PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TURKI


Merri Natalia S/SP

Pada abad pertengahan Dunia Barat telah maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan penemuan teknologi modern seperti kaca lensa (1250) dan alat percetakan (1450). Perkembangan IPTEK ini disamping menimbulkan hal-hal yang positif adapula negatifnya; sedangkan umat islam dibelahan bagian timur sedang bersimpuh dibawah penindasan dan juga terlena dibawah sisa kemegahan kulturnya dimasa silam yang telah sirna, namun dibelahan barat (asia barat) ± tahun 1300 telah berdiri pula kerajaan turki usmani, namun mereka kurang berbudaya, mereka hanya mengandalkan kemajuan militer, keberanian dan fisik mereka yang kuat, namun mereka ini merupakan ancaman bagi Eropa.  Wilayah kekuasaan Usmani sejak
abad ke-16 sangatlah luas, membentang dari Budepest di bagian utara sampai ke Yaman, di bagian selatan dan dari Basrah di bagian timur hingga ke Al-jazair di bagian barat itu, dibagi kedalam beberapa provinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur atau pasha. Sampai abad ke-17, Turki Usmani menikmati masa keemasan. Kekuatan militer Usmani yang sangat tangguh sangat menentukan stabilitas kekuasaan. Kejayaan Usmani mulai kelihatan pudar setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, yang mengakibatkan terjadi perebutan kekuasaan antara putra-putranya. Sultan Sulaiman dalam bidang politik dan pemerintahan telah membuat undang-undang sehingga beliau dikenal dengan sebutan al-Qanun. Pada abad ke-18, Turki Usmani berusaha mengembalikan kejayaan dengan melakukan refarm yang sangat gencar. Bahkan Sultan Salim III (w. 1807) membuka sejumlah kedutaan Usmani di Eropa. Kemudian Mahmud II (w. 1839) memperkenalkan berbagai lembaga pembaharuan yang banyak diilhami dari barat, termasuk pendidikan, militer, ekonomi dan hukum. Periode ini kemudian dikenal dalam sejarah sebagai periode "Reorganisasi". Berbagai modernisasi teru dilakukan oleh orang-orang turki, baik dari kalangan ulama, kaum muda, cendekiawan maupun biokrat hingga abad ke-20.
1.      Bentuk-bentuk Modernisasi Pendidikan Islam di Turki
Pembaruan pendidikan di Dunia Islam pertama kali dimulai dikerajaan Turki Utsmani. Faktor yang melatar belakangi gerakan pembaharuan pendidikan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan Utsmani dalam peperangan dengan Eropa. Dan Turki merupakan bekas jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar Islam, yakni Turki Usmani. Oleh karena itu keterikatan  bangsa Turki dengan Islam berlangsung  sangat kuat sebab mereka bangsa terkemuka di dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini merupakan suatu indikasi tentang betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Secara politis setiap orang yang bertempat tingal di Turki, tetapi secara kebudayaan orang Turki adalah hanya orang Islam. Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan adalah, pertama  pengiriman duta besar ke Eropa untuk mengamati keunggulan barat, kedua mengirim para pelajar ke luar negeri, ketiga mendatangkan guru dari Eropa, mendirikan selokah teknik militer, Pembentukkan badan penerjemah, menulis beberapa buku matematika, geografi, kedokteran, sejarah dan agama, pendirian penerbitan dan percetakan.
Pembaharuan pendidikan islam di Turki sudah dimulai sejak Sultan Mahmud II (1785—M) berkuasa. Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dikerajaan Utsmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana halnya di Dunia Islam lain dizaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Utsmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama. Pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Di masa pemerintahannya orang juga telah kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan-perusahaan industri tangan. Kebiasaan ini membuat bertambah meningkatnya jumlah buta huruf dikerajaan Utsmani. Untuk mengatasi problema ini, Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi masuk Madrasah. Mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum kedalamnya, sebagai halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu, memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi di sampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum yaitu Mekteb-i Ma'arif (sekolah pengetahuan umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (sekolah sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang bermutu tinggi. Di kedua sekolah itu diajarkan bahasa Prancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah dan ilmu politik disamping bahasa arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa untuk menjadi pegawai-pegawai administrasi, sedang sekolah yang kedua menyediakan penerjemah-penerjemah untuk keperluan pemerintah. Selain itu juga di dirikan pula sekolah-sekolah dengan model barat, misalnya sekolah kedokteran (tilahane-i amire), dan sekolah teknik (muhendiseane). Begitu juga dalam Pembaharuan Pendidikan Islam dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah :
-          Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Eropa
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat adalah hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu. Pada dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus meniru pola Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju.
-           Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari kemajuan dan perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh.
-          Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme
Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing. Yang mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri dikalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.
