LAHIRNYA PROVINSI RIAU

DARLIS S GULTOM / SR
A.    Usaha-Usaha Yang Dilakukan Dalam Pembentukan Provinsi Riau
1.      Pemuda dan Rakyat Riau menuntut Provinsi sendiri
Sudah sejak lama dirasakan rakyat Riau yaitu sejak tahun-tahun permulaan di bentuknya Provinsi Sumatera Tengah. Dengan UU No. 10 tahun 1948 bahwa penggabungan daerah-daerah keresidenan-keresidenan Riau, Jambi, dan Sumatera Barat kedalam satu Provinsi tidaklah efisien dan bermanfaat bagi perkembangan daerah dan masyarakat Riau sendiri. UU No. 10 tahun 1948 tersebut bertentangan dengan cita-cita masyarakat Riau sendiri.
Pada permulaan pengakuan kedaulatan dari tangan Belanda ke Republik Indonesia, di Riau telah telah timbul gerakan yang memperjuangkan pemulihan Swapraja Siak. Pelopor gerakan ini antara lain : A. Aziz, M. Slamet, Dt. W. Entol, Mahmud, dan lain-lain.  Tujuan dari gerakan ini adalah semata-mata untuk mencoba memisahkan Riau dari Provinsi Sumatera Tengah. Dengan resolusi yang dibuat oleh panitia pemulihan Swapraja Siak yang berpusat di Bengkalis itu, latar belakang cita-cita itu jelas terlihat, sesuai dengan undang-undang nomor 22 tahun 1948 bab 1 pasal 1 dan bab II pasal 18 dan 19, maka resolusi itu menuntut "supaya Swapraja Siak dipulihkan kembali dan dijadikan daerah istimewa tingkat Provinsi". Karena jika daerah Swapraja Siak dipulihkan dan dijadikan daerah istimewa tingkat Provinsi maka dengan sendirinya daerah tersebut akan lepas dar Provinsi Sumatera Tengah. Perjuangan fase kedua apabila tuntutan tersebut berhasil maka akan diusahakan penggabungan daerah-daerah lain di Riau ke dalam daerah istimewa tingkat Provinsi tersebut. Perjuangan ini berjalan kira-kira tiga tahun namun kurang mendapat dukungan karena penguasa-penguasa di Provinsi Sumatera Tengah mengadakan berbagai cara penentangan diantaranya mengeluarkan tuduhan –tuduhan bahwa gerakan tersebut akan menumbuhkan feodalisme kembali. [1]
Biarpun pihak lain memberikan tuduhan yang macam-macam tetapi ide tersebut terus berkembang dengan suburnya, gerakan –gerakan yang konkrit mulai kelihatan diantaranya :
1.      Konperensi PNI Daerah Riau  yang di langsungkan di Rengat  dalam awal tahun 1953 mulai membahas persoalan Provinsi Riau.
2.      Di Tanjungpinang dibentuknya Panitia Kongres Rakyat Kabupaten Kepulauan Riau pada tanggal 16 Maret 1953. Ketua Panitia Kongres Rakyat Kepulaun Riau ini yakni HR.Mohd. Yunus dan sekretaisnya Zamahsyari. Panitia ini telah berhasil mengeluarkan siaran kilat  pada 18 Maret 1953 yang menyatakan :
Tujuan Kongres adalah :
a.       Menyatukan Rakyat Riau.
b.      Menghadapi soal-soal yang berkenaan dengan DPD/DPRDS yang sekarang.
c.       Dan kemungkinan akan mengutus kiriman ke Jambi guna meninjau hal-hal yang bersangkutan dengan pembentukan Provinsi Jambi/Riau.
Dalam kongres akan dibahas masalah seperti :
1.      Perekonomian rakyat.
2.      Pendidikan rakyat.
3.      Kesehatan rakyat.
4.      Otonomi yang luas .
5.      Dan mempercepat pemilihan umum.
Dengan tekad dan perjuangan secara massal serta persiapan yang teliti, meluas dan berencana, maka pada tanggal 17 Oktober 1954 diadakan Kongres Pemuda Riau di Pekanbaru.
1.      Kongres Pemuda Riau
Kongres Pemuda Riau diadakan pada tanggal 17 Oktober 1954  di pekanbaru, kongres dihadiri oleh segenap utusan dari seluruh daerah Riau. Ini membuktikan bahwa perjuangan menuntut daerah Otonomi Tingkat I Riau semakin konkrit. Dimana Kongres berhasil mengambil keputusan sebagai berikut.
a.       Memajukan Petisi kepada Pemerintah Pusat agar daerah keresidenan Riau meliputi 4 Kabupaten yakni : Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepulauan Riau. Dijadikan suatu daerah otonomi yang luas pada tingkat Provinsi.
b.      Untuk memperjuangkan petisi ini dikirim satu delegasi kepada Pemerintah Pusat yang terdiri dari : Yahya Qahar- Kabupaten Kampar, Atan bin Mat- Kabupaten Kampar, Ali Asral Jamal- Kabupaten Bengkalis, Haji Muhammad- kabupaten Bengkalis, Ahmad Yusuf- Kabupaten Indragiri. Utusan Kabupaten Kepulauan Riau akan diminta dari Kabupaten Kepulauan Riau.
c.       Membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR) yang sekretarisnya berkedudukan di Pekanbaru terdiri dari : Yahya Qahar, Atan bin Mat, H. Abdullahamid Yahya, Anas Bey, Wan Mochtar Hasan, Mahmud, Umar Awaluddin.
BPKR ini mempunyai komisariat sendiri, diman pada tangga 25 Desember 1954 delegasi diatas tersebut berangkat ke Jakarta untuk menjumpai Menteri Dalam Negeri Mr. Soenarjo. Dalam pertemuan itu Menteri Dalam Negeri mengatakan " hal ini mendapat perhatian pemerintah dan dijadikan bahan pertimbangan dalam meninjau kembali pembagian pemerintah dalam tingkat Provinsi di Indonesia". Setelah Kongres Pemuda Riau ini kemudian berturut-turut diadakan pertemuan-pertemuan dengan tujuan dan perjuangan yang sama, yaitu menuntut Daerah Otonomi Tingkat I Riau. Pertemuan-pertemuan tersebut antara lain adalah :
a.       Konperensi Pemuda Pelajar Riau se Sumatera Barat di Bukittinggi pada tanggal 23 Oktober 1954 dengan para utusan terdiri dari pelajar-pelajar Riau di Bukittinggi, Padang, Padangpanjang, Payakumbuh, Batusangkar. Konperensi ini diketuai oleh: Hasan Basri Js, sekretarisnya : Intan Judin.
b.      Kongres Pemuda Riau komisariat Inderagiri di Rengat dari tanggal 31 Desember 1954 s/d Januari 1955. Keputusannya menyokong keputusan Kongres Pemuda Riau pada 17 Oktober 1954.
c.       Kongres Pemuda Riau Komisariat Kepulauan Riau tanggal 22 Maret 1955 di Tanjungpinang. Tuntutan mereka agar keresidenan Riau dijadikan otonomi Tingkat I.
Hasrat rakyat Riau untuk menjadi daerah otonomi tingkat I timbul di segala pihak dan lapisan masyarakat. Untuk itu Badan Legislatif telah mempelopori untuk memperjuangkan cita-cita itu didalam sidang-sidang DPRDS.
