Awal mula tujuan VOC di Indonesia adalah untuk berdagang. Setalah mengalami perkembangan yang sangat pesat, VOC merasa bahwa, Indonesia adalah ladang rempah-rempah untuk pasar Eropa. Sehingga menyebabkan, VOC hari demi hari, berupaya menaklukkan penduduk pribumi. Mulai dari daerah yang mudah untuk di kuasai hingga kerajaan yang besar sekalipun.
Perkembangan masyarakat koloni Belanda di Batavia terbentuk pada pertengan abad ke-17. Banyak para pegawai VOC yang pada awal terbentuknya Batavia di datangkan langsung dari Belanda. Ada banyak factor mengapa orang-orang Eropa dan Belanda pada saat itu bekerja dengan VOC. Dan alas an yang didapat juga beragam. Mulai dari mencari kekayaan secara pribadi, kemakmuran hidup, bahkan untuk malangsungkan hidup. Ini dikarenakan banyak dari prajurit dan pegawai biasa yang berasal dari orang miskin di Belanda waktu itu.
Gaji yang dibayarkan oleh VOC kepada pegawai tingkat menengah kebawah selalu sangat rendah, dank arena itulah banyak orang yang meningkatkan pendapatan mereka melalui perdagangan pribadi ( private trading ), atau penyelundupan. Dan hal tersebut disadari oleh para direktur VOC. Karena perdagangan secara pribadi adalah illegal. Dan hanya para petinggi VOC yang kebal terhadap hukum mengenai masalah ini. Posisi mereka yang penting dengan sendirinya memberikan kesempatan terbaik untuk melakukan perdagangan illegal. Dan tujuan seorang pejabat yang ambisius adalah menaiki jenjang kepangkatan dalam VOC dengan cepat.
Perkembangan politik juga terbentuk pada 1640an. Pada masa awal kehidupan koloni semua pegawai VOC di datangkan dari Belanda. Ini telah kita singgung di prargraf kedua. Gubernur jenderal ketiga yaitu Laurens Reae ( 1619-1619 ), yang mengawali tradisi dalam merekomendasikan Direktur Jenderal perdagangan sebagai pengganti jenderal yang telah habis masa tugasnya. Tradisi ini sangat jarang di intervensi oleh para direktur VOC. Kematian J.P Coen dalam masa jabatannya yang kedua ( 1627-1629 ) menyebabkan munculnya suatu tradisi lain yang mengubah Batavia dan Amsterdam secara fundamental. Ketika J.P Coen meninggal, Dewan Hindia secara cepat melakukan pemilihan untuk mencari pengganti gubernur jenderal ( biasanya anggota dewan hindia yang paling senior dan kemudian memberitahukan ke kantor pusat VOC di Belanda.
Pada 1636, dengan penunjukan Antonia van Diemen sebagai Gubernur Jenderal semua kebiasaan di atas disatukan menjadi satu pola yang baku, yaitu bahwa yang menjadi gubernur jenderal adalah orang dengan jabatan tertinggi yang memiliki pengalaman kerja bertahun-tahun di Asia. Dimulai dengan penunjukan Cornelis van der Lijn pada 1645. Dapat dilihat bahwa kenaikan pangkat seseorang yang telah melakukan pelayanan bertahun-tahun di Asia tak akan hilang dengan kepergianya ke Eropa.
Tidak ada seorang luar pun ditunjuk sebagai gubernur jenderal hingga penunjukan Herman Williams Daendels pada 1808. Sebagai akibatnya, terdapat periode yang sangat lama di mana control politik ditentukan secara local. Pemerintah pun secara nyata kebal terhadap pengaruh langsung dari Belanda karena jauhnyan jaraka antara Batavia-Amsterdam dan lambatnya transportasi laut yang memakan waktu hingga satu lamanya.
Dengan melihat bahwa kekayaan hanya dapat diraih oleh senioritas didalam kedinasan VOC dan bahwa promosi jabatan terutama ditentukan di Batavia, lantas bagaimana kaum elite colonial terbentuk? Jawabaan diatas adalah ditemukan di pembentukan dan perkembangan masyarakat colonial pada abad ke-17. Pada pertengahan abad ke-18, kelompok-kelompok penguasa di Batavia sebenarnya tidak lagi bergantung pada para direktur di Belanda. Gubernur Jenderal Willem Arnold Alting ( 1780-1797 ), misalnya, dengan tegas dapat menolak keputusan direktur yang menunjuk menantunya Joannes Siberg sebagai direktur jenderal.