2.      Tokoh-tokoh Pembaharu Islam di Turki
-          Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19, sama halnya dengan pembaharuan di Mesir juga dipelopori oleh raja. Kalau di mesir, Muhammad ali pashalah raja yang melopori pembaharuan, dikerajaan Usmani raja yg menjadi pelopor pembaharuan adalah sultan Mahmud II. Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional antara lain pengetahauan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra arab, turki dan Persia. Ia diangkat menjadi sultan di tahun1807 dan meninggal 1839. Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II membentuk korp tentara baru di luar Jeniseri dan menggunakan instruktur dari Mesir  tidak berasal dari Eropa agar tidak direspon negatif oleh ulama dan segera membubarkan  Jeniseri serta melarang Tarekat Bektasy, mengadakan penghapusan wajir agung diganti dengan perdana menteri, wajir agung pada saat itu dipegang oleh syaikh al-Islam. Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan kemudian yang mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di kerjaan usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagai halnya di dunia islam lain di zaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendiodikan umum yang ada di kerajaan usmani. Di madrasah hanya di ajarkan agama. Pengetahuan umum tidak di ajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad 19. Mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum kedalamnya, sebagai halnya didunia Islam lain pada waktu itu, memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum, dengan membentuk sekolah umum ( Mekteb-I Ma'arif) dan sekolah sastra ( mekteb-i 'Ulum-u Edebiye). siswa untuk kedua sekolah itu di pilih dari lulusan madrasah yang bemutu tinggi.
-          Tanzimat
Sepeninggal Sultan Mahmud II, gerakan pembaharuan dilakukan oleh Abdul Majid (1839-1861) dengan perdana menteri Rasyid Pasya. Periode ini disebut masa Tanzimat  yang mengandung arti peraturan dan perundang-undangan baru. Tokoh-tokoh Tanzimat antara lain: Rasyid Pasya, Mehmed Sadik Rifat Pasya, dan Muhammad Ali Pasya dan Fuad Pasya. Kemakmuran suatu negara bergantung kepada kemakmuran rakyat yang diperoleh dengan cara menghilangkan pemerintahan absolut selama ini, menghilangan kesewenang-wenangan, peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas militer, hukuman mati dengan diracun tidak dibolehkan lagi,hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya, semua pegawai kerajaan menerima gaji sesuai dengan beban tugasnya untuk mengurangi korupsi, mengajak rakyat memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi, mendirikan Bank  Usmani dan mengganti  peredaran uang dengan memakai sistem desimal, dan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan kaum ulama untuk diserahkan kepada kementerian Pendidikan yang dibentuk pada tahun 1847. Sedangkan piagam Hatt-I Humayun yang mengakomodir hak-hak minoritas seperti penghapusan perbedaan agama, bahasa dan bangsa, rakyat non muslim diperbolehkan masuk dinas militer,  dan penghapusan perbedaan pajak yang bagi rakyat non muslim, penghapusan hukum bunuh terhadap orang yang murtad dari Islam  dan pemasukan anggota-anggota bukan Islam ke dalam dewan hukum. Setelah piagam Hatt-I Humayun ini, maka diadakan penyempurnaan hukum pidana, hukum dagang dan hukum maritim dengan menggunakan hukum Prancis, didirikan Mahkamah Agung, serta dalam bidang pendidikan didirikan Sekolah Galatasaray tahun 1868 yang siswanya Islam dan non   dapat duduk berdampingan. Padahal sebelumnya masing-masing  golongan agama mempunyai sekolah tersendiri. Kedua piagam yang dihasilkan kelompok Tanzimat ini mendapat kritikan keras terutama dari kalangan Intelegensia Turki Usmani. Piagam ini mengandung sekularasisasi dalam berbagai institusi kemasyarkatan seperti lembaga hukum baru yang dipengaruhi sistem hukum Barat, menimbulkan pro-Barat yang mengakibatkan campur tangan negara-negara Barat dalam soal inter   kerajaan Usmani yang pada akhirnya  jatuhnya perekonomian negara ini, serta menyebabkan semakin absolutnya kekuasaan sultan dan menteri-menterinya karena tidak adanya oposisi dari Yeniseri sebagai yang sudah dibubarkan pada masa Sultan Mahmud II. Pasukan Yeniseri ini ditakuti bukan hanya karena memiliki senjata akan tetapi karena memiliki dukungan kuat dan erat dari Tarekat Bektasyi yang mempunyai pengikut yang besar di kalangan masyarakat.
-          Usmani Muda
Kematian Perdana Menteri Ali Pasya ( 1871 M)  menandai berakhirnya Tanzimat, gerakan pembaharuan diganti oleh kelompok Usmani Muda yang berhasil menurunkan secara paksa Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 melalui fatwa Syaikh al-Islam dan diganti oleh Murad V yang mendapat dukungan Usmani Muda. Akan tetapi karena Murad V dianggap tidak berhasil memimpin Turki Usmani dan dianggap sakit mental oleh Syaikh al-Islam di kemudian hari, maka diganti oleh Sultan Abdul Hamid ( 31 Agustus 1876) dan perdana menterinya Mihdat Pasya salah seorang tokoh Usmani Muda.
