SISTEM KEKERABATAN SUKU AKIT


Ayu Aryanti/A/SR

Sistem kekerabatannya bersifat patrilineal. Seorang gadis telah dapat dinikahkah bila usianya telah mencapai 15 tahun. Adat menetap sesudah nikah menentukan bahwa seorang isteri mengikuti suaminya di kediaman baru atau di sekitar kediaman kerabat suaminya. Upacara pernikahan biasanya ditandai dengan hidangan berupa daging babi dan sejenis tuak dari pohon nira serta acara menyanyi dan menari.
Sebelum perkawinan dilangsungkan pihak keluarga laki-laki datang kepada keluarga calon pengantin perempuan dengan membawa tepak sirih, yang lengakp berisi pinang, kapur, gambir, tembakau dan sirih. Bila pinangan telah di terima oleh pihak keluarga perempuan, maka sebagai tali pengikat, di berikan sebentuk cincin emas sebanyak 1Ci atau 3,75 gram. Kemudian baru di susul mengantar uang belanja kepada pihak keluarga perempuan yang jumlahnya tergantung dari kemampuan dan persetujuan kedua belah pihak. Pada waktu penyerahan dihadiri oleh ahli waris calon pengantin perempuan yang jumlahnya tergantung pada kemampuan dan persetujuan dua belah pihak.
Pada penyerahannya dihadiri oleh ahli waris calon pengantin perempuan dan ketua suku. Pada hari itu, ditentukan waktu yang tepat untuk melangsungkan pesta perkawinan.
Ketika pada sampai hari yang ditentukan, pihak pengantin perempuan menunggu kedatangan pengantin laki-laki yang diarak dengan rebana. Sampai di halaman rumah pengantin lelaki disembah oleh pengantin perempuan, selanjutnya mereka berdua dengan disaksikan oleh kaum kerabat, menghadap ketua suku.
Cara perkawinannya, pertama dibacakan janji atau taklik, kemuadian pengantin lelaki bersalaman dengan ketua suku (bathin) sambil membacakan akad nikah yang berbunyi: Si A dikau hari ini kuresmikan nikah mu dengan beberapa saksi dan wali. Ya Tuhan kami, selamatkanlah anak kami ini dan lindungilah dia. Ucapan ini dilakukan tiga kali berturut-turut.
Menurt kebiasaan yang berlaku, suku akit di benarkan untuk memiliki istri 4 dan dibenarkan untuk bercerai.
Suku akit, disamping dipimpin oleh kepala kampung pada tiap-tiap kepenghuluan, terdapat juga kepala suku yang di sebut dengan bathin, dibantu oleh pemuka-pemuka suku. Menurut catatan sejarah, suku akit pernah dipimpni oleh 6 bathin, masing-masing ialah Batin Boja, Batin Betir Pas, Batin Keding, Batin Sisik, Batin Monong dan Batin Gelimbing, yang berkuasa pada saat ini, berkedudukan di hutan panjang.
Sistem pemerinthan asli di kepulauan hutan panjang, di keplai oleh seorang penghulu yang juga merangkap sebagai bathin atau kepala adat yang dibantu oleh Jokrah dan Tongkat
Bersunat telah merupakan keharusan menurut kepercayaan yang di terima dari nenek moyangnya. Biasannya berlaku bagi anak lelaki yang berumur 7 sampai 12 tahun. Penyunatan dilakukan oleh kepala suku atau bathin dengan mempergunakn pisau. Anak yag akan menjalankan sunat duduk diatas batang pisang yang baru di tebang. Penyunatan di lakukan pagi hari. Sebelum diadakan kenduri dengan menyediakan nasi ketan kuning dan rebus telur.
Seperti disebutkan diatas bahwa segala hasil penangkapan, ternak babi, hasil tebang kayu teki dan lain-lain, dijual kepada cina. Oleh sesbab itu, suku akit sangat erat berhubungan dengan cina dan seperti keluarga sendiri. Maka tidak jarang terjadi perkawinan campuran antar suku akit dengan cina.
Hal ini dapt dilihat pula, bahwa menurut kepercayaan mereka, ada roh nenek moyangnya yang bernama "Timbang" dan istrinya yang brnama "Bahul". Kedua suami istri ini berada di kayangan. Oleh sebab itu, oleh suku akit sengaja dibangun tempat menyembah kedua suami istri roh nenek moyannya tersebut, di Sungai Raja Selat Morong. Sekali dalam setahun di adakannya  upacara penyembahan yang diikuti oleh seluruh suku akit dengan disertai kenduri, guna meminta kepada Timbang dan Bahul, untuk keselamatan peduduk, medatangkan rezeki yang berlimpah ruah dan untuk meghapuskan dosa. Adakalanya untuk meminta jimat-jimat penjaga diri agar terhidar dari berbagai macam penyakit. cara sembahyang suku akit untuk menyembah Timbang dan Bahul mirip sembahyang tompekong bagi bangsa cina.
Bila seorang meninggal, jenazahnya di tutup dengan di atas pusarnya ditindih dengan besi kecil. Di atas kepala di beri pelita dan dulang tempat mengumpulkan uang sumbangan. Setelah seluruh ahli waris dan keluarga berkumpul, baru jenazah di mandikan, dengan  memangku jenazah yang terdekat sebanyak 7 orang kemudian di siram dengan air sabun dan terakhir dengan air bunga. Setelah selesai semua nya dibungkus dengan kain putih dan di ikat dengan lima ikatan, baru di masukkan kedalam keranda. Baru kemudian kepala suku mebacakan "selamat" sebanyak 3 kali.
Baru di turunkan ke halaman dan di sembah oleh seluruh keluarga selanjutya di pikul ke kuburan. Setelah di masukkan ke dalalm liang kubur. Seluruh ikatan di buka, terakhir di timbun tanah.

Daftar pustaka
Yoesof, Noerbahrij, 1992, Masyarakat Terasing dan Kebudayaannya Di Propinsi, Pekanbaru: UP. Telagakarya








No comments:

Post a Comment