Juheri Septiawan / A / SR
Dalam kehidupan sosial masyarakat suku sakai sangat dipengaruhi oleh factor alam terdapat pada mata pencahariannya. Masