SEJARAH PERJALANAN SAREKAT ISLAM

PIMA PUTRIANA / SI IV

Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah koperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu, agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam).

Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.
Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab. Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas. Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas. Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan. Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali.
Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan "Indonesia" untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman.
Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memcah belah persatuan SI.
Bayang pemecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S. Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan pada tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua, yaitu SI Putih dan SI Merah.
·         SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
·         SI Merah, yang berhaluasn sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang.
Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Raya (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tumbuh/berkembangnya Sarekat Islam (SI) yang berdasarkan ajaran agama sangat mencemaskan Belanda. Maka dan itu Pemerintah Belanda tidak mau mengakui SI sebaga satu pergerakan yang meliput SeIuruh Indonesia. Menghadapi sikap semacam itu tokoh-tokoh Sarekat Islam (SI) tidak kehilangan akal. Mereka mendirikan organisasi-organisasI tersendiri di kota-kota yang dianggap penting. Jadi pada waktu itu banyak sekali terdapat organisasi dengan nama Sarekat Islam (SI) . Antara Sarekat Islam yang satu dengan Sarekat Islam yang lainnya seakan-akan tidak ada hubungannya. masing-masing berdiri sendiri-sendiri sebagai satu-kesatuan.
Pada tahun 1915 dibentuk CSI (=Cenfral Sarekat Islam) Maksud tujuannya untuk memajukan dan membantu Sarekat Islam (SI) daerah yang jumlahnya banyak sekali serta untuk mengadakan hubungan dan kerjasama antara SI dan daerah satu dengan SI dan daerah Iainnya. Lain daripadà itu agar supaya gerak Iangkah perjuangan SI seirama, pada waktu yang tertentu diadakan Konggres Nasional. Konggres itu dihadiri oleh wakil-wakil SI daerah dan seluruh Indonesia.
Pada waktu Sarekat Islam (SI) sedang mengalami kemajuan pesat, sekelompok orang-orang Belanda yang beraliran Marxisme mendirikan Indische Sosial Democratische Vereniging (ISDV). Mereka hendak menyebar-Iuaskan Marxisme kepada bangsa kita, agar memperoleh pehgikut sebanyak mungkin. Ternyata sedikit sekali rakyat Indonesia yang tertarik oleh paham itu. Di antara mereka yang tentarik terdapat nama-nama seperti : Semaun, Darsono, dan lain-lain.
Berhubung ISDV tidak berhasil menghimpun massa rakyat, maka dilakukan penyusupan terhadap tubuh organisasi lain. Semaun dan kawan-kawan disusupkan ke dalam tubuh Serikat Islam (SI) untuk mempengaruhi dengan paham Marxis. Dengan cara semacam itu diharapkan akan berhasil merebut massa-rakyat Serikat Islam (SI) ke dalam ISDV. Apa yang dikerjakan Semaun dan kawan-kawan membawa hasil juga. Sebagian anggota Serikat Islam (SI) terserap ke dalam ISDV yang Sejak tahun 1920 telah berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (= PKI). Jadi mereka menjadi anggota 2 organisasi, SI dan PKI. Sesudah Serikat Islam (SI) melakukan partai-disiplin, anggota-anggota Serikat Islam yang merangkap menjadi anggota PKI umumnya meninggalkan Serikat Islam (tahun 1923).
 Pada tahun 1926/1 927 PRI dinyatakan oleh Pemerintah Belanda sebagai organisasi terlarang. Tokoh-tokohnya sebagian besar dibuang ke Boven Digul dan sebagian lagi dapat melarikan diri ke luar negeri, misalnya Semaun dan Muso. Pembubaran PKI dilakukan oleh Pemerintah Belanda karena pada tahun 1926/1927 melakukan pemberontakan baik di Jawa maupun di SumaDalam perkembangan selanjutnya organisasi Islam ini mengalami kejadian-kejadian yang kurang menguntungkan. Perbedaan atau pertentangan pendapat antara tokoh-tokoh pimpinannya seringkali mengakibatkan terjadi perpecahan. Menjelang runtuhnya Pemerintah Belanda tahun 1942, organisasi yang mula-mula bernama Serikat Islam pecah menjadi 3, yaitu:
1. PSII — Abikusno
2. PSII — Kartosuwiryo
3. PSIJ — Dr. Sukimantra.

DAFTAR PUSTAKA
-          Pelajaran Indonesia,Hal :71-73, Penerbit : Widya Duta, Penulis : Ibnoe Soewarso
-          Djoened,Marwanti.1984.Sejarah Nasional Indonesia V. Balai Pustaka, Jakarta.

No comments:

Post a Comment