Ulfa Septi M/PBM/Fis B
1. Makyong di Riau
Ada beberapa pendapat tentang asal usul Makyong di Kepulauan Riau, antara lain pendapat hasil rumusan Direktorat Teater Tradisional yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta bersama Direktorat Pembinaan Kesenian pada tanggal 13 Desember 1975. Dari pendapat itu tidak dapat diketahui pasti kapan Makyong sampai ke Riau, karena Makyong berkembang menurut situasi dan kondisi setempat, dan akhirnya menjadi sebuah pertunjukan yang mendarah daging bagi penduduk setempat.
Menurut kisah yang diceritakan Pak Abdul Rahman (Amanriza, 1993) di Manatang Arang, Kepulauan Riau tahun 1927, seni pertunjukan Makyong berasal dari permainan yang dilakoni oleh harimau jadi-jadian.Tetapi sampai saat ini tidak seorang pun mengetahui pasti arti kata Makyong. Namun, masyarakat luas tahu bahwa Makyong merupakan nama sebuah pertunjukan atau teater yang dimana merupakan nama salah seorang tokoh dalam teater tersebut.
Makyong adalah salah satu jenis kesenian melayu yang menggabungkan unsur-unsur ritual, tari, nyanyi, dan music dalam pementasannya. Dalam pertunjukannya Makyong mempertemukan antara pemain dan penonton dalam ruang, waktu dan tempat yang sama. (uun-halimah.blogspot.com. 2008)
Penilik Kebudayaan Depdikbud di Tanjung pinang tahun 1970-1980 masih mencacat tempat-tampat yang memiliki perkumpulan seni teater Makyong di Kabupaten Kepulauan Riau, yaitu di Mantang Arang, Rmpang/Sembulang, Dompak, Kasu, Pulau Buluh.
2. Pementasan Makyong
Seperti teater rakyat (tradisional) lainnya, teater Makyong tidak menuntut set properti, dekorasi, atau layar untuk pergantian babak. Bila Makyong dipentaskan di lapangan terbuka, tempat pentas harus diberi atap yang menggunakan bubungan dengan enam buah tiang penyangga.Pada kayu yang melintang dihiasi daun kelapa muda.Bila dimainkan di istana, Makyong dipentaskan di panggung beton berbentuk segi enam.
Setelah ketua panjak yang disebut Bomo mendapatkan tempat yang tepat untuk pementasan Makyong, ia harus melakukan serangkaian upacara sebelum pementasan dilakukan. Mula-mula dilakukan upacara mengasap alat-alat yang terdiri dari sebuah gendang penganak, sebuah gendang pengibu, dua buah tawak-tawak/gong, dua buah mong/kromong, sebuah gedu-gedung, sebuah canang, sebuah serunai dan sebuah rebab.Uapcara mengasap dilanjutkan pada alat-alat bbermain lainnya, termasuk canggai (kuku-kuku palsu panjang).
Acara selanjutnya disebut buang bahasa atau buka tanah dengan menanam sebutir telur ayam, segenggam beras basuh, segenggam beras kuning, brtih, sirih sekapur, dan sebatang rook daun nipah.Setelah sang Bomo memerintah pembantunya emnnam benda-benda tersebut, ia mulai nmenurkan betih dan beras basuh ke sekekliling tempat bermain, sambil membaca serapah dan mantra yang diiringi bunyi music berirama magis. Serapah tersebut berbunyi :
Assalamu'alaikum
Wa'alaikumsalam
Tabik orang di laut
Tabik orang di darat
Aku nak membubiuh paras
dan tanda di sini
Aku minta tanh yang baik
Bismillahirrahmanirrahim
Bam tanah Jembalang tanah
Aku tahu asak engkau
Mulai menjadi bintang timur
Berundurlah engkau darii sini
Jangan engkau menghalang
Pekerjaan aku di sini
Huh!
Setelah itu menekankan ujung jarinya ke langit-langit mulutnya, kemudian menekankan jari itu pada tanah.
Selama upacara berlansung, pelakon/pemain duduk berderet di depan pemain music. Begitu Bomo selesai mengadakan upacara buka tanah/buang bahasa, para pemain segera mengambil satu atau dua butir bertih dan beras basuh yang ditanburkan sang Bomo untuk dikunyah, dengan maksud agar lakon mereka lancar.
