Yeni Anggraeni
Penduduk
asli Australia berasal dari ras Autraloid, dengan ciri fisik, kulit berwana
coklat, tinggi rata-rata 5 kaki, tulang tengkorak tebal, dahi sempit, rahang
keras, alis mata menonjol, rongga mata dalam, rambut ikal, serta muka dan tubuh
di tumbuhi bulu-bulu yang lebat. Kapan datangnya penduduk asli Autralia masih
belum diketahui secara pasti, banyak yang berpendapat dengan hasil penelitian
ilmuwan, namun hasil penelitian mereka berbeda-beda ada yang menyebutkan 30.000
tahun yang lalu, 40.000, dan bahkan ada yang menyebutkan penduduk asli datang
ke Australia sudah 70.000 tahun yang lalu. Namun yang pasti aborigin jauh lebih
dulu yang datang ke Australia ketimbang orang kulit putih.
Australia dan New Zealand memperlihatkan corak yang berbeda dengan Negara lain yang diduduki Inggris. Jika di tempat-tempat lain misalnya di Amerika Utara Inggris bersaing dengan imigran-imigran Eropa lainnya, maka di Australia dan New Zealand Inggris tidak menhadapi saingan
semacam itu. Sampai Perang Dunia II, lebih dari 90% penduduk Australia dan New Zeland adalah keturunan orang Inggris dan Irlandia.[1]Pada abad ke-19 Inggris menghadapi masalah sosial
yang sangat buruk. Itu semua dikarenakan semakin bertambahnya penduduk dan
ekses revolusi industri. Orang-orang yang bekerja di desa, hanya mendapatkan
gaji yang sangat rendah dengan bekerja sebagai buruh di ladang tuan tanah. Maka
dari itu, banyak penduduk yang berusaha untuk beremigrasi. Dengan penduduk yang beremigrasi, menjadikan
solusi bagi Inggris untuk menyelesaikan masalah sosial yang sedang terjadi kala
itu. Bahkan Inggris memberikan subsidi bagi penduduknya yang mau beremigrasi.
Terkhusus bagi mereka yang akan beremigrasi ke Australia.
Setelah
convict system berakhir, pemerintah Inggris membantu imigrasi ke Australia
dengan maksud membangun koloni-koloninya dibenua itu, hal tersebut juga
dilakukan untuk mengurangi kepadatan penduduk serta masalah-masalah sosial pada
masa itu. Itulah sebabnya pikiran-pikiran, adat kebiasaan, dan pandangan hidup
bangsa Australia banyak yang berasal dari Inggris.[2]
Motif
utama Inggris membangun koloni di Australia adalah sebagai tempat pembuangan
narapidana. Yang mana pada saat revolusi industri, banyak sekali menggunakan
tenaga mesin sehingga para pekerja banyak yang di PHK, dengan di PHK-nya para
pekerja tersebut mengakibatkan banyaknya tindak kriminalitas yang dilakukan
oleh pekerja. Tingginya angka kriminalitas membuat penuhnya sel tahanan
sehingga Inggris membutuhkan lokasi yang lebih laus lagi.
Aborigin
merupakan penduduk pertama yang menempati benua Australia beratus abad yang
lalu. Sebenarnya, tidak hanya suku Aborigin saja, namun juga terdapat
masyarakat Kepulauan Selat Torres yang merupakan masyarakat pertama yang
mendiami kawasan Australia yang tersebar di pulau-pulau sekitaran Australia.[3]
Para
imigran masuk ke Australia pada abad ke-19, yang terdiri atas orang Inggris dan
juga orang Irlandia. Sebagian besar penduduk Irlandia bekerja sebagai petani
penyewa, yang mana mereka bisa saja sewaktu waktu di berhentikan dari pekerjaan
mereka oleh tuan tanah apabila terlambat atau tidak membayar uang sewa tanah.
hasil dari kerja mereka digunakan untuk membayar uang sewa tanah, bahkan mereka
tidak diperolehkan mengambil gandum yang mereka hasilkan untuk mereka sendiri.
