hitam. Suku ini disebut suku laut karena ketergantungan yang sangat tinggi terhadap laut. Namun saat ini sudah banyak masyarakat suku laut yang mendirikan rumah di pesisir pantai dan peraian setelah sebelumnya mereka tiinggal di atas perahu.Laut adalah sumber kehidupannya, dimana setiap harinya untuk bisa bertahan hidup mereka harus menelusuri tanah- tanah berlumpur untuk mencari kerang , kupang dan Lokan.
Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komunitas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah, keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (Golongan Melayu Tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut (Duanu) sebagai orang kerahan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Menurut R.J. Wilkinson dalam karangannya "Papers of Malay Subject" mengatakan bahwa suku laut merupakan sisa-sisa Proto melayu yang datang ke Nusantara melalui Selat Malaka. Mereka terdesak oleh Deutro Melayu yang datang ke Nusantara tahun 300 SM. Mereka inilah yang menjadi suku talang mamak dan yang lari kelaut menjadi suku laut. Secara keseluruhan, Suku Duano yang terdapat di Kabupaten Inhil menyebar di beberapa kecamatan di pesisir seperti Tanah Merah, Reteh, Mandah, Kateman, Concong dan Kuindra.
2. MENONGKAH KERANG
Masyarakat Suku Duano (suku laut) memiliki tradisi leluhur Manongkah yang hingga kini tetap dilestarikan. Tradisi ini terbilang unik dan langka di Dunia. Menongkah berasal dari kata dasar tongkah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Oleh Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir – Riau, Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang darah (Anadara granosa) atau yang biasa disebut tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menongkah Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap kerang di padang lumpur. Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu Resak atau kayu Meranti yang diambil di hutan, kemudian mereka oleh sendiri sehingga kayu itu menjadi pipih yang tebalnya kira-kita 2 cm, panjangnya 75 cm, dan lebarnya 1,5 m. Sedangkan bagian ujung depan dan belakang sedikit melentik untuk mempermudah bergerak dan meluncur saat berburu kerang. Selain untuk mencari kerang papan tongkah juga digunakan unntuk mencari kupang.
Waktu yang digunakan untuk memangkap biota laut ini biasanya hanya dapat dilakukan sebanyak 20 hari dalam sebulan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran musim pasang surut. Sekali dalam setahun biasanya akan terjadi pasang dalam atau pasang besar yang mereka sebut pasang tiga puluh, saat pasang ini terjadi, sangat sulit untuk mencari kerang Karena sulit menentukan air surut. Keberadaan kerang dapat dideteksi dengan adanya gelembung-gelembung pada air dan lumpur. Waktu yang biasa diguankan untuk menongkah kerang adalah saat air surut sekiat pukul 04.00-05.00 pagi sampai dengan pukul 14.00.
Sekilas aktivitas Manongkah ini mirip dengan peselancar. Hanya objek dan teknik yang digunakan jauh berbeda dengan selancar. Saat mencari kerang di permukaan lumpur, warga Suku Duano bagaikan peselancar profesional, papan sebagai sebagai alat paling efektif bergerak cepat dilumpur yang di dayung menggunakan kaki dan tangan sesuai arah dituju. Aktifitas berburu kerang atau biasa disebut 'Menongkah Kerang' ini dilakukan oleh warga setempat pada saat air Sungai Indragiri Hilir sedang surut. Pada saat itu hamparan daratan lumpur dengan mudah dilalui menggunakan papan tongkah. Kegiatan manongkah yang cukup langka ini hanya dapat ditemukan di Per-kampungan Suku Laut atau juga dikenal dengan Suku Duano.
"Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan". Ujar Sarpan Firmansyah (Ketua Keluarga Besar Duanu Riau) yg bermukim di Kec. Tanah Merah Indragiri Hilir.
