ASAL USUL BANGSA ARAB

ABDULLAH / PIS

Sebelum mengulas tentang bahasa dan sastra Arab maka terlebih dahulu penulis akan mengemukakan penjelasan yang menyangkut bangsa Arab. 
Di zaman kepesatan ilmu pengetahuan sekarang ini, mempelajari asal-usul dan sumber suatu bahasa menjadi jenjang yang terpenting untuk menyelidiki dari mana asal-usul suatu bangsa dan pertaliannya dengan bangsa lain. 
Para ahli menyelidiki bahasa Arab yang dibandingkan dan dikaitkan dengan bahasa Ibrani, Asyur, Babil, dan Punisia, nyatalah bahwa bangsa-bangsa tersebut berdekatan dan mempunyai perawakan yang sama. Seperti berambut hitam, berjanggut tebal, dengan warna kulit hitam, dan ciri-cir kgusus lainnya, maka berdasarkan biologi dan antropologi bangsa Arab itu termasuk golongan bangsa Saam (Sematen). 
Goustav le Bon berkata bahwasanya beberapa waktu yang lampau bangsa Arab itu teal ada, ahli-ahli yang menyelidiki dan menggali pembendaharaan bumi teal mendapatkan bukti-bukti bahwa bangsa-bangsa manusia yang hidup di zaman besi, mempunyai bentuk badan yang hampir sama. 

GERAKAN AWAL REFORMASI DI PROVINSI RIAU

Siti Khairiah / B / SR 

            Gerakan reformasi di Riau dimulai tanggal 7 Mei 1998 dengan melakukan demo di Jl. Gajah Mada dan Jl. Sumatra dimana terjadi bentrok berdarah diantara mahasiswa dan pasukan anti huru-hara.  Pada 12 Mei 1998 mahasiswa melakukan berbagai rapat akbar, di antaranya dilaksanakan di kampus UNRI, pada kesempatan itu ikut menyampaikan orasi tokoh – tokoh mahasiswa.  Rapat akbar inilah yang kemudian menjad mumentum bersejarah lahirnya gerakan reformasi di Riau. Gerakan reformasi di pelopori oleh mahasiswa telah berhasil menduduki gedung DPRD Tk.1 Riau selama beberapa hari. Pemerintah Pusat telah di bentuk dan di beri nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Program Kabinet ini merupakan reformasi total yang meliputi politik, ekonomi, hukum, agama, dan sosial budaya, serta menghapuskan dwifungsi ABRI. Reformasi itu dilandasi oleh hasil sidang Istimewa MPR yang telah menetapkan beberapa ketetapan antara lain : TAP X/MPR/1998 tentang POKOK-POKOK REFORMASI PEMBANGUNAN DALAM RANGKA PENYELAMATAN DAN NORMALISASI KEHIDUPAN NASIONAL SEBAGAI HALUAN NEGARA. Pada kabinet Reformasi telah dipercayakan Mentri Dalam Negeri kepada putra Riau yaitu H. Syarwan Hamid. Di Riau telah lahir pula tuntuan reformasi, di antaranya menuntut supaya hak Riau terhadap minyak bumi adalah 70%, tegakkan keadilan, tegkkan hukum, dan ajukan pejabat yang KKN ke pengadilan, kembalikan harkat dan martabat orang Melayu, bahkan saatnya lahir tuntutan supaya Riau menjadi negara yang Merdeka atau Riau Berdaulat, juga tuntutan agar Gubernur Riau adalah Putra Daerah.

            Pemilu 1999 telah mnghasilkan anggota DPR,MPR,dan DPRD provinsi dan kabupaten kota. DPR, dan DPRD sudan memiliki wewenang yang kuat dan ekslusif perlu diawasi setiap periode seperti adanya penanggung jawab presiden dan lembaga tinggi negara di MPR, gubernur,bupati,dan wali kota juga harus menyampaikan pertanggungan jawab tahunan dan akhir masa jabatan kepada DPRD. Kondisi itu sering menimbulkan kegoncangan pemerintah dan menjalar sampai kedaerah.  Pada saat itumasa jabatan Gubernur Riau fsudah akan berakhir pula, proses pergantian telah berjalan dan untuk memperkuat di pilihnya putra daerah sebagai Gubernur. Dengan dipelopori Himpunan Mahasiswa Riau (HIREPMARI) diselenggarakan Seminar Nasional di LIPI Jakarta dengan pembicara pada seminar itu ialah Tabrani Rab, Syarwan Hamid, Suwardi Ms, dan lain-lain. Pada pemilihan gubernur oleh DPRD Tk.I Riau, H.Saleh Djasit,SH berhasil mendapatkan suara terbanyak. Ia menjadi Gunernur Riau masa jabatan 1998-2003 menggantikan Soeripto terhitung sejka bulan November 1998. Pada masa jabatan Gubernur Riau masa 1998-2003 itu telah di tetapkan Visi Riau 2020 yang intinya ingin mewujudkan Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Pelaksanaannya dipedomani lima pilar pembangunan yaitu :

