MUHAMMAD FIKRI MUZAKI / SI 3 / B
Ini adalah tahun-tahun termakmur kota tersebut, walaupun banyak orang mendapatkan untung dari pengeluaran VOC sepanjang abad ke-18. Kondisi Bataviasendiri-temspat rawa-rawa malarianya, bagian-bagian kotanya uang padat populasi, gaya hiduo tak sehat para imigran belanda-ditambah lagi dengan wabah kolera dan gondok mengurangi populasi penduduk dalam kota. Bahaya kematian tersebut membuat para warga kota Batavia, dengan kekayaanya, membangun vila-vila yang luas dan udaranya yang lebih segar diluar daerah pemukiman yang lama. Pada pertengahan abad, kota tersebut sudah melebar ke selatan sejauh Bogor. Meteka membangun bukan semata-mata untuk alas an kesehatan. Perkebunan luas memebrikan warga Batavia kaya cara yang baik untuk memamerkan kekayaan. Juga untuk memberikan wacana yang segar dalam memadukan budaya Eurasia.
Perpindahan dari kota lama sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Petronella Speelman-Wonderaer pada 1680 menggambarkan dirinyahidup di " perkebunan bernama Wonderwel, di luar kota Batavia." Tiga puluh tahun sebelumnya Tavernier telah berbicara tentang para pejabat yang " memiliki tamanya sendiri " di sepanjang sungai di mana mereka bepergian dengan perahu. De Graaff juga mencatat kecenderungan orang-orang untuk mencari tempat tinggal didesa bagian selatan Batavia. " diluar kota," tulisnya, " orang dapat menemukan peternakan, sungai-sungai, ladang beras, dan tebu dan perkebunan yang indah. Kesemuanya memiliki pohon-pohon buah, dan beberapa memiliki rumah-rumah bagus dan taman-taman yang indah.
Awalnya, perkebunan di desa hanya digunakan untuk rekreasi beberapa jam. Pemiliknya akan kembali kembali ke balik-balik dinding-dinding Batavia pada malam hari. Kepergian orang-orang yang berpengaruh di kota biasanya akan ditulis di surat kabar Daily Register, seperti tulisan 27 september 1648:" Siang ini Gubernur jenderal ( van der Lijn ) bersama isteri dan anaknya, juga para anggota dewan Belanda beserta isteri, berlayar dengan dua perahu besar ke perkebunan Tuan Caron yang baru saja di bangun,. Mereka di undang oleh Tuan Caron, berpesta dan terhibur. Mereka kembali berlayar disungai yang dingin dan seluruh rombongan tiba kembali kekastil pada pukul delapan malam.
Hanya pada abad ke-18 masyarakat kelas atas menghabiskan beberapa minggu sekali di pedesaan dan pensiunan pegawai bertempat tinggal secara permanen divila-vila pedesaan. Perubahan kebiasaan hidup ini sebagian disebabkan oleh dua kondisi. Pertama adalah perjanjian yang ditandatangani dengan Bantam pada 1684 yang menjamin Batavia dari serangan dunia luar. Yang kedua adalah perubahan lingkungan Batavia menjadi lahan perkebunan. Semakin banyaknyatumbuhan besar di sekiatr Batavia memeperkecil ancaman terhadap kehidupan dan property dari binatang liar dan budak yang kabur. Karena itulah, masyarakat colonial, yang pada abad ke-17 tinggal di pinggiran pilau Jawa dan biasanya hanya memandang kearah laut, kearah tanah kelahiran mereka di Eropa, kini mulai melihat kepedalaman daratan. Mereka memperluas kekuasaan mereka dari dinding-dinding kota menuju tanah luas berhektar-hektar.
Sekitar 1700an, pelukis Belanda Cornelis de Bruijn memulai perjalananya keliling dunia dan sampai di Batavia pada 1706. Ia membawa surat pengenalan dan langsung diperkenalkan kepada gubernur jenderal saat itu, Joan van Hoorn. Ia juga diperkenalkan kepada pejabat tinggi dan mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn, yang hidup dalam masa pensiunanya disebuah villa yang teletak dekat dengan kota. Salahsatu interaksi social Bruijn adalah sebuah makan malam bersama anggota dewan Abraham van Riebeeck di pesta ulangtahun isterinya di perkebunan yang teletak, pada waktu perjalan masa itu. Satu setengah jam kearah selatan. Seluruh sisi pedesaan pada saat itu ditanami padi, tulis de Bruijn," saya juga melihat bermacam-macam pohon-pohon yang buahan diperkebunannya, walaupun buah-buahan itu belum matang. Tanah itu dirawat setiap hari. Meskpun rumah itu sudah selesai dibuat,kandang kuda dan dapurnya masih dalam pembangunan.
De Bruijn juga pernah menjadi tamu Cornelis Chastelein di tanah miliknuya di Depok. Chalestein ( 1657-1714 ) pindah ke Batavia dengan pangkat akuntan, ditemani adik-adik perempuanya. Ia bekerja pada VOC jingga ia meninggal dengan pangkat anggota dewan penuh. Ia memulai karirnya di Indonesia sebagi anak seorang pemegang saham penting di VOC dan melancarkan karirnya di hirarki tersebut dengan menikahi purti Mattheus de Haan ( Gubernur Jenderal pada 1725-2729 ). Chalestein juga mengakui Maria dan Chatarina sebagi anak perempuanya dari budak Leonora van Bali. De Bruijn menggambarkan villa Chalestein terbagi dalam dua ruangan dan dibangun dari kayu. Ia mencatat bahwa budak Chalestein memasukkan mereka semua dalam surat wasiatnya. Kemudian Depok menjadi wilayah komunitas Kristen yang sangat kentar selama lebih dua abad.
Selain narasi dari pelancong, informasi tentang vila-vila pedesaan itu juga didapat dari rencana tanah dan pembangunan vila dan tamanya, lukisan-lukisan kontemporer dan foto-foto yang diambil pada abad tersebut ketika rumah-rumah itu masih ada. Hasil pekerjaan Johannes Rach dan foto-foto indah yang disusun oleh V.I van de Wall dan F. de Hann sangat membantu dalam menggambarkan keadaan saat itu. Tigas rumah pedesaan yang berbeda akan digambarkan secara singkat disini beserta hubungan dengan pemiliknya.
Gunung Sari dibangun oleh Frederik Julius Coyett di decade ke tiga abad ke-18. Coyett adalah cucu Gubernur Jenderal Frederik Coyett dari Taiwandan Susanna Boudaen, saudara dekat dari calon pengantin perempuan Caron. Coyett sang cucu lahir di Asia, tetapi pergi ke Belanda pada 1707 setelah mulai bekerja pada VOC sebagai asisten. Sekembalinya dari Belanda ia langsung menjadi pegawai tinggi-pedagang senior, Gubernur Propinsi Utara Jawa, anggota dewan luar biasa (1737)-dan menghimpun kekayaan sepanjang karirnya. Ia menelusuri pulau Jawa melebihi orang-iorang pada masanya, mengunjungi Solo pada 1733 dan memasuki wilayah Mataram. Melihat garis keturunan keluarganya ( ia generasi kedua yang dilahirkan di Indonesia ) yang sudah lama berad di Jawa, tidaklah mengherankan rumah-rumah yang dibangunya bernuansa Indonesia. Gunugn Sari adalah bangunan yang tertutup, dengan bagian depan yang luas dan bagian belakang yang terdiri dari beranda-beranda berpilar dengan lantai marmer dan atap berpuncak-sebuah modifikasi dari pendopo Jawa atau ruang resepsi. Pada dinding dan halaman, dipajanglah patung-patung Hindu dari candi Parambanan yang gemari Coyett. Ia mengumpulkan patung-patung tersebut selama perjalanannya di pedalam Jawa lalu dibawanya ke Batavia.
Setelah kematian Coyett, Gunung Sari berpindah tangan kepada Geertruida Margareth Goossens, tunanganya. Rumah tersebut telah berganti milik sampai empat kali sampai akhirnya menjadi milik Kapten Cina Batavia pada 1761, Lip Tjipko. Sejak saat itu, rumah tersebut menjadi kuil dan kuburan untuk orang-orang Cina yang tinggal dikota dan tersebut Klenteng Sentiong.
Gunugn Sarimemiliki ornament dan ukuran yang sederhan, dan sangat berbeda dengan rumah memukau yang dibangun Gubernur Jenderal P.A van deer Parra. Seperti dalam lukisan Rach, bangunan tersebut memilki ukuran yang sangat besar dan tampilan yang sangat memukau. Bagian tengahnya terdiri dari dari dua lantai dengan hiasan patung-patung elang diatasnya dan dengan pot-pot ornament serta arca-arca. Gerbang yang besar dan monumental penuh ukiran berdiri tegak. Dari depan ke belakang terdiri dari gedung-gedung yang terpisah-kamar tamu, kamar budak, kandang kuda, dan seterusnya-model yang biasa ditemukan di rumah-rumah Indonesia dan, lagi-lagi dikembang dengan gaya Jawa. Rumah tersebut dialiri air sungai Ciliwung. Tempat-tempat pemandian didirikan di tepian sungai itu. Dengan pohon-pohon asam yang menaungi jalan menuju pemandian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chijs, J.A van der
1879 Proeve eener Ned. Indische bibligeograpie ( 1659-1870 ): Vermeerdarde en verberterde herdruk voor de jaren 1659-1720, supplement en verberteringen voor de jaren 1721-1870 ( contoh Bibliografi Belanda-Indies, 1659-1870: pembesaran dan perbaikan dicatak ulang untuk 1659-1720, tambahan dan ravisi 1721-1870 ). Batavia: W. Bruining & Co.
Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie
Tt ( Ensiklopedi Belanda-Hindia ). 's-Gravenhage, Leiden: M. Nijhoff dan E.J Brill.
No comments:
Post a Comment