Pima Putriana/SP
1. Zaman Belanda
A. Zaman VOC (KOMPENI)
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda yang mula-mula datang ke Indonesia adalah para pedagang yang tergabung dalam "Vereenigde Oest Indische Compagnie" atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan. Kebijakan pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan. Untuk keperluan inilah didirikan sekolah-sekolah, terutama daerah-daerah yang telah di-Nasranikan oleh bangsa Portugis dan Spanyol, seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Pendidikan kejuruan baru muncul dalam abad ke-19. Pendidikan bagi pribumi yang beragama Islam tidak menjadi sola, karena kelanjutannya sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga persekolahan/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur oleh pemerintahan VOC. Kemunduran perusahaan VOC pada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintahan dan masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan Hindia-Belanda.
B. Pengaruh Aufklarung
Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari Eropa yang kita kenal dengan nama "Aufklarung" dan pada abad ke-18 aliran ini mempengaruhi seluruh Eropa. Dengan adanya "Aufklarung" ini memberikan kecerahan kepada pendidikan Indonesia. "Aufklarung" yang berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama adalah "Aufklarung" menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme Negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh ummat manusia (Liberalisme).
Yang kedua adalah Pendidikan hendaknya dapat membebaskan manusia, pengajaran harus lepas dari gereja. Hendaklah negaralah yang harus menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah mengemukakan juga pentingnya penerangan (pengajaran) bagi rakyat umum. Dengan adanya "Aufklarung" tersebut, pendidikan di Indonesia semakin maju, terutama pada masa pemerintahan Deandels dan Rafles. Dalam hal ini pendidikan yang lebih berkembang adalah pendidikan umum khususnya bidang kesehatan, pendidikan Islam kurang berkembang meskipun tetap berjalan.
1. Pendidikan Islam di Sumatera
A. Pendidikan Islam di Aceh
Materi pendidikan Islam di Aceh pada masa penjajahan Belanda adalah sebagai berikut:
a. Belajar huruf Hijaiyah (alfabeth Arab).
b. Juz 'Amma (disebut Al-Qur'an kecil).
c. Mengaji Al-Qur'an (disebut Al-Qur'an besar).
Setelah materi di atas dilanjutkan dengan kitab-kitab berbahasa Melayu, seperti: Bidayah, Masail Al Muhadi, Fur' Masail, dan lain-lain. Setelah selesai masa pembacaan kitab-kitab Melayu dilanjutkan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab, seperti: Dammun, Al-'Awamil, Al Jurumiyah, Tafsir Jalalain. Setelah perang Aceh melawan Belanda berakhir, pendidikan Islam di Aceh mulai berkembang, ditandai dengan berdirinya berbagai pondok pesantren. Di pondok pesantren banyak dipelajari kitab-kitab seperti: Fatul Qarib, Fatul Mu'in, dan lainnya. Berikutnya mulai lahir madrasah, salah satunya madrasah Sa'adah Abadiyah di Blang Paseh Sigli yang didirikan pada tahun 1930 oleh Tgk. Daud Berueh. Madrasah itu memiliki tujuh kelas dengan lama masa belajar empat tahun. Materi yang diajarkan: bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama serta sedikit Ilmu Bumi Mesir dan Tarikh Islam. Lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren sebagai basis perlawanan penjajahan Belanda.
B. Pendidikan Islam di Minangkabau
Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana. Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara lain:
a. Belajar huruf Hijaiyah seperti halnya di Aceh.
b. Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
– Nahwu, Saraf, dan Fiqih.
– Tauhid.
– Tafsir.
c. Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq, dan Balaghah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu halaqah dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau. Pada masa penjajahan Belanda mulai dibuat ruang-ruang berbentuk kelas, dinamakan madrasah.
C. Pendidikan Islam di Jambi
Pesantren Nurul Iman didirikan pada tahun1914 oleh H. Abdul Samad seorang ulama besar di jambi. Pesantren ini juga berawal dari system halaqah kemudian menggunakan kelas-kelas seperti madrasah modern. Pelajarannya juga begitu, dari sekedar ilmu-ilmu agama kemudian memasukkan ilmu umum yang dibimbing dua guru khusus.
2. Pendidikan Islam di Pulau Jawa
A. Pendidikan Islam di Jawa Timur
Pendidikan Islam yang cukup terkenal di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda adalah Tebuireng, yaitu pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada tahun 1904 M. Pada mulanya hanya diajarkan agama dan bahasa Arab, kemudian setelah berdiri madrasah salafiyah memasukkan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu bintang, ilmu bumi dan lain-lain. Pondok Pesantren Tebuireng terdiri atas empat bagian, yaitu: Madrasah Ibtidaiyah (lamanya 6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Mualimin (5 tahun), Pesantren dengan sistem halaqah. Pendidikan Islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanada tidak terlepas dari pengaruh organisasi Nahdhatul Ulama yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (3 Januari 1926) di Surabaya.
B. Pendidikan Islam di Jawa Tengah
Lembaga Pendidikan Islam di Jawa Tengah yang paling berpengaruh berpusat di sekitar Kudus. Ratusan pondok pesantren dan madrasah tersebar di seluruh pelosok Kudus, antara lain: Aliyatus-Saniyah Muawanatul Muslimin, Kudsiyah, Tsywiqut Tullab Balai Tengahan School, Mahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-Jawiyah, dan lain-lain.
