PEMBERONTAKAN CINA DI BATAVIA

MUSRI INDRA WIJAYA/SIV

Telah diuraikan besarnya peranan pedagang cina di Indonesia di beberapa pelabuhan, seperti banten jambi, Palembang, malaka. Kecuali perdagangan rempah-rempah dan lada, mereka juga menjual hasil negeri Cina. Banyak keuntuan diperoleh dari perdagangan itu. Setelah VOC mempunyai tempat rondez-vous sendiri, ialah Batavia, politiknya ialah hendak menarik cina sebanyak mungkin ke Batavia dengan tujuan agar perdagangan beserta segala keuntunannya masuk ke kantong kompeni. Di samping itu kota Batavia memerlukan banyak tenaga pekerja, khususnya bagi pertukangan dan kerajinan. Politik pintu terbuka biasanya sering dipakai oleh VOC  sewaktu ada perang dengan kerajaan Banten. Orang jawa tidak dipercaya, maka kaum cina dapat memenuhi keutuhan akan kebijakan VOC tersebut.
Pada masa itu setiap kapal Cina banyak membawa ratusan penumpang cina. Pengerahan tenaga cina tersebut terus dipergiat lagi karena aliran kolonis belanda sebagai vrijburger (warga bebas) sangat kecil. Sebagai akibat blockade dari kerajaan Banten adalah salah satu factor yang menyebabkan banyaknya orang Cina hijrah ke Batavia. Pada tanggal 7 Oktober 1619 ada 300 sampai 400 orang Cina sampai ke Batavia, 31 Juli 1620 800 orang cina yang hadir, 26 Oktober 1620 ada sekitar 850 sampai1900 orang Cina yang kembali datang ke Batavia.
J. P Coen sangat menghargai bangsa cina ini dan memberikan perlindungan terhadap esewenang-wenangan bangsa barat. Sebagai pemimpin pertama diangkatlah So Bing Kong, jabatan yang mana disebut sebagai kapten Cina. Pada akhir abad ke 18 jumlah cina semakin banyak Speelman banyak menarik cina dari banten lagi pula pergolakan di negeri asalnya juga menyebabkan banyaknya orang cina bermigrasi ke luar cina dan pergi ke Nusantara. 
Sejak zaman pemerintahan Gubernur Jendral J P Coen, warga Batavia keturunan Tionghwa menjadi warga yang dibanggakan oleh pemerintahan VOC pada saat itu, sehingga terjadi imigrasi besar-besaran dari Hokkian ke Batavia. Hal itu kemudian berakibat pada membludaknya warga keturunan Tionghwa di Batavia, mulai dari yang rajin telaten bekerja di perkebunan tebu, dagang, hingga yang berbuat criminal karena menganggur.
Membludaknya warga keturunan Tionghwa, mulai dari yg punya usaha maupun yang pengangguran, menjadi ancaman bagi warga eropa di Batavia. Ada yang merasa usahanya terancam, ada yang merasa kurang aman karena kriminalitas oleh orang Tionghwa pada saat itu tinggi. Konflik ini semakin meruncing ketika VOC mengimpor gula dari brazil dan akibat dari impot itu banyak perkebunan tebu dan produsen gula local yang bangkrut, sehingga mengakibatkan pengangguran yg banyak.
Melihat kejadian ini, Gubernur Jendral Adriaan Valckenir tidak tinggal diam, beliau bersama para pejabat VOC yang lainnya mengeluarkan kebijakan tentang Pajak Kepala dan Pass yang harus dimiliki setiap imigran yang ada di Batavia. Karena banyaknya yang pengangguran, kemudian banyak imigran tionghwa juga yang yang tidak sanggup bayar pajak kepala dan membuat pass. Di lain sisi, Anggota Raad Van Indie yang juga sepupu Adrian Valckenir, Gustaf Willem Baron van Imhoff yang baru pulang dari Ceylon, mengusulkan untuk melakukan transmigrasi para pengangguran Tionghwa untuk dikirim ke Ceylon, karena memang Ceylon maih membutuhkan. Namun kemudian muncul gossip di kalangan Tionghwa yang mengatakan bahwa setiap Tionghwa yang di bawa dengan kapal lau menuju Ceylon, tidak pernah sampai karena mereka di lempar ke laut. Maka gemparlah masalah ini di antara kaum Tionghwa, dari situ mulailah pergerakan perlawanan yang merupakan reaksi dari rangkaian kejadian di Batavia.
Pada tanggal 26 September 1740 seorang Kapiten Bumiputra Pasqual Andriesc bersama tiga orang Letnan Tionghwa, melaporkan bahwa ada bibit pemberontakan di luar tembok Batavia. Pada pertemuan yang sama, Adriaan Valckenier bertanya tentang hal ini pada Kapiten Tionghwa Ni Hoe Kong, yang kemudian dengan ketidaktahuan. Lalu pada pertemuan itu diperintahkan pada Commisarriat urusan Bumiputra untuk kirim orang rahasia agar mencari tahu tentang pemberontakan ini.
Satu bulan kemudian ditangkaplah 6 orang Tionghwa yang tidak punya Pass, namun kemudian dibebaskan oleh Potia/mandor kebun punya Ni Hoe Kong. Karena ini pula kemudian Gubernur Jendral A. Valckenier menuduh Ni Hoe Kong terlibat dengan pemberontakan, yang kemudian dijawab lagi dengan ketidak tahuan Ni Hoe Kong.