1. Peningkata Iman dan Taqwa
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia
3. Pelaksanaan Ekonomi Kerakyatan
4. Peningkatan Kesehatan dan Olah Raga
5. Pengembangan Seni Budaya dan Pariwisata.
            Kelima pilar itu telah ditetapkan pada Rencana Strartegis dan Perencanaan Pembangunan Daerah Riau dan pada tahun 2002 telah dilaksanakan penyusunan Master Plan Riau yang penyusunannya oleh suatu konsultan Internasional aadan hasilnya sudah dserahkan keada pemerintah Provinsi Riau. Bergulirnya Reformasi diikuti pula oleh lahirnya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara pusat dan Daerah. Gerakan mahasiswa dalam berbagai format, mengutip Eggi Sudjana (2002), tidak bisa dilepaskan dari tiga dimensi, yaitu dimensi idealisme, intelektualisme, dan jaringan. Dengan adanya kombinasi tiga dimensi itu , gerakan mahasiswa akan lebih terarah atau sistematis yang memudahkan pada aplikatif.
Karateristik Gerakan Mahasiswa Riau

1.Gerakan Pra dan Kejatuhan Soeharto

            Sebagaimana halnya gerakana mahasiswa secara nasional, mahasiswa Riau di era ini terfokus pada satu isu yaitu pergantian kepemimpinan nasional. Di Riau, isu itu mulai bergulir setelah beberapa orang mahasiswa Riau mengadakan pertemuan di tingkat nasional, sekembalinya para aktifis yang berasal dari UNRI, IAIN, UIR dan Perguruan Tinggi lainnya, mulai isu itu di realisasikan dalam bentuk aksi demonstrasi. Gerakan Mahasiswa Riau dilaksanakan pada tanggal 15 April 1998 di kampus UNRI Gobah yang berakhir gaduh karena aksi penurunan bendera setengah tiang. Gerakan dengan isu turunnya Soeharto ini berlanjut pula tanggal 5 Mei 1998 yang dikemas dalam dialog reformasi di IAIN yang berakhir dengan aksi Sweping dan pembakaran terhadap foto Soeharto di halaman depan Kampus IAIN Susqa Pekanbaru. Puncak gerakan moral  mahasiswa Riau itu terjadi pada tanggal 7 Mei 1998 dengan aksi berdarah mahasiswa dengan aparat kepolisian. Pasca 7 Mei 1998, isu tuntutan lengserkan Soeharto selalu disuarakan meskipun tidak dalam aksi gabungan seperti tanggal 7 Mei tersebut. 7 Mei inilah hari bersejarah bagi mahasiswa Riau dalam memperjuangkan reformasi.

2. Gerakan Pasca Soeharto

            Setelah Mahasiswa beserta kelompok reformasi lainnya berhasil memaksa Soeharto mundur, maka isu gerakan mulai terpecah menurut kebutuhan dinamika pada waktu itu. Konsekuensi dari tidak adanya satu isu pengikat, maka mulai muncul tarik-menarik kepentingan yang berakhir pada munculnya konflik kepentingan itu sendiri, dan yang cukup fenomenal adalah muncul gerakan sentimen daerah dengan menjamurnya organisasi mahasiswa kedaerahan yang pada era sebelumnya berkembang secara radikal seperti pada era pasca kejatuhan soeharto. Pergerakan mahasiswa Riau pasca Soeharto, paling tidak diklasifikasikan pada tiga mainstream isu, yaitu reformasi bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

a. Reformasi Politik 

            Pasca lengsernya Soeharto, dibidang politik mahasiswa Riau sangat concern dengan isu Riau Merdeka. Hal itu terlihat pada beberapa gerakan uatama yang diawali oleh partisipasi aktif mahasiswa yang tergabung dalam kelompok angkatan muda Riau dalam memenangkan opsi Merdeka ketika diadakan Kongres Rakyat Riau II. Berdasarkan hasil perhitungan suara pada tanggal 1 Februari 2000 pada sidang Pleno V dinyatakan bahwa opsi Merdeka mendapat 270 suara, Federal 146 suara, dan Otonomi 199 suara serta 9 suara abstain. Opsi Merdeka tidak terlalu dominan, terutama dikalangan generasi tua , hal itu tentunya berbeda dengan kaum Muda Riau yang dengan semangat mudanya mengupayakan menangnya Opsi Merdeka.

