Eksistensi Bahasa Jawa di Kaledonia Baru

Cindy Ratnasari


Kaledonia Baru adalah negara kepulauan seluas 18.575 kilometer persegi di Samudra Pasifik. Ia ditemukan oleh penjelajah James Cook pada tanggal 4 September 1774 selama pelayaran keduanya di Pasifik. Karena kampung halamannya di Skotlandia, ia menamai wilayah ini dengan Kaledonia Baru. Kaledonia Baru terletak di dekat Australia, tepatnya di barat daya Samudera Pasifik. Artinya Kaledonia Baru juga dekat dengan Indonesia. Tapi tolong jangan salah paham, negara ini adalah bagian dari Prancis. Meski mengapa begitu jauh dari Prancis? Dulu, orang-orang yang tinggal di Kaledonia Baru ini adalah orang Kanak. Suku Kanak adalah suku primitif disana, kemudian ketika bangsa eropa mulai menjelajah, daerah ini menjadi salah satu tempat yang mereka tempati, bangsa eropa menjajah Kaledonia Baru karena banyak terdapat kayu cendana.[1]

Pada tahun 1853, Laksamana Prancis Verbview menduduki Kaledonia Baru atas nama Napoleon. Setahun kemudian, Prancis mendirikan kota Port de France, yang sekarang disebut Noumea. Orang-orang yang tinggal di daerah ini ditangkap oleh teman-teman Prancis. Pada tahun 1864, nikel ditemukan di sana, dan pemerintah mulai memperkenalkan pekerja dari negara lain untuk bekerja di pertambangan.

Para pekerja ini berasal dari Asia Tenggara dan Jepang, dan ada orang Indonesia di sana. Bahkan, selain bahasa Prancis sebagai bahasa utama, sebagian orang juga menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Namun, populasinya masih menggunakan 33 bahasa asli, termasuk Kannak. Pemerintah Prancis juga mendorong orang Prancis pindah ke sana. Penduduk awal semakin terlantar oleh kegiatan ekonomi dan pemberontakan terjadi.

Seiring berjalannya waktu, jumlah orang Jawa yang tinggal di Kaledonia Baru mengalami peningkatan. Seiring berjalannya waktu pula, muncul tiga kelompok yang akhirnya membuat orang Jawa yang tinggal di sana menjadi unik,  yaitu :

  1. Suku Niaouli adalah keturunan Indonesia pertama yang lahir di Kaledonia Baru, orang tuanya langsung dari Indonesia. Asal mula istilah niaouli adalah ketika pekerja tidak mengambil cuti melahirkan, termasuk cuti melahirkan, ketika ibu melahirkan anak, tiga hari kemudian dia harus menjalankan tugas sebagai  pekerja kontrak.Oleh karena itu, ketika orang tua bekerja, anak dibungkus dengan batik dan ditempatkan di bawah pohon muda.
  2. Golongan wong baleh artinya adalah orang-orang yang kembali (balik). Setelah Indonesia merdeka, sekitar tahun 1950-an, orang-orang yang memiliki kontrak diminta untuk kembali ke Indonesia, namun ternyata mereka kesulitan untuk tinggal di sana, sehingga mereka kembali ke Kaledonia Baru. Menurut catatan, pada 1952 dan 1954-1955, banyak orang Jawa yang kembali, hanya menyisakan 2.000 orang di Carolina Utara, dan pada akhir tahun 1939-1940, ada 20.000 keturunan Jawa.
  3.  Golongan wong jukuan artinya adalah  seseorang yang lahir di Indonesia tetapi dibawa ke Kaledonia Baru oleh orang Indonesia yang tinggal di Kaledonia Baru.

Selama Perang Dunia II, negara ini menjadi basis penting bagi sekutu. Amerika Serikat juga telah mendirikan pangkalan militer di sana. Pada tahun 1946, Kaledonia Baru menjadi wilayah seberang laut Prancis. Karenanya, di Kaledonia Baru penduduknya berkebangsaan Prancis. Selain Kaledonia Baru, ada beberapa kawasan lain yang juga menjadi milik sahabat-sahabat pinggiran Eropa. Karena masih bagian dari Prancis, suasana ibu kota Noumea juga seperti Eropa.