C. Pendidikan Islam di Yogyakarta
Pendidikan Islam di Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda banyak didominasi oleh organisasi Muhammadiyah. Diantaranya yang terkenal adalah Kweekschool Muhammadiyah, Mualimat Muhammadiyah, Zuama, Tabligh School, dan H.I.K. Muhammadiyah. Model pendidikannya dengan menggabungkan antara pelajaran umum dengan agama. Selain Muhammadiyah juga ada pondok pesantren Krapyak.
D. Pendidikan Islam di Jawa Barat
Madrasah pertama adalah yang didirikan di Majalengka pada tahun 1917 oleh Perserikatan Umat Islam. Pondok Pesantren yang cukup berpengaruh adalah PP Gunung Puyuh di Sukabumi. Selain itu juga ada pondok pesantren Persatuan Islam (Persis), pondok ini terdiri dari dua bagian, yaitu Pesantren Besar (untuk para santri yang telah cukup umur untuk mendapatkan pendidikan agama) dan Pesantren Kecil (untuk anak-anak kecil yang pelaksanaannya di sore hari).
E. Pendidikan Islam di Batavia
Madrasah tertua di Batavia adalah Jamiat Kheir yang didirikan tahun 1905. Tingkatan sekolahnya antara lain: tingkat Tahdiriyah (1 tahun), tingkat Ibtidaiyah (6 tahun), tingkat Tsanawiyah (3 tahun), Bagi lulusan terbaik Tsanawiyah bisa melanjutkan ke Mesir atau Mekkah. Madrasah lain yang juga punya andil besar bagi pendidikan Islam adalah madrasah Al-Irsyad yang didirikan pada tahun 1913.
3. Pendidikan Islam di Sulawesi
Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan Islam di Sulawesi dengan di Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan karena sumber yang sama, yaitu Mekkah. Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya dipimpin oleh guru-gur agama dari Minangkabau dan Yogyakarta. Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah ini meliputi pelajaran agama dan pelajaran umum.
Madrasah Amiriyah Islamiyah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajrakan ilmu agama 50%.
2. Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajarkan ilmu agama 60%.
3. Muallimin, lama belajarnya dua tahun, diajarkan ilmu agama 80%.
Tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan Islam di Sulawesi, antara lainadalah Syekh H. M. As'ad bin H. A. Rasyad Bugis. Madrasah yang didirikannya bernama Wajo Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari berubah menjadi Madrasah As'adiyah.
4. Pendidikan Islam di Kalimantan
Madrasah yang tertua yang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 M., setelah itu berdiri madrasah Perguruan Islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun 1922 M. Di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda tidak banyak madrasah dan pesantren yang berdiri, namun andil dan maknanya cukup berarti dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di tanah air Indonesia ini di bagian timur.
Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh karena itu, semboyan yang terkenal dari penjajah Belanda adalah Glory (kemenangan atau kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia). Dengan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, penjajah Belanda cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat perkembangan pendidikan Islam, dengan terang-terangan membiayai misionaris Kristen.
Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, misalnya:
1. Setiap sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda.
2. Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3. Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkah karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan, akan tetapi para tokoh Islam tetap giat dan gigih dalam memperjuangkannya.
2. Zaman Jepang
A. Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran
Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik. Hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi baru yang disebut dengan Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur Raya. Meskipun demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari belenggu penjajahan.
a). Pelatihan guru-guru
Dengan melalui sekolah-sekolah diadakanlah pelatihan guru-guru. Mereka dibebani tugas untuk menyebarkan ideologi baru tersebut. Setiap kabupaten diwajibkan mengirimkan wakilnya untuk digembleng selama 3 bulan, jangka waktu yang dirasa cukup menjepangkan para guru.
b). Perubahan-perubahan penting
1. Hapusnya dualisme pangajaran: Berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman pemerintahan Belanda dihapuskan sama sekali. Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi Sekolah Pertama.
2. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi dan bahasa pengantar, bahasa Jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adapt kebiasaan Jepang harus ditaati.
Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami hambatan yang cukup besar. Jepang campur ikut tangan dalam seluruh bidang pendidikan agama.
Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan dibandingkan dengan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam berkembang cukup pesat di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan pada masa penjajahn Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amuntasi yang disingkat menjadi IMI. Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam, hal ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya memenangkan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang mulai mendapatkan berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang mulai memeras kekayaan bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia sehingga banyak rakyat yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai langkah pemberontakan mulai muncul, seperti PETA (Pembela Tanah Air).
Banyak para Kyai dan ulama yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atau Romusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena murid-muridnya menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah di dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan Jepang.
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Sekolah-sekolah pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang, yang semuanya untuk kepentingan perang. Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:
a. Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang;
b. Membersihkan bengkel-bengkel, asrama-asrama militer;
c. Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makanan;
d. Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas.
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang hanyalah untuk memenangkan peperangan. Secara konkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Pada masa awal-awalnya madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angina segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam Indonesia. Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang banyak dikunjungi. Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan terbengkalai, madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari pengawasan langsung pemerintahan Jepang. Pendidikan dalam pondok Pesantren dapat berjalan dengan wajar.
C. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan kolonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan/ membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu:
1. Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia.
2. Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional.
3. Kreatifitas guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang sendiri.
4. Seni bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
- Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam Mulia.
- Zuhairini, dkk. 2011. SejarahPendidikan Islam. Jakarta: BumiAksara.
- Abdullah, Mustofa. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : CV. Pustaka Setia.
- Hasbullah,DRS. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
No comments:
Post a Comment