Pertunjukan Makyong pun dimulai dengan diirngi musik, seorang oemain wanita yang berpakain lelaki yang memerankan lakon Pakyong atau Cikwang berdiri.Dia bertelekan pada kedua lutut dan perlahan-lahan berdiri sambil menyanyikan lagu "Betabik".Nyanyian Pakyong disambut oleh para pemain wanita yang memerankan inang dan dayang.Mereka berdiri kemudian ikut bernynyi dan menari bersam Pakyong.Setelah selesai membawakn lagu Betabik, para dayang dan inang duduk kembali.Pakyong yang masih berdiri di tengah area pertunjukkan segera memanggil Si Awang atau Peran menyahut panggilan Pakyong sambil memantrai topeng yang sedang dipegangnya.Topeng dipakai dan dia pun mendekati Pakyong dengan gerakan teatral khas Makyong, yaitu melenggang dengan tangan bergetar.Awang/Perang merupakan pemain yang amat penting.Dia menjadi pelawak, pengiring raja, pengiring anak raja dan kadang-kadang juga disebut Pakyong Muda.
Pergantian babak/adegan dalam teater makyong ditandai dengan nyanyian dan dialog yang diucapkan para pemain atau dengan duduk dan berdirinya para pemain di pinggir ruang pertunjukan, sedangkan pertukaran peran dilakukan dengan menukar topeng yang dikenakan pemain. Seorang pemain boleh membawakan lebih dari satu peran, bahkan tiga atau empat peran dengan cara menukar topengnya.
Jalan pertunujukan Makyong agak lamban. Cerita dapat bersambung terus selama lima malam, kadang-kadang sampai tujuh malam. Pertunjukan biasanya dimulai setelah Isya dan berakhir menjelang shubuh.
3. Cerita Makyong
Cerita Makyong disajikan dalam pementasan Makyong sebagian besar sudah dikenal secara luas, karena cerita dalam Makyong berasal dari warisan dati tukang cerita istana.Tidak ada peninggalan tertulis tentang lakon Mayong.Semua cerita Makyong ditularkan melalui tradisi lisan. Diantara cerita-cerita Makyong yang paling terkenal ialah Tuan Putri Ratna Emas, Nenek Gajah dan Daru, Cerita Gondang, Wak Pean Hutan, Gunung Intan, Dewa Muda, Dewa Indra Dewa, Megat Muda, Megat Sakti, Megat Kiwi, Bungsu Sakti, Putri Timun Muda, Raja Muda Laleng, Raja Tingkai Hati, Raja Dua Serupa, Raja Muda Lembek dan Gading Betimbang. Terkadang Makyong juga dipentaskan cerita yang berasal dari Mahabarata, Ramayan, cerita Panji, dan Pagaruyung. Cerita dan bahan yang disebut terakhir sudah beda jauh dari aslinya. Sehingga dapat dibingkai dari polanya saja.Sebagai contoh adalah cerita Koripan yang berasal dati cerita Panji.
Jika dalam pewayangan (wayang purwa) dikenal cerita-cerita yang tabu dipentaskan tanpa sesaji atau semah dari upacara khusus. Makyong pun memiliki cerita seperti itu, yaitu lakon Nenek Gajah dan Daru.
Tokoh pertunjukan Makyong adalah Pakyong Tua/Raja, Pakyong Muda/Pangeran, Makyong/Permaisuri/Mak Senik, Putri Makyong, Awang Pengasuh/Pelayan Raja yang berjumlah lebih dari satu orang, Orang Tua, Jin dan Raksasa, dan Para Pembatak. Peran-peran wanita yaitu Makyong, Putri, Inang, dan Dayang.Pakyong adalah tokoh pria yang dibawakan oleh wanita. Peran seperti Awang, Mak Prambun, Wak Petanda Raja, Wak Nujum, Dewa, Jin, Pembatak, dan Raksasa dibawakan oleh pria.