Cara Orang Jawa Tiba di Kaledonia Baru Ketika Prancis mengirim orang Eropa untuk menjelajahi sumber daya alam Kaledonia Baru, mereka membawa tenaga kerja asing ke daerah itu hampir pada waktu yang bersamaan. Salah satunya berasal dari Jawa. Pengiriman tenaga kerja dilakukan dalam beberapa tahap. Pada 16 Februari 1896, pengiriman pertama tercatat sebanyak 170 pekerja. Hari ini kemudian diperingati sebagai hari pertama orang Jawa masuk Kaledonia Baru. Pemulangan pekerja dilakukan sesuai dengan kesepakatan Perancis-Belanda. Antara 1933 dan 1939, lebih dari 7.800 pekerja dari Hindia Belanda dikirim lagi ke sana. Para pekerja ini memiliki kontrak selama lima tahun dan bekerja di bidang penanaman, pertambangan, dan keluarga. Menurut laporan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kaledonia Baru, dari tahun 1896 hingga 1949, jumlah tenaga kerja yang diberangkatkan dari Jawa mencapai sekitar 19.510 orang.

Sekitar 87 kapal digunakan untuk mengangkut sejumlah besar itu. Tak lama kemudian, Indonesia mendirikan Konsulat Indonesia di Nouméa pada 15 Mei 1951. Namun, dari tahun 1952 hingga 1955, sejumlah besar orang Jawa kembali dari Kaledonia Baru. Pada tahun itu, hanya tersisa sekitar 2.000 orang Jawa, meskipun masih ada sekitar 20.000 orang Jawa pada akhir tahun 1940. Setelah kembali ke Indonesia secara besar-besaran, tidak semua orang benar-benar menetap di Indonesia. Kemudian beberapa orang memutuskan untuk kembali.

Orang Jawa tiba di Kaledonia Baru dengan tujuan untuk bekerja di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan dan pertambangan. Orang Jawa yang dibawa ke Kaledonia Baru berasal dari berbagai daerah, seperti Semarang, Yogyakarta, Solo, Magelang, Surabaya dan beberapa daerah lainnya. Sejauh ini, lebih dari 7.000 orang dari Kaledonia Baru adalah keturunan Jawa. Namun, hanya 3.851 orang yang mengaku sebagai keturunan Indonesia. Sisanya mengaku sebagai orang Kaledonia. Selain itu, terdapat sekitar 355 orang yang terdaftar sebagai WNI di wilayah tersebut. Mereka menyumbang 2,5% dari total populasi daerah tersebut.

Bahasa Jawa Ngoko telah menjadi bahasa sehari-hari hingga generasi keempat saat ini, diikuti dengan penyebaran bahasa Indonesia sejak tahun 1970-an. Nenek moyang orang Jawa di daerah tersebut dapat dilihat dari pengetahuan warisan bangsa Indonesia, karena didirikan sebuah monumen untuk memperingati bangsa Indonesia di Vallon du Gaz (Vallon du Gaz) di Baei de l'Orphelinat (Baei de l'Orphelinat du Gaz)di Fano, La Foa dan kota-kota lain pada tahun 1996 Bourail dan KONE. Aula peringatan dibangun oleh pemerintah daerah. Perantara bahasa dan budaya Indonesia Kehadiran bahasa Jawa di Kaledonia Baru dinilai sebagai aset penting Indonesia.

Ketika varian bahasa Jawa ada di Kaledonia Baru, ada beberapa fenomena budaya dan bahasa yang menarik. Salah satunya di Yogyakarta-Surakarta, hegemonisasi bahasa Jawa menyebabkan dialek menjadi homogen. Selanjutnya adalah proses jawanisasi, yaitu proses perubahan dari bahasa non-jawa sebelumnya menjadi bahasa jawa. Selain itu, terdapat pula fenomena Frenchization, yaitu indoktrinasi nilai-nilai Prancis yang dipaksakan oleh Prancis.[2]

