NAMA: SUNI HARTINI/B/S13
I.POITIK LIBERAL DAN POLITIK ETHIS
Dengan adanya PR-Konstitusi- Kolonial- mulailah standar baru bagi pemerintahan di Indonesia dan dipaksakanlah politik yang lebih liberal. Sejak itu menyusul lah beberapa peraturan baru yang menghilangkan beberapa penyelewengan. Akhirnya tanaman-tanaman pemerintah yang kurang penting seperti indigo, tembakau, the, di hapus. Pelaksanaan prinsip-prinsip liberal tidak hanya berarti terbaginya kekuasaan pemerintah dengan perwakilan rakyat, tetapi juga berarti dilancarkannya kritik mengenai segala persoalan colonial. Usaha-usah kaum liberal untuk mengadakan sejumlah reform didasarkan pada doktrin ekonomi politik klasik dan ditujukan untuk melawan monopoli dan pemaksaan. Tujuan-tujuan ini diperjuangkannya dengan sungguh-sungguh dan tidak terbatas pada persoalan-persoalan colonial.
Politik ekonomi kaum liberal adalah kebalikan dari politik yang dijalankan oleh Willem I. Prinsip yang dianut sekarang adalah prinsip "tidak campur tangan"' berhubung dengan itu kerajaan harus menarik diri dari segala campur tangan; segala rintangan terhadap inisiatif individu dan kebebasan harus dihapuskan, dan segala bantuan pemerintah kepada usaha swasta harus dihentikan. Semuanya ini berarti runtuhnya politik merkantilisme dan proteksionisme. Konsekuensinya, banyak undang-undang yang melindungi hak-hak istimewa perusahaan-perusahaan nasional dihapus. Tindakan-tindakan ini sebagian disebabkan karena kepatuhan ideologis golongan liberal dan sebagian juga karena tekanan-tekanan politik dari pihak inggris. Kecenderungan umum di eropa yang menuju ke perdagangan bebas menyebabkan belanda menghapus peraturan-peraturan proteksinya.
Sistem ekonomi liberal mempermudah bank ekspor maupun impor modal. Penanaman modal di Indonesia terutama terjadi pada industry gula, timah, dan tembakau yang mulai berkembang sejak tahun 1885. Dengan dihapuskannya Cultuurstelsel secara berangsuir-angsur, maka tanaman wajib pemerintah diganti dengan perkebunan-perkebunan yang diusahakan oleh pengusaha-pengusaha swasta. Kalau di satu pihak modal belanda diekspor maka dilain pihak modal asing, khususnya jerman, ditanam di beberapa cabang industry di negeri belanda. Singkatnya, liberalisasi politik perdagangan belanda berarti pembukaan negeri belanda bagi perdagangan internasional. Sebagai Negara kecil diantara Negara-negara besar dengan industry-industrinya sudah maju, maka sudah selayaknya kalau negeri belanda mengarahkan dirinya ke konstelasi ekonomi umum.
Bukan hanya suatu kebetulan, kalau timbulnya partai liberal terjadi pada periode revolusi industry di negeri belanda. Seperti di Negara-negara lainnya, liberialisme di negeri belanda sebagian besar mendapat pengikut dikalangan kaum borjuis yang mengalami emansipasi politik sejajar dengan posisinya yang kuat didalam ekonomi politik. Sebetulnya masa dua puluh tahun ini (1850-1870) dapat dianggap juga sebagai masa konsolidasi kenegara liberal. Dalam hal ini kita membatasi diri pada akibatnya atas politik colonial belanda.
Sejak persoalan-persoalan colonial tidak lagi menjadi rahasia di Staten Generaal, maka parlemen selalu menaruh perhatian terhadap soal-soal tersebut. Banyak diantara anggota-anggotanya memperluas pengetahuan mereka tentang tanah jajahan, maka sudah selayaknya kalau mereka lebih menjadi sensitive akan kekurangan-kekurangan mereka. Akibat-akibat dari perubahan opini tentang tentang politik colonial ini berproses sangat dipercepat. Dalam periode ini gerakan yang ditujukan terhadap reform menjadi makin kuat. Sesungguhnya politik golongan colonial golongan liberal harus sesuai dengan politik liberal negeri induk.
IDEOLOGI KOLONIAL BELANDA
Ideoligi koloni belanda merupakan suatu hal yang biasa, bahwa semenjak dahulu dominasi asing atau pemerintahan colonial jarang menampakkan dirinya sebagai suatu kekuatan. Didalam sejarah colonial belanda, motif-motif itu telah berubah-ubah menurut perputaran waktu dan amat menarik sekali untuk mengadakan penggantian sebuah formula bagi imperialisme belanda, terutama dalam periode PD I dan PD II. Didalam usaha untuk mengatasi situasi yang makin gawat di hindia belanda, Negara-negara belanda dari berbagai aliran politik mempunyai satu jawaban, yaitu tetap untuk menempatkan Indonesia didalam hubungan colonial dengan negri belanda. Ideologi kolonial itu selaras dengan golongan-golongan, baik yang berhasil, karena ia mengasingkan masyarakat Indonesia sebagai suatu keseluruhan. Tujuan cultural dari politik asosiasi ialah penyebaran kebudayaan belanda pada umumnya dan perluasan pengajaran bahasa belanda pada khususnya.
Sebagai reaksi, baik terhadap propaganda yang bersifat revolusioner maupun terhadap pernyataan gubernur jenderal van limburg sitirum (1916-1921), dan juga dengan maksud untuk merealisasikan ide asosiasi, maka didirikanlah sebuah partai asosiasi belanda, yang diberi nama politiek ekonimische bond (PEB). Tujuannya ialah untuk mewujudkan suatu bangsa hindia dengan jalan koperasi dengan rakyat pribumi dibawah pimpinan belanda. Jadi PEB menentang gerakan "bebas dari Holland", maupun gerakan nonkoperasi. Pada prinsipnya PEB bukanlah menghendaki demokrasi yang murni dengan hak-hak yang sama, dan ia juga mendukung ide paternalisasi atau perlindungan.
Pada tahun berikutnya aliran tersebut terdesak kesudut ketika arah perkembangan politik kolonial menunjukkan makin tajamnya pertentangan-pertentangan kepentingan dan kesadaran nasional makin mendalam sebagai akibat dari diskriminasi ras . politik gubernur jendral van limburg stirum yang ingin mendahulukan kepentingan penduduk pribumi daripada golongan-golongan lainnya, makin memperlemah politik asosiasi.
Sebagai protes dari gabungan partai-partai terhadap politik itu, maka didirikanlah vaderlandsche club (vc), yang merupakan front kulit putih. Tujuannya ialah tetap mempertahankan pimpinan belanda diindonesia dan mempertahankan pimpinan belanda diindonesia dan memperkuat ikatan-ikatan antara Indonesia dan negeri belanda, supaya kepentingan golongan-golongan belanda dibidang ekonomi, nasional dan finansial dapat terjamin. Pembentukan vc sebagai partai eropa yang bersifat ekslusif merupakan suatu manifestasi dari arus konservatif didalam politik kolonial belanda. Sesuai dengan tujuannya, maka harus dibentuk nederland raya dengan Indonesia sebagai Negara bagian yang bersetatus otonom dari kerajaan belanda. Tidaklah dibenarkan, bahwa proteksi belandaakan dihapuskan. Tindakan itu dikatakan oleh Treub "membahayakan perdamaian dunia". VC menolak semua usul yang menuntut diadakannya perubahan-perubahan dan menginginkan kembalinya situasi tahun 1900, yaitu berlakunya system pemerintahan yang otokratis. Dengan demikian berarti VC memandang rendah kekuatan nasionalisme.
Vanderlandsche club dituduh oleh lawan-lawannya telah ditunggangi oleh kaum kapitalis dan selalu siap untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka. Tunduhan itu mempunyai dasar yang kuat dengan adanya isu tentang didirikannya fakultas idiologi di Utrecht, yang seluruhnya dibiayai oleh ondernemersbond oleh perusahaan-perusahaan besar. Reaksi dan kritik yang hebat dilancarkan oleh dua golongan, yaitu dari apa yang disebut stuwgroep dari golongan universitas leiden. Sebelum kita membicarakan kedua aliran filsafat kolonial itu.
Pandangan colijn hampirsama dengan treub, yaitu tidak mengakui adanya persatuan Indonesia dan kemampuan rakyat untuk berdikari. Ia berpendapat, bahwa orang tidak dapat meyakini kapan datangnya waktu yang cukup masak untuk memberi otonomi kepada mereka. Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang esensial antara timur dan barat, colijn mengingatkan, bahwa sifat timur asli akan mempertahankan terutama ia menekankan bahwa rakyat timur tidak mempunyai kecakapan untuk melaksanakan otonomi. Sebagai seorang juru bicara dari sebuah partai agama yang sangat berpengaruh, yaitu anti revolutionaire partij, ia menyatakan didalam nada keagamaan, bahwa "politik kolonial tidak akan diorientasikan secara langsung kepada pepecahan dari apa yang telah dipersatukan oleh takdir ilahi". Politik colijn itu dapat dipandang sebagai contoh yang tepat dari suatu politik kolonial belanda yang konservatif.
Aspek yang paling mencolok dari konservatisme colijn ialah konsepsinya mengenai kemerdekaan Indonesia. didalam opininya kemerdekaan Indonesia harus ditetapkan oleh penjajah. Pihak penjajah juga menentukan kecepatan perkembangan koloni dan lamanya periode pemerintahan kolonial.
Nama stuwgroep diambil dari sebuah majalah yang bernama de stuw. Golongan ini terdiri atas kaum intelektual eropa, yang sebagian besar menduduki jabatan-jabatan tinggi didalam pemerintah koloni dan memperoleh pendidikan di leiden. Politik emansipasi pada ahirnya harus menelurkan otonomi didalam lingkungan commonwealth hindia yang merdeka. Ternyata bahwa stuwgroep tidak mendiskusikan tentang ritmen, waktu, dan tidak menjalankan politik aktif. Persamaan yang jelas dengan vaderlandcshe club ialah, bahwa stuwgroep juga menginginkan terwujudnya ikatan-ikatan yang permanen antara negri hindia dan negri belanda.
Dibandingkan dengan vederlandesche club tentu saja stuwgroep lebih progresif dan luas pandangannya. Sikap mereka terhadap masalah missi peradaban yang besar adalah negative. Seperti yang dikatakan oleh bousquet: "de stuw lebih condong apabila belanda tidak mengulurkan tangannya, karena de stuw mempunyai pikiran, bahwa uluran tangan belanda telah mengekang hindia terlalu erat pada masa yang silam.
Pandangan lain hamper mendekati stuwgroep ialah leidsche groep, yang juga mendukung politik yang bertujuan member status otonomi kepada hindia belanda, dan mendasarkan dari pada demokrasi dari pada demokrasi dari pada dalam arti yang luas. Golongan ini memang pimpinan dalam gerakan " hindia bebas dari hollan". Mereka mengetahui, bahwa anasir-anasir yang beraneka ragam pada masyarakat Indonesia mempunyai cirri-ciri yang sama didalam lingkungan supermasi belanda.Dari sudutpandang lawan-lawan mereka golongan Utrecht, yang meliputi golongan pengusaha-golongan leiden itu dikatakan mempunyai cita-cita eithes yang menyimpang dari realitas. Praktek kolonial tidak akan dikorbankan untuk teori yang muluk-muluk. Didalam kritik mereka golongan Utrecht selanjutnya mengatakan, bahwa kepentingan umum dari negeri dan dari semua golongan akan diperhatikan. Suatu emansipasi total yang bersifat premature hanya akan mengganggu apa yang disebutnya evolusi yang tenang.
Dengan adanya publikasi raksasa de Kat Angelino ,maka lahirlah pendekatan baru terhadap masalah-masalah kolonial kemudian terkenal sebagai ide sintesis. Dia mencari penyelesaian juga didalam politik emansipasi kolonial dengan jalan membentuk Nederland raya. Maksudnya seperti dikatakannya sendiri "mewujudkan masyarakat yang yang hidup secara organis dari semua rakyat didalam lingkungan negeri belanda. Dia tidak setuju dengan kipling dan menyatakan bahwa timur dan barat dapat bekerja sama sebagai manisfasi solidaritas kemanusiaan atau panhumanisme. Peranan barat bukanlah untuk mendesak timur , tetepi untuk mengembangkan serta memajukannya. Barat dapat memberi kekuatan moral dan spiritual untuk memberinafas kepada evolusi timur, jadi mewujudkan kerja sama timur-barat yang selaras, dengan jalan menghargai sifat masing-masing disegala bidang. Factor yang merintangi ide sintesis ini ialah perbedaan warna kulit. Politik kolonial wajib memajukan sintesis ini dan memenuhi panggilan kepemimpinan barat, terutama kewajiban moral, bukan hanya sekedar untuk mempertemukan timur dan barat, melainkan juga untuk membangunsuatu masyarakat yang harmonis dengan timur dan barat sebagai komponen-komponennya. Menurut de kat Angelino politik kolonial belanda harus meninggalkan prinsip politik kolonial belanda harus meninggalkan prinsip politik tak campur tangan dalam hal-hal tradisional secara keseluruhan, dan sebagai gantinya menerima politik sintesis dengan ketiga prinsipnya, yaitu member perlindunganmengadakan konsolidasi kebudayaan Indonesia, dan mengadakan penyesuaian dengan perkembangan dunia modern.
Telah kita ketahui bahwa ideologi makin dipandang sebagai masalah hubungan timur-barat yang paling luas. Hubungan itu ditinjau berdasarkan anggapan, bahwa peradaban barat itu lebih tinggi dan berbeda sekali dengan kebudayaan timur. Ideologi kolonial didalam segala manifestasinya terbukti dipenaruhi oleh pola pemikiran yang bersifat eropa-sentris, yang didalam termonologi politik kolonial dinyatakan sebagai kepemimpinan barat, politik kewajiban moral, politik ethis, politik perlindungan, den seterusnya.
Meskipun kata eksploitasi tidak dipergunakan lagi, tetapi ideology kolonial tetap ditentukan oleh sifat kolonialisme yang eksploatif. Bentuk yang diwujudkan untuk merasionalisasikan dan membenarkan kolonialisme menunjukkan adanya kesadaran, bahwa kolonialisme merupakan bagian dari filsafat kebudayaan yang leih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo,sartono.Sejarah pergerakan nasional dan runtuhnya hindia belanda jilid II.gramedia pustaka utama.jakarta 1999
Kartodirdjo,saptono.pengantar sejarah indo baru 1500-1900 dari emporium sampai imporium jilid I.jakarta:pt gramedia.1987
No comments:
Post a Comment