ANISA FIRDA RAHMA/SI 3
1. Pendahuluan
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
2. Politik Etis
Haluan politik etis diterapkan oleh pemerintah kerajaan belanda pada tahun 1901 setelah ratu belanda Wilhelmina (1900-1948), berpidato didepan Parlemen Belanda. Dalam pidato tersebut, ratu Wilhelmina mencanangkan program yang lebih berorientasi pada upaya memberikan kesejahteraan bagi rakyat pribumi Hindia-Belanda dan mengangkat mereka dari kemiskinan. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan politik etis atau balas budi ini dilandasi oleh semangat orang-orang belanda pada khususnya dan orang-orang Eropa pada umumnya untuk meningkatkan pendidikan dan peradaban rakyat pribumi di kawasan Asia dan Afrika. Semangat ini bertumpu pada ungkapan filosofis "the white man's burden" yakni beban yang yang diadabkan rakyat pribumi di wilayah jajahan orang –orang Eropa. Ini merupakan salah satu bentuk arogansi (kecongkakan atau keangkuhan) orang-orang Eropa yang merasa lebih superior (unggul) dibandingkan orang-orang pribumi di Asia dan Afrika.
Dalam haluan politik etis, terkandung usaha untuk melakukan kristenisasi yakni program untuk mengubah keyakinan rakyat pribumi di Indonesia (Hindia-Belanda) dari agama islam,hindu, budha, ataupun kepercayaan dinamisme-animisme ke agama kristen. Program kristenisasa sebagian besar dilakukan oleh pihak swasta, baik oleh Zending (dari kalangan kristen protestan) maupun oleh missi katolik. Hal ini membuktikan bahwa imperialisme dan kolonialisme modern yang dilakukan oleh orang- orang Barat (Eropa dan Amerika) sejak abad XIX bertujuan untuk melakukan 3C, yakni :
1. Commerce yakni aktivitas perniagaan
2. Civilization yakni upaya penanaman peradaban barat
3. Christianity yakni menjalankan program kristenisasi
Tujuan diatas merupakan kelanjutan dari imperialisme dan kolonialisme kuno daribangsa portugis dan spanyol, yang bermaksud melakukan 3G, yaitu
1. Gold yakni mencari emas atau kekayaan
2. Glory yakni mendapatkan kejayaan atau memperluas wilayah jajahan
3. Gospel yakni menyebar luaskan bibel atau ajaran kristen
Dalam tinjauan teoritis, kebijakan politik etis banyak disumbangkan olek orientalis Belanda terkemuka, C. snouck Hurgronce (1857-1936). Tokoh ini pernah bertugas di Aceh pada tahun 1899 untuk meneliti kelemahan orang – orang Aceh yang sangat sulit ditaklukkan oleh orang Belanda (Perang Aceh, 1873-1904). Sejak saat itu, kariernya selalu menanjak. Pada tahun 1891 ia diangkat menjadi penasehat Bahasa Timur dan Hukum Islam. Selanjutnya pada tahun 1899 ia diangkat menjadi penasehat Urusan Pribumi dan Arab Pemerintah Kolonial Belanda. 1906 ia diangkat sebagai guru besar Bahasa Arab di Universitas Leiden. Sejak tahun 1907, Hurgronce merangkap jabatan sebagai Penasehat Menteri Jajahan mengenai Hindia-Belanda dan Arab (Khuluq, 2002: 4).
Kebijakan politik pemerintah kolonial Belanda mengenai urusan umat muslim untuk sebagian besar mengikuti nasehat Hurgronje, urusan umat muslim dibagi dalam 3 kategori berikut
1. Bidang agama murni atau ibadah
Dalam bidang agama murni atau ibadah, pemerintah kolonial belanda disarankan untuk memberikan kebebasan kepada umat muslim untuk menjalankan ibadahnya sepanjang tidak mengganggu eksistensi pemerinta kolonial belanda.
2. Bidang sosial-kemasyarakatan
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, pemerintah kolonial belanda diminta untuk mengembangkan adat istiadat lokal untuk mengimbangi pengaruh agama islam dan memanfaatkannya dalam rangka mendekati masyarakat pribumi.
3. Bidang politik
Dalam bidang politik, pemerintah kolonialbelanda dituntuk untuk bersikap keras dean represif terhadap umat muslim yang mengembangkan fanatisme dan gerakan pan-Islam guna melawan Belanda (Khuluq, 2002: 2).
Kebijakan politik etis yang secara umum yang ditempuh oleh pemerintah kolonial belanda menempuh 2 strategi yakni, asosiasi dan asimilasi.
a. Asosiasi
Dengan strategi asosiasi pemerintah kolinial belanda bermaksud menjalin kerja sama yang baik dengan masyarakat pribumi, antara lain dengan cara rakyat pribumi diupayakan mendapat pendidikan barat modern.
b. Asimilasi
Melalui strategi asimilasi ini, pemerintah kolonial belanda bermaksud mengubah penduduk pribumi menjadi seperti orang Belanda, baik dalam hal pola pikir, pola sikap, pola perbuatan maupun dalam hal keyakinan agama. Ini merupakan upaya semacam pembelandaan atau pembaratan penduduk pribumi.
Kebijakan politik etis secara serius mulai di implementasikan pada masa gubernur jenderal J.B. Van Heutz (1904-1909). Ada dua langkah yang dilakukan oleh Van Heutz agar politik etis dapat terlaksana dengan baik yaitu unifikasi dan pasifikasi.
a. Unifikasi
Unifikasi yaitu kebijakan untuk menyatukan seluruh wilayah nusantara menjadi satu kesatuan wilayah jajahan Belanda, dengan cara menaklukkan penguasa-pengusa pribumi yang belum mau tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda.
b. Pasifikasi
Pasifikasi yaitu kebijakan untuk membuat rakyat pribumi diam dan tidak melawan kepada pemerintah kolonial belanda.
Tujuan yang ingin dicapai Van Heutz dengan menerapkan dua langkah tersebut adalah untuk membentuk suatu Pax Neerlandica (Belanda Raya), yakni suatu kekuasaan wilayah bangsa Belanda yang meliputi negeri induk di Belanda ditambah dengan seluruh jajahan Belanda seperti Indonesia (Hindia-Belanda), Suriname (Guyana Belanda), dan Curacao.
DAFTAR PUSTAKA
Suwarno. 2011. Latar Belakang Dan Fase Awal Pertumbuhan Kesadaran Nasional. Purwokerto: Pustaka Pelajar.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
No comments:
Post a Comment