Hal ini tidak terlepas dari status mereka sebagai media penyebaran bahasa dan budaya Indonesia. Mereka bisa menjadi perekat diplomatik antara Indonesia dan Kaledonia Baru. Sejak kedatangan tenaga kerja pertama di Pulau Jawa, pemanfaatan tenaga kerja Indonesia di daerah tersebut mulai berkembang. Konsulat Indonesia juga menyelenggarakan kursus bahasa Indonesia berbasis Prancis. Suku Kanak (penduduk asli) dari Prancis hingga Vietnam memiliki permintaan yang tinggi untuk kursus bahasa Indonesia. Selain kebutuhan komunikasi, orang Indonesia juga wajib belajar bahasa Indonesia saat sedang berlibur di Indonesia. Nenek moyang orang Jawa atau Indonesia di sana juga membentuk komunitas yang disebut Persatuan Masyarakat dan Keturunan Indonesia (PMIK).[3]

Tujuannya untuk menjaga dan mempromosikan budaya Indonesia bersama konsulat setempat. Orang yang sering mempromosikan budaya Indonesia di Kaledonia Baru adalah Roesmaeni Sanmohammad, anggota dewan daerah. Ia aktif memelihara kreasi baru tari Jawa dan belajar tari Jawa di Padepokan Bagong Kusudihardjo Yogyakarta. Peraturan ini digunakan untuk mempromosikan Indonesia.

Negara kepulauan ini telah dikuasai Perancis selain Polinesia Perancis. Daerah ini dihuni oleh sebagian suku Jawa. Dahulu orang Jawa di Kaledonia Baru menjadi kuli kontrak atau mencari kehidupan lebih baik di negeri asing. Perpindahan orang Jawa di Kaledonia juga sama dengan orang Jawa Suriname.Orang Jawa di Kaledonia Baru tetap menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, meskipun kini anak-anak mudanya sudah tak bisa berbahasa Jawa.

Kebijakan Prancis adalah menyatukan bahasa yang digunakan oleh orang-orang di koloninya. Oleh karena itu, bahasa Prancis menjadi lingua franca di Kaledonia Baru. Bahasa Prancis digunakan dalam pendidikan, sistem hukum, dan birokrasi. Persatuan ini membuat jati diri Jawa sedikit pudar. Linguistic hybridization mewarnai bahasa Jawa di Kaledonia Baru, sedangkan adaptasi, integrasi, peningkatan kesejahteraan serta prestise merupakan bentuk survival strategy yang diterapkan orang Jawa untuk memertahankan bahasanya.[4] Sedangkan Dalam proses pelaksanaan program pelestarian Bahasa Kanak di Kaledonia Baru, Vale Foundation melewatkan aktor pentingnya di level nasional. Yang secara tidak langsung, bagaimana kedepannya Bahasa Kanak bisa dapat digunakan secara berdampingan dengan Bahasa Prancis apabila pihak di level nasional tidak dilibatkan dalam progam ini. Karena, balik lagi yang akan menyusun Undang - Undang adalah mereka[5]. Seharusnya, Vale Foundation menekankan kepada vitalnya dalam melakukan kerjasama yang lebih dengan pemerintah untuk penghapusan undang – undang yang berlaku di Kaledonia Baru yaitu Konstitusional Kaledonia Baru Pasal 92 ayat 554 pada 1992 tertulis Kaledonia Baru menjadi bagian dari Republik Prancis dan Bahasa resminya dalah Bahasa Prancis (diberlakukan di pengadilan, peradilan, sekolah, administrasi). Dimana pasal tersebut dapat ditambahkan dengan Bahasa Kanak sebagai bahasa yang dapat berjalan berdampingan dengan Bahasa Prancis itu sendiri. Juga masih berjalannya pelaksanaan dari Dekrit 1853 yang berisi pemberlakuan pengajaran Bahasa Prancis di setiap sekolah dan institusi dan hal tersebut diimplementasikan dengan hanya boleh melakukan pengajaran dan penggunaan bahasa Prancis yang diizinkan karena, Prancis tidak ingin adanya bahasa lain yang bersaing dengan bahasa Prancis.[6]