Seiring berjalanya waktu, orang-orang berkembang berdasarkan ikatan keluarga yang mempromosikan keluarganya. Adapun salah satu kebijakan VOC adalah menikahkan pegawainya dengan perempuan local dan menolak untuk member kesempatan kerja pada anak lelaki hasil pernikahan tersebut. Dengan itu maka hubungan kenaikan pangkat ( atau askes terhadap kesejahteraan ) tidak didasarkan pada hubungan ayah-anak, tetapi pada hubungan keluarga akibat pernikahan seperti saudara ipar atau hubungan mertua-menantu.
Itu adalah salah satu cara dimana VOC tidak sembarang memberikan suatu jabatan kepada pegawainya untuk naik jabatan. Ini dikarenakan bahwa adanya kepentingan-kepentingan individu petinggi VOC di Asia khusunya di Batavia supaya mereka bisa berkuasa secara lama dan membuat diri mereka kaya secara pribadi.
Pada awal mula terbentuknya pemukiman, perempuan menyertai suaminya dalam tugasnya sebagai gubernur jenderal. Sama seperti suaminya, perempuan-perempuan ini tidak meiliki hubungan apa-apa dengan Asia. Mereka akan kembali ke eropa ketika masa tugas suaminya telah selesai. Mereka juga mengadakan pesta-pesta sederhana. Ini berubah ketika istri dari gubernur jenderal VOC yang menjabat yaitu van Diemen pada 1636, Maria van Aelest membawa perubahan.
Perubahan ini di menggambarkan hidup mewah para istri petinggi Batavia. Mereka seolah-olah memamerkan apa yang mereka punya. Banyak dari golongan ini yang menggunakan parasol untuk berjalan di sekitar Batavia dengan ditemani oleh para budak mereka. Budak-budak inilah yang bekerja untuk para majikanya. Peran budak menangani berbagai macam pekerjaan. Pekerjaan yang umum adalah urusan rumah tangga. Ada yang menggunakan budaknya sebagai pemegang parasol sewaktu majikan nya berkeliling di sekitar Batavia. Dan bahkan mereka ada yang dijadikan gundik oleh majikanya.
Hidup mewah pejabat VOC dan istri-istri mereka memperlihatkan seberapa tinggi jabatan yang ia duduki di VOC. Banyak dari para istri itu memakai perhiasan untuk berkeliling. Semakin mewah acara yang ia adakan, maka semakin tinggi pula jabatan suaminya di VOC. Hanya pejabat tinggilah yang bisa mengadakan pesta yang besar. Karna mereka memiliki kekuasaan penuh tanpa harus melapor lagi ke direktur VOC di Batavia.
Gaya hidup mewah ini berlangsung hingga menjelang kematian van Diemen. Van Diemen mendesak para anggotadean untuk membiarkan Maria mempertahankan gaya hidupnya. Termasuk untuk tetap tinggal di rumah gubernur jenderal, sampai kapal yang akan membawanya kembali ke Belanda siap mengangkat sauh. Semua permintaan itu dikabulkan dan Maria diperkenankan untuk mendapatkan " kebebasan sepenuhnya ". dalam kata-kata penulis biografi tokoh-tokoh VOC J.P.I Dubois, Maria diizinkan untuk membawa pulang ke Belanda semua peralatan rumah tangga yang dimilikinya " dalam jumlah yang besar ". Maria nampaknya juga sangat suka bepergian. Para direktur VOC yang mengetahui kebiasaan tersebut kemudian melarang istri-istri gubernur jenderal berikutnya untuk menggunakan kereta kuda milik VOC.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip
Collectie Kartini ( koleksi kartini ). Leiden. Koninklijk Instituut voor-Taal-, Land-en Volkenkunde. No 897
Leiden. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde,H1007. E. Houtman-Mesman dan A. Bouman-Houtman,"Uit tempoe doeloe" ( dalam tempo dulu).
Chisj, J.A van der, ed
1885-1900 Nederlandsch-Indisch Plakaatboek 1602-1811 ( Kumpulan Peraturan Belanda-Hindia 1602-1811 ). 16 jilid dan indeks. Batavia, 's-Gravenhage: Landsdrukkerij, M. Nijhoff.