Budi Utomo


Abdurrahman / SI IV
Budi utomo adalah suatu organisasi pemuda yang didirikan dan disahkan pada hari Rabu 20 Mei 1908. Organisasi Budi Utomo didirikan oleh Dr.Sutomo dan para mahasiswa STOVIA  yaitu Goenawan Mangoenkusumo dan Suraji atas usulan dan gagasan Dr.Wahidin Sudirohusodo dan para pelajar STOVIA lainnya untuk memajukan dan meningkatkan derajat bangsa Indonesia.[1]
Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya ditunjukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirjo. Saat itu Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masu ke dalam pemahaman orang Jawa.[2]
Untuk mengpropagandakan pendiriannya, organisasi pelajar Budi Utomo ini kemudian membuat surat edaran yang ditujukan kepada segala lapisan penduduk Bumiputera dengan memakai bahsa Jawa, Melayu dan bahsa Belanda. Adapun pendirian dari organisasi Budi Utomo ini antara lain : "Jangka pendek akan menyatukan penduduk Bumiputera dan jangka panjang akan membentuk organisasi umum di Jawa ("Algeemen Javasche Bond"), dengan adanya suatu persaudaraan nasional ("Nationale Broederschap), yang tidak memandang perbedaan ras, jenis kelamin dan kepercayaan. Sebagai tujuannya dinyatakan secara samar-samar dalam bentuk semboyan : "Hindia maju, ("Indie Vooruit").
            Dari pendirian Budi Utomo tersebut nampak dengan jelas, bahwa para pelajar STOVIA, sebagai pendiri Budi Utomo yang pertama dalam mengungkapkan cita-citanya atau tujuan akhirnya tidak memakai istilah "Jawa maju" (Java Vooruit) seperti yang telah dipakai oleh ketiga putri Jepara :akan tetapi mereka memakai istilah "Hindia maju" (Indie Vooruit). Juga dalam mengungkapkan jangkauan organisasi Budi Utomo mereka tidak memakai istilah "een Algemeen Javaansche Bond" (suatu perserikatan umum orang jawa) atau dalam bahasa inggrisnya "General Javanees Union" atau "the all Javanese Union", tetapi mereka mempergunakan istilah "een Algemeen Javasche Bond" ("suatu perserikatan umum di Jawa") atau dalam bahasa Inggrisnya "General Union in Java". Dengan demikian jelaslah bahwa semula berdirinya Budi Utomo tidak hanya merupakan suatu organisasi perserikatan kebudayaan (orang ) Jawa, melainkan merupakan suatu organisasi untuk umum di Jawa. Memang semula jangkauan geraknya akan terbatas pada penduduk pulau Jawa dan pulau Madura, tetapi kemudian meluas untuk penduduk Hindia (Indonesia) seluruhnya, tanpa memperhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan kepercayaan. Hal itu berarti adanya suatu usaha untuk membuat suatu wadah persatuan bagi seluruh penduduk (Bumiputera) di Hindia Belanda (Indonesia). Usaha semacam itu tentunya berlandaskan pada pola berfikir Indonesia-sentris yang mengatasi pola berfikir Regiosentris (kedaerahan) atau ethno-centris (kesukuan). Pola berfikir Indonesia-sentris inilah yang membawa kebangkitan, "Nasionalisme-Indonesia", yang dalam kelakuan manusia menimbulkan sikap Nasionalistis Indonesia. Sikap nasionalistis Indonesia dalam bentuk permulaannya atau "sikap protonasionalistis Indonesia" itu nampak pada sikap para pemimpin pelajar STOVIA pada awal berdirinya Budi Utomo (dari bulan Mei s/d Oktober 1908).
            Demikianlah antara tanggal 3 s/d 5 Oktober 1908 di Yogyakarta berlangsung kongres Budi Utomo yang pertama kali, yang oleh surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad dianggap sebagai kongres Nasional yang pertama kali diadakan secara modern di Indonesia. Pada saat itulah pimpinan Budi Utomo beralih dari tangan generasi muda kepada generasi yang lebih tua yang terutama terdiri dari para priyayi rendahan. Pada waktu itu nampak pula adanya dua aliran faham yang berbeda dalam tubuh organisasi Budi Utomo. Disatu pihak menghendaki agar supaya keanggotaannya hanya terbatas pada para ambtenaar terpelajar saja dan bergerak dalam bidang kebudayaan dan bidang sosial, terutama dibatasi sampai urusan pelajaran sekolah di pihak lain berkehendak supaya haluan organisasi menuju ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, yang menuntun agar nasib seluruh rakyat mendapat perhatian. Fihak yang pertama didukung oleh golongan tua dengan Dr.Radjiman Wedyodipuro (kelak Wediyodiningrat) sebagai pemukanya. Fihak kedua dikemukakan oleh golongan muda dengan dr. Tjipto Mangunkusumo dan Surjodiputro sebagai juru bicaranya. [3]
            Setelah perdebatan yang panjang tentang corak Budi Utomo, maka Pengurus Besar memutuskan untuk membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang di pilih oleh karena itu ialah bidang pendidikan dan kebudayaan. Karena kebanyakan penduduknya ialah golongan pria rendahan, maka dapat dipahami mengapa Budi Utomo menganggap perluasan pendidikan barat. Pengetahuan bahasa Belanda mendapat prioritas pertama, karena tanpa bahasa itu seseorang tidak dapat mengharapkan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian Kolonial. Dengan demikian, maka Budi Utomo cendrung untuk memajukan pendidikan bagi golongan priyayi dari pada bagi penduduk BumiPutera pada umumnya. Sasaran Budi Utomo merubah dari " Kemajuan untuk mempertahankan penghidupan" menjadi " Kemajuan secara serasi". Hal itu menunjukkan pengaruh golongan tua yang moderat dan golongan priyayi yang lebih mengutamakan jabatannya. Dengan demikian, maka sikap "protonasionalistis" dari pada pemimpin pelajar yang kentara pada awal berdirinya Budi Utomo, kini terdesak kebelakang. 
            Setelah dua pemimpinnya yang berbeda pendapat dengan anggota Pengurus Besar, yaitu dr. Tjipto Mangunkusumo dan Surjodiputro, berhenti dari badan pengurus (oktober 1909), maka Pengurus Besar Budi Utomo tersebut menjadi lebih seragam. Setelah persetujuan yang diberikan pemerintah kepada Budi Utomo sebagai badan hukum (....1909), maka diharapkan organisasi itu akan melancarkan aktivitasnya secara luas. Tetapi segera Budi Utomo menjadi lamban, yang sebagian disebabkan kesulitan keuangan. Lain dari pada itu Bupati telah mendirikan organisasi sendiri ("Sedio Muljo" th. 1911), para pemuda STOVIA dan anggota lainnya berhenti sebagai anggotanya karena kecewa terhadap jalan yang telah ditempuh Budi Utomo. Walaupun pada akhir tahun 1909 Budi Utomo telah mempunyai cabang 40 tempat dengan numlah anggota lebih kurang 10.000 orang, namun perkembangan selanjutnya usaha Budi Utomo makin lama makin merosot. Bahkan Budi Utomo semakin kehilangan kedudukan monopolinya setalah muncul organisasi nasional lainnya, seperti : Sarekat Islam, yang beraliran nasionalisme, demokartis dengan dasar agama ; Indische Partij yang beraliran Indisch-nasionalisme radikan dan Muhammadiyah yang beraliran keinginan mengadakan pengajaran modern berdasarkan agama serta kebangsaan diluar politik.
Perkembangan selanjutnya merupakan periode yang paling lamban bagi Budi Utomo. Aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah bulanan Goeroe Desa dan beberapa petisi, yang dibuatnya kepada pemerintah berhubung dengan usaha meninggalkan mutu sekolah menengah pertama. Tatkala kepemimpinan pengurus pusat makin lemah, cabang-cabang melakukan aktivitas sendiri yang tidak banyak hasilnya. Pemerintah yang mengawasi perkembangan Budi Utomo sejak berdirinya dengan penuh perhatian dan harapan, akhirnya menarik simpulan, bahwa pengaruh Budi Utomo terhadap penduduk pribumi tidak begitu besar. Bebrapa bagian pemerintahan tampaknya merasa puas karena ketidakmampuan Budi Utomo itu, tetapi G.A.J.Hazeu, penasihat pemerintah untuk urusan pribumi, merasa kecewa karena kelambanan organisasi itu.
Tirtukusumo berhenti padan tahun 1912 dan ketua Budi Utomo yang baru, Pangeran Noto Dirodjo berusaha dengan penuh tenaga mengejar ketinggalan. Dengan ketua yang baru itu, perkembangan Budi Utomo tidak pesat lagi. Hasil-hasil yang pertama dicapainya oleh ketua berketurunan Paku Alam itu ialah perbaikan pengajaran di daerah kesultanan/kesunanan. Budi Utomo mendirikan organisasi dana belajar Darmoworo. Akan tetapi, hasilnya tidaklah begitu besar. Sukses-sukses yang kecil itu makin tidak berarti dan berada dibawah bayangan munculnya organisasi nasional lainnya, terutama:
1.      Serekat Islam, yang didirikan pada tahun 1911, berasaskan dasar hubungan spiritual agama dan kepentingan perdagangan yang sama, berkembang menjadi gerakan rakyat yang pertama dan sebenarnya di Indonesia.
2.      Indische Partij, yang berdiri pada masa bersamaan mempropagandakan "Nasionalisme Hindia" dan bergerak dalam bidang politik.
Kedua partai itu menarik unsur-unsur yang tidak puas dari luar Budi Utomo. Sungguhpun prinsip-prinsip utama tentang netralisasi agama dan aktivitas non-politik Budi Utomo membedakan dirinya dengan organisasi-organisasi lain, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa selama prinsip-prinsip itu dipertahankan dengan sifat  yang pasif tidaklah dapat diharapkan pengaruhnya akan makin meluas.[4]
Kutipan
1.      Nur Asiah (2009). Pahlawan Nasional Indonesia. Mediantara Semesta. Jakarta. Hal : 19
3.     (2003) Sejarah Kebangkitan Nasioanal Daerah Jawa Timur : Hal 45-48
4.      Poesponegoro,Mawarti Djoened (2012) Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka : Hal 336 – 337
Daftar Pustaka
1.      Poesponegoro,Mawarti Djoened (2012).Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
2.      Asiah,Nur (2009).Pahlawan Nasional Indonesia.Jakarta: Mediantara Semesta

No comments:

Post a Comment