Kesimpulan

Selain bahasa Prancis sebagai bahasa utama, sebagian orang juga menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Cara orang Jawa Tiba di Kaledonia Baru Ketika Prancis mengirim orang Eropa untuk menjelajahi sumber daya alam Kaledonia Baru, mereka membawa tenaga kerja asing ke daerah itu hampir pada waktu yang bersamaan. Kehadiran orang Jawa di Kaledonia Baru dimulai pada tahun 1896, ketika pemerintah Prancis dan Belanda yang pernah menjajah Indonesia mendatangkan 170 orang Jawa. Orang Jawa tiba di Kaledonia Baru dengan tujuan untuk bekerja di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan dan pertambangan. Orang Jawa yang dibawa ke Kaledonia Baru berasal dari berbagai daerah, seperti Semarang, Yogyakarta, Solo, Magelang, Surabaya dan beberapa daerah lainnya. Migrasi orang Jawa ke Kaledonia Baru adalah hasil transaksi permintaan tenaga kerja pemerintah kolonial Prancis terhadap Belanda yang datang tahun 1896. Konstitusional Kaledonia Baru Pasal 92 ayat 554 pada 1992 tertulis Kaledonia Baru menjadi bagian dari Republik Prancis dan Bahasa resminya adalah Bahasa Prancis (diberlakukan di pengadilan, peradilan, sekolah, administrasi).

 



[2]Ika. ”Mengungkap Hibriditas Bahasa Jawa-Perancis Kaledonia Baru”. https://ugm.ac.id/id/berita/18928-mengungkap-hibriditas-bahasa-jawa-perancis-kaledonia-baru. Diakses 27 November 2020

[3]Yantina, Debora. “Orang-orang Jawa di Kaledonia., 23 Mei. 2017, https://tirto.id/orang-orang-jawa-di-kaledonia-cpef. Diakses 27 November 2020

[4] Subiyantaro. Survival Strategises Of The Javanes Language In New  Caledonia. Jurnal Humaniora. Vol. 26, No. 1, Februari 2014. Hal. 43-55.

[5] Fillol, dan J Vernaudon. Les langues kanaks et le français, langues d’enseignement et de culture en Nouvelle-Calédonie: d’un compromis à un bilinguisme équilibré Etudes de Linguistique Appliquée.  vol. 133, No. 1, September 2004. Hal. 55-67.

[6] Roche, Francoise. La communauté linguistique kanak en Nouvelle- Calédonie entre passé et avenir Communauté linguistique  un concept.  Vol 77, No. 8, Desember 2015. Hal 56-77.

 

Daftar Pustaka

Fillol,  Vernaudon  J. Les langues kanaks et le français, langues d’enseignement et  de culture en Nouvelle-Calédonie: d’un compromis à un bilinguisme équilibré. Etudes de Linguistique Appliquée. Vol. 133, No. 1,September 2004.  Hal 55-67.

Ika. ”Mengungkap Hibriditas Bahasa Jawa-Perancis Kaledonia Baru”. https://ugm.ac.id/id/berita/18928-mengungkap-hibriditas-bahasa-jawa-perancis-kaledonia-baru.  Diakses 26  November 2020.

Roche, Francoise. La communauté linguistique kanak en Nouvelle- Calédonie entre passé et avenir Communauté linguistique  un concept.  Vol 77, No. 8, Desember 2015. Hal 56-77.

Subiyantaro.  Survival Strategises Of The Javanes Language In New Caledonia .  Jurnal  Humaniora. Vol. 26 ,  No. 1,Februari  2014. Hal 43-55.

Wikipedia. Kaledonia Baru. https://id.wikipedia.org/wiki/Kaledonia_Baru#:~:text=Kaledonia%20Baru%20merupakan%20kepulauan%20seluas,karena%20teringat%20tanah%20kelahirannya%2C%20Skotlandia.  Diakses 27 November 2020.

Yantina, Debora. “Orang-orang Jawa di Kaledonia”. 23 Mei,   2017. https://tirto.id/orang-orang-jawa-di-kaledonia-cpef. Diakses 27 November 2020

3 comments: