DANIEL ARNOP H/A/SI3
Pengaruh kolonal Belanda terhadap Mataram dimulai Sejak masa Pemerintahan Amangkurat I.Mula-mula itu hanya sebatas pada pengelolan daerah Pesisir,Tetapi lambat launmakin Luas dan kuat.Sebagai perbandingan,pada bagian pertama abad ke- 18 VOC belum mempunyai kdudukan teritorial yang kuat di Jawa.Hanya Semarang dan Sumenep yang langsung berada di bawah VOC,itupun untuk masalah Pemerintahan di daerah tersebut hampir sepenuhnya di serahkan kepada bupati yang berada di daerah tersebut.Disemarang bupati bahkan diangkat dengan meminta persetujuan dari Sunan.Untuk Jabatan Syahbandar Semarang pun yang mengangkat masih Sunan.Oleh karena itu,pada waktu itu tersebut Semarang belum dikuasai sepenuhnya oleh VOC.
Pada tahun 1708 Semrang dijadikan Kantor utama dari wilayah VOC untuk daerahpantai timur Jawa(Java's Oostkust)atau pantai timur laun Jawa(Java's noordoostkust).Pada akhir Juli 1727,kekuatan militer Belanda di Semarang hanya sekitar 1061 orang.
Pemerintah kolonial Belanda mulai memperoleh keuntungan yang besar dari Sunan Pakubuwono I(1705-1719).keuntungan itu di peroleh akibat campur tangan Belanda dalam usaha mengatasi konflik antara Amangkurat III(1703-1705) dengan Pangeran Puger(pamannya)yang akhirnya diangkat menjadi Sunan Pakubuwono I.
Di dalam percaturan politik tersebut pihak Kolonial Belanda selalu bertindak sebagai penengah dalam setiap persengketaan yang di akhiri dengan balas Jasa yang berbentuk perjanjian yang mengikat.Seperti dalam pengangkatan putera mahkota dan pengangkatan Raja baru,sedangkan jika raja melanggar perjanjian,maka Belanda akan mengambil tindakan yang merugian penguasa tradisional.
Sejak tahun 1742,ketika kasunanan PakuBuwono II berada di tempat persembunyiaannya,di Panaraga sampai menjelang wafatnya,peranan Van Hohendorff untuk memperluas kekuasaan VOC sangat besar.Berdasarkan perjanjian 1743,kasunanan menyerahkan kepada VOC mengenai hak mengangkat dan memberhentikan pepatih dalem,seluruh daerah pantai utara Jawa dengan kota-kota pentingnya.Dengan di capainya perjanjian itu pepatih dalem berkedudukan sebagai orang kedua dalam pemerintahan kerajaan,merangkap menjai pegawai VOC.Penyerahan pantai utara itu berarti tertutupnya Kerajaan Mataram dari hubungan luar,yang juga berarti mematikan perdagangan Mataram.
Pada akhir pemerintahan PakuBuwono II,tampak sekali pengaruh Belanda dalam urusan politik kerajaan Mataram.Hal itu terlihat ketika kasunanan PakuBuwono II jatuh sakit,kemudian dimanfaatkan oleh G.van Hohendorff untuk menguasai Kerajaan.Ternyata Kasunanan pun sudah bersedia untuk menyerahkan kerajaan dan puteranya,yaitu Pangeran Adipati Anom(putra mahkota)kepada VOC perjanjian tanggal 11 Desember 1749 antara Paku Buwono II dengan VOC di anggap sebagai perjanjian penting oleh VOC.
Dengan perjanjian tersebut,Mataram kehilangan kemerdekaan.akan tetapi oleh Kompeni daerah itu di kembalikan dalam bentuk pinajaman kepada raja-raja Mataram.Sejak saat itu,terdapat suatu tradisi bahwa sesudah penobatan,raja baru harus menandatangani perjanjian yang antara lain menyatakan bahwa penobatannya sebagai raja bukan karena mewarisi,tetapi karena ijin dari Kompeni Belanda.