4. Musik, Tari, dan Nyanyian
a. Jenis-jenis lagu dalam pertunjukan Makyong sebagai berikut :
Dalam teater Makyong ada beberapa lagu, yaitu :
· Lagu Bertabuh
· Lagu Bertabik
· Lagu Gedombak
· Memanggil Awang
· Lagu Gaduh Tuan Susah Mana
· Lagu Selendang Awang
· Lagu Kelantan
· Lagu Alip Dunia
· Lagu Saridam
· Dan lain sebangainya.
b. Jenis Tarian dalam Pertunjukan Makyong
Lagu-lagu dalam pertunjukan makyong dibawakan dengan tarian dan dengan atau tanpa lirik.Dalam pertunjukan Makyong, para pelakon berjalan dengan geraktari sederhana. Berikut macam-macam gerak tari yang terdapat pada pertunjukan Makyong :
1) Untuk Pakyong : Menjunjung Sembah, Tari Asyik, Tari ular Sawa, Tari Pakai Baju dan Kain Tari Gedombak, Tari Menggulung Tali, Tari Menyiram Bunga, Tari Basah Tangan, Tari Sabuk, Tari Elang Mengiap, Tari Memanggil Awang, dan Tari Tanduk.
2) Untuk Awang : Tari Awang Mengojoi, Tari Kabar Bilang, Tari Selendang Awang Selapis, Tari Selendang Awang Awang Dua Lapis, Tari Elang Mengiap, Tari Senandung, Tari Berjalan MasukAdik Hitam, Tari Berjalan Jauh.
3) Untuk Bunda/Mak Senik : Tari Gemalai, Tari Berjalan Masuk, Tari Selodang Mayang, Tari Selendang Mayang, Tari Kelantan, Tari Gelensa, Tari Kabar Bilang, Tari Wak Onggoi, Tari Segitiga, Tari Sabuk, Tari Tanduk, Tari Saridam.
4) Untuk Inang Pengasuh : Tari Inang Pengasuh sama dengan tarian untuk Awang ditambah Tari Tudung.
5) Tari-tari lainnya : Tari Kijang Emas Tanduk Kencana, Tari Batak, tari Jin/Cakar, dan lain sebagainya.
( Tim Peneliti P2KK UNRI. 2005: 83-90)
5. Tata Busana, topeng, dan Properti
Tata busana pada pertunjukan Makyong adalah sebagai beriikut :
Pertama, tokoh Pakyong Tua memakai baju lengan pendek, berseluar (bercelana), berdagang luar (kain samping), celeme (alas dada/alau berhias manik-manik), tanjak berhias manik-manik, selampai, bengkung, pending, sabuk, keris, dan tongkat berbelah tujuh serta canggai di jari-jarinya. Warna pakaian dipilih warna hitam atau warna gelap lainnya.
Kedua, tokoh Pakyong Muda mengenakan pakaian seperti Pakyong tua dengan warna cerah atau warna muda.Kain samping yang disebut dagang luar dipakai sedikit di atas lutut atau lebih lebih singkat dari yang dipakai Pakyong Tua.
Ketiga, tokoh Makyong memakai kebaya dari bahan yang mengkilap, selendang bersulam keemasan, pending mendidih selendang, dan memakai mahkota di kepala.
Keempat, tokoh Putri Makyong hampir sama pakaiannya dengan Makyong, tapi warna pakaiannya lebih muda dan cerah.
Kelima, Tokoh Awang memakai kaos oblong putting atau gunting cina, warna seluar boleh berbeda dengan baju, berdagang luar kain pelekat, dengan atau tanpa ikat kepala.
Keenam, tokoh Mak Inang Pengasuh memakai baju kurung pendek, kain sarung, dan selendang yang diikat di dada.
Ketujuh, tokoh Dayang-dayang memakai pakaian seperti Putri Makyong dengan bahan dan warna yang lebih sederhana.
Kedelapan, tokoh Tata Busana untuk Pemeran Jin, Raksasa, Pembatak, Wan Perambun, dan lain-lain cukup dengan memakai pakaian rakyat setempat, seperti teluk belangga atau kaos oblong seperti Awang.