2.      Perjuangan pada tingkat DPRDS
Dalam sidang pleno ke VIII DPRDS Kabupaten Bengkalis pada tanggal 25 Februari 1955 telah dirumuskan bahan-bahan yang akan dibawa kedalam sidang Konprensi Desentralisasi/Konprensi DPRDS/DPDS seluruh Indonesia di Bandung yang diadakan tanggal 10-14 Maret 1955. Sidang Pleno memutuskan bahwa daerah Riau mutlak dijadikan satu Provinsi. Keputusan ini telah diterima oleh utusan dari empat Kabupaten yakni: Kampar, Indragiri, Kepulauan Riau dan Pekanbaru, sehingga utusan Riau secara bulat telah menyampaikan tuntutannya dalam sidang Konprensi di Bandung. Utusan –utusan keempat Kabupaten tersebut mengadakan pertemuan pula dengan tokoh-tokoh Riau di Jakarta bertempat dikantor serikat building dan dihadiri juga oleh Sri Sultan Siak Syarif Kassim. Pertemuan bersama ketua DPRDS dan anggota-anggota DPDS Kabupaten Kepulauan Riau, Bengkalis, Kampar dan Inderagiri di Tanjungpinang tanggal 26 Maret 1955 mengambil keputusan sebagai berikut "mengirim kawat kepada Menteri Dalam Negeri supaya daerah Riau dijadikan daerah Otonomi Tingkat I". Tanggal 25 April 1955 Sidang Pleno DPRDS Kabupaten Riau telah mengeluarkan keputusan yang sama pula. [2]
Selanjutnya dipandang perlu untuk melakukan Konprensi I DPRDS antar 4 Kabupaten dalam Keresidenan Riau. Konprensi dimaksud diadakan tanggal 7 Agustus 1957 tempat di Bengkalis. Konprensi dipimpin oleh: mas Slamet wakil ketua DPRDS Kabupaten Bengkalis, utusan 20 orang dari DPRDS dan 2 orang dari DPDS kota Pekanbaru, Gubernur Sumatera Tengah dan Residen Riau berhalangan hadir dan diwakilkan kepada Bupati Bengkalis.
Para utusan terdiri dari :
Bengkalis : Mas Slamet, Dt. Adham, Abdullah Syukup, H. Zakaria,  Agus, T. Idroes, T. Zainal, Moh. Yacob, E. Majid, A. Rahim.
Indragiri : H. Ismail Umar, Hasan Arifin, A. Yusuf, R. Jafaar.
Kepulauan Riau : Umar Awaluddin, M. Truman, Raja Khatijah, M. Muchtar Husin.
Kampar : H. Mohd Amin, H. Abdullahamid Yahya.
Kota Pekanbaru : Yahya Zakaria, Basirun.
Konprensi itu telah mengambil keputusan antara lain :
a.       Memajukan resolusi kepada Pemerintah agar daerah Riau yang meliputi 4 Kabupaten dijadikan daerah otonomi Tingkat I.
b.      Membentuk suatu badan yang bernama "Panitia Persiapan Provinsi Riau " (P3R) yang terdiri dari :
Ketua : H. Abdullahamid Yahya
Wakil Ketua : H. Mohd Amin
Sekretaris : Tengku Kamarulzaman
Anggota : 2 dari Bengkalis
                 2 dari Indragiri
                 2 dari Kepulauan Riau
Sekretaris untuk P3R ini berkedudukan di Pekanbaru.
c.       Mengirim delegasi kepada Pemerintah Pusat yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 orang anggota dan seorang sekretaris untuk menyampaikan resolusi yang telah diambil dalam konprensi tersebut.
d.      Membentuk Panitia Persiapan Provinsi Riau di tiap-tiap Kabupaten dan didalam daerah Riau diadakan sub-sub panitia.
e.       Tugas-tugas panitia dan sub panitia diputuskan dalam konprensi tersebut adalah:
1.      Memberikan penerangan kepada rakyat umum tentang urgensinya daerah Riau dijadikan otonomi Tingkat I.
2.      Berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran agar maksud tersebut didukung oleh masyarakat.
3.      Mengumpulkan segala bahan-bahan objektif dan subjektif yang akan dijadikan statistik dan dokumentasi.
4.      Merencanakan peraturan –peraturan badan- badan sosial dan ekonomi, yang bercorak kesatuan daerah Riau untuk mempercepat pembangunan daerah Riau dalam segala lapangan.
5.      Mengusahakan terbentuknya studie beurs untuk mendidik pemuda-pemudi Riau dalam lapangan kejuruan (sekolah menengah dan tinggi).
