PENGARUH PARINDRA DI SUMATERA BARAT


SRI WAHYUNINGSIH/ SI IV /B
Yang menjadi penyebab terasanya pengaruh perkembangan Parindra di sumatera barat ialah yang mungkin saja karena disebabkan oleh pusatnya yang pada saat itu berada di Surabaya, dimana tempat itu sangat kurang peminatnya bagi masyarakat perantauan dari sumatera barat waktu itu. Walaupun demikian, disini akan diuraikan sedikit tentang maupun mengenai sejarah anggota dari Parindra itu sendiri.
Awal dari terbentuknya Parindra yang pada mulanya bernama indonesische studie club Surabaya yang dipimpin oleh Dr. Sutomo. Setelah kejadian PNI, dapat dilumpuhkan semuanya oleh pemerintah hindia belanda, maka studie club ini menggambarkan pengaruhnya pada kalangan  masyarakat dengan mengubah mananya menjadi persatuan bangsa Indonesia (PBI) tahun 1931. [1]
Yang pada saat itu bertujuan untuk menyempurnakan derajat bangsa Indonesia dan tanah air. PBI menjalankan taktik koperasi, PBI sering melakukan pendekatan dengan Budi Utomo yang pada waktu itu diketahui oleh wuryaningrat. Fusi menghasilkan " Partai Indonesia Raya" ( Parindra ) dengan ketuanya yang bernama Dr. Sutomo yang bertujuan untuk mencapai Indonesia Raya. Salah seorang anggota di Volksraad adalah M. Husni Tamrin yang dikenal juga dengan julukan Abang Betawi. Tokoh-tokoh Parindra lainnya yang terkenal adalah Wuryaningrat, Sukarjo Wiryopranoto, Susanto Ttirtopsuryo S.H, Panji Suroso dll.
Mungkin karena sikapnya ini lah yang membuat pengaruh Parindra di sumatera barat tak berpengaruh besar, yang kebanyakan partai-partai bersikap non-koperasi dan radikal. Kesekretariatan di Sumatera yang di Jakarta akhirnya menggabungkannya dalam Parindra bersaama-sama dengan beberapa partai-partai lainnya seperti Kesekretariatan Celebes, Kesekretariatan ambun, Kesekretariatan Tirtayasa, Kaum Betawi, dan Timor Verboni. [2]
Partai politik yang lahir pada paro tahun ke 1930-an adalah Parindra ( Partai Indonesia Raya ) dan Gerindo ( Gerakan Rakyat Indonesia). Parindra, partai yang merupakan fusi budi utomo dengan studie club pimpinan Dr, Sutomo sejak awal dasa warsa abad ke-20, berdiri pada tahun 1935.
Cabang dari partai Parindra ini ada yang terletak di Palembang yang di dirikan oleh Dr. Maas, aktivis pergerakan dan dokter ahli mata yang pindah dari Surabaya pada tahun 1936. Dia di angkat sebagai ketua Parindra Palembang di damping Dr. M.Isa, dikter gigi dari Surabaya yang pindah ke Palembang pada tahun yang sama dengan Dr.Maas sebagai wakil ketua.[3]
Parindra pada saat itu mengambil sikap "Co" dan di perkuat oleh M.J. Soe'oed, Salam Astrokusumo, R.M. Akib, dan Azhari. Semuanya adalah tokoh asal Palembang dan sebagian besar dari mereka itu telah duduk dalam " Dewan Perwakilan Kota" ( Gemeenteraad ).
Perindra juga memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan pegawai kota, guru dan murid-murid taman siswa. Guru-guru taman siswa seperti Anwar Bey dan D.R. Nadjamuddin sebelum bergabung dengan perindra dan pengasuh Indonesia muda ( IM ).
M.J. Soe'oed aktivis Perindra yang bekas pokrol bamboo juga aktif membina keorganisasian panduan dari Suryawirawan. Dia giat memberi ceramah serta kursus politik pada perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti taman persahabatan yang mirip dengan "kedai" yang di bina PARI pada saat itu. [4]
Sebagian besar guru di sekolah umum pemerintah dan swasta, jika bukan aktifis utama pergerakan banyak yang menaruh simpati pada pergerakan nasional tersebut. A.H Nasutiaon yang telah mengajar di HIS Tanjungraja, misalnya, meskipun dia tidak terlalu aktif dalam pergerakan " bagai mana pun hamper setiap hari masih siap menyempatkan waktu untuk mendiskusikan dengan kawan-kawan dari kantor pejabat pertanian, perawat, klerk dan anggotanya yang berminat dengan pergerakan".
Beberapa guru yang juga ikut terlibat dalam langsung dalam pergerakan adalah sudiro ( kelak walikota Jakarta ) , Rahman dan A.S. Sumandi. Ketiganya merupakan pendatang dari jawa yang dating ke Palembang sebagai guru sekaligus sebagai penabur benih nasionalisme keindonesiaan lewaat pergerakan yang dilakukan di sekolah-sekolah.
Mereka ini kerap kali membekali murid-murid sifat untik lebih kritis terhadap kenyataan masyarakat. Untuk menghindari pengawasan penguasa, mereka melakukan kegiatan pemanduan di luar sekolah. Acara tersebut biasanya di isi dengan berkemah, pertunjukan music, dan drama, dimana mereka dapat menyanyikan lagu "Indonesia raya". [5]
Pada saat itu Parindra juga ada yang berkembang di Aceh, di samping Serikat Islam di Aceh. Juga lahir PARINDRA (Partai Indonesia Raya), kemudian PUSA. Kegiatan Parindra di Aceh untuk menuntut Indonesia Merdeka. Telah cukup memusingkan PID (Politiek Inlicebtingen Dienst) Polisi Rahasia Belanda.
Salah seorang pendiri Parindra di daerah Aceh adalah pemuda Hamid Azwar, yang dimana remajanya banyak memberikan andil dan partisipasinya dalam mengembangkan pergerakan kebangsaan menuntut Indonesia Merdeka.
Parindra merupakan hasil dari peleburan PBI (Barisan Pemuda Indonesia) dan Budi Utomo di bawah pimpinan pusat Dr. Sutomo dan M.H. Thamrin. [6]
Ramalan Djojobojo memainkan peranan yang juga tidak kurang besar di dalam masyarakat dan penilaian-penilaian mereka terhadap situasi yang adadi pengaruhi olehnya. Ramalan itu menyatakan bahwa setelah pemerintahan lama di bawah belanda maka akan datang bangsa kuning(Jepang) dan kemudian timbullah Indonesia merdeka.
Thamrin beserta dengan kawan-kawannya melihat antara perundingan-perundingan yang dilakukan oleh hindia belanda dengan jepang tidak akan berhasil apa-apa, sebaliknya melihat tuntutan-tuntutan jepang dengan perasaan yang agak puas karena mengharapkan perkembangan-perkembangan politik yang baru.
Tentu saja belanda melihat thamrin sebagai seorang yang berpendapat het doel heiligt de middelen ( semua alat baik untuk mencapai tujuan ). Dalam hal ini thamrin katanya tidak akan segan-segan mengorbankan kepentingan-kepentingan anggota Parindra yang duduk dalam pemerintahan sebagai pegawai negeri ( yang banyak jumlahnya ). Terhadap titingkah laku yang keras ini, Soangkupon dari Volksraad memisahkan diri sebab tidak setuju dengan offer theorie ( teori pengorbanan ) Thamrin.
Menurut Thamrin, bila Parindra terdiri dari golongan menengah tinggi dan kaum cendikiawan, maka gerindo lebih terdiri dari golongan menengah kecil serta bakas-bekas pengikut PKI dan Serikat Rakyat. Anggota PNI lama menyebar di semua partai dari Parindra sampai ke PSII dan muhammadiah untuk merebut pimpinan-pimpinan masing-masing sesuai dengan keputusan-keputisan dari kongresnya dalam bulan April 1940.
Dalam bulan juli 1940 partai-partai yang bergabungndalam GAPI terdiri dari 47.300 Anggota sedangkan di MIAI tergabung kira-kira 22.000 anggota, dan di perkumpulan-perkumpulan serta partai-partai lain ( antara perkumpulan social dan partai politik hanya ada sedikit perbedaan ) tergabung 11.400 anggota.
Seluruh dari yang terdaftar sebagai ikut aktif dalam politik adalah 80.700 orang. Pada umumnya di perkirakan oleh ahli hukum tersebut bahwa ada 200.000 orang dalam masyarakat yang aktif berpolitik. Golongan ini sedikit banyak menentang pemerintahan kolonial atau mendorong kea rah cita-cita Indonesia merdeka. Sedangkan di pihak pro kolonial atau yang dengan seratus persen pro belanda hanya sedikit sekali. [7]
Notes :
[1] Anonim. 1978.  Sejarah kebangkitan nasional daerah Sumatra barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Pencatatan Kebudayaan Daerah : Padang. Hal :  157
[2] Anonim. 1978.  Sejarah kebangkitan nasional daerah Sumatra barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Pencatatan Kebudayaan Daerah : Padang. Hal : 158
[3] Zed,Mestika. 2003. Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950. Pustaka LP3ES Indonesia : Jakarta. Hal : 176
[4] Zed,Mestika. 2003. Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950. Pustaka LP3ES Indonesia : Jakarta. Hal : 177
[5] Zed,Mestika. 2003. Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950. Pustaka LP3ES Indonesia : Jakarta. Hal : 178
[6] Jokobi,K.A. 1998. ACEH dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan TEUKU HAMID AZWAR Sebagai Pejuang. PT Gramedia Pustaka Utama Bekerjasama dengan Yayasan Seulawah RI-001 : Jakarta. Hal : 51
[7] Onghokham. 1989. Runtuhnya Hindia Belanda. PT Gramedia : Jakarta. Hal : 149
  
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978.  Sejarah kebangkitan nasional daerah Sumatra barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Pencatatan Kebudayaan Daerah : Padang.
Zed,Mestika. 2003. Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950. Pustaka LP3ES Indonesia : Jakarta.
Jokobi,K.A. 1998. ACEH dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan TEUKU HAMID AZWAR Sebagai Pejuang. PT Gramedia Pustaka Utama Bekerjasama dengan Yayasan Seulawah RI-001 : Jakarta.
Onghokham. 1989. Runtuhnya Hindia Belanda. PT Gramedia : Jakarta.

No comments:

Post a Comment