POLITIK PADA MASA KOLONIAL BELANDA DAN PEMERINTAHANNYA DI INDONESIA


Suharyati Lusiana/SI IV/14B

         Mulai tahun 1602 belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor-Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga (1975) ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor-Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya. Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama VOC Perusahaan Hindia Timur Belanda bahasa Belandanya disebut dengan ''Verenigde Oostindische Compagnie''. VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini
bernama Jakarta. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopoli nya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai ''cultuurstelsel'' dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi, dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870. Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: ''Ethische Politiek''), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral Johannes Benedictus van Heutsz, J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini. Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Pada Masa Kolonial.
       Perpindahan kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan pemerintahan Repulbik Batuaf (Blanda pro- Perancis) tidak membawa perubahan atau perbaikan pada kehidupan bangsa Indonesia. Di dalam menetukan kebijakan politik di daerah jajahan, terdapat dua golongan politik yang berpengaruh di kalangan elite Belanda. Golongan pertama adalah golongan konservatif dan yang kedua adalah golongan liberal. Golongan liberal melalui jujur bicaranya Dirk Van Hogendrop mengajukan gagasan baru bagi kebijaksanaan colonial di Indonesia yang di tujukan kepada kebebasan dan kesejahtraan penduduk. Kebijakan tersebut dipengaruhi oleh revolusi Prancis. Sistem pengambilan kekayaan tanah jajahan yang dilakukan VOC tidak disetujui. VOC menggunakan system penyerahan paksa hasil bumi dari penduduk melalui para penguasa pribumi. System penyerahan paksa oleh golongan liberal di usulkan  diganti dengan system penyerahan pajak. Sebaliknya, golongan konservatifingin mempertahankan system yang pernah dilakukan oleh VOC. Mereka menganggap system itu lebih cocok dengan keadaan di daerah jajahan yang belum mengenal system uang. Pemerintah Inggris menjadikan jawa menjadi salah satu bagian dari daerah jajahannya di India. Sebagai wakil gubernur di Indonesia diangkatkan Thomas Stamford Raffles untuk mewakili raja muda Lord Minto  yang bekedudukan di India. Sebagai seorang liberal, Raffles ingin mengadakan perubahan di dalam strategi pemerintahannya di Indonesia, terutama di bidang ekonomi. Raffles melaksanakan beberapa kebijaksanaan, antaralain sebagai berikut:
1.      Menghapuskan penyerahan wajib dan kerja paksa.
2.      Mengganti system pemerintahan yang bercorak barat.
3.      Reffles menganggap bahwa pemerintah colonial sebagai pemilik semua tanah di daerah jajahan dan penggarap sawah dianggap sebagai penyewa tanah pemerintah.
         Tokoh kaum liberal, seperti Edward Douwes dan Baron van Houvel mengajukan tuntutan supaiya pemerintah colonial belanda memperhatikan kebuyaan bangsa Indonesia dalam membalas budi bagi bansa Indonesia. Melalui pendidikan terlahir kaum terpelajar yang berfungsi membangun eksistensi  dan sekaligus mewujudkan keberadaan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat. Setelah UU Agraria 1870 diterapkan, di Indonesia memasuki Imperalisme modern dengan diterpkan Opendeur Politik, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing,hal itu berati Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan yaitu: mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa, mendapatkan tenaga kerja yg murah, menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa, menjadi tempat penanaman modal asing. Akibat sistem politik liberal kolonial ini berdampak bagi Belanda dan Indonesia, adapun dampaknya bagi Belanda adalah:
a)      Memberikan keuntungan yg besar bagi kaum swasta Belanda
b)      Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke Belanda.
c)      Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Dampaknya bagi Indonesia adalah sebagai berikut:
a)      Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
b)      Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga gula dan kopi.
c)      Menurunnya konsumsi bahan makanan,terutama beras.
d)     Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena telah tersaingi dengan  Import dari Eropa.
e)      Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan kereta api.
f)       Rakyat menderita karena masih diterapkan kerja rodi dan adanya hukuman yg berat bagi yg melanggar peraturan poenalie sanctie.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku sejarah kelas XI semester II. 2006,Simpati,Surakarta 57134,Gamunggung.
2. Didik Prajoko, dkk. 2008. Modul I Sejarah Indonesia: Hibah Modul Pengajaran:Content Development Tema B1. Depok: U
3. Djoened Poesponegoro, dkk. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Iv. Jakarta: Balai Pustaka.



No comments:

Post a Comment