POLITIK ETIS VAN DEVENTER

CYNDI DWI RAHMADANI / SI3

Politik Etis adalah politik baru yang berlaku di tanah jajahan Hindia-Belanda sesudah tahun 1901, yakni setelah ratu belanda melontarkan suatu pernyataan bahwa "Negeri Belanda mempunyai suatu kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi penduduk pribumi". Tujuan politik ini adalah untuk memperhatikan kemajuan dan perkembangan penduduk serta memperhatikan pengolahan tanah. Dengan demikian secara teoritis sistem eksploitasi diganti dengan sistem pengajaran yang maju.

Politik etis bukanlah hadiah dari Ratu Belanda tetapi hasil dari pergolakan politik (dari kaum etis dan kaum asosiasi yang terjadi pada masa itu di negeri Belanda). Munculnya kaum etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan koran De Locomotief) dan C.Th. Van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wihelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wihelmina menuangkan panggilan moral tadi kedalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam progam Trias Politika yang meliputi :
·         Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
·         Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi
·         Edukasi, Memperluas bidang pengajaran dan pendidikan. [1]
Banyak pihak yang menghubungkan kebijakan baru poolitik Belanda dengan  pemikiran dan tulisan-tulisan Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan politik etis tersebut sangat bagus, namun di dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda, seperti :
·         Dalam hal Irigasi, Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda, sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
·         Dalam hal Edukasi, pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan untuk seluruh rakyat hanya ditujukan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai dan orang yang mampu, dan disekolah kelas II untuk anak pribumi.
·         Dalam hal Migrasi keluar dari daerah Jawa, hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah perkebunan, seperti di Sumatra Utara khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi dan kemudian dikembalikan kepada mandor / pengawasnya. [2]
Dari uraian diatas, ternyata politik etis dilaksanakan hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda dan penguasa, bukan untuk kepentingan rakyat Indobesia. Meskipun telah terjadi perbaikan di berbagai bidang, hasil politik etis ini tidak begitu terasa bagi rakyat. Tingkat kehidupan rakyat masih sangat rendah. Kesenjangan ekonomi, sosial, dan politik antara bangsa asing dan penduduk pribumu sangat besar, bahkan diskriminasi bertambah kuat. Hal inilah yang membuat rakyat menjadi tidak puas.
Pelaksanaan Politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (Eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker adalah yang termasuk menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).  
Pendidikan Pada Masa Politik Etis
            Pendidikan yang dibagnun oleh pemerintah Belanda diawali dengan didirikannya sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi, tujuannya yakni memberikan pendidikan kepada masyarakat pribumi tentang tradisi yang paling baik dari Barat yang nantinya diharapkan bagi yang bersekolah di sekolah yang didirikan pemerintah itu bisa menjadi tokoh penting yang berpengaruh luas dalam masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda ternyata di batasi. Batasannya adalah pada pemberian kesempatan sekolah kepada masyarakat pribumi.
            Jenis sekolah yang ada pada saat itu menurut balai pustaka adalah :
A. Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
            Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem pokok, yaitu :
§  Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda
§  Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah
B. Pendidikan lanjutan / Pendidikan menengah (Midleboar Onderwijs)
            Sebenarnya terdapat satu jenis sekolah lanjutan menurut sistem persekolahan Belanda di golongan sekolah dasar, yaitu sekolah dasar yang lebih luas (Meer Vitgebreld Lagere Onderwijs / MVLO) yang berbahasa pengantar bahasa Belanda, dengan lama sekolah antara tiga sampai empat tahun.