3. TRADISI MENONGKAH YANG MENJADI BUDAYA
Pada awalnya kegiatan menongkah semata-mata hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun kini tradisi leluhur suku Dunu ini terus dipertahankan. Pemkab Indrgiri Hilir bersama komunitas Suku Duano mengadakan helat akbar pelestarian Manongkah yang dikemas kedalam kegiatan Gerakan Manongkah Massal di Pantai Bidari Desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir. Ratusan warga pun turun ke lumpur untuk turut memeriahkan helat Gerakan Manongkah Massal. Pada tahun 2008 lalu, Manongkah massal yang dilakukan komunitas Suku Duano mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan kategori Menongkah massal yang melibatkan lebih dari 500 peserta. Kemudian berlangsung dari tanggal 07-09 Juli 2012. Menurut Ketua Suku Duanu, Sarpan Firmansyah, tradisi Manongkah sudah ada di perkampungan suku laut. Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir sejak tahun 1685 Dari sinilah berawal munculnya turunan manongkah seperti selancar atau surfing yang kali pertama di adakan di Hawai pada tahun 1767 dan terus berkembang ke skateboard pada tahun 1940 di Amerika Serikat. Untuk tetap mempertahankan tradisi leluhur budaya negeri, komunitas Suku Duanu sudah bertekad akan mendaftarkan Manongkah sebagai hak kekayaan intelektual suku laut ke komite dewan warisan dunia dibawah naungan Unisco. Kini Manongkah memiliki potensi yang luar biasa dalam mengangkat sektor pariwisata di Kabupaten Indragiri Hilir. Rencananya tradisi budaya Manongkah juga akan dijadikan kalender even pariwisata andalan Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
Setiap tahun, pada perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, atau ketika air Sungai Indragiri tengah surut, lomba menongkah kerang ini diadakan. Pesertanya tidak lagi kaum dari Suku Duano, tapi sudah diikuti masyarakat Indragiri Hilir dan wisatawan yang datang. "Kebudayaan menongkah itu merupakan warisan budaya dunia. Menongkah ini merupakan asli kebudayaan Indragiri Hilir. Harapan kita kebudayaan menongkah yang kita kemas dalam sebuah event ini bisa menjadi event wisata tahunan atau masuk didalam kalender wisata tahunan, baik kabupaten maupun propinsi," ucapnya.
Namun yang disayangkan Sarpan adalah soal kelestarian lingkungan di Sungai Indragiri. Kalau dulu, ketika mereka menongkah kerang, mereka masih bisa mendapatkan kerang saat pasang surut. Namun sekarang, ketika menongkah kerang tiba, hanya sedikit sekali kerang darat yang bisa terbawa. "Ini disebabkan, hamparan sungai sudah terganggu oleh alat tangkap aktif. Tanahnya mengalami degradasi bergelombang-gelombang sehingga ini berpengaruh proses penangkapan," tambah Sarpan lagi.
KESIMPULAN
Suku duanu (suku laut) merupakan salah salah satu suku proto melayu. Suku duanu sangat menggantungkan perekonomian mereka pada hasil laut. Salah satu mata pencahariannya adalah dengan menongkah kerang. Manongkah kerang dilakukan saat air laut sedang surut dengan menggunakan papan yang sedikit melengkung yang disebut papan tongkah. Awalnya menongkah hanya sekedar sarana untuk mencari nafkah bagi masyarakat suku duanu. Namun, saat ini pemerintah sudah memberikan perhatian pada kebudaan ini dan menjadikanya sebagai salah satu budaya yang dapat menarik minat masyarakat sehingga mengagkat sektor pariwisata Indragiri Hilir
Daftar Pustaka
Anonim .2005. Atlas (Ensiklopedia) Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru : Pusat Penelitian dan kemasyarakatan Universitas Riau.
Rahmah, Sitti. 2011. Orang Laut di Indragiri Hilir. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.
Tim Redaksi, 2012. "Menongkah Kerang, Tradisi yang Tak Lekang oleh Zaman . http://gurindam12.co. diakses pada tanggal 15 Maret 2015.
No comments:
Post a Comment