PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API

RAHMAT ARIFAN/ SI V

Setelah dijajah oleh belanda selama 3,5 abad dan jepang selama 3,5 tahun pada akhirnya bangsa indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, setelah jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Kemerdekaan yang telah diperoleh oleh bangsa indonesia mendapat dukungan spontan dari berbagai daerah, dukungan terhadap kemerdekaan bangsa indonesia juga diberikan oleh kalangan bangsawan seperti dukungan dari sri sultan hamengkubuwono IX (sultan jogja). Pada tanggal 5 september 1945 sri sultan yogyakarta tersebut menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan indonesia yaitu sebagai berikut ini :

• Bahwa negeri ngayogyakarta hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewah dari negara republik indonesia.
• Bahwa sultan ngayogyakarta sebagai kepala daerah memegang kekuasaan dalam negeri yoyakarta hadiningrat. Oleh karena itu, sebagala urusan pemerintahan dalam negeri yogyakarta di tangan sultan.
• Bahwa perhubungan antara negeri yogyakarta hadiningrat dengan pemerintahan pusat republik indonesia bersifat langsung dan sultan yoyakarta bertanggung jawab atas negeri yogyakarta langsung kepada presiden republik indonesia.[1]
Serupa dengan sultan yogyakarta, sultan dari kerjaan siak yaitu sultan syarif kasim II setelah proklamasi kemerdekaan, sultan syarif kasim II  menyatakan bahwa kesultanan siak sebagai bagian wilayah republik indonesia dan sultan syarif kasim II juga menyumbangkan harta kekayaannya sebanyak 13 juta gulden untuk pemeintahan republik indonesia. Bersama sultan serdang, sultan syarif kasim II berusaha membujuk raja-raja disumatera timur lainnya untuk turut memihak republik indonesia.[2]
Selain dukungan spotan terhadap kemerdekaan republik indonesia juga terjadi tindakan heroit di berbagai daerah dalam mempertahan kemerdekaan republik indonesia.  Diantaanya yaitu peristiwa bandung lautan api. Bandung lautan api ada peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota bandung, provinsi jawa barat, pada tanggal 24 maret 1946. Istilah bandung lautan api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Istilah bandung lautan api juga muncul pula di harian suara merdeka pada tanggal 26 maret 1946. Seorang wartawan muda pada saat itu, yaitu atje bastaman menyaksikan pemandatangan pembakaran bandung dari bukit gunung leutik di sekitar pameungpeuk, garut. Dari puncak itu atje bastaman melihat bandung yang memerah dari cicadas sampai dengan cimindi. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, dan meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang peristiwa bandung lautan api
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak awal hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Tentara sekutu memberikan ultimatum pertama dengan alasan untuk menjaga keamanan, mereka menuntut agar Kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya pada 29 November 1945. Ancaman-ancaman seperti itu semakin membuat pejuang Indonesia yang ada di daerah Bandung merasa kesal. Pihak sekutu membatasi wilayah di tanah yang jelas-jelas bukan milik mereka dan memerintahkan warga Bandung mengosongkan wilayah Bandung.
Batas kota bagian utara dan selatan yang harus dikosongkan adalah rel kereta api yang melintasi Kota Bandung. Para pejuang Republik Indonesia tidak mau mengindahkan ultimatum Sekutu tersebut. Sejak saat itu, sering terjadi insiden antara pasukan sekutu dan pejuang Republik. Insiden tersebut seperti sebuah rangkaian peristiwa pertempuran Bandung Lautan Api yang jauh lebih dahsyat. Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 25 November 1945, rakyat Bandung ditimpa musibah, yakni banjir besar akibat meluapnya Sungai Cikapundung. Bencana alam tersebut menelan ratusan korban yang dihanyutkan derasnya arus sungai. Ribuan penduduk Bandung juga kehilangan tempat tinggal.
Keadaan tersebut justru dimanfaatkan tentara sekutu dan Belanda atau NICA (Netherland Indies Civil Administration). Mereka menyerang rakyat yang sedang tertimpa musibah. Pada 5 Desember 1945, pesawat-pesawat tempur Inggris mengebom daerah Lengkong Besar. Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh para tentara sekutu, persenjataan lengkap, semuanya serba terbaru, mereka menyerang warga Bandung yang saat itu tengah dilanda musibah banjir.