C. Sekolah menengah umum (Algemeene Middlebares School / AMS)
            Merupakan sekolah lanjutan dari MVLO yang berbahasa belanda dan diperuntukkan untuk golongan Bumi Putera dan Timur Asing dengan lama belajar tiga tahun. AMS terdiri dari dua jurusan yaitu :
§  Bagian A, Pengetahuan kebudayaan
§  Bagian B, Pengetahuan Alam
D. Sekolah warga negara tinggi (Hooger Burger School / HBS)
            Sekolah ini disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan bumi putera, atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantar yang dipakai yaitu bahasa Belanda dan berorientasi ke Eropa Barat, khususnya Belanda. Lama sekolah antara tiga atau lima tahun.
            Selain sekolah lanjutan Belanda juga mendirikan sekolah kejuruan sebagai nagian dari pelaksanaan politik etis. Adapun jenis-jenis sekolah kejuruan yang ada sebagai berikut :
A. Sekolah Pertukangan (Ambactsh Leergang)
            Sekolah ini berasal dari sekolah pekerjaan tangan (Hondwerk School) dan sekolah kerajinan tangan (Njverheid School) yang pertama didirikan pada tahun 1881. Sekolah ini berbahasa pengantar Belanda, sedangkan lama sekolah tiga tahun dan bertujuan untuk mendidik dan mencetak mandor (Werkbaas).
B. Sekolah Teknik (Technish Onderwijs)
Sekolah ini merupakan kelanjutan dari Ambachts school, berbahasa pengantar Belanda dan lama sekolah tiga tahun. Yang mula-mula didirikan adalah koningin  wihelmina school pada tahun 1906 di jakarta.
C. Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs)
            Tujuan dari pendidikan dagang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.
D. Pendidikan Pertanian (Landbauw Onderwijs)
            Tahun 1911 mulai didirikan pertanian (jurusan pertanian dan kehutanan), sekolah ini menerima lulusan sekolah dasar yang berbahasa Belanda. Lama belajar adalah tiga sampai empat tahun dan bertujuan untuk menghasilkan pengawas-pengawas pertanian dan kehutanan.
E. Pendidikan kejuruan Kewanitaan (Meisjes Vokonderwijs)
            Pendidikan ini dipengaruhi oleh gagasan-gagasan R.A. Kartini, maka pemerintah mulai memberikan perhatian kepada bidang ini. Pada tahun 1918 didirikan sekolah kepandaian putri. Sekolah sejenis yang didirikan swasta dinamakan Huishoudschool (Sekolah rumah tangga) lama belajar tiga tahun. Disamping itu, ada sekolah Van Deventer yang memberikan pendidikan keputrian yang berorientasi Eropa (Belanda). Sekolah Van Deventer memberikan pendidikan untuk menjadi guru sekolah Taman kanak-kanak.
F. Pendidikan Keguruan (Kweekschool)
            Lembaga keguruan ini merupakan lembaga tertua dan sudah ada sejak permulaan abad ke-19. Sekolah guru negeri yang pertama didirikan pada tahun 1851 di surakarta. Sebelum itu, pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normal kursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru-guru sekolah dasar.[3]
            Pada abad ke-20 para kalangan penganjur politik etis mengemukakan gagasan mereka untuk segera membentuk pendidikan tinggi (Hooger Onderwijs). Dan pada tahun 1910 didirikan perkumpulan universitas Indonesia (Indische Universitetis Veriniging) yang bertujuan untuk mendirikan pendidikan tinggi, baik melalui pemerintah maupun swasta. Adapun pendidikaan tinggi ini meliputi tiga bidang keahlian sebagai berikut :
A. Pendidikan Tinggi Kedokteran
            Lembaga pendidikan ini di Indonesia dimulai dari sekolah Dokter Djawa yang didirikan pada tahun 1851, lama belajar dua tahun. Bahasa pengantar bahasa melayu dan pada tahun 1913 sekolah Dokter Djawa diubah namanya menjadi STOVIA. Pada tahun 1913 disamping STOVIA di Jakarta didirikan pula Nederlandsch Indische Artsenschool (NIAS) di Surabaya yang syarat dan lama belajarnya sama.
B. Pendidikan Tinggi Hukum
            Pendidikan tinggi hukum dimulai dari seklah hukum (Resctsschool) yang didirikan pad atahun 1909. Sekolah ini menerima lulusan ELS dan lama pendidikan tiga tahun serta berbahasa pengantar bahasa Belanda.
C. Pendidikan Tinggi Teknik
            Pada tahun 1920 pemerintah mendirikan pendidikan tinggi pertama yang memenuhi syarat sebagai perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment