Krisis moneter di Thailand Pada Tahun 1997

ANA SEPTI YANA/ PIS

krisis moneter pertama-tama meletus di Thailand pada tahun 1997. Kerisis moneter  ini juga mempengaruhi  daerah-daerah di Asia. Krisis ini adalah krisis ekonomi yang melanda Asia untuk pertama kalinya. Krisis ekonomi ini di akibatkan oleh keputusan pemerintah PM Chavalith Yongchaiyud untuk mengembangkan nilai tukar Bath Thailand terhadap mata uang Dolar AS. Kebijakan ini adalah refleksi ketidak mampuan pemerintah PM Chavalith dalam mencegah dan mengatasi krisis ekonomi secara ekonomis dan politis.
Terjadinya krisis ekonomi di Thailand diawali oleh pembentukan Bangkok International Bangkingg Facillities (BIBIF) pada tahun 1993. Krisis ini juga diawali dengan sikap pengabaian terhadap berbagai gejala krisis ekonomi yang telah terjadi sejak awal 1997. Berbagai kelemahan kebijakan ekonomi memicu timbulnya banyak masalah seperti semakin berkurangnya pemasukan dari sektor ekspor,booming sektor property, semakin tingginya hutang luar negri dari pihak swasta domestik. Tidak itu saja, timbul juga masalah semakin naiknya rill mata uang bath terhadap Dollar AS, masalah defisit neraca perdagangan serta banyak non performing loans (NOLs) di sektor perbankan.
Adanya krisis ekonomi dan politik menyebabkan perubahan yang mendasar. Berbagai indikator makro ekonomi menunjukan angka negatif setelah menikmati pertumbuhan pesat hampir satu dekade. Secara ekonomi, pemerintah yang sedang berkuasamenjadi tidak legitimate. Sementara itu legitimasi politik pemerintah harus didasarkan pada sistem politik demikratis. Banyak praktek demokrasi yang belum dewasa dapat memperburuk krisis ekonomi. Akibatnya, pemerintah semi demokratis PM Chavalit tidak mampu mengambil kebijakan ekonomi efektif dan tegas dalam rangka memperbaiki kepercayaan investor yang sudah terlanjur menarik keluar investasi mereka.ketidak mampuan pemerintah yang sedang berkuasa untuk mengambil berbagai langkah lapisan masyarakat agar pemerintah koalisi PM Chavalith mengundurkan diri.
Pihak yang memiliki pengaruh dan peran dalam menyebabkan krisis ekonomi 1997 secara politik adalah teknokrat dan biokrasi. Para tenokrat bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan makroekonomi di Thailand. Sebagai aparatur penting dalam pemerintahan , teknokrat dipandang sebagai pihak  yang paling bertanggung jawab dan dipersalahkan atas terjadinya krisis ekonomi, khususnya mereka yang berada di Bank Sebtral Thailand (Bot) mengantisipasi apresiasi nilai tukar riil mata uang bath terhadap dolar AS.
Untuk mengatasi krisis ekonomi di Thailand, Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut ;
1.      Berusaha mengembalikan kepercayaan investor asing. Diharapkan investor asing bersedia membawa modalnya masuk kembali ke Thailand. Dengan memperbaiki kepercayaan investor asing maka masalah krisis likiuditas dalam cadangan devisa Thailand dapat semakin teratasi. Pemerintah PM Chuan tetap mempertahankan kerja sama dengan IMF. Pemerintah PM Chuan mendapatkan kesempatan besar untuk memperbaiki keadaan ekonomi domestik Thailand dari IMF yakni melalui bantuan bersifat finansial dan teknis.
PM Thailand,Chuan, berusaha mendesak AS supaya bisa memberi bantuan finansial secara terpisah dari bantuan multilateral IMF.Sikap yang mendukung dari Presiden AS, Bill Clinton, digunakan sebagai jaminan atas keseriusan Thailand dalam melakasanakan program reformasi ekonomi dari lembaga keuangan internasional, IMF. Akhirnya, dukungan tersebut akan memperbaiki dan meningkatkan kepercayaan lembaga-lembaga internasional dan negara-negara lain terhadap Thailand. Namun sikap PM Chuan yang begitu patuh terhadap program perbaikan ekonomi IMF melahirkan opini bahwa PM Chuan adalah a good student of the IMF[1]. Opini tersebut mempunyai arti positif bagi pemerintahan PM Chuan. Karena melakukan pinjaman dari IMF maka PM Chuan harus menanggung konsekuensi yakni tidak bisa bersikap lain di luar program ekonomi IMF. Pendirian ini melahirkan reaksi positif yakni meningkatnya kepercayaan rakyat Thailand terhadap perkembangan ekonomi domestik negara Thailand.
2.   Mengadakan reformasi finansial atau keuangan. Reformasi finansial dilakukan oleh pemerintahan PM Chuan. Di antara reformasi keuangan tersebut adalah penyelesaian semua aset milik ke-56 perusahaan-perusahaan keuangan yang ditutup itu hingga 31 Desember 1998 melalui the Financial Restructuating Agency (FRA) dan the Asset Management Corporation (AMC), perusahaan-perusahaan keuangan akan direkapitalisasi pada 1998 seiring dengan peraturan yang ketat, memperbaiki undang-undang kepailitan (bankruptcy law), dan pemerintah menjamin tidak akan melakukan penutupan terhadap perusahaan-perusahaan keuangan lain[2].
3.      Pemerintahan Thailand, PM Chuan memberlakukan pengontrolan lalu lintas dan perdagangan bath melalui mekanisme two-tier system. Kebijakan ini diharapkan mampu  menjaga terjadinya stabilitas nilai tukar pada level yang lebih rendah. Hal tesebut dapat menyebabkan  industri dapat kembali beroperasi secara normal dan baik. Misalnya, ekspor produk agroindustri lebih mampu bersaing serta bahan baku industri dapat diimpor dengan harga lebih murah. Selain itu, diharapkan adanya kebijakan ini mampu mempertahankan cadangan devisa negara.
4.     Pemerintah Thailand membuat kebijakan untuk mendorong biaya produksi dan ekspor. Pelaksanaan kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengembangkan proyek-proyek investasi padat karya yang didanai dari pinjaman Bank Dunia dan Miyazawa Iniatiative, Jepang. Dari kebijakan ini maka diharapkan adanya peningkatan daya beli rakyat dan merangsang kegiatan produksi. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah (Paket 30 Maret 1999) itu berisi program pembiayaan sebesar 53 milyar bath, pengurangan pajak sebesar 54,7 milyar bath per tahun, serta pengurangan harga energi sebesar 23,8 milyar bath per tahun.
5.      Dalam sektor-sektor industri yang selama ini sangat terbatas bagi penanaman modal asing akhirnya disetujui oleh Parlemen Thailand di akhir 1998. Contohnya, produsen mobil asal Jepang mulai memiliki 100% industri mobil. Tetapi sektor-sektor industri tersebut tidak termasuk bagian sektor ekspor dan jasa turisme.Thailand tidak hanya mengandalkan sektor industri namun juga sektor pertanian khususnya teknologi pertanian. Sektor teknologi pertanian ini sudah lama ditinggalkan oleh sebagian besar rakyat Thailand sewaktu perekonomian sedang mengalami peningkatan yang besar.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah Thailand Akhirnya, perekonomian Thailand berangsur-angsur pulih. Hal ini bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi pada pertengahan 1999. Misalanya, mata uang Bath mulai terlihat stabil, nilai indeks harga saham SET hampir meningkat dua kali lipat, cadangan devisa mengalami kenaikan pesat, hutang luar negeri turun, dan angka inflasi mengalami penurunan.
Sumber:
·[1] Asia Week, "The New Reality", 17 Juli 1998, hal 48
·[2] Ludiro Madu, Keajaiban Thailand : Analisis Deskriptif Tentang Asal Usul dan Pemulihan Krisis     Ekonomi. Surabaya : JP-Press, 2003. Hal 131
·Madu, Ludiro. 2003. Keajaiban Thailand : Analisis Deskriptif Asal Usul dan Pemilihan Ekonomi
·Surabaya: JP-Press 
·Nugroho, Verry. 2005. Reformasi Konstitusi Thailand Tahun 1997 (Demokratisasi Thailand Di Tengah Krisis Ekonomi). Universitas Jember Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
.Asia Week, 17 Juli 1998

No comments:

Post a Comment