Kemudian DPRDS 4 Kabupaten mengirimkan delegasi ke Jakarta untuk memperjuangkan tuntutannya tersebut kepada Pemerintah Pusat. Jawaban Menteri Dalam Negeri diberikan secraa tertulis no : Des/44/12/13. Yang berbunyi sebagai berikut :
"KETERANGAN"
No. Des/44/12/13
1). Bahwa pada hari ini Rabu tanggal 7 Desember 1955 kami telah menerima delegasi "Konprensi ke I DPRDS" antar 4 Kabupaten dalam Riau mengenai soal daerah Riau yang terdiri dari keempat Kabupaten tersebut yakni : Bengkalis, Kampar, indragiri dan Kepulauan Riau, agar menjadi daerah otonomi tingkat I Provinsi.
2). Bahwa terhadap persoalan tersebut akan diberikan perhatian seperlunya.
3). Bahwa Pemerintah sedang merencanakan pembagian wilayah Republik indonesia dalam daerah-daerah Provinsi yang baru, hal mana keputusan tersebut akan diserahkan Dewan Perwakilan Rakyat RI yang baru setelah diadakan pemilahan umum nanti.
Menteri Dalam Negeri
Dto
Soenarjo
Pada 9 September 1955 di Jakarta dibentuk Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau . badan ini dibentuk oleh 4 DPRDS Kabupaten. Tuga Badan Penghubung ini adalah :
a.       Menjalankan instruksi-instruksi Panitia Persiapan Provinsi Riau di Pekanbaru.
b.      Menghubungi pihak Pemerintah Pusat dan usaha-usaha yang memungkinkan cepat terselenggaranya Provinsi Riau.
c.       Mempersatukan tenaga-tenaga masyarakat Riau khususnya dan orang-orang yang menaruh simpati terhadap tuntutan daerah Riau menjadi satu Provinsi yang berdiam di luar daerah Riau.
Susunan Pengurus Badan Penghubung terdiri dari :
Ketua : Wan Ghalib
Sekretasi : A. Djalil M
Anggota : Mhd. Sabir, Ali Rasahan, Azhar Rusni, Hasan Ahmad, Umar Amin Husin, T. Arif, Dt. Bendaro Sati, Nahar Efendi, Kamarudduin R.
3.      Kongres Rakyat
KONGRES RAKYAT RIAU YANG DILANGSUNGKAN DI PEKANBARU DARI TANGGAL 31 JANUARI 1956 S/D 02 FEBRUARI 1956 TELAH MENGAMBIL KEPURUSAN SEBAGAI BERIKUT :
1.      Menuntut supaya daerah Riau yang meliputi Kabupaten-Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepulauan Riau segera dijadikan daerah otonomi Tingkat I (Provinsi).
2.      Menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkataan "Rakyat Riau" adalah : Bangsa Indonesia yang berdiam di daerah Riau yaitu yang tinggal di daerah ini karena pekerjaan dan penghidupannya serta yang berumah tangga di daerah ini dengan tidak memandang suku bangsanya. Karena itulah suku-suku bangsa Kaimantan, Sulawesi, Jawa, yang berada di Indragiri Hilir adalah termasuk rakyat Riau dan kepada segenap suku bangsa Indonesia yang berumah tangga di daearah ini diminta ikut serta memperjuangkan Provinsi Riau ini.
3.      Usaha untuk melaksanakan tujuan tersebut :
a.       Memperbuat dan mengirimkan resolusi kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
b.      Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan Provinsi Riau untuk memperbuat suatu nota penjelasan mengenai keputusan tersebut.
c.       Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan Provinsi Riau untuk menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai tujuan tuntutan tersebut.
d.      Panitia Persiapan Provinsi Riau diharuskan menambah anggota-anggotanya lagi dan Badan Penghubung yang telah ada di Jakarta direstui Kongres. [3]
Selain itu ditegaskan pula bahwa perjuangan Provinsi Riau harus dilakukan secara legal.
