Biografi H. Tengku Said Noerdin Pahlawan dari Pelalawan

T. Nurfauzan


Seorang tokoh pahlawan dari Kabupaten Pelalawan bernama Tengku Said Noerdin yang dikenal sebagai pejuang tiga zaman terlahir dari keluarga Kerajaan Pelalawan dengan nama ayahandanya Tengku Said Osman dan nama ibundanya Tengku Syarifah Khatijah dan memiliki seorang abang yang bernama Tengku Comel Said Idrus dan memiliki adik berjumlah 4 orang. Tengku Said Noerdin diasuh dalam keluarga yang diamanahkan sebagai pemimpin. Pada umur 6-15 tahun, Tengku Said Noedin memasuki sekolah desa dan sekolah agama pada sore harinya. Kemudian melanjutkan pendidikan di Wester Lager Onderwijs (WLO) serta magang di kantor Controleur Selat Panjang dan bekerja di kantor Asisten Resident Bengkalis.[1]

Dalam membentuk karakter diri Tengku Said Noerdin diajarakan teknik-teknik kepemimpinan dari ayahandanya dan ia juga belajar dalam wadah persatuan pemuda Pelalawan seperti belajar untuk

berorganisasi, berkebun sayur-sayuran, cara mengolah tanah dan juga cara memupuk tanaman dengan pupuk buatan. Hal ini yang membuat Tengku Said Noerdin mengerti akan sulitnya bekerja kasar dan membuat ia giat bekerja dengan setulus hati. Namun tidak lupa berdoa kepada yang maha pencipta dengan doa agar dijadikan sebagai anak yang sholeh dan mendoakan yang terbaik untuk orang tuanya yang mendidik ia menjadi pemuda yang tangguh dan berkarakter.

Pada masa penjajahan Jepang dan berakhirnya penjajahan Belanda, maka bendera Jepang dikibarkan di Pelalawan pada tanggal 17 April 1942 dan Pelalawan dimasukkan dalam wilayah Selat Panjang Gun. Namun atas desakan Tengku Said Harun maka Pelalawan diresmikan menjadi Pelalawan Gun dan Tengku Said Harun ditunjuk sebagai GUNCHO. Ketika masa penjajahan Jepang rakyat merasa semakin menderita, makanan kurang, busung lapar, terkena penyakit kulit, galat-gatal dan pemuda dikecamatan di wajibkan untuk menjadi romusha membuat rel kereta api dari Pekanbaru sampai ke Logas, menjadi tukang kayu untuk membuat kapal di tampan dan juga mengambil hasil padi 50% untuk jatah pegawai dan kaum pekerja.[2]

Waktu masa penjajahan Jepang memang sangat sulit dan hal inilah menjadi pendorong Tengku Said Noerdin menjadi seorang agen garam, serta menjadi agen sako, dan juga pernah menjadi agen namura untuk membeli hasil hutan seperti minyak sebaraw, minyak koing, damar, lilin serta jenis barang makanan lainnya dari Selat Panjang ke Pelalawan kemudian ke Pekanbaru. Setelah 2 tahun menjadi agen, Tengku Said Noerdin diangkat menjadi Shomu Haikyu Suisangka-koin yang bertugas sebagai pegawai perdagangan dan persediaan barang makanan. Setelah 2 bulan bertugas Tengku Said Noerdin ditunjuk untuk mengikuti latihan pegawai negeri sipil.

Sewaktu Tengku Said Noerdin bertugas di Pekanbaru bersama A. Rani Pos Loper mereka melihat perubahan keadaan disana dan besoknya mereka kembali ke Pelalawan melaporkan keadaan kepada Guncho, kira-kira tanggal 22 agustus 1945 Tengku Said Sagaf, pegawai keuangan kantor Guncho bersama Mhd. Tol Pos Loper Pelalawan menunggu sepekan. Setelah itu yang tepatnya tanggal 29 agustus 1945 menerima surat resmi dari Agus Ramadhan yang ditujukan kepada Guncho Pelalawan yang mana memberitahukan bahwa Indonesia telah merdeka dan telah di proklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus dan meminta agar bendera Jepang diturunkan dan menaikkan bendera merah putih.

Setelah menerima berita tersebut, Guncho Pelalawan mengadakan rapat kilat dengan pemuka masyarakat dan akhirnya memutuskan untuk menyambut baik kemerdekaan Rebublik Indonesia yang telah diproklamirkan pada tangal 17 agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta  dan mengatakan sehidup semati dengan negara Repubik Indonesia serta ikut berjuang mempertahankanya. Dan besoknya diadakan upacara penaikkan bendera dan sekembalinya Bahrum Ajhar dibentuklah PRI di tingkat kecamatan dan disusunlah pengurus organisasi dan mulai mengatur pos-pos penjagaan keamanan. Dikarenakan situasi saat itu semakin panas, Belanda mencoba kembali menjajah Negara Republik Indonesia yang mana pada saat itu Indonesia baru saja memperoleh kemerdekaan.

Pada tanggal 15 Februari 1946 atas perintah dari Komandan Kompi IV/IV/III Pelalawan dan atas perintah dari Komandan Resimen IV Pekanbaru, supaya Letnan Dua Tengku Said Noerdin mengikuti latihan Militer Resimen IV Pekanbaru, materi yang diajarkan pada latihan ini antara lain dasar baris-berbaris, serang-menyerang, teknik menggunakan senjata, senapang, granat tangan, dan ilmu militer dikelas. Dalam bulan November 1947 terjadi pemindahan Kompi, Komandan Mahmud Pangeran dan 3 seksi lengkap bersenjata terkecuali pasukan Seksi I Komandan Letnan II. Tengku Said Noerdin di pindahkan ke sungai Apit Batalyon I Siak Sri Indrapura untuk memperkuat pasukan.[3]

Pada bulan Desember 1947 terjadi peristiwa pertempuran di Selat Panjang yang waktu itu Tengku Said Noerdin bertugas di markas Kompi III/II Selat Panjang. Setelah 2 hari disana terdengarlah bunyi sirene dan menurut laporan kapal RV Belanda datang menuju kota Selat Panjang. 6 orang prajurit di perintahkan mengintai kapal RV memakai sampan penjaring, waktu itu Tengku Said Noerdin ingin turut pergi tetapi tidak dibenarkan. Pasukan pengintip sudah tiba disana dan diam-diam mengintip disemak-semak menghampiri kapal tersebut namun tidak disangka ada salah seorang yang terkena penyengat. Maka senjata yang sudah diisi penuh tersangkut diakar kayu lalu meletus,hal itu membuat kapal RVBelandamendengar dan langsung menghujani mereka dengan peluru senjata 12.7 dan mortir secara beruntun.[4]

Tak lama sekitar tiga jam datang lagi kapal Enggano (kapal dangang yang dilengkapi dengan senjata meriam, Mortar) dan pada saat itu Tengku Said Noerdin berada di muka kapal bersama sersan Rustam melihat gudang Bea Cukai dan rumah Kapitan China ditepi laut rusak berat.Penduduk berlarian menuju Lot Kolam Pemerintah, dan bertemu dengan rombongan Masnur dan Endut Gani serta mereka kembali ke Asrama Perwira dan membeli makanan. Belum sempat selesai makan, tembakan kapal Belanda mulai lagi dan mereka meninggalkan Selat Panjang menuju Karimun dengan suara dan asap peluru tembakan Belanda yang mengenai pohon kelapa, dan rumah-rumah. Untung saja pada saat itu Boat Cempaka yang dibawa Tengku Said Noerdindari Bandung Penyalai tidak rusak, karena boat tersebut rendaH dari air dan sebelum meninggalkan boat tersebut sudah dibakar kemenyan oleh Tengku Ebar.

Pada bulan juli 1948 terjadi pertempuran di Bandung Penyalai diawali dengan mendaratnya tentara Belanda di Tanjung Sum kapal RV itu sangat berani mendekati kubu pertahanan. Kompi IV Masnur memerintahkan, apabila mereka masih berani mendekti kubu pertahanan maka ditembak saja. Setelah mendengar perintah tersebut langsung di adakan persiapan jika kapal Rv Belanda datang lagi. Besoknya pada hari Ahad 19 juli 1948 pada pukul 12.00 Wib, kapal  Enggano menuju di Tanjung Bekang dan petangnya pukul 04.00 Wib petang Kapal Enggano dan Kapal RV menuju Tanjungbatu/Karimun. Dalam pertempuran ini dipihak belanda ada yang terluka dan dibawa ke Tanjung Pinang.

Keadaan situasi bertambah mencekam dan gawat, ketika Tengku Said Noerdin berangkat ke Pekanbaru. Namun tidak dibolehkan berangkat dikarenakan tentara belanda sudah menguasai Pekanbaru dan mengosongkannya dan Sersan Zakaria membawa surat penting dari Komandan Batalyon Arifin Ahma. Dalam surat itu menerangkan keadaan Pekanbaru dan tiap-tiap daerah membentuk Komando Pangkalan Gerilya (KPG), kemudian dibentuk pula staf Camat Militer yang berisikan :

1.      T.S Haroen                  : Mayor Tituler / Diregent Territorial Officer Kampar Kiri / Kampar Kanan, bermarkas semula di Kuala Terusan kemudian pindah di Pelalawan.

2.      Magun Wijoyo III/II   : Wakil Letnan I Komandan Distrik Militer KODM III/II.

3.      A. Rahman Ismay       : Secretary & anggota Staff Umum Dirr. Territorial Officier Pangkalan Guerilla III & IV Riau Pelalawan.

4.      Abdoellah Syafel        :  Komandan Pangkalan Guerilla IV / Kepala Perbekalan Perwira.

5.      tengku Said Noerdin : Letnan II, wakil KPG IV atau kepala Perbekalan Perwira Penghubung, Wakil KODM II/I di Pelalawan.[5]

Setelah lama berkecimpung di dunia militer pada tahun 1956, Tengku Said Noerdin di tugaskan menjadi Kepala kecamatan Bunut.Dan sering melakukan perjalanan dan pertemuan di setiap pertemuan desa,  serta juga mengadakan musyawarah desa mengenai pembangunan di daerah masing-masing.

