PERJUANGAN PEMBEBASAN IRIAN BARAT MELALUI DIPLOMASI DAN KONFRONTASI

EGI SEPTIA WINDARI

 

A.    Perjuangan Melalui Jalan Diplomasi

Irian barat merupakan wilayah Indonesia yang ingin dikuasai oleh Belanda untuk pembentukan negara boneka Papua. Berbagai upaya yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, ternyata belum membawa hasil, sehingga Belanda tetap menduduki Irian Barat. Meskipun berdasarkan hasil Kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 Pemerintah Belanda memiliki kewajiban mengembalikan Irian Barat kepada pemerintahan Indonesia.

Namun selama bertahun-tahun pemerintahan Belanda tidak menunjukan itikad baik dan tidak mau berunding.  Pada tahun 1952, arogansi Belanda semakin memuncak dengan terus memperkuat angkatan perangnya di Irian Barat dan memasukkan Irian Barat ke dalam wilayahnya.

Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda. Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini, maka dalam Sidang Umum PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan. Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia yang dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek. Sebaliknya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara "Boneka" Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa Indonesia dari politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi disegala bidang. [1]

Sekalipun pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan di Indonesia dari RIS menjadi NKRI, tetapi masalah Irian Barat belum terselesaikan. Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat :

1.      Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.

2.      Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.

3.      Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.

4.      Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional

a.       Dalam Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan.

b.      Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.

c.       Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat.

Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi.

Pemerintah Indonesia secara bertahap mulai mengambil langkah yang konkrit dalam pembebasan Irian Barat. Langkah-langkah tersebut dilakukan melalui konfrontasi ekonomi, politik, dan militer. [2]

B.     Perjuangan Melalui Jalan Konfrontasi

1.      Konfrontasi Ekonomi

Sejak tahun 1957 Indonesia melancarkan aksi konfrontasi dalam upaya pembebasan Irian Barat. Jalan konfrontasi yang pertama ditempuh adalah konfrontasi bidang ekonomi. Bentuk konfrontasi ekonomi dilakukan dengan tindakan-tindakan berikut :

1.        Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.

2.        Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.

3.        Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.

4.        Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.

5.        Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia.

Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie. Tindakan Indonesia yang mengambil alih seluruh modal dan perusahaan Belanda menimbulkan kemarahan Belanda, bahkan negara-negara Barat sangat terkejut atas tindakan Indonesia tersebut. Akibatnya hubungan Indonesia-Belanda semakin tegang, bahkan PBB tidak lagi mencantumkan masalah Irian Barat dalam agenda sidangnya sejak tahun 1958. [3]

2.      Konfrontasi Politik

Di samping melalui konfrontasi ekonomi, pemerintah RI juga melakukan konfrontasi politik. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB yang dikukuhkan dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat, maka pada tanggal 17 Agustus 1956 pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah. Selanjutnya dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam RI.

Pada tanggal 4 Januari 1958 pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Tujuannya untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat. Ketegangan Indonesia-Belanda makin memuncak ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960. Situasi ini diperjelas dengan pidato Presiden Soekarno dimuka siding Majelis Umum PBB pada tanggal 30 september 1960.

Pada tanggal 5 April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua Bagi Rakyat Irian Barat. Tindakan ini diikuti dengan pernyataan Belanda dalam siding Majelis Umum PBB bulan September 1961 yang mengumumkan berdirinya Negara Papua Barat, Belanda memperkuat kedudukan militernya dengan mendatangkan Karel Doorman. Belanda juga membentuk lembaga-lembaga untuk mempengaruhi masyarakat Irian Barat, seperti membentuk polisi papua, bahkan melatih pamong-praja setempat yang termakan provokasi anti-Indonesia.

3.      Konfrontasi Militer

Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di alun-alun Yogyakarta.

Berikut ini isi lengkap Trikora :

            " Kami Presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia dalam rangka politik konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan instruksi kepada Angkatan bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Beland.

            Dan kini, oleh karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecahkan belah Bangsa dan Tanah Air Indonesia, maka kami perintahkan rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai berikut :

1.      Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua buatan Belanda.

2.      Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.

3.      Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa ." [4]

Sebagai tindak lanjut dari Trikora, pemerintah mengambil langkah-langkah berikut:

1.      Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernurnya.

2.      Membentuk Komando Mandala yang langsung memimpin kesatuan-kesatuan ABRI dalam tugas merebut Irian Barat.

Komando Mandala dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962, dengan dikeluarkannya keputusan No.1 tahun 1962 oleh Presiden/Panglima ABRI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat tentang Pembentukan Komando mandala Pembebasan Irian Barat.

Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto dilantik menjadi Panglima Mandala. Pangkatnya dinaikkan menajdi mayor jenderal. Disamping menjadi panglima mandala, Mayor Jenderal Soeharto juga merangkap sebagai Deputi kasad untuk wilayah Indonesia bagian Timur. Komando Mandala ini markasnya berada di Makasar. Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat :

1.      Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer dengan tujuan mengembalikan wilayah Propini Irian Barat ke dalam kekeuasaan Negara Republik Indonesia,

2.      Mengembangkan situasi militer di wilayah Propinsi Irian Barat, sesuai dengan taraf-taraf perjuangan di bidang diplomasi,

3.      Supaya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah Propinsi Irian Barat dapat secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas atau didudukkan unsur kekuasaan/pemerintah daerah Republik Indonesia.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka Panglima Mandala merencanakan operasi pembebasan Irian Barat dalam tiga fase, yaitu sebagai berikut :

1.      Fase Infiltrasi, Sampai tahun 1962

Fase infiltrasi ini, memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.

Pada tanggal 13 Januari 1962 Indonesia menggelar Operasi infiltrasi pertamanya dengan kode sandi STC-9 ini merupakan misi rahasia penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan kee Irian Barat.

Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi peristiwa Laut Aru. Ketiga MTB yaitu MTB RI Macan Tutul, MTB RI Harimau, dan MTB Macan Kumbang diserang oleh Belanda dari laut dan udara. Ketika itu ketiga kapal sedang mengadakan patroli di Laut Aru. Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih komando MTB Macan Tutul dan memerintahkan kedua MTB lainnya mundur untuk menyelamatkan diri. Dalam pertempuran tersebut, akhirnya MTB Macan Tutul bersama Kapten Wiratno dan Komodor Yos Sudarso terbakar dan tenggelam.

2.      Fase Eksploitasi, awal tahun 1963

Fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.

Tahap ini bertujuan untuk menyerang kekuatan Belanda secara terbuka, sabotase dan penghancuran objek-objek vital militer Belanda di Irian Barat, dalam tahap ini ALRI dan AURI mengerahkan pasukannya. Satuan kapal selam ALRI mengerahkan :

1.      12 kapal selam serta kapal penjelajah KRI Irian.

2.      KRI Irian 201 Kapal penjelajah sverdlov Vlass Cruiser (project 16-bis) (dengan bobot 16.640 ton. kapal ini memuat 1.270 awak ini merupakan kapal perang Terbesar yang pernah di miliki Indonesia dan hanya keapada Indonesia sajalah Uni Soviet bersedia menjual kapal perang canggih ini.

Ratusan pesawat tempur canggih AURI pun siap Menghancurkan kekuatan militer Belanda Di Irian Barat. Yang mengerahkan :

1.        Pesawat tempur f-51 MUSTANG

2.        Pesawat pembom pemburu B-25 MITCHELL (intruder)

3.        49 pesawat pemburu sergap MiG-17,

4.        10 pesawat pemburu sergap MiG-19

5.        20 pesawat pemburu MiG-21 fishbed,

6.        30 pesawat jet MiG-15

7.        22 pesawat pembom Ringan ILYUSHIN II-28

8.        26 pesawat pembom strategis jarak jauh TUPOLEV-16 (pada saat itu hanya 4 negara saja yang memiliki pembom strategis jarak jauh Uni Soviet, Amerika Serikat, Inggris dan Indonesia) dan masih banyak yang lainnya.

Dengan berhasilnya mendatangkan peralatan militer yang sebanyak itu dan dengan supremasi Militer inilah, indonesia telah menjelma menjadi negara terkuat di belahan Bumi bagian selatan.

3.      Fase Konsolidasi, awal tahun 1964

Fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Dalam rangka konfrontasi, pemerintah mengadakan operasi militer. Operasi militer yang dilaksanakan antara lain Operasi Serigala (di Sorong dan Teminabuan), Operasi Naga (di Merauke), Operasi Banteng Ketaton (di Fak-Fak dan Kaimana), dan Operasi Jaya Wijaya. Sebelum Operasi Jaya Wijaya dilaksanakan, panglima besar tertinggi pembebasan Irian Barat mengirimkan instruksi yang isinya : menghentikan tembak-menembak pda tanggal 18 Agustus 1962. Di samping instruksi tersebut, juga ada surat perintah Panglima Mandala yang ditujukan kepada seluruh pasukan dalam jajaran mandala. Surat itu berisi perintah agar semua pasukan menaati perintah penghentian tembak-menembak dan mengadakan kontak dengan perwira-perwira peninjau PBB. Para perwira tersebut didampingi Brigjen Achmad Wiranatakusumah, Kolonel Udara I Dewanto, dan Letkol Laut Nizam Zachman. Operasi yang terakhir dilaksanakan adalah Operasi Wisnumurti. Operasi ini dilaksanakan saat penyerahan Irian Barat kepada RI tanggal 1 Mei 1963. Pada tanggal yang sama Komando Mandala juga secara resmi dibubarkan. [5]

Notes :

[1]   Prawoto. Seri Ips Sejarah SMP kelas IX. Yudhistira Ghalia Indonesia

[2]   Sudirman,adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Yogyakarta : DIVA-Press

[3]   PutraArifPrasetyo.blogspot.com:/2012/04/perjuangan-merebut-irian-barat.html

[4]   http://sm-putrapurwa.blogspot.co.id/2012/02/perjuangan-pembebasan-irian- barat.html

[5]   Asril. 2015. Sejarah Indonesia Kontemporer. FKIP Universitas Riau.

No comments:

Post a Comment