Pada tanggal 8 Oktober 1740 terjadilah serangan kecil oleh para pemberontak Tionghwa di salah satu gerbang kota Batavia, yang kemudian berhasil dir edam oleh pasukan VOC, mulai saat itulah kecurigaan terhadap para Tionghwa yang tinggal di dalam Tembok Kota Batavia muncul dikepala para orang Eropa, termasuk Gubernur Jendral Valckenier. Maka pada tanggal 9 Oktober dia memerintahkan agar dilakukan penggeledahan di semua rumah milik Tionghwa. Termasuk rumah milik Ni Hoe Kong. Para Warga Tionghwa yang ketakutan kemudian teriak-teriak dan sebagian melakukan perlawanan atas geledah ini, dan entah datang dari mana perintahnya, kemudian dimulailah pembantaian terhadap warga tionghwa, tak terkecuali anak-anak maupun perempuan dimana saja, termasuk para pasien yang ada di rumah sakit dan di dalam penjara. Setelah kejadian ini, kemudian kapiten Tionghwa Ni Hoe Kong dan saudara laki-lakinya Ni Lian kong ditangkap dan di adili.
Para pejabat VOC di Batavia yang melihat kejadian ini kemudian menyalahkan Gubernur Jendral Adriaan Valckenir atas insiden genosida tersebut. Kemudian Raad Van Indie melakukan mosi tidak percaya terhadap Gubernur Jendral, namun Valckenier melakukan perlawanan, dan menangkap semua Anggota Raad Van Indie, yang termasuk didalamnya ada Willem van Imhoff. Para anggota Raad Van Indie tersebut kemudian di kirim pulang menghadap Dewan 17, namun Dewan 17 kemudian memberikan keputusan yang berbeda, mereka mengirim balik Willem van Imhoff ke Batavia bukan sebagai tahanan, namun sebagai Gubernur Jendral Batavia yang baru. Adrian Valckenier yang dalam perjalanan pulang kemudian ditangkap dan diadili hingga mati.
Adriaan Valckenier
Seorang Gubernur Jenderal VOC di Hindia Belanda sejak tahun 1737. Valckenier dilahirkan di Amsterdam tanggal 6 Juni 1695. Ia berangkat ke Hindia bulan Oktober 1714 sebagai pedagang muda onderkoopman. Sesudah berhasil mencapai status pedagang utama (opperkoopman) pada tahun 1730 dan 1733, ia menjadi anggota Dewan Hindia. Tahun 1736 Valckenier menjadi anggota yang paling penting dalam Dewan Hindia, sebagai direktur jenderal yang merupakan orang kedua sesudah gubernur jenderal.
Pada masa Valckenier berkuasa, ia tidak dapat menangani peristiwa pembantaian orang Cina tanggal 8-10 Oktober 1740, justru mendukung perintah membunuh semua tawanan dalam penjara dan pasien-pasien dalam rumah sakit Tionghoa pada tanggal 9 Oktober 1740. Peristiwa penangkapan dan pembunuhan yang dilakukan pihak VOC ini menimbulkan pemberontakan di kalangan orang Cina, yang dikenal dengan nama Geger Pacino. Untuk mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya atas peristiwa ini, Valckenier tidak diizinkan kembali ke negeri Belanda dan ditahan untuk diadili. Pembunuhan sepuluh ribu orang Tionghoa di dalam Kota dan sekitarnya berakibat besar bukan hanya untuk Batavia, melainkan pula untuk seluruh Pulau Jawa. Hal ini menjadi pertentangan antara Gubernur Jenderal A. Valckenier dengan van Imhoff seorang anggota Dewan Hindia, dewan penasehat Elias de Haeze dan Mr. Isaac van Schinne. Kemudian Valckenier memutuskan untuk menahan ketiganya dan memulangkan kembali ke Belanda. Oleh karena keputusannya itu, pemerintah Belanda memecat dan menahan Gubernur Jenderal Valckenier.
Setelah Peristiwa Geger Pacino (Chinezeenmord) tahun 1743, kedudukannya sebagai gubernur jenderal digantikan oleh seorang anggota Dewan Hindia yang lain, yaitu van Imhoff. Apalagi Valckenier juga tidak membina hubungan yang harmonis dengan Dewan Tujuhbelas di Amsterdam. Van Imhoff termasuk seorang penentang Valckenier bahkan pernah dipenjarakan atas perintah Valckenier.
Dua tahun kemudian bekas Gubernur Jenderal Valckenier ditahan di Capetown (Afrika Selatan) ketika sedang dalam pelayaran pulang ke Negeri Belanda. Ia dibawa kembali ke Batavia atas perintah pimpinan tertinggi Kompeni di Amsterdam dan dipenjarakan di Kubu Robijn (Batu Delima) di Benteng Batavia. Karena putus asa Valckenier meninggal dunia tanggal 20 Juni 1751 dan dimakamkan tanpa suatu kehormatan.
Daftar Pustaka:
1.                  Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar sejarah Indonesia baru:1500-1900. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
2.                  www.tembi.net/pemberontakan-cina-di-nuantara

No comments:

Post a Comment