B.     Realisasi Pembentukan Provinsi Riau
Setelah melalui perjuangan panjang yang dilakukan oleh masyarakat Riau dan seluruh eksponen masyarakat lainnya maka berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 yang kemudian pada tanggal 9 Agustus 1957 diundangkan dalam Lembaran Negara No. 75 dengan UU No. 19 Tahun 1957 menetapkan pembentukan Daerah Swantara Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Dengan keluarnya Undang-Undang tersebut maka secara resmi Riau menjadi Provinsi tersendiri dan terpisah dari Sumatera Tengah. Selanjutnya melalui Keputusan Presiden No. 256/M/1958 pada tanggal 5 Maret 1958 dilantiklah Mr. Sutan Mohammad Amin atau biasa disebut S.M. Amin, sebagai Gubernur Kepala Daerah Pertama di Provinsi Riau. Dan dilantik di Tanjungpinang sebagai ibukota Provinsi Riau oleh Sekretaris Jenderal Depdagri, Mr. Sumarwan mewakili Mendagri. [4]
Pengangkatan S.M Amin sebagai Gubernur Riau pertama merupakan kompromi Pemerintah Pusat dengan berbagai pertimbangan, termasuk soal putera daerah. S.M. Amin meskipun bukan anak jati Riau tetapi ia menghabiskan masa kecilnya dan remajanya di Kepulauan Riau. Dimana orang tuanya pada saat itu bertugas sebagai guru Sekolah Melayu dan telah banyak menghasilkan banyak anak asuh. Orang tuanya menjalani karier sebagai pendidik dan disegani oleh masyarakat setempat. S.M.Amin dilahirkan di Lho Nga, Aceh, tanggal 22 Februari 1904.
Dalam memangku tugasnya Mr. S.M.Amin pertama kali membentuk Badan penasehat Gubernur/Kepala Daerah berdasarkan keputusan Menteri dalam negeri No. 71/21/ 34 tanggal 9 Juni 1958. Pembentukan badan ini sebagai upaya untuk memenuhi ketentuan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia N0. 258 Tahun 1958 tanggal 27 Februari 1958 bahwa Gubernur/ Kepala Daerah Riau perlu untuk didampingi oleh suatu Badan Penasehat. Yang terdiri dari : R.H.M. Yunus, Wan Ghalib, Daeng M. Yanur, Suni Pahar, T. Hamud Anzam, H. Syamsudin, dan Ma'rifat Marjani.
Dengan telah dilantiknya Badan Penasehat tersebut maka upaya Badan Penasehat tersebut memikul tugas utama adalah mengusahakan segera terwujudnya pengisian otonomi daerah tingkat I Riau, sebagaimana dimaksud oleh UU No. 1/1957 dan UU No. 32 / 1956. Berdasarkan tugas-tugas pokok pemerintahan, Gubernur Riau dengan dibantu Badan Penasehat, secara relatif administrasi pemerintahan sudah dapat berjalan. Hal tersebut terlihat dengan dibentuknya berbagai jawatan-jawatan lengkap bersama personalianya. Tingkat kehidupan masyarakat pun sudah ada peningkatan terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Begitu juga halnya dengan pembangunan infrastruktur juga sudah mulai dilaksanakan. Perjuangan lebih lanjut adalah terlaksananya UU.No 32/1956 tentang finantieele verhouding antara daerah dan pusat serta menggali sumber-sumber keuangan baru.
Kutipan :
[1]. Universitas Riau. 1977. SEJARAH RIAU . Pekanbaru : Percetakan Riau. Hal : 634
[2]. Universitas Riau. 1977. SEJARAH RIAU . Pekanbaru : Percetakan Riau. Hal : 638
[3]. Universitas Riau. 1977. SEJARAH RIAU . Pekanbaru : Percetakan Riau. Hal : 646
[4]. Prof. Drs. Suwardi, MS, dkk. 2004. SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT RIAU 1942-2002 Buku II. Pekanbaru : Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi. Hal : 31
Daftar Pustaka
Prof. Drs. Suwardi, MS, dkk. 2004. SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT RIAU 1942-2002 Buku II. Pekanbaru : Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi
Universitas Riau. 1977. SEJARAH RIAU . Pekanbaru : Percetakan Riau

No comments:

Post a Comment