b. Reformasi Ekonomi

            Dampak positif dari reformasi ekonomi yang dirasakan oleh Riau adalah suksesnya perebutan CPP Block, jika kita kembali membuka sejarah perjuangan dan perjalanan pahit negri ini untuk mendapatkan hak atas eksploitasi minyak, maka kita akan sepakat bahwa betapa rakusnya indonesia. Minyak sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui merupakan satu kebanggaan yang dimikili masyarakat Riau. Dimana eksploitasi terhadap kekayaan minyak ini telah dilakukan semenjak puluhan tahun silam. Sudah dapat dibayangkan berapa sumbangan yang diberikan oleh Riau untuk " menyambung hidup'' Indonesia. Penghujung Maret, pemerintah Indonesia menyatakan tidak mempunyai pilihan untuk riau menyangkut pengelolaan CPP. Pemerintah tetap hanya mengembalikan 10% hak atas CPP kepada Riau, seperti dinyatakan Direktur Jendral Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, sesuai dengan rancangan Keppres yang pernah dibuat.

c. Reformasi Sosial 

            Hal itu tergambar dari sikap perlawanan mahasiswa Riau terhadap tempat – tempat maksiat , merka membungkus gerakan itu dalam rangka Agamis, pada akhir oktober 1999 beberapa elemen mahasiswa baik intern kampus maupun ekstern kampus, yakni IAN Susqa, UIR, HMI, PMII, IMM, PII, dan KAMMI. Diskusi berakhir dengan suatu kesepakatan bahwa " kita sudah muak menyampaikan aspirasi kepada aparat pemerintah, aparat penegak hukum, aparat keamanan bahkan sudah menjadi rahasia publik bahwa mereka terlibat ( membeking ) tempat – tempat tersebut, maka jalan terakhir yang mesti dilakukan adalah ' penghancuran ' terhadap tempat – tempat maksiat.
  
DAFTAR PUSTAKA
Suwardi, MS, dkk , SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT RIAU 1941 – 2002 Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau atas kerjasama MSI Cabang Riau, LVRI/DHD '45, dan LAMR.

