Cyndi Dwi Rahmadani / SAT
Brunei Darussalam merupakan sebuah negara kecil bagian Asia Tenggara yang terletak di ujung pantai Utara pulau Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Ibukotanya adalah Bandar Sri Begawan. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan didaratan oleh Malaysia. Brunei terkenal dengan kemakmuran dan hasil buminya yang berlimpah, dan juga tegas dalam melaksanakan syariat Islam baik dalam pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari.
A. Kerajaan Brunei Darussalam Sebelum masuknya Islam
Tidak banyak Sumber / data sejarah yang ditemukan tentang kerajaan Brunei sebelum masuknya Islam. Catatan mengenai kerajaan Brunei sebelum masuknya Islam hanya bersumber dari sedikit manuskrip dari sumber sejarah Cina. Namun catatan tersebut lebih banyak bercerita tentang kerajaan Puni, hal ini dikarenakan kerajaan Puni merupakan kerajaan terakhir Brunei sebelum berganti menjadi tata pemerintaha Islam{1}.
Mengacu pada sumber sejarah Cina, kerajaan Brunei sudah ada sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan dagang antara Brunei dengan Dinasti Liang (502-557M). Penyebutan nama kerajaan Brunei berbeda-beda sesuai dengan sebutan yang digunakan oleh Dinasti Cina. Pada masa Dinasti Liang dan Dinasti Tang Brunei lebih dikenal dengan nama Po-li. Pada masa Dinasti Song disebut dengan Po-lo dan Pada masa Dinasti Ming disebut dengan Po-ni (puni).
Aktivitas Ekonomi, Sosial dan Budaya :
Sejauh ini yang ditemukan hanyalah adat kebiasaan masyarakat Puni (Brunei pada masa Dinasti Ming), karena minimnya sumber sejarah yang ditemukan. Pada saat itu masyarakat Puni melakukan hubungan Perniagaan (pertukaran barang dagangan) dengan Cina. Perniagaan akan dimulai setelah kapal cina berlabuh selama tiga hari, kemudian raja Puni mulai menawar harga-harga barang. Selama berunding masalah harga, Raja Puni akan menjamu tamunya dengan beragam masakan. Setelah harga ditetapkan maka dipukullah Gong sebagai pertanda perdagangan dimulai. Konon jika harga belum ditentukan maka sispapun belum boleh membeli, barang siapa yang melanggar ketetapan tersebut maka akan di hukum mati, bagi sudagar hukumannya akan diringankan.
Pada saat itu barang yang diperdagangkan adalah Tikar emas, tembikar, porselen, Plumbun (lead), perak, emas, kain sutera, kain kasa, dan kiap. Selain dengan Cina kerajaan Puni juga memiliki hubungan dagang dengan Kochin, Jawa, Singapura, Pahang, Terengganu, Kelantan, serta negeri-negeri sekitar Siam.
Kebiasaan masyarakat Puni ketika ada yang meninggal maka mayatnya akan dimasukkan ke keranda yang terbuat dari buluh, kemudian dibawa kehutan dan ditinggalkan begitu saja. Dua bulan kemudian barulah keluarganya bercocok tanam, tetapi tidak dijelaskan dimana mereka bercocok tanam apakah ditempat mayat tersebut atau ditempat lain. Mereka juga punya tradisi khas dalam hal meracik obat luka yang dikenal dengan nama pokok. Obat tersebut berasal dari akar yang digoreng sampai hangus kemudian abunya digosokkan ke bagian yang terluka. Walaupun luka tersebut bisa menyebabkan kematian tetapi mereka tetap percaya bahwa luka tersebut bisa disembuhkan {2}.
Sebagian masyarakat Puni menganut agama Buddha, namun mereka tidak memiliki arca. Tetapi mereka membangun rumah Buddha yang bertingkat-tingkat dengan atap yang berbentuk menara. Dan sebagian lagi sudah ada yang beragama islam, hal ini terbukti dengan ditemukannya makam-makam islam serta adanya orang muslim yang menjadi utusan raja Puni dalam melakukan perniagaan ke Cina.
Raja Puni Mahamosha adalah seorang Muslim, hal ini terlihat pada makanan yang diberikan oleh Raja Cina kepada dirinya yang berupa daging-daging yang bukan babi. Mahamosha juga dikenal dengan nama Sultan Muhammad Shah / Sultan Brunei I. Disinilah awal pemerintahan Islam dikerajaan Brunei dimulai.