Semua tokoh yang dimainkan oleh pria memaai topeng yang sesuai dengan wataknya.Khusus untuk Mak Inang Pengasuh, peran dipegang oleh seorang pria yang memakai topeng putih dan berdanggul.Topeng juga dikenakan oleh pemeran hewan seperti harimau, gajah, garuda, burung, ular, naga, ikan dan lain-lain.
Topeng yang biasa digunakan pada pertunjukan Makyong adalah Topeng Datuk Betara Guru/Wak Petala Guru, Wak Petala Siu (guru si raja jin), Awang Pengasuh, Wak Petanda Raja, Inang tua, dan lain-lain. Topeng yang masih dimiliki kelompok Makyong Mantang Arang ialah Topeng Datuk Betara Guru berwarna putih, Topeng Wak Perambun berwarna hijau, Topeng Wak Petanda Raja berwarna merah, dan Topeng Jin Kafri Gangga. Semua topeng tersebut dapat digunakan dalam berbagai cerita Makyong. (Budisantoso. 1986: 408)
Properti dalam pementasan Makyong tidak disiapkan secara khusus, kecuali sebuah bilai yang dibuat dari bamboo yang dibelah tujuh.Bilai ini selalu dibawa oleh raja (Pakyong) dan pangeran (Pakyong Muda) yang digunkan untuk memukul Awang bila terlambat dating ketika dipanggil atau ketika Awang mengritik dengan tajam.Properti lainnya ialah kayu bengkok yang dipakai Awang untuk menarik leher teman bermainnya yang sederajat.
Apabila dalam pertunjukan Makyong menghendaki adanya layang-layang ajaib, salah seorang pemain cepat melepaskan ukat kepalanta dan dikaitkan pada ujung tongkat sehingga penonton sudah dapat membayangkan itu sebagai layang-layang ajaib.Begitu juga dengan tonkat sakti, geliga bertuah, dan sebagainya.
6. Tanda Musnahnya Makyong di Riau
Pada saat sekarang ini, Makyong sudah sangat jarang sekali dipentaskan, hal ini terjadi karna beberapa factor. Factor yang mepengearuhi tanda musnahnya Makyong adalah usia para pendukung pertunjukan yang sudah lanjut usia, langkanya kesempatan pementasan pertunjukan Makyong ini dikarenakan kurangnya minat masyarakat. Factor lainnya dapat berupa sulitnya mendapatkan pakaian dan segala macam peralatan penunjang pertunjukan Makyong dan tariff yang mahal untuk menyelenggarakan pementasan makyong ini.
Setelah melakukan interview guide oleh responden Riau Kepulauan, dapat disimpulkan bahwa Makyong masih dikenal di tanjung Pinang Mantang Arang. Para penonton pertunjukan Makyong ini lebih suka dating ke tempat pertunjukan diselenggarakan.
Ada beberapa cara untuk mempopulerkan Makyong kembali, yaitu dengan cara mengubah pementasannya seperti :
· Bahasa pemeran teater Makyong. Bahasa pemeran teater pada percakapannya dirubah dengan bahasa melayu sehari-hari yang mudah dimengerti.
· Pakaian yang digunakan pelakon/peran diperindah.
· Pemeran/pelakon yang dipakai untuk pertunjukan ini adalah pemain muda (regenerasi).
· Cerita-cerita teater Makyong diperbaharui.
· Cara pementasan teater Makyong diubah menjadi lebih modern atau menyesuaikan dengan masa kini.
( Koentjaraningrat. 2007: 405-420)
Daftar Pustaka
Amanriza, E. Pe. Dan H.M. Syamsuddin. 1985. Seni Lakon Orang Riau.Makalah Pertemuan Budaya Melayu Provinsi Riau.
Budisantoso, S. 1986. Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
Effendy, B.A. 1974. Makyong Kesenia Tradisional Daerah Keepulawan Riau. Riau: Perwakilan Dewan Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau.
Koentjoroningrat, dkk.2007. Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Tim Peneliti P2KK UNRI. 2005. Atlas Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Yayasan Bandar Seni Raja Ali.
Halimah. 2008. Cerita Makyong. http://uun-halimah.blogspot.com/makyong.html. Diakses pada tanggal 24 Mei 2015.
No comments:
Post a Comment