Tentara sekutu mengeluarkan ultimatum kedua pada 23 Maret 1946. Kali ini, mereka menuntut Tentara Republik Indonesia (TRI) mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah Republik Indonesia memerintahkan agar TRI mengosongkan Kota Bandung. Menteri Keamanan Rakyat Mr. Amir Sjarifuddin tiba di Bandung dengan perintah kepada TRI untuk mengundurkan diri dari Kota Bandung. Sementara itu, dari Markas TRI di Jogjakarta datang perintah yang berbeda. Tentara Republik Indonesia dinstruksikan untuk tidak meninggalkan Kota Bandung. Walau dengan berat hati, TRI di Bandung akhirnya mematuhi perintah dari Jakarta. Akan tetapi, sebelum meninggalkan Kota Bandung, para pejuang Republik melancarkan serangan ke arah kedudukan-kedudukan tentara Sekutu. Hal tersebut bukan lantas menghentikan perjuangan warga Bandung untuk mempertahankan wilayahnya. Membela dengan cara lain pun dilakukan, pertempuran Bandung Lautan Api menjadi salah satu cara peristiwa dari cara yang dipilih.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi bumihangus. Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Selain menyerang kedudukan tentara sekutu, para pejuang juga membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Pembumihangusan Kota Bandung diputuskan melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) pada 24 Maret 1946. Keputusan musyawarah tersebut diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Panglima Divisi III/ Priangan dan meminta rakyat untuk meninggalkan kota. Peristiwa Bandung Lautan Api dilakukan dengan banyak pertimbangan, mengingat akibat yang akan dirasakan oleh warganya. Bersama rakyat, TRI sengaja membakar kota mereka. Udara Kota Bandung yang biasanya sejuk dipenuhi asap hitam yang membubung tinggi dan listrik di Kota Bandung juga mati.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pasukan sekutu pun mulai menyerang yang mengakibatkan pertempuran sengit karena para pejuang memberikan perlawanan hebat. Di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, pertempuran paling dahsyat terjadi karena terdapat gudang mesiu yang dikuasai sekutu. Para pejuang bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut.
Dalam pertempuran ini dua orang pemuda, Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan dua anggota milisi BRI (barisan rakjat indonesia ) diperintahkan untuk meledakkan gudang mesiu di Dayeuhkolot dan berhasil meledakkannya dengan menggunakan granat tangan. Dalam peristiwa tersebut Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan gugur karena ikut terbakar bersama gudang mesiu yang mereka ledakkan. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihanguskan bandung tersebut dianggap strategi yang tepat dalam perang kemerdekaan republik indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan sekutu dan NICA yang berjumlah besar setelah peristiwa tersebut TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu halo, halo bandung yang nama penciptanya masi diperdebatkan. Beberapa tahun kemudian, lagu halo, halo bandung secara resmi ditulis, itulah lagu kenagan akan emosi yang dialami oleh para pejuang kemerdekaan republik indonesia saat itu, yang menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api. [3]
Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut maka di bangunlah sebuah monumen bandung lautan api, merupakan monumen yang menjadi markah tanah bandung. monumen ini setinggi 45 meter, memiliki sisi sebanyak 9 bidang. monumen ini dibangun untuk memperingati peristiwa bandung lautan api, dimana terjadi pembumihangusan bandung selatan yang dipimpin oleh muhammad toha. monumen ini berada di tengah-tengah kota yaitu terletak di kawasan lapangan tegallega. monumen ini menjadi salah satu monumen terkenal di bandung. monumen ini menjadi pusat perhatian setiap tanggal 23 maret mengenang peristiwa bandung lautan api.[4]
DAFTAR PUSTAKA
[3] sudirman,adi.2014.sejarah lengkap indonesia.jogjakarta.penerbit diva press


No comments:

Post a Comment