Riwayat singkat pengalaman organisasi dan tanda kehormatan yang diraih :

Organisasi :

·         1960-1965 Keua IP –KI Tk II. Kampar.

·         1960-1966 Wakil Ketua A.45 Tk.II. Kampar.

·         1971-1976 Bendahara GORKAR Tk. II. Kampar.

·         1976-1985 Wakil Ketua LVRI Cabang Tk. II. Kampar.

·         1975 Ketua BPHCKCVRI Tk. II. Kampar.

·         1975-1999 Ketua DPC. SPSI. Tk. II. Kampar.

·         1974-1999 Anggota Pleno Pusat KCVRI. Riau.

·         1995-1999 Anggota Paripurna LVRI. Tk. 1 Riau.

Tanda kehormatan

1.      Tanda Jasa Pahlawan Bintan Geriliya.

2.      Satya Lencana P.K.I.

3.      Satya Lancana P.K.II.

4.      Satya Lancana Sapta Marga.

5.      Satya Lancana Karya Satya.

6.      Satya Lencana LVRI.

7.      Bintang LVRI.

8.      Mendali Angkatan ’45 HUT Ke-50 Tahun.

9.      Satya Lencana Cikal-Bakal (BKR)- 1998.

 

Kesimpulan

Tokoh pahlawan yang satu ini berasal dari Pelalawan dan sangat berjasa bagi masyarakat pelalawan yaituTengku Said Noerdin berkecimpung di dunia militer dan juga sipil. Jasa Tengku Said Noerdin diingat oleh masyarakat atas perjuangannya pada era penjajahan Belanda. Tengku said nurdin dengan semangat dan mempertaruhkan nyawanya gagah berani melawan penjajah dan ikut mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Inonesia begitu juga dengan pasukkannya. Didalam dunia militer Tengku Said Noerdin dipercayakan sebagai Letnan II dan bekerja bolak balik dari Pekanbaru, Selat Panjang hingga ke Pekanbaru lagi.

 Beliau dilahirkan dari keluarga kerajaan yang  selalu diajarkan tentang kedisiplinan dari kecil oleh orang tua. Tengku Said Noerdin ditanamkan jiwa kepemimpinan, pantang menyerah dan giat bekerja. Bukan itu saja, Tengku Said Noerdin diajarakan bagaimana mengolah lahan perkebunan. Dan saat itu Tengku Said Noerdin memanfaatkan lahan dengan menanam pinang dan kelapa serta disamping itu Tengku Said Noerdin juga belajar cara memberikan pupuk tanaman dan bekerja kasar lainnya. Bahkan Tengku Said Noerdin juga pernah menjadi agen dalam pemasokan bahan makanan dari Selat Panjang ke Pelalawan.

Kedatangan Belanda untuk kedua kalinya ke Indonesia untuk mengoncangkan Negara yang saat itu baru merdeka membuat keadaan Pelalawan semakin mencekam dan akhirnya banyak mendatangkan pertempuran baik di Selat Panjang maupun di Bandung Penyalai. Kemudian tak lamadari itu di bentuklah komando Pangkalan Gerilya di setiap kecamatan yang mana dalam pembentukan itu Tengku Said Noerdin menjadiLetnan II, wakil KPG IV atau kepala perbekalan perwira penghubung, Wakil KODM II/I di Pelalawan.

Setelah lama Tengku Said Noerdin memasuki militer dan akhirnya memasuki ranah sipil dan menjabat sebagai Kepala kecamatan Bunut yang membahas tentang pembangunan daerah dan selalu ikut musyawarah pertemuan dan melakukan perjalanan membahas bagaimana untuk membangun daerah masing-masing.



[1] Budiman dan Azizon Nurza. 2000. Otobiografi H. Tengku Said Noerdin Pejuang Tiga Zaman : PT. Riau Andalan Pulp And Paper Hal 10

[2] Sabli, T Edi dan Abdul Hamid. 2011. H. Tengku Said Noerdin Pahlawan dari Pelalawan. Pelalawan : Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Hal 27-32

[3] Ibid Hal 43

[4] Ibid Hal 47

[5] Nazir, Tengkoe. 2009. Sari Sejarah Kampar, Pekantua, dan Pelalawan. Pangkalan Kerinci : Pemerintahan Kabupaten Pelalawan. Hal 122

                                                       

Daftar Pustaka

Budiman dan Azizon Nurza. 2000. Otobiografi H. Tengku Said Noerdin Pejuang Tiga Zaman : PT. Riau Andalan Pulp And Paper

Nazir, Tengkoe. 2009. Sari Sejarah Kampar, Pekantua, dan Pelalawan. Pangkalan Kerinci : Pemerintahan Kabupaten Pelalawan

Sabli, T Edi dan Abdul Hamid.2011. H. Tengku Said Noerdin Pahlawan dari Pelalawan. Pelalawan : Pemerintah Kabupaten Pelalawan

 

No comments:

Post a Comment