Hayati Otari/SR
Menurut bahasa Melayu pengertian Suku Kubu adalah memiliki 2 arti yaitu tempat persembunyian dan bodoh. Nama ini berasal dari desa yang bernama Kubu Kandang dan Pengabuan, yang berada di tepi Sungai Batanghari. Kemungkinan desa-desa tersebut merupakan perkampungan awal mereka.
Pengertian Kubu yang berarti Bodoh, jelas tidak enak didengar, karena ada kesan merendahkan, oleh karena itu mereka enggan disebut sebagai orang Kubu, mereka lebih suka menyebut dirinya sebagai "Anak Dalam", "Orang Rimbo" atau "Orang Kelam", sedangkan orang desa disekitarnya disebut "Orang Terang".
Kubu merupakan sebutan yang paling populer digunakan terutama oleh orang Melayu dan masyarakat Internasional. Kubu dalam bahasa Melayu memiliki makna peyorasi seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikan. Sebutan Kubu telah berlanjur populer terutama oleh berbagai tulisan pegawai kolonial dan etnografer pada awal abad ini.
Sistem kekerabatan orang Kubu adalah matrilineal yang sama dengan sistem kekerabatan budaya Minangkabau. Tempat hidup pasca pernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara perempuan tetap tinggal didalam satu pekarangan sebagai sebuah keluarga luas uxorilokal sedangkan saudara laki-laki dari keluarga luas tersebut harus mencari istri diluar pekarangan tempat tinggal. Orang Kubu tidak diperbolehkan memanggil istri atau suami dengan namanya, demikian pula antara adik dengan kakak dan antara anak dengan orang tua. Mereka juga tidak menyebut nama orang yang sudah meninggal dunia. Sebenarnya menyebut nama seseorang dianggap tabu oleh orang Kubu. Sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran, gadis dan pemuda laki-laki saling menjaga jarak. Waktu seorang anak laki-laki beranjak remaja atau dewasa, sekitar umur 14-16 tahun, bila tertarik kepada seorang gadis, akan mengatakan hal tersebut kepada orang tuanya. Lalu orang-tuanya akan menyampaikan keinginan anak mereka kepada orang tua si gadis dan bersama-sama memutuskan apakah mereka cocok. Pernikahan yang terjadi antara orang desa dan orang Rimba, sama dengan antara anak kelompok Kubu dan kelompok Kubu lain.
Ada tiga jenis perkawinan, yaitu; pertama dengan mas kawin. Kedua, dengan prinsip pencurahan, yang artinya laki-laki sebelum menikah harus ikut mertua dan bekerja di ladang dan berburu untuk dia membuktikan dirinya. Ketiga, dengan pertukaran gadis, artinya gadis dari kelompok lain bisa ditukar dengan gadis dari kelompok tertentu sesuai dengan keinginan laki-laki dan gadis-gadis tersebut. Orang Kubu menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara seperut/suadara kandung)atau hubungan dengan orang satu darah, merupakan sesuatu yang tabu. Dengan kata lain, perbuatan sumbang (incest) dilarang, samahalnya dengan budaya Minangkabau. Mayoritas pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk melestarikan asal suku. Sebenarnya, adalah alasan sosial lain, samping melindungi sumber anak adalah keinginan untuk memelihara janda atau perempuan mandul. Poligini jarang jadi di kelompok TemenggungTarib. Umur harapan hidup laki-laki lebih pendek daripada harapan hidup perempuan dan perempuan selalu diutamakan, pada umumnya pekerjaan berbahaya dilakukan oleh laki-laki. Kaum kerabat merupakan sumber semua bantuan.Kelompok
TemenggungTarib terdiri dari 28 pesakanatau Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah kira-kira100 jiwa. Sebenarnya kelompok ini terbagi dua, yaitu di tempat Semapui yang berjumlah 9 KK dan di tempat dekat Paku Aji 19 KK. Temenggung Kelompok pertama, tinggal di hutan dibawah pemimpin Gera terdiri dari 6 KK saja. Kelompok kedua yang terdiri dari sekitar 12 KK sudah dibina, masuk Islam dan mendapat paket bantuan dari Depsos.Kebudayaan orang Rimba juga mengenal sistem pelapisan sosial. Temenggung Tarib adalah pemimpin utama dalam struktur kelompok, yang posisinya diwarisi sebagai hak lahir dari orang tua. Tetapi, jika pemimpin tidak sesuai atau disetujui oleh anggota kelompok, pemimpin bisa diganti melalui jalur "diskusi terbuka" atau forum yang bisa dilakukan dimana mana. Menurut TemenggungTarib, jumlah kelompok yang diwakili oleh Temenggung naik dari 3 kelompok pada tahun 1980an, sampai 6 kelompok yang di wakili oleh Temenggungdi Bukit Dua belas dewasa ini. Dulu ada kelompok Makekal, Kejasun dan Air Hitam, dewasa ini di daerah Makekal adalah kelompok yang di Temenggung olehTemenggun Mukir dan Temenggung Merah, daerah Kejasung dengan kelompok yang dipimpin oleh Temenggung Mijah, Marid, Kecik dan Jelita dan di daerah Air Hitam adalah kelompok Tarib dan Biring. Banyak interaksi dan lintas pernikahan (cross weddings) terjadi antar kelompok, misalnya istri
