BIOGRAFI YI SUN-SHIN

NURLIZA SEMBIRING/ S.A.T / 15A

Yi Sun-Shin lahir pada tangal 28 April 1545 dan meninggal pada tanggal 16 Desember 1598 pada usia 53 tahun. Yi Sun-Shin adalah seorang tokoh militer dan pahlawan nasional Korea yang berjasa menumpas serbuan pasukan Jepang dalam perang tujuh tahun pada masa Dinasti Joseon. Semua berawal disaat Toyotomi Hideyoshi baru saja mempersatukan Jepang pada tahun 1590 dan pada saat itu situasi Jepang masih sangat kondusif untuk berpecah kembali. Hideyoshi yang masih semangat berperang memutuskan untuk menyalurkan segenap semangat itu untuk menghindari perang saudara dengan meminta izin kepada Joseon agar memberi jalur untuk pergerakan tentaranya ke Cina yang saat itu dikuasai oleh Dinasti Ming.

Istana joseon yang merupakan bawahan Dinasti Ming menolak mentah-mentah permintaan itu. Dari situ lah perang dimulai, Hideyoshi memutuskan untuk menaklukan Korea terlebih dahulu sebagai batu loncatan sebelum menaklukan Cina.
Kehidupan awal
Yi Sun-sin terlahir pada tanggal 28 April 1545 di Geoncheondong,Hanseong sebagai putra ke-3 dari keluarga bangsawan. Sejak kakeknya terlibat dalam pembersihan politik pada masa pemerintahan Raja Jungjong, ayahnya mulai berhenti mencari pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintah. Mereka sekeluarga akhirnya pindah ke Asan, tempat asal keluarga ibu Yi, di saat kondisi perekonomian mereka semakin memburuk.
Layaknya anak bangsawan pada masa itu, Yi Sun-sin dididik dalam ajaran-ajaran Konghucu sejak kecil. Ia menikah pada usia 21 tahun dan dikaruniai 3 orang putra dan 1 orang putri. Ia memutuskan untuk masuk di bidang militer dimulai saat berusia 22 tahun walaupun sebenarnya pilihannya tersebut asing bagi keluarganya yang lebih memandang kesusastraan sebagai tradisi.                                                
 Awal karir militer
Pada usia 28 pada tahun 1572, Yi menjalani ujian bidang militer. Dalam ujian itu, Yi jatuh dari kuda dan kaki kirinya patah. Empat tahun kemudian setelah peristiwa itu, Yi kembali mencoba menjalani ujian tersebut, dan pada usia 32 tahun ia berhasil lulus.
Awalnya ia bertugas sebagai perwira dan dikenal akan sifat teguh dan tak kenal kompromi dalam menjalani prinsip-prinsipnya. Hal ini mengakibatkan karir awal Yi tersendat dikarenakan banyak atasan yang tidak suka dengan sikapnya yang tegas dan disiplin. Suatu hari, bahkan ia pernah dicopot dari posnya bertugas karena menolak ikut berpartisipasi dalam kegiatan atasannya yang ia anggap tidak benar. Akhirnya ia juga diturunkan menjadi prajurit kelas bawah dikarenakan fitnah seorang perwira lain yang tidak senang dengannya. Namun begitu, menjelang terjadinya awal. Perang tujuh tahun dimana Jepang akan menyerbu Joseon, ia mendapat kenaikan pangkat sebagai Komandan Stasiun Angkatan Laut Kiri Jeolla berkat rekomendasi dari Perdana Menteri Ryu Seong-ryeong. Perdana Menteri Ryu telah berteman dengan Yi sejak kecil dan ia mengenal bakat kepemimpinan yang dimilikinya.
Setelah menjabat menjadi komandan angkatan laut, Yi bertugas membenahi Angkatan Laut Joseon dengan memperbaiki sistem administrasi, meningkatkan mutu persenjataan serta mendidik para pelaut. Ia juga menyelesaikan pengkonstruksian Kapal Kura-kura hanya satu hari sebelum Jepang mendarat.
Latar belakang dimulainya Perang Tujuh Tahun
Yi Sun-sin berperan penting dalam kemenangan Korea dalam Perang Tujuh Tahun. Perang Tujuh Tahun atau Perang Imjin merupakan serangkaian pertempuran panjang selama 7 tahun pada akhir abad ke-16 di semenanjung Korea yang disebabkan oleh invasi Jepang yang berniat menyerbu Cina melalui Korea.
Sebelum perang meletus, Dinasti Joseon di Korea mengalami kegoncangan politik dan ekonomi yang berpengaruh pada bidang militer sehingga keamanan nasional negara itu berada dalam bahaya. Pada saat yang sama, Toyotomi Hideyoshi telah mempersatukan Jepang dan merencanakan untuk melakukan invasi negara-negara tetangganya sehingga ia lebih dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan daimyo. Pertama-tama, ia meminta izin kepada Joseon untuk memberi jalur untuk pergerakan tentaranya ke Dinasti Ming. Istana Joseon menolak niat Jepang dan mengacuhkan kemungkinan perang. Saat niatnya ditolak Joseon, Toyotomi Hideyoshi menginvasi dengan kekuatan 160.000 tentara pada bulan April 1592. Joseon tidak mampu menangkis serangan awal dan mengalami kekalahan besar. Daerah pertahanan di bagian selatan direbut dalam waktu beberapa hari saja dan pasukan Jepang bergerak ke utara tanpa mengalami kesulitan sama sekali. Karena bahaya telah mendekat ke ibukota, keluarga kerajaan mengungsi ke tempat yang lebih aman di wilayah utara. Setelah dua bulan, seluruh negeri Joseon berada dalam tangan Jepang.
Peran dalam angkatan laut dan perang di laut
Yi Sun-sin memimpin angkatan laut untuk mengamankan wilayah perairan dan untuk memutus jalur persediaan dan komunikasi tentara Jepang. Kapal-kapal Jepang menggunakan jalur laut di perairan barat dan timur semenanjung korea untuk menyalurkan persediaan perang kepada para pasukan yang berada di daratan. Dengan keunggulan pasukan Yi Sun-sin, semua kapal Jepang di perairan Korea berhasil dikalahkan. Beberapa pertempuran di laut benar-benar menentukan keberhasilan pasukan Korea atas Jepang, antara lain Pertempuran HansanPertempuran Myeongnyang dan Pertempuran Noryang.
Pertempuran Hansan dan kenaikan pangkat
Pertempuran Hansan yang terjadi pada tanggal 14 Agustus, 1592 adalah pertempuran laut terbesar yang dimenangkan oleh Laksamana Yi dan juga dianggap sebagai salah satu perang laut terbesar di dunia. Pasukan Jepang yang dikirim oleh Toyotomi Hideyoshi terdiri dari 3 armada dengan 10 ribu anak buah, berkali-kali lipat dari jumlah pasukan Yi Sun-sin.
Laksamana Yi menyusun taktik untuk mengumpan Jepang agar berperang di perairan Pulau Hansan yang berada jauh dari daratan utama sehingga pasukan Yi dapat dengan leluasa melakukan penyerangan dan memperkecil kemungkinan musuh untuk melarikan diri. Pasukan Laksamana Yi dibantu oleh Laksamana Yi Ok-ki dan Won Gyun.
Laksamana Yi memerintahkan sebagian besar kapal perang untuk tetap berada di Hansan dan mengirimkan 6 buah panokseon (kapal perang beratap) menuju selat Kyonnaeryang. Kemudian panokseon bergerak menuju tempat sebelumnya di Hansan seolah-olah akan menyerah untuk menarik perhatian pasukan Jepang agar mengejar. Saat semua kapal Jepang telah berada di laut lepas, Laksamana Yi memerintahkan pasukannya membentuk hagikjin atau formasi sayap bangau untuk menyerang kapal utama musuh. Secara tiba-tiba, kapal mereka berbalik arah dan berhadapan dengan kapal Jepang. Mereka mengelilingi kapal utama dalam posisi setengah lingkaran. Gerakan ini menjebak Jepang dengan sedikit ruang untuk bergerak dan segera menghantam dengan meriam dan panah api. Sisa-sisa kapal Jepang yang selamat melarikan diri. Sebanyak 47 buah kapal musuh ditenggelamkan dan 12 lain ditawan, menyisakan 14 dari keseluruhan 73 buah kapal dan 1000 dari 10.000 orang.
Kemenangan pasukan Yi di laut membuat penyerbu di daratan terisolasi dari bantuan negerinya. Tak lama setelah perang, Pyeongyang berhasil direbut kembali atas bantuan pasukan Ming. Dua bulan setelah itu, ibukota juga berhasil direbut. Dalam bentuk penghargaan akan jasa besarnya, Yi dianugerahi kedudukan sebagai Tongjesa, pangkat tertinggi dalam angkatan laut Joseon. Kini ia memimpin angkatan laut 3 provinsi.
Konspirasi mata-mata Jepang dan pencopotan jabatan
Pada bulan Desember 1596, saat negosiasi antara Ming dan Jepang gagal, Toyotomi Hideyoshi memperbarui rencana penyerbuan ke Korea. Sementara itu, Laksamana Yi sedang mendapat masalah dikarenakan tuduhan Jendral Won Gyun dan mata-mata Jepang bernama Yoshira. Won Gyun yang selalu iri karena Yi Sun-sin selalu memiliki kedudukan lebih tinggi daripada dirinya tidak hanya sering dengan sengaja mengabaikan perintah Yi, namun juga mulai memberikan laporan palsu kepada raja tentang keadaan angkatan laut dan hasil peperangan untuk menjelek-jelekkan Yi Sun-sin. Hal itu menimbulkan spekulasi di istana.
Pihak Jepang menyadari keberadaan Yi Sun-sin akan menggagalkan tujuan mereka sehingga ia harus disingkirkan terlebih dahulu dengan cara membuat raja tidak menyukainya. Mereka mengirimkan seorang mata-mata bernama Yoshira ke dalam sebuah pangkalan militer yang dipimpin jendral Kim Eung-su dan menawarkan jasa sebagai seorang mata-mata untuk membocorkan informasi penting bagi Joseon. Ia melaporkan bahwa kedatangan Jendral Kato Kiyomasa yang sudah tak lama lagi. Namun, Yoshira meminta agar Tongjesa (Yi Sun-sin) yang menghadapi armada Jepang itu.
Jendral Kim percaya pada apa yang disampaikan Yoshira dan memohon kepada Raja Seonjo untuk mengirimkan Laksamana Yi Sun-sin menghadapi kedatangan musuh. Raja memerintahkan Yi dan pasukannya untuk bergerak. Namun, Laksamana Yi menolak permintaan raja karena mengetahui bahwa lokasi dimana ia diperintahkan untuk berperang sangat berbahaya karena dipenuhi gosong karang dan kemungkinan besar akan mengalami kekalahan. Saat perintahnya ditolak, Raja Seonjo marah besar dan menganggap Laksamana Yi congkak. Yi kemudian dipenjara di ibukota dan mendapat siksaan. Raja menginginkannya dihukum mati, namun para pendukung Yi di istana memohon untuk membebaskannya dengan alasan pada masa lalu jasanya sangat besar bagi negara. Lolos dari hukuman mati, Yi dicopot dari jabatan Tongjesa menjadi prajurit bawahan.
Won Gyun merasa senang karena naik pangkat menjadi Tongjesa menggantikan Yi Sun-sin. Namun Won Gyun tidak cakap mengendalikan masalah-masalah bahari dan bersikap acuh terhadap pekerjaan mengelola angkatan laut. Sementara itu, Yoshira masih terus memengaruhi Jendral Kim Eung-su untuk mengirimkan pasukan menghadapi armada Jepang, yang ia kabarkan sudah tiba di Korea. Setelah perintah diberikan, Won Gyun mulai mengerahkan kapal perang. Hasilnya sangat buruk karena ia tidak bisa mengendalikan jalannya kapal sehingga armada Jepang menang. Karena panik, Won Gyun melarikan diri ke darat dan sampai disana ia dibunuh oleh pasukan Jepang yang telah menunggunya. Kekalahan ini adalah kehancuran armada laut satu-satunya dalam pertempuran laut Perang Tujuh Tahun. Dari 134 kapal perang yang dikerahkan, hanya 12 yang selamat di bawah kendali Komandan Bae Sul.
Pertempuran Myeongnyang
Mendengar kekalahan Won Gyun, raja menyesali keputusannya dan kembali mengangkat Yi Sun-sin menjadi Tongjesa. Walau telah mengalami perlakuan buruk dan bahkan bersedih karena baru-baru itu ibunya meninggal dunia, Yi Sun-sin menerima penugasan itu dengan siap. Yi melakukan perjalanan di propinsi Jeolla untuk mengumpulkan kapal, pengungsi dan senjata yang tersisa sebelum menghadapi musuh.
Raja Seonjo mengetahui kesulitan yang dialami Yi Sun-sin yang hanya mendapatkan 13 buah kapal dan menyarankan Yi untuk berhenti berperang di laut dan bergabung dengan angkatan darat. Namun, Yi meyakinkan bahwa ia memiliki alasan kuat untuk melindungi perairan di kawasan Jeolla dan Chungcheong guna mencegah penerobosan Jepang dari jalur laut ke ibukota.