DAMPAK SOSIAL POLITIK PERISTIWA G 30 S/ PKI 1965

ANISA MUTIARA PRIYADI/PIS
Situasi nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan, sementara PKI ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar komunisme. Kondisi politik juga belum stabil, karena sering terjadi konflik antar partai politik. Demokrasi Terpimpin justru mengalah ke system pemerintahan diktator. Kehidupan ekonomi semakin suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan terjadi dimana-mana. Untuk mendapatkan bahan-bahan pokok, orang harus antri lebih dulu. Keamanan nasional juga sulit dikendalikan.
            Itulah gambaran suram situasi nasional menjelang tahun 1965. Kenyataan ini sangat memprihatinkan putra-putri bangsa Indonesia yang berpandangan maju, sehingga mereka berpendapat bahwa keadaan seperti itu harus cepat diakhiri.
            Setelah peristiwa G30S/PKI, mahasiswa yang didukung kekuatan ABRI menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI. Namun, bagaimana tanggapan Presiden Soekarno terhadap peristiwa itu? Presiden Soekarno menyalahkan orang-orang yang terlibat di dalam perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya para jenderal dan rakyat yang tidak berdosa. Akan tetapi, Presiden Soekarno menyatakan bahwa hal semacam itu dapat saja terjadi dalam suatu revolusi. Peristiwa satu Oktober  itu merupakan riak kecil di dalam gelombang besar. Presiden Soekarno belum dapat mengambil keputusan yang tepat, namun menyetujui pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam G30S/PKI. Presiden tetap tidak mau mengutuk PKI. Oleh karena sikap presiden seperti itulah, rakyat, mahasiswa, dan ABRI mengartikan lain, yaitu Presiden Soekarno dianggap telah membela PKI. Akibatnya popularitas dan kewibawaan Presiden Soekarno menurun di mata rakyat Indonesia.
            Sementara itu, keadaan ekonomi, politik dan keamanan semakin bertambah kacau. Harga barang-barang menjadi naik dan inflasi sangat tinggi, bahkan melebihi 600 persen setahun. Untuk mengatasinya, pada akhir tahun 1965 pemerintah mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru, yaitu dari Rp. 1000,- menjadi Rp.100,- uang baru. Kebijakan lainnya adalah menaikkan bahan bakar menjadi empat kali lipat sejak 1 Januari 1966. Kenaikan bahan bakar itu menyebabkan naiknya harga secara tidak terkendali dan keresahan terjadi dimana-mana.
            Sikap pemerintahan yang belum dapat mengambil keputusan untuk membubarkan PKI, ditambah lagi situasi politik, ekonomi, dan keamanan yang semakin bertambah kacau, mengakibatkan kemarahan rakyat tidak dapat terbendung lagi. Rakyat dan mahasiswa menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.
            Demonstrasi besar-besaran terjadi pada tanggal 10 Januari 1966. Para demonstrasi mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA (Tri atau Tiga Tuntutan Rakyat) yang meliputi sebagai berikut :
·         Pembubaran PKI.
·         Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsure-unsur PKI.
·         Penurunan harga-harga (perbaikan ekonomi).
Aksi semacam ini semakin meluas dan berlangsung cukup lama yaitu sekitar 60 hari dan berakhir dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Tindakan pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle (pembaharuan) terhadap cabinet Dwikora, yang terjadi pada tanggal 21 Februari 1966. Kabinet baru itu tidak dapat diterima oleh rakyat, karena lenyapnya kedudukan Jenderal A.H. Nasution (orang yang anti PKI) dan masuknya beberapa tokoh yang terindikasi mendukung PKI seperti Sumarjo dan Letkol Syafei serta Subandrio dan Ir. Surachman. Mengingat jumlah anggotanya hampir mencapai seratus orang, maka kabinet itu sering disebut Kabinet Seratus Menteri.
Menjelang pelantikan Kabinet Seratus Menteri itu pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak turun ke jalan dengan mengempeskan ban-ban mobil para calon menteri di seluruh ibukota yang mengakibatkan kemacetan lalu-lintas. Dalam demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tertembus peluru Pasukan Pengawal Presiden. Dengan gugurnya seorang mahasiswa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi yang bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah yang juga menimbulkan jatuhnya banyak korban. Oleh pemerintah Orde Baru, korban-korban yang berjatuhan dari kalangan mahasiswa itu di angkat menjadi Pahlawan Ampera dan di kukuhkan oleh ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1996.
Setelah supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggungjawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI. Sidang Istimewa MPRS dilakukan pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967.
Dengan demikian, munculnya peristiwa G30S/PKI telah mengakibatkan terjadinya instabilisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia mengutuk tragedi G30S/PKI itu dengan penuh harapan agar kelak kemudian hari tidak terulang kembali.
DAFTAR PUSTAKA :
Badrika,I Wayan.2006.Sejarah Untuk SMA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta : Penerbit Erlangga

PERANG KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA

FEBBY INDRI R/PIS
Setelah perang dunia kedua berakhir, Korea sedang bergejolak. Korea Selatan dengan didukung Amerika Serikat berhadapan dengan Korea Utara yang dibantu oleh Rusia.
Awal mula kedatangan orang-orang Korea Utara di Seoul disambut baik oleh Korea Selatan terutama pemuda dan mahasiswa. Semboyan-semboyan yang seringkali diucapkan oleh kaum komunis dan janji-janji yang diucapkan mereka terdengar merdu bagi rakyat yang telah menderita. Lama-kelamaan, janji tersebut tidak terpenuhi. Korea Utara memerlukan banyak buruh untuk memperbaiki jalan-jalan mereka. Kaum buruh dimobilisasi tanpa memperhatikan nasib mereka. Sementara itu, hasil padi dan

ISLAM DAN POLITIK LUAR NEGERI IRAN

Fatimah/PIS

Revolusi Islam Iran telah mencapai puncak kemenangannya pada bulan Februari tahun 1979,  berbagai sebutan disertai rasa optimis yang  meluap-luap segera dilontarkan kepada gerakan revolusi tersebut. Ada yang menyebutkan, Revolusi Islam Iran merupakan kelanjutan dari kejayaan dinasti Abassiyah dan Umayyah pada abad pertengahan Islam. Ada juga yang menyebutkan, Revolusi Islam Iran merupakan penyambungan lagi tali kemenangan yang telah terputus yang pernah diraih oleh pahlawan Iran Tarek bin Ziyad (seorang penakluk Andalusia/Spanyol) dan Salahuddin Al Ayyubi (seorang pembebas kota Yerussalem dari tangan Romawi).
Dari kalangan Mullah/elite politik Iran lah yang mempunyai rasa optimis tersebut. Munculnya rasa optimis itu lah yang menyebabkan proses Revolusi Islam Iran berlangsung cepat dibanding prose revolusi di negeri lain, kita contohkan seperti revolusi Perancis, Aljazair atau Rusia. Hanya memakan waktu satu setengah tahun saja, proses Revolusi Islam Iran mencapai puncak kemenangannya yaitu pada bulan Februari 1979.