Temenggung Tarib punya darah Makakal dan orang kelompok Tarib nikah orang kelompok Biring. Hal tersebut mengakibatkan struktur dan komposisi organisasi sosial hampir sama dengan kelompok lain. Temenggung Biring setelah pindah keluar dan menganut agama Islam berganti nama dan sekarang dikenal dengan nama Pak Helmi. Sebenarnya anggota kelompok Biring serta anggota kelompok Tarib terpisah. Artinya, ada anggota yang tinggal di hutan secara tradisional dan ada anggota kelompok yang pindah keluar yang dapat bantuan dan merubah kepercayaan. Mungkin alasan memisahkan diri adalah faktor ekonomi atau faktorakulturasi dengan budaya pasca tradisional. Menurut mantan Temenggung Biring, pak Helmi, struktur masyarakat terdiri dari:Temenggung adalah kepala suku. Ketika dia absen dia diwakili wakil Temenggung. Seorang yang bergelar Depati bertugas menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan hukum dan keadilan. Seorang yang bergelar Debalang yang tugasnya terkait dengan stabilitas keamanan masyarakat dan seorang yang bergelar Mantiyang tugasnya memanggil masyarakat pada waktu tertentu. Pengulu adalah sebuah institusi sosial yang mengurus dan memimpin masyarakat orang Kubu. Ada juga yang bertugas seperti dukun, atau Tengganai dan Alimyang mengawasi dan melayani masyarakat dalam masalah spiritual dan di bidang kekeluargaan, nasehat adat dan sebagainya.
TemenggungTarib sangat aktif mengorganisir hubungan dengan dunia luar, supaya nasib orang Rimba diketahui.Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta, 15-22 Maret 1999 dan wakil orang Kubu untuk Dewan Aliansi Daerah untuk Aliansi Masyarakat Daerah propinsi Riau dari periode 1999 sampai sekarang.Orang Kubu yang tinggal di pinggir Bukit Duabelas berinteraksi cukup sering dengan orang desa. Kelihatannya orang Kubu yang tinggal lebih didalam Bukit Duabelas tidak berinteraksi sama sekali. Orang Kubu sebenarnya sering memerlukan bantuan dari orang Kubu yang bermukim di pinggir hutan. Mereka minta bantuan untuk mendapat barang dari pasar. Maksudnya, orang Kubu yang tinggal didalam Bukit Duabelas memesan barang yang dijual di pasar kepada orang Kubu di pinggir hutan, dan diambil oleh mereka setelah barangnya sudah didapat.
Kini terdapat tiga kategori kelompok pemukiman Suku Anak Dalam.Pertama yang bermukim didalam hutan dan hidup berpindah-pindah.Kedua kelompok yang hidup didalam hutan dan menetap. Ketiga adalah kelompok yang pemukimnya bergandengan dengan pemukiman orang luar ( orang kebiasaan ).
Cara berpakaiannya pun kini bervariasi, yaitu: (1) bagi yang tinggal di hutan dan berpindah-pindah pakaiannya sederhana sekali, yaitu cukup menutupi bagian tertentu saja. (2) yang tinggal di hutan tetap menetap, di samping berpakaian sesuai dengan tradisinya, juga terkadang menggunakan pakaian seperti masyarakat umum seperti baju, sarung atau celana, (3) yang tinggal berdekatan dengan pemukiman masyarakat luar atau desa, berpakaian seperti masyarakat desa lainnya. Namun kebiasaannya tidak menggunakan baju seperti orang Melayu
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, seperti Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Jenang.Temenggung merupakan jabatan tertinggi, keputusan yang ditetapkan harus dipatuhi. Bagi mereka yang melanggar akan dijatuhi hukuman atau sangsi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Peran Temenggung sangat penting karena berfungsi sebagai: (1) Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo),(2) Penegak hukum yang memutuskan perkara, (3) Pemimpin upacara ritual, (4) Orang yang memilki kemampuan dan kesaktian. Oleh sebab itu dalam menentukan siapa yang akan menjadi emenggung harus diperhatikan latar belakangnya, seperti keturunan dan kemampuan memimpin.
Peran Temenggung sangat penting karena berfungsi sebagai: (1) Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo),(2) Penegak hukum yang memutuskan perkara, (3) Pemimpin upacara ritual, (4) Orang yang memilki kemampuan dan kesaktian. Oleh sebab itu dalam menentukan siapa yang akan menjadi emenggung harus diperhatikan latar belakangnya, seperti keturunan dan kemampuan memimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Husein Ahmad.1991, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950. Jakarta. Badan Pemurnian Sejarah Indonesia.
Sumber Internet
No comments:
Post a Comment