Usmani Muda merupakan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1865 dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut menjadi pemerintahan yang konstitusional. Tokoh Usmani muda antara lain Mihdat Pasya, Ziya Pasya, dan Nanik Kemal. Diantara isi ide-ide pembaharunnya sebagai berikut:
a)      Ekonomi dan politik yang tidak beres dapat diatasi dengan merubah  sistem pemerintahan absolut menjadi pemerintahan konstitusional yang memisahkan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Rakyat sebagai warga negara mempunyai hak politik. Pemerintahan demokrasi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena dalam Islam dikenal sistem bai'ah yang pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Khalifah sebagai eksekutif  tidak boleh mengambil sikap atau tindakan yang berlawanan dengan maslahat umum ( al-maslahah al-'ammah),  dan tidak melanggar syari'ah, kaum ulama sebagai pembuat hukum, dan pemerintah yang melaksanakan hukum. Sehingga sistem pemerintahan konstitusional tidak merupakan bid'ah dalam Islam. Hal ini merupakan ide baru pada saat itu yang memegang sistem otokrasi.
b)      Tumbuh ide tanah air Usmani bukan tanah air Turki dengan melihat perlu adanya persatuan umat Islam di bawah pimpinan Turki Usmani yang mirif  Pan-Islamisme
-          Mustafa Kemal Ataturk
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia secara brutal menentang peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya, Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi. Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak mau sembarangan dalam memilih kawan. Akhirnya, ibunya mengirim dia ke sekolah militer, sehingga riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (Sekolah Menengah Militer Turki). Tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di Kota Monastir dan pada tanggal 13 maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul. Tahun 1902 ia ditunjuk sebagai salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat Kapten. Perjuangan Mustafa Kemal mewujudkan pembaharuan untuk kemajuan Turki penuh liku, dan mencapai klimaksnya ketika ia menjadi Presiden Republik Turki. Bangsa Eropa mengakui Republik Turki yang ditandai oleh Perjanjian Lausanne pada tahun 1923. Mustafa Kemal meninggal dunia tahun 1938.
Setelah perang dunia I, Mustafa kemal diangkat menjadi panglima militer di Turki Selatan untuk merebut Izmir dari tentara sekutu dan berhasil memukul mundur tentara sekutu dan menyelamatkan Turki dari penjajahan  Barat. Pada saat itu Sultan  di Istanbul berada di bawah kekuasaan sekutu yang harus menyesuaikan diri dengan mereka, Kemudian ia mendirikan pemerintahan tandingan di Anatolia dengan mengatakan kemerdekaan negara dalam keadaan bahaya, rakyat Turki harus berusaha sendiri membebaskan tanah air dari kekuatan asing, sultan tidak menjalankan pemerintahan dan segera mengadakan kongres.
Tujuan akhir Mustafa Kemal dengan reformasi berupa westernisasi adalah membawa Turki berbaris bersama dengan peradaban Barat, bahkan berusaha mencuri satu langkah mendahului perdaban Barat. Mustafa  Kemal dikenal sebagai Bapak Rakyat Turki dengan julukan Ataturk, dan ia juga mendapat julukan Ghazi. Rangkaian kebijakan pembaharuan Mustafa Kemal berperinci kepada:, nasionalisme, sekularisme, westernisme :
Pertama,unsur Nasionalisme. Ide Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal ialah nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografisnya dan bukan ide nasionalisme yang luas, yakni diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan dengan dunia modern. Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek kehidupan pada bangsa dan agama akan menghambat Turki untuk maju. Atas dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi Turki mengadopsi peradaban barat sepenuhnya, termasuk merubah bentuk negara. Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah dihapusnya sistem kekhalifahan.
Kedua Sekulerisme, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak serta merta menghilangkan agama dari rakyat Turki, namun hanya melakukan pembatasan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan politik. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang, institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syari'ah. Menurut Mustafa Kemal, sekulerisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai suatu bangsa, karena menurut beliau bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsurnya. Dan sekulerisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Sehingga, Mustafa Kemal berpendapat jika rakyat Turki ingin mempunyai peradaban tinggi harus melakukan sekulerisasi.
Ketiga, Westernisme, dalam hal ini Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru barat Negara Turki akan maju. Ungkapan yang digunakan oleh Mustafa Kemal, "Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman." Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk memajukan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah. Kemal berkeyakinan hanya dengan jalan itu rakyat Turki akan makmur dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Asmuni, Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 1996.
2.      Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, CV. Pustaka Islamika, 2008. Cet-1
3.      Suwito, sejarah sosial pendidikan islam, jakarta: kencana, 2008, cet. II
4.      Tohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Raja Grapindo Persada,  Islam,2009.
5.      Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004 ) hlm. 273

No comments:

Post a Comment