Perjanjian Tersebut menempatkan derajat VOC ke tempat yang tinggi.Karen sewaktu Pangeran Adipati Anom di lantik menjadi raja menggantikan Kasunanan Pakubuwono II,raja di lantik oleh VOC raja baru yang bergelar Pakubuwono III.Oleh sebab itu,tempatnya berada di belah kiri tangan van Hohendorff.Sedangkan wakil Kompeni yaitu Komandan Toutlemonde berda di sisi kanan.Tempat itu melambangkan bahwa kedudukan Kasunanan Pakubuwono di rendahkan daripada pihak Kompeni.Sejak saat itu penobatan raja Mataram,yang bertempat di sitiHinggil,dilakukan oleh Wakil VOC dan tradisi ini dilanjutkan oleh pemerinth Hindia Belanda.Dengan demikian campur tangan pihak kolonial Belanda pada urusan intern kerajaan menjadi semakin meningkat dan merongrong wibawa Raja.
Setelah perang di Ponegoro berakhir tahun 1830,dimulailah masa penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah Jawa.Untuk yang pertama kalinya pihak Belanda mampu mengeksploitasi dan menguasai seluruh Pulau Jawa,dan Hampir tidak ada satupun tantangan yang serius terhadap kekuasaan mereka.
Dalam usaha menanamkan pengaruh dan kekuasaan Barat,baik di pusat Pemerintahan kraton maupun di daerah pedalaman,pemerintah Belanda menuntut aga Pepatih dalem berperan sesuai dengan isi perjanjian tahun 1743.Bahkan apabila terjadi pertentangan antara kasunanan dengan Kompeni,pepatih dalem harus memihak pada Kompeni Belanda..Namun demikian,pelaksanaan pepatih dalem mengabdi dengan dua tuan tidaklah mudah.Selain itu pepatih dalem juga mendapat status,kekuasaan, dan kemakmuran dari raja.Hal ini merupakan faktor yang menyulitkan bagi patih untuk tidak tunduk pada raja.
Secara politik kekuasaan raja yang bermakna tradisional sudah mulai memudar karena kekuasaannya yang disejajarkan dengan dewa tersebut kini hanya dijadikanhamba bagi pemerintah kolonial Belanda,walaupun perlakuan-perlakuan khusus untuk raja masih tetap ada.Keadaan ini terus-menerus berjalanselama pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di kerajaan oleh Belanda justru dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuannya baik di bidang politik maupun ekonomi.Dengan sistem pemerintahan tidak langsung,pengusa tradisional otomtis di bawah pengawasan dan kekuasaan kolonial.
Pemerintah kolonial Belanda dengan cukup piawai telah terlibat dalam urusan politik dan ekonomi di Jawa.Venetrasi kekuasaannya dapat di lihat dari perjanjian-perjanjian antara penguasa dari kerajaan dengan pihak kolonial.Perjanjian yang di buat selalu merugikan pihak kerajaan.Usaha tersebut telah di rintis sejak Kasunanan Amangkurat I mulai bertahta di kerajaan Mataram(1645-1677),Kemudian di teruskan ke raja-raja sesudahnya.Dinasti di tegakkan kembali hanya sesudah intervensi VOC yang memaksakan perjanjian yang memberi kepadanya konsensi penting dalam hal ekonomi teritorial lebih luas lagi.Bahkan pada tahun 1749,usaha menguasai wilayah Mataram dapat terlaksana tatkala Kasunanan Pakubuwono II yang sedang sakit keras menandatangani perjanjian tentang penyerahan Kerajaan Mataram kepada Kompeni.sesudah itu,apabila ada raja atau penguasa yag dianggap tidak loyal kepada pemerintah kolonial Belanda kemudian ditangkap dan di buang,seperti Pakubuwono VI yang di buang ke ambon.
DAFTAR PUSTAKA
- RI,depdikbud.1999.Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta.Jakarta:CV ilham Bangun Karya
- Nugroho Notosutanto, Sejarah Nasional Indonesia III, Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1992.
No comments:
Post a Comment