Januardo Sitorus
A. Berita Kemerdekaan di Selatpanjang
Setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, periode
penting dalam sejarah perjalanan suatu bangsa adalah memepertahankannya.[1]
Dari kutipan di
atas dapat di jelaskan bahwa, pernyataan proklamasi kemerdekaan tidak serta
merta membuat keadaan negara yang awalnya dijajah menjadi “merdeka”. Penjajah
yang sudah lama menjajah Indonesia yakni Belanda, tidak ingin melepaskan
Indonesia begitu saja. Pernyataan Proklamasi yang dibacakan Ir.soekarno membuat
sorak sorai masyarakat Indonesia, di sisi lain membuat Pemerintahan Belanda
geram karena belum mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara
De Facto maupun secara De Jure.
Penyebar luasan berita Proklamasi di Pekanbaru, yang merupakan ibukota Riau, hampir sama dengan daerah lain yaitu melalui dua orang pegawai PTT yang bertugas di kota Pekanbaru. Yaitu Saari dan
Azwar Apin. Berita Proklamsi diketahui mereka akhir Agustus 1945. Sikap warga berubah ketika tanggal 30 Agustus, ketika teks lengkap proklamasi sampai di Pekanbaru. Teks tertulis proklamasi tersebut dibawa dari Bukittinggi oleh tiga anggota Giyugun, yaitu Mansyurdin, Nur Rauf, dan Rajab.[2]Dari kutipan diatas nampak
jelas bahwa berita Proklamasi kemerdekaan tidak serentak didengarkan di seluruh
daerah Indonesia, itu di karenakan minimnya media penyebaran berita proklamasi
di kawasan – kawasan lain. Tidak seperti
di Pulau Jawa, di beberapa kota besar
seperti Bandung, Yogjakarta dan Surabaya memiliki kantor radio bekas
peninggalan penjajah yang langsung menyebarkan berita Proklamasi setelah
dibacakan oleh Ir.Soekarno. Di Riau Khususnya pekanbaru baru dapat mengetahu
setelah akhir Agustus, lalu disebar luaskan keseluruh daerah- daerah pelosok
yang ada di Riau lainnya salah satunya adalah Selatpanjang.
Namun pada tanggal 28
Agustus 1945, Wan Ali Husin Menerima Telegram dari Tembilahan yang mengatakan
bahwa Indonesia telah merdeka.[3]
Jelas sekali bahwa berita
Proklamasi Kemerdekaan sangat lambat diterima mengingat alat telekomunikasi
yang ada di Riau dan daerah sekitarnya sangat terbatas. Membuat berita
Kemerdekaan tidak langsung pada tanggl 17 Agustus 1945 didengarkan serentak di
seluruh Indonesia.
Pada 17 Oktober 1945,
rakyat Tanah Jantan menghelat sebuah peristiwa bersejarah, yaitu pengibaran
Bendera Merah Putih yang pertama di Selatpanjang.[4]
Dari berita Proklamasi
yang sampai di Selatpanjang hingga Pengibaran Bendera merah putih dilakukan
dengan jarak bermingu – minggu. Selain faktor minimnya media komunikasi, Kawasan
Selatpanjang yang memerlukan transportasi laut untuk sampai jika penyebaran
luasan menggunakan sarana mulut ke mulut. Namun
Kantor PTT terdapat di Selatpanjang yang digunakan Jepang untuk bertukar
Informasi yang juga digunakan tokoh – tokoh Selatpanjang untuk menerima
Informasi Kemerdekaan.
Ketika sampai di lokasi
Pengibaran Bendera Merah Putih Komandan kapal Inggris menjabat tangan Datuk Johan dan Letda A.Murad Saidun dan
mengucapkan selamat, kejadian itu menarik perhatian masyarakat yang bertanya-tanya keperluan apa Inggris datang
ke Selatpanjang. Letda A. Murad dan beberapa orang prajurit menyelidiki Boom (
Pelabuhan) tempat berlabuhnya kapal tentara Inggris. Belum sempat menyelidiki
lebih lanjut, Kapal Patroli sudah meninggalkan boom menuju Singapura.[5]
Dari peran inilah Letda A.
Murad tampil sebagai seorang prajurit yang membela tanah air. Namun tidak hanya
di situ peran Letda A. Murad sebagai seorang pejuang, Letda A. Murad juga
tampil sebagai seorang prajurit Nasionalis tak kala Agresi Militer Belanda
Berkobar di Tanah Jantan.
B. Agresi Militer Belanda I di Selatpanjang 29 Juli 1947
Letda A. Murad yang
menjadi wakil Komandan Kompi Militer II,
ikut berperan dalam menghalau Pasukan Belanda di Perairan Selatpanjang.
Tembakan demi tembakan di balas oleh pasukan TNI ke pihak Belanda yang menggunakan mortir.
Meriam bekas peninggalan Kesultanan Siak turut digunakan dalam menghalau
Belanda. Serangan yang dilakukan oleh para pejuang membuat Belanda menghentikan
tembakan dan memutuskan untuk mundur. Pada tanggal 21 Juli 1947, pasukan KNIL
mulai kembali melancarkan serangannya, pasukan TNI di bawah Komandan Kompi
Militer II Selatpanjang Kapten Syaidina Ali dengan didampingi wakil Komandan
Kompi II Letda A. Murad Saidun tetap
mempertahankan dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Taktik TNI dan para
pejuang membuat Belanda berpikir panjang setelah kekalahan pertama , karena
tidak mengetahui berapa banyak pasukan yang ada di Selatpanjang dan di mana
posisi para pejuang.[6]
Untuk mengimbangi
persenjata yang lebih mukhtahir dari Belanda, Letda A. Murad bersama Komandan
dan Pasukan TNI dan Pejuang lainnya mempertahankan Selatpanjang dari serangan
Belanda yang datang lewat jalur
perairan. Meskipun dengan persenjataan yang memadai TNI dan pasukan lainnya
dapat menghalau serangan Belanda dengan memanfaatkan keadaan lingkungan yang
penuh dengan tumbuhan Bakau yang dapat menyembunyikan pasukan pejuang ketika melakukan serangan fisik dengan
Belanda. Kecerdikan siasat yang diambil oleh para pejuang dapat membuat pasukan
Belanda mundur.
C.Agresi Militer II di Selatpanjang
Pada akhir tahun 1948
tepatnya tanggal 27 Desember, Komandan Pasukan Kompi Militer II Batalyoan II
Selatpanjang Simon Delima mengeluarkan surat perintah untuk tidak melakukan
perlawanan terhadap pasukan Belanda pada tanggal 29 Desember 1948, namun Letda
A. Murad berpikir sebaliknya yaitu dengan mempertahankan Selatpanjang dari
serangan Belanda. Sore hari Selatpanjang digempur hancur – lebur, banyak
pasukan TNI yang gugur dan luka – luka.[7]
Dari Agrsi Militer kedua
Belanda terhadap Selatpanjang, akhirnya Selatpanjang dapat dikuasai oleh pihak
Belanda. Ini di karenakan perbedaan pendapat antara Komandan pasukan kompi
Militer II Silmon Delima dengan wakil Komandan Pasukan Kompi Militer II Letda
A. Murad. Kekalahan pasukan TNI tidak lantas membuat pasukan TNI yang selamat
termasuk Letda A. Murad bertekad menyerah. Pasukan TNI yang tersisa dikumpulkan
untuk melakukan serangan balasan.
Pada pukul 22: 00 WIB
tanggal 4 Januari 1949,para Pejuang TNI dengan dipimpin oleh Letda A. Murad bergerak menuju ke Selatpanjang dari Kampung
Alai. Serangan di mulai pada pukul 04:30 WIB, serangan tersebut mengejutkan
pihak Belanda yang menguasai Selatpanjang. Menjelang tengah hari tanggal 5
Januari 1949 Selatpanjang dapat dikuasai kembali oleh pasukan TNI. Namun
kemenangan tak berlangsung lama, pada pukul 15:00 WIB, Selatpanjang digempur
dari serangan udara oeleh Belanda. Alhasil serangan besar itu membuat pasukan
TNI dan para pejuang lain mundur ke berbagai kampung – kampung untuk
menghindari srangan membabi buta dari Belanda.[8]
Meskipin kekalahan
menghampiri Letda A. Murad dan Pasukannya, tak lantas membuat semangat pejuang
lainnya turun, Serangan balasan dipersiapkan untuk Belanda demi mempertahankan
marwah di Tanah Jantan.
Serangan Balasan dari Belanda
yang terbilang sangat cepat dan tak terduga ini langsung menghancurkan pasukan
TNI dengan membuat para pasukan TNI dan Pejuang lain berpencar. Menggunakan
Pesawat tempur Belanda sukses meluluhlantakkan pasukan pejuang serta membuat
para penduduk Selatpanjang ketakutan.[9]
Kembali lagi, Belanda
menguasai Selatpanjang dan membangun sarana dan prasarana untuk menunjang
segala aktifitas yang Belanda lakukan di Selatpanjang. Hingga Konfrensi Meja
Bundar pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949. Jalur diplomasi
dilakukan Indonesia dan Belanda dilakukan di Den Haaag, Belanda.
Dari tanggal 27 Desember 1949 Aparatur Sipil Belanda
berangsur angsur meninggalkan Selatpanjang, 15 Februari 1950 Belanda sudah
tidak berkuasa di Selatpanjang dan Tanah Jantan sudah terbebas dari jajahan
Belanda.[10]
Kesimpulan
Perjuangan Letda A. Murad untuk berjuang meski kekalahn
terus mereka alami berbuah manis setelah diadakannya KMB di Belanda. Yang mana
setelah perundingan di Deen Hag tersebut mengharuskan Belanda meninggalkan Indonesia
termasuk Selatpanjang yang mana bagian dari Negara Indonesia. Akhirnya perlahan
namun pasti orang – orang Belanda, Pegawai kantor maupun tentara Belanda yang
menetap di Selatpanjang setelah kemenangan 5 Januari 1949 pergi dari
Selatpanjang.
Abdul Murad, Namun beliau lebih di kenal dengan panggilan
Letda A. Murad oleh prajurit lain dan pejuang (Pemuda dan Tokoh Masyarakat)
karena, pangkat tersebutlah yang bersamai beliau dan pejuang – pejuang lain
untuk membela Selatpanjang dari serangan Agresi Militer Belanda. Dan panggilan
tersebut masih melekat di ingatan orang – orang Selatpanjang meskipun
perjuangan beliau telah usai.
[1] Andrian Perkasa. Dua Muka Janus: Revolusi dan Kekerasan di
Surabaya 1945- 1949. Mozaik Humaniora
Vol. 15, No. 2 Juli – Desember 2015. Hlm. 132.
[2] Abdurakhman dan Agus Setiawan. Atlas Sejarah Indonesia Berita Proklamasi
Kemerdekaan. Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayan.2018. Hlm.
88.
[3] Siti Nadila.
Peranan Wan Sulung Sebagai Pejuang
Kemerdekaan di Seletpanjang tahun 1945 . Jom Fkip - Ur Volume 5 Edisi 2
Juli – Desember 2018. Hlm. 6-7.
[4] Afrizal Cik.
Tanah Jantan yang Melawan. LAMR Kab.
Kep. Meranti. Pekanbaru. 2013. Hlm. 29.
[5] ibid. Hlm.
32-34.
[6] ibid. Hlm.
51-54.
[7] ibid. Hlm.
94.
[8] ibid. Hlm.
111-114.
[9] ibid. Hlm.
115.
[10] ibid. Hlm.
148
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman &
Agus Setiawan. 2018. Atlas Sejarah
Indonesia Berita Proklamasi
Kemerdekaan. Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan .
Cik, Afrizal. 2013. Tanah Jantan yang Melawan. Yayasan pusaka Riau bekerjasama
dengan LAMR Kab. Kep. Meranti. Pekanbaru.
Perkasa, Andrian. Dua Muka Janus :Revolusi dan Kekerasan di
Surabaya 1945-
1949. Mozaik Humaniora Vol.15, No. 2, Juli – Desember 2015.
Nadila, Nadila .Peranan Wan Sulung Sebagai Pejuang
Kemerdekaan di Seletpanjang
tahun 1945. Jom Fkip - Ur Volume 5 Edisi 2 Juli – Desember 2018.
Al-fatihah untuk aki saya Alm Abdul Murad Bin Maalik 🤲🏻
ReplyDelete