Dengan kondisi terjepit karena pasukan musuh berjumlah besar, pasukan Yi Sun-sin memutuskan untuk bergerak ke Selat Myeongnyang. Myeongnyang adalah selat yang harus dilewati musuh untuk mencapai ibukota. Daerah ini memiliki arus paling deras di Semenanjung Korea yang mencapai 18 km/jam dikarenakan aliran dari laut lepas terdorong ke dalam selat yang sempit. Di selat ini, Yi Sun-sin memasang jebakan bawah air berupa kawat besi yang dapat diputar menggunakan kapstan, sejenis as roda yang digunakan di kapal. Hal itu untuk menggoyahkan dan membuat mereka saling bertabrakkan pada saat arus deras terjadi. Kapal Joseon mempunyai dasar berbentuk datar dan dangkal, sementara kapal Jepang berdasar tajam dan dalam yang akan tersangkut jebakan yang dipasang di bawah air.
Pada tanggal 16 September 1597, armada Jepang tiba dengan 330 kapal. Ketigabelas kapal Laksamana Yi menghadapi musuh dengan menggunakan formasi Iljajin (formasi satu garis). Iljajin adalah salah satu bentuk formasi yang paling sederhana, terdiri atas sekelompok kapal yang berbaris satu-satu dengan haluan menghadap ke arah musuh. Walau begitu, armada Laksamana Yi tidak bisa dengan bebas melakukan gerakan yang lebih bervariasi karena jumlah musuh terlalu banyak. Berkat sempitnya selat Myeongnyang, hanya 130 kapal Jepang yang dapat masuk. Dalam waktu sebentar, mereka sudah mengelilingi pasukan Yi. Para kapten kapal dan Laksamana Yi maju menyerang ke gerombolan musuh sendirian dengan menembakkan panah dan meriam. Tiba-tiba, di dekat kapal Laksamana Yi terlihat mengapung mayat musuh yang ternyata adalah Matashi Kurushima, jendral pasukan Jepang. Mayat itu ditarik dan diperlihatkan ke arah musuh dari haluan. Hal tersebut mengakibatkan kegemparan di antara mereka.
Pada saat itu, arus mulai menjadi deras karena alaminya mengalami pergantian arah setiap 4 jam sekali. Kekuatan aliran mulai menggoyahkan kapal-kapal Jepang dan merusak posisi mereka. Pasukan Yi mengencangkan kawat besi di bawah air dengan memutar kapstan. Lambung kapal mereka mulai tersangkut dan mulai bertabrakkan satu sama lain. Sementara, pasukan Yi terus menggempur. Dari 130 kapal Jepang yang masuk ke Selat Myeongnyang, 31 tenggelam dan 90 rusak parah dan tak satupun kapal pihak Laksamana Yi kalah. Dalam buku hariannya, Laksamana Yi mencatat bahwa ia bersyukur atas kemenangan yang ia anggap sebagai mukjizat.
Pertempuran Horyat dan Akhir hayat
Invasi kedua Jepang yang terjadi pada tahun 1597 sekali lagi dapat dipatahkan oleh kekuatan pasukan Laksamana Yi di laut. Bantuan Cina juga berperan besar dalam menentukan akhir perang selain pesan Hideyoshi pada bulan Agustus tahun berikutnya yang memerintahkan untuk menarik semua pasukan Jepang dari Korea. Pada pertempuran ini Laksamana Yi menghadang kepulangan Jepang dengan bantuan angkatan laut Ming yang dipimpin Chen Lien.
Dalam pertempuran tahap awal, armada Jepang dipukul mundur dengan 50 buah kapal dihancurkan sehingga mereka melarikan diri ke Kwaneumpo namun telah dijebak pada tiap sisi. Karena tak ada pilihan lain, mereka berbalik dan melawan. Mereka mengincar kapal utama yang dikemudikan Laksamana Yi. Baik Yi dan Chen Lien berkali-kali dalam bahaya karena hampir terkurung namun keduanya berhasil menghindar.
Saat sedang meneriakkan perintah maju, Laksamana Yi tertembus peluru dari kapal musuh dan terluka parah. Ia meminta anak buahnya menutupi tubuhnya dengan perisai dan merahasiakan kematiannya dari pasukan lain agar mereka tidak terkejut. Yang menyaksikannya menghembuskan napas terakhir adalah putra sulungnya, Hoe, dan keponakannya, Wan. Sambil menahan kesedihan mereka meneruskan pertempuran. Kemenangan armada laut di Pertempuran Noryang ditandai dengan hancurnya 450 buah kapal Jepang dan sisanya kabur. Perang ini menandakan akhir dari perang tujuh tahun.
Warisan dan pengakuan
Pada zaman moderen, banyak tokoh-tokoh militer di berbagai negara di luar Korea mengetahui Yi Sun-sin dan mengagumi kepiawaiannya dalam menggunakan taktik untuk berperang.    
DAFTAR PUSTAKA
4. negarakerta.blogspot.com/2014/09/laksamana-yi-sun-sin.html

No comments:

Post a Comment