B. Kerajaan Brunei Darussalam setelah masuknya Islam
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah, Brunei berada dibawah pengaruh kekuasaan Majapahit dan setiap tahunnya wajib memberikan upeti sebanyak 40 kati kapur barus. Setelah Patih Gajah Mada wafat, Kerajaan Brunei melepaskan diri dari pengaruh Majapahit. Sultan Muhammad Shah wafat pada tahun 1402M, setelah dimakamkan raja Cina bertitah agar putranya yang bernama Hsia Wang diangkat menjadi raja, tetapi karena dia masih berusia 4 tahun maka tahta kerajaan diserahkan kepada keponakannya yaitu Sultan Ahmad / Sultan Brunei II.
Setelah 17 tahun berkuasa, Sultan Ahmad wafat dan kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Sultan Syarif Ali, hal ini dikarenakan beliau tidak memiliki anak laki-laki. Pada masa ini terjadi perubahan besar dalam sejarah Kerajaan Brunei. Kerajaan Puni berubah nama menjadi Kerajaan Brunei bersamaan dengan perpindahan Kerajaan Brunei yang lama / tua ke kota baru. Pergantian nama ini disebabkan karena putusnya hubungan dagang antara Brunei dan Cina dikarenakan pergantian Sultan yang kemudian berimplikasi pada perubahan kebijakan politik luar negeri.
Ketika Sultan Syarif Ali menjadi raja, beliau berusaha menyebarkan Islam kepada penduduk Brunei. Beliau menerapkan kepemimpinan yang adil dan teratur dengan berasaskan hukum Islam. Pada masa beliau memerintah Brunei menjadi negeri yang aman dan Sentosa. Karena itulah kemudian Brunei mendapatkan sebutan "Darussalam" yang artinya 'Negeri yang aman'. Sultan Syarif mulai melakukan ekspansi secara bertahap dan melakukan perluasan pengaruh ke beberapa negara. Kemajuan Brunei semakin pesat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511). Sistem monopoli yang diterapkan oleh Portugis membuat sebagian besar pedagang mengalihkan perdagangannya ke plabuhan Brunei. Banyaknya pedagang muslim yang masuk ke Brunei membuat pertumbuhan Islam di Brunei berlangsung dengan cepat {3}.
Kerajaan Brunei mengalami masa Kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah. Pada masa ini kekuasaan Brunei semakin luas dari serawak, sabah, kepulauan sulu, hingga ujung barat laut Kalimantan. Selain itu beliau juga memiliki hubungan baik dengan Raja di Jawa dan Malaka. Kemakmuran ini dinikmati oleh seluruh rakyat Brunei, bahkan semua rakyat memiliki rumah kayu yang berdiri diatas air, sebuah simbol kehidupan yang megah pada saat itu. Setelah Sultan Bolkiah wafat (1524), tahta kerajaan diberikan kepada Sultan Abdul Kahar. Pada masa Sultan Abdul Kahar inilah terjadi kolonialisme Eropa di Asia Tenggara, tak terkecuali di Kerajaan Brunei.
C. Kerajaan Brunei Masa Kolonialisme
Brunei dan portugis memiliki hubungan dagang dan ekonomi yang cukup harmonis, namun pada tahun 1536 Portugis melakukan serangan terhadap muslim di Maluku sehingga membuat Sultan marah dan melakukan pengusiran terhadap duta besar Portugis. Brunei sempat beberapa kali terlibat dalam peperangan Portugis, karena Sultan membantu pihak lawan. Dan para pedagang Brunei juga sering dianggap melanggar perjanjian karena melakukan aktivitas dagang di kawasan Ligor dan Siam. Namun konflik yang terjadi tidak terlalu besar dan dengan cepat bisa diredakan.
Berbeda dengan Portugis, hubungan Brunei dengan Spanyol tidak begitu harmonis. Pada tahun 1565 terjadi pertempuran di perairan yang melibatkan Brunei dan Spanyol. Setahun kemudian hubungan keduanya semakin memanas, karena Spanyol berhasil merebut Manila dari tangan Brunei. Brunei sempat mengancam Spanyol dengan mengatakan akan melakukan serangan dengan menggunakan armada besar dalam rangka untuk merebut kembali kota tersebut. Tetapi dengan berbagai pertimbangan penyerangan tersebut dibatalkan dan Manila dibiarkan jatuh ke tangan Spanyol.
Pada tahun 1578, Spanyol mengambil Kesultanan Sulu dari Brunei dan bahkan Spanyol juga menyerang Sultan Brunei. Spanyol juga melarang Brunei dalam menyebarkan Islam di Filipina karena dianggap mengganggu kegiatan Missionaris dalam menyebarkan agama Kristen. Sayangnya upaya Spanyol untuk menduduki kawasan Brunei tidak berhasil karena negeri tersebut sedang dilanda penyakit disentri dan kolera. Penyakit tersebut membuat Spanyol mengalami kerugian yang besar dan akhirnya meninggalkan Brunei kemudian kembali ke Manila. Kerugian yang diderita Brunei tidak terlalu besar karena tidak lama kemudian Brunei berhasil merebut kesultanan Sulu, Tetapi Brunei harus kehilangan Luzon yang direbut oleh Spanyol.
Kekalahan Brunei dalam menghadapi Spanyol membawa petaka bagi kondisi dalam negeri Brunei. Perpecahan antar daerah tidak bisa dihindari, banyak daerah yang melakukan pemberontakan dan menuntut kemerdekaan dari Brunei. Namun karena sikap sultan yang adil, pemberontakan bisa diredam. Pada tahun 1839 terjadi pemberontakan di serawak, pemberontakan ini terjadi pada masa Sultan Omar Ali Saifuddin II, namun atas bantuan James Brooke pemberontakan berhasil di padamkan.
Atas jasanya Brooke diangkat sebagai gubernur Serawak dan mendapat gelar "Rajah Putih". Namun Brooke memiliki maksud lain dan akhirnya Sultan mengetahui hal tersebut. Pada tahun 1843 terjadi konflik antara Brooke dan Sultan yang berakhir dengan kekalahan di pihak Brunei. Sultan akhirnya mengakui kemerdekaan Serawak. Lepasnya Serawak membuat Inggris lebih mudah bergerak karena memiliki kawasan yang strategis. Pada tahun 1846, Brunei diserang oleh Inggris dan dengan mudah menaklukkan Ibukota Brunei. Sultan SaifuddinII ditangkap dan dipaksa menandatangani perjanjian Labuan yang berisi penyerahan Labuan kepada Inggris. Pada tahun 1847, Brunei menandatangani Perjanjian Perdagangan dan Persahabatan dengan Inggris. Pada tahun 1850, Brunei menandatangani perjanjian serupa dengan Amerika Serikat.
Pada tahun 1877, Inggris juga memaksa Brunei untuk menandatangani perjanjian penyewaan lahan yang ada disebelah timur (kini bernama Sabah) kepada Perusahaan Borneo Utara milik Britania Raya. Wilayah Brunei yang awalnya begitu luas berubah menjadi kecil akibat penjajahan Inggris. Brunei menjadi negara yang lemah dan tak berdaya. Kondisi tersebut membuat Sultan Hasyim Alilul Alam Aqamaddin menandatangani perjanjian degan Inggris pada tahun 1888 yang meletakkan Brunei di bawah perlindungan Inggris. Ketidakberdayaan Brunei semakin terlihat saat Sultan mengirimkan permintaan kepada pemerintah Inggris agar mengirimkan warga Inggris ke Brunei untuk membantu menjalankan pemerintahan. Permintaan tersebut baru dipenuhi pada tahun 1906, warga Inggris mulai dikirimkan untuk membangun Brunei. Sebuah kantor bea cukai dan pertanahan mulai dibangun, kepolisian Brunei juga mulai dibangun. Pada tahun 1911, Inggris juga mendirikan sekolah melayu. Kemakmuran Brunei mulai kembali terlihat sejak ditemukannya minyak di Seria pada tahun 1929.
D. Proses Kemerdekaan
Pada tahun 1959, Brunei mengeluarkan sebuah konstitusi baru yang menyatakan pembentukan pemerintahan sendiri, sedangkan urusan luar negeri, pertahanan dan keamanan tetap menjadi milik Britania Raya yang diwakili oleh Komisaris Tinggi. Pada tahun 1970, Ibu kota Brunei Town berubah nama menjadi Bandar Sri Begawan dengan tujuan untuk menghormati jasa Sultan Omar Ali Saifuddin.
Pada tanggal 4 Januari 1979, Brunei dan Inggris / Britania Raya menandatangani perjanjian baru berupa Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Barulah pada tanggal 1 Januari1984 Brunei memperoleh kemerdekaannya secara penuh {4}
Daftar Pustaka :
No comments:
Post a Comment