Pada
abad ke-19 awal dekade permulaan, perdagangan Irlandia hancur karena dalam perdagangan
bebas dikeluarkan undang-undang oleh parlemen Inggris. Sehingga banyak orang
Irlandia yang kehilangan tanah dan pekerjaannya. Selain itu juga orang Irlandia
di serang kelaparan dalam waktu yang cukup lama, banyak orang Irlandia yang
meninggal dunia karena kelaparan. Hal tersebut terjadi Karena adanya hama
potato bight (jamur yang merusak buah kentang). Tidak ada tanah Irlandia yang
mampu menampung mereka yang banyak itu. Itulah sebabnya orang Irlandia
beremigrasi ke Negara-negara lain bersama orang-orang Inggris yang bernasib
sama dengan orang Irlandia. Ada yang menyebrang ke Amerika Serikat, Kanada, dan
juga Australia.
Banyaknya
imigran yang masuk ke Australia menyebabkan keberagaman masyarakat yang ada di
Australia. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di Australia bukanlah orang suku
Aborigin melainkan para pendatang yang berniat untuk mencari pekerjaan,
belajar, atau mencari suaka di Australia Barat. Karena itulah banyaknya
perbedaan ras, agama dan kepercaya-an, budaya, dan bahasa di Autralia. Kedatangan
para imigran ke Australia menjadikan Aborigin terusir paksa dari tanah suku
mereka, tanah tersebut dijadikan sebagai pertanian dan pertambangan. Selain
imigran yang berasal dari Inggris dan Irlandia, dalam masyarakat Australia
terdapat juga unsur-unsur yang datang dari daratan Eropa. Mereka datang dari
Jerman dan Italia. Orang Jerman menjauhkan diri dari negaranya karena adanya
penekanan yang bersifat agama.
Untuk
menyikapi banyaknya imigran yang masuk ke Australia, maka pemerintah Austalia
menyikapinya dengan diberlakukannya White Australia Policy yaitu pembatasan
terhadap imigran yang masuk ke Australia terutama bagi orang berkulit warna.
Hal ini disebabkan adanya ideologi bahwa masyarakat ras kulit putih dianggap
superior dibandingkan dengan ras kulit berwarna, bahkan mereka tidak mengakui
keberadaan ras Aborigin sebagai penduduk asli Australia.[4]
Pada tahun 1973 kebijakan White
Australia Policy diberhentikan. Pemerintah Australia tidak memberlakukan
kebijakan ini lagi karena semakin banyaknya imigran masuk dan mereka tidak
hanya berasal dari ras kulit putih, sehingga kebijakan White Australia Policy
tidak lagi dianggap sesuai untuk Australia. Dengan
banyaknya perbedaan ras, suku, agama, bahasa, dan budaya diharapkan mampu
menjadikan masyarakat Australia hidup aman dan damai. Maka untuk itu dibuatlah
kebijakan toleransi terhadap kebudayaan dan bangsa yang berlainan yakni adanya
kebijakan Australia yang melindungi orang dari adanya diskriminasi. Kebijakan
untuk bersikap toleran dan untuk melindungi kebudayaan dan kepercayaan yang
berbeda tersebut disebut kebijakan multikulturalisme. Kebijakan
multikulturalisme di Australia ini dimaksudkan untuk menjaga kerukunan antar
sesama dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau agama masing-masing.
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Istilah multikulturalisme mulai muncul di Australia pada tahun 1973 yang
disampaikan oleh Al Grassby selaku menteri keimigrasian pemerintahan.
Namun
kenyataannya dalam pelaksanaan multikultralisme masih terjadi dikriminasi
diantara mereka. masih adanya perlakuan diskriminatif warga kulit putih, yang
sebenarnya juga merupakan pendatang, terhadap orang-orang Aborigin dan
komunitas-komunitas Muslim atau Arab di Australia. Hal ini terjadi dikarenakan
selain bermotif ekonomi juga menunjukkan motif politik dan kekuasaan.
Selama
era ekspansi kolonial, Inggris memperluas wilayahnya dan juga mendiri-kan
koloni-koloni di wilayah jajahan, yang sekaligus menyebabkan terjadinya
pertukaran budaya dan bahasa. Sekitar pertengahan abad ke 19, kaum settler
menciptakan Australian Mission sebagai lembaga yang memberikan pengajaran
bahasa, budaya, dan agama kepada kaum Indigenous. Semenjak mengenal bahasa
Inggris kaum Indigenous merasa bahwa dengan bahasa tersebut mereka dapat
menyampaikan protes dan keluhan tentang pelanggaran dan kecurangan kaum kulit
putih kepada para petugas yang berkedudukan lebih tinggi di kota. Kesadaran
tersebut termanifestasi hingga sekarang ini.[5]
Kesimpulan
Dalam masyarakat Australia terdiri
atas banyak masyarakat dari latar belakang yang berbeda-beda. Banyaknya imigran
yang masuk ke Australia menyebabkan keberagaman masyarakat yang ada di
Australia. Para imigran tersebut diantaranya yaitu orang-orang dari Inggris,
Irlandia, Jerman, dan Italia. Penduduk asli Australia yaitu dari suku Aborigin.
Namun posisi suku Aborigin lah yang terusir dari tanahnya sendiri.
Karena
banyaknya imigran dari Negara yang berbeda-beda maka mereka membawa bahasa,
suku, ras, agama dan kepercayaan, yang berbeda-beda pula. Agar tidak terjadi
tindak diskriminasi maka pemerintah memberlakukan kebijakan multicultural. Yang
mana dengan kebijakan ini diharapkan mampu menjadikan masyarakat Australia
hidup rukun, aman dan damai. Namun dalam kenyataannya kebijakan multicultural
ter-sebut tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Masih banyak terjadi tindak
diskriminasi antar suku, agama dan kepercayaan.
[1]Siboro.
Sejarah Australia Tarsito. Bandung.
1996. Hal. 153
[2]Siboro.
Sejarah Australia Tarsito. Bandung.
1996. Hal. 153-154
[3]Anna
Yulia Hartati, Aileyas Kabo. “Pengakuan
Indigenous People di Australia”. Jurnal Sosio Dialetika. Vol. 2, No. 2.
2017. Hal. 2
[4]Sandy
Tieas Rahmana Poetrie.“Diskriminasi imigran
kulit putih berwarna dalam masa kebijakan multikulturalisme pasca penghapusan
White Australia Policy” Jurnal Kajian Sastra dan Budaya. Vol. 1 no. 2, Juli
2013. Hal. 3
[5] Arif
Furkan. “Sastra Indigenous Australia:
Perkembangan dan Tantangan di Era Kapitalisme Lanjut”Jurnal Poetika Vol.
IV, No. 2, Desember 2016. Hal. 86
DAFTAR PUSTAKA
Anna
Yulia Hartati, Aileyas Kabo. “Pengakuan
Indigenous People di Australia”. Jurnal Sosio Dialetika. Vol. 2, No. 2,
2017.
Arif
Furkan. “Sastra Indigenous Australia: Perkembangan
dan Tantangan di Era Kapitalisme Lanjut”Jurnal Poetika Vol. IV, No. 2,
Desember 2016.
Sandy
Tieas Rahmana Poetrie.“Diskriminasi
imigran kulit putih berwarna dalam masa kebijakan multikulturalisme pasca
penghapusan White Australia Policy” Jurnal Kajian Sastra dan Budaya. Vol. 1
no. 2, Juli 2013.
Siboro.
1996. Sejarah Australia. Tarsito.
Bandung.
No comments:
Post a Comment