Perjuangan Letda Abdul Murad Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Di Selatpanjang Pada Agresi Militer Belanda Tahun 1947-1949

Januardo Sitorus


A. Berita Kemerdekaan di Selatpanjang

Setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, periode penting dalam sejarah perjalanan suatu bangsa adalah memepertahankannya.[1]

Dari kutipan di atas dapat di jelaskan bahwa, pernyataan proklamasi kemerdekaan tidak serta merta membuat keadaan negara yang awalnya dijajah menjadi “merdeka”. Penjajah yang sudah lama menjajah Indonesia yakni Belanda, tidak ingin melepaskan Indonesia begitu saja. Pernyataan Proklamasi yang dibacakan Ir.soekarno membuat sorak sorai masyarakat Indonesia, di sisi lain membuat Pemerintahan Belanda geram karena belum mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara De Facto maupun secara De Jure.

Penyebar luasan berita Proklamasi di Pekanbaru, yang merupakan ibukota Riau, hampir sama dengan daerah lain yaitu melalui dua orang pegawai PTT yang bertugas di kota Pekanbaru. Yaitu Saari dan

Azwar  Apin. Berita Proklamsi diketahui mereka akhir Agustus 1945. Sikap warga berubah ketika tanggal 30 Agustus, ketika teks lengkap proklamasi sampai di Pekanbaru. Teks tertulis proklamasi tersebut dibawa dari Bukittinggi oleh tiga anggota Giyugun, yaitu Mansyurdin, Nur Rauf, dan Rajab.[2]

Dari kutipan diatas nampak jelas bahwa berita Proklamasi kemerdekaan tidak serentak didengarkan di seluruh daerah Indonesia, itu di karenakan minimnya media penyebaran berita proklamasi di kawasan – kawasan  lain. Tidak seperti di Pulau Jawa, di beberapa  kota besar seperti Bandung, Yogjakarta dan Surabaya memiliki kantor radio bekas peninggalan penjajah yang langsung menyebarkan berita Proklamasi setelah dibacakan oleh Ir.Soekarno. Di Riau Khususnya pekanbaru baru dapat mengetahu setelah akhir Agustus, lalu disebar luaskan keseluruh daerah- daerah pelosok yang ada di Riau lainnya salah satunya adalah Selatpanjang.

Namun pada tanggal 28 Agustus 1945, Wan Ali Husin Menerima Telegram dari Tembilahan yang mengatakan bahwa Indonesia telah merdeka.[3]

Jelas sekali bahwa berita Proklamasi Kemerdekaan sangat lambat diterima mengingat alat telekomunikasi yang ada di Riau dan daerah sekitarnya sangat terbatas. Membuat berita Kemerdekaan tidak langsung pada tanggl 17 Agustus 1945 didengarkan serentak di seluruh Indonesia.

Pada 17 Oktober 1945, rakyat Tanah Jantan menghelat sebuah peristiwa bersejarah, yaitu pengibaran Bendera Merah Putih yang pertama di Selatpanjang.[4]

Dari berita Proklamasi yang sampai di Selatpanjang hingga Pengibaran Bendera merah putih dilakukan dengan jarak bermingu – minggu. Selain faktor minimnya media komunikasi, Kawasan Selatpanjang yang memerlukan transportasi laut untuk sampai jika penyebaran luasan menggunakan  sarana mulut ke  mulut. Namun  Kantor PTT terdapat di Selatpanjang yang digunakan Jepang untuk bertukar Informasi yang juga digunakan tokoh – tokoh Selatpanjang untuk menerima Informasi Kemerdekaan.

Ketika sampai di lokasi Pengibaran Bendera Merah Putih Komandan kapal Inggris menjabat tangan  Datuk Johan dan Letda A.Murad Saidun dan mengucapkan selamat, kejadian itu menarik perhatian masyarakat yang  bertanya-tanya keperluan apa Inggris datang ke Selatpanjang. Letda A. Murad dan beberapa orang prajurit menyelidiki Boom ( Pelabuhan) tempat berlabuhnya kapal tentara Inggris. Belum sempat menyelidiki lebih lanjut, Kapal Patroli sudah meninggalkan boom menuju Singapura.[5]

Dari peran inilah Letda A. Murad tampil sebagai seorang prajurit yang membela tanah air. Namun tidak hanya di situ peran Letda A. Murad sebagai seorang pejuang, Letda A. Murad juga tampil sebagai seorang prajurit Nasionalis tak kala Agresi Militer Belanda Berkobar di Tanah Jantan.

B. Agresi Militer Belanda I di Selatpanjang 29 Juli 1947

Letda A. Murad yang menjadi wakil Komandan  Kompi Militer II, ikut berperan dalam menghalau Pasukan Belanda di Perairan Selatpanjang. Tembakan demi tembakan di balas oleh pasukan TNI  ke pihak Belanda yang menggunakan mortir. Meriam bekas peninggalan Kesultanan Siak turut digunakan dalam menghalau Belanda. Serangan yang dilakukan oleh para pejuang membuat Belanda menghentikan tembakan dan memutuskan untuk mundur. Pada tanggal 21 Juli 1947, pasukan KNIL mulai kembali melancarkan serangannya, pasukan TNI di bawah Komandan Kompi Militer II Selatpanjang Kapten Syaidina Ali dengan didampingi wakil Komandan Kompi II Letda  A. Murad Saidun tetap mempertahankan dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Taktik TNI dan para pejuang membuat Belanda berpikir panjang setelah kekalahan pertama , karena tidak mengetahui berapa banyak pasukan yang ada di Selatpanjang dan di mana posisi para pejuang.[6]

Untuk mengimbangi persenjata yang lebih mukhtahir dari Belanda, Letda A. Murad bersama Komandan dan Pasukan TNI dan Pejuang lainnya mempertahankan Selatpanjang dari serangan Belanda yang datang lewat  jalur perairan. Meskipun dengan persenjataan yang memadai TNI dan pasukan lainnya dapat menghalau serangan Belanda dengan memanfaatkan keadaan lingkungan yang penuh dengan tumbuhan Bakau yang dapat menyembunyikan pasukan pejuang  ketika melakukan serangan fisik dengan Belanda. Kecerdikan siasat yang diambil oleh para pejuang dapat membuat pasukan Belanda mundur.

C.Agresi Militer II di Selatpanjang

Pada akhir tahun 1948 tepatnya tanggal 27 Desember, Komandan Pasukan Kompi Militer II Batalyoan II Selatpanjang Simon Delima mengeluarkan surat perintah untuk tidak melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda pada tanggal 29 Desember 1948, namun Letda A. Murad berpikir sebaliknya yaitu dengan mempertahankan Selatpanjang dari serangan Belanda. Sore hari Selatpanjang digempur hancur – lebur, banyak pasukan TNI yang gugur dan luka – luka.[7]

Dari Agrsi Militer kedua Belanda terhadap Selatpanjang, akhirnya Selatpanjang dapat dikuasai oleh pihak Belanda. Ini di karenakan perbedaan pendapat antara Komandan pasukan kompi Militer II Silmon Delima dengan wakil Komandan Pasukan Kompi Militer II Letda A. Murad. Kekalahan pasukan TNI tidak lantas membuat pasukan TNI yang selamat termasuk Letda A. Murad bertekad menyerah. Pasukan TNI yang tersisa dikumpulkan untuk melakukan serangan balasan.

Pada pukul 22: 00 WIB tanggal 4 Januari 1949,para Pejuang TNI dengan dipimpin oleh  Letda A. Murad  bergerak menuju ke Selatpanjang dari Kampung Alai. Serangan di mulai pada pukul 04:30 WIB, serangan tersebut mengejutkan pihak Belanda yang menguasai Selatpanjang. Menjelang tengah hari tanggal 5 Januari 1949 Selatpanjang dapat dikuasai kembali oleh pasukan TNI. Namun kemenangan tak berlangsung lama, pada pukul 15:00 WIB, Selatpanjang digempur dari serangan udara oeleh Belanda. Alhasil serangan besar itu membuat pasukan TNI dan para pejuang lain mundur ke berbagai kampung – kampung untuk menghindari srangan membabi buta dari Belanda.[8]

Meskipin kekalahan menghampiri Letda A. Murad dan Pasukannya, tak lantas membuat semangat pejuang lainnya turun, Serangan balasan dipersiapkan untuk Belanda demi mempertahankan marwah di Tanah Jantan.

Serangan Balasan dari Belanda yang terbilang sangat cepat dan tak terduga ini langsung menghancurkan pasukan TNI dengan membuat para pasukan TNI dan Pejuang lain berpencar. Menggunakan Pesawat tempur Belanda sukses meluluhlantakkan pasukan pejuang serta membuat para penduduk Selatpanjang ketakutan.[9]

Kembali lagi, Belanda menguasai Selatpanjang dan membangun sarana dan prasarana untuk menunjang segala aktifitas yang Belanda lakukan di Selatpanjang. Hingga Konfrensi Meja Bundar pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949. Jalur diplomasi dilakukan Indonesia dan Belanda dilakukan di Den Haaag, Belanda.

Dari tanggal 27 Desember 1949 Aparatur Sipil Belanda berangsur angsur meninggalkan Selatpanjang, 15 Februari 1950 Belanda sudah tidak berkuasa di Selatpanjang dan Tanah Jantan sudah terbebas dari jajahan Belanda.[10]

  

Kesimpulan

Perjuangan Letda A. Murad untuk berjuang meski kekalahn terus mereka alami berbuah manis setelah diadakannya KMB di Belanda. Yang mana setelah perundingan di Deen Hag tersebut mengharuskan Belanda meninggalkan Indonesia termasuk Selatpanjang yang mana bagian dari Negara Indonesia. Akhirnya perlahan namun pasti orang – orang Belanda, Pegawai kantor maupun tentara Belanda yang menetap di Selatpanjang setelah kemenangan 5 Januari 1949 pergi dari Selatpanjang.

Abdul Murad, Namun beliau lebih di kenal dengan panggilan Letda A. Murad oleh prajurit lain dan pejuang (Pemuda dan Tokoh Masyarakat) karena, pangkat tersebutlah yang bersamai beliau dan pejuang – pejuang lain untuk membela Selatpanjang dari serangan Agresi Militer Belanda. Dan panggilan tersebut masih melekat di ingatan orang – orang Selatpanjang meskipun perjuangan beliau telah usai.



[1] Andrian Perkasa.  Dua Muka Janus: Revolusi dan Kekerasan di Surabaya 1945- 1949.  Mozaik Humaniora Vol. 15,  No. 2  Juli – Desember  2015. Hlm. 132.

[2] Abdurakhman dan Agus Setiawan.  Atlas Sejarah Indonesia Berita Proklamasi Kemerdekaan. Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayan.2018. Hlm. 88.

[3]  Siti Nadila. Peranan Wan Sulung Sebagai Pejuang Kemerdekaan di Seletpanjang tahun 1945 . Jom Fkip - Ur Volume 5 Edisi 2 Juli – Desember  2018. Hlm. 6-7.

[4] Afrizal Cik. Tanah Jantan yang Melawan. LAMR Kab. Kep. Meranti. Pekanbaru.  2013. Hlm. 29.

[5] ibid. Hlm. 32-34.

[6] ibid. Hlm. 51-54.

[7] ibid. Hlm. 94.

[8] ibid. Hlm. 111-114.

[9] ibid. Hlm. 115.

[10] ibid. Hlm. 148


DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman & Agus Setiawan. 2018. Atlas Sejarah Indonesia Berita Proklamasi

Kemerdekaan. Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan .

Cik, Afrizal. 2013. Tanah Jantan yang Melawan. Yayasan pusaka Riau bekerjasama dengan  LAMR Kab. Kep. Meranti. Pekanbaru.

Perkasa, Andrian. Dua Muka Janus :Revolusi dan Kekerasan di Surabaya 1945-

1949. Mozaik Humaniora Vol.15, No. 2, Juli – Desember 2015.

Nadila, Nadila .Peranan Wan Sulung Sebagai Pejuang Kemerdekaan di Seletpanjang

tahun 1945. Jom Fkip - Ur Volume 5 Edisi 2 Juli – Desember 2018.

 

1 comment:

  1. Al-fatihah untuk aki saya Alm Abdul Murad Bin Maalik 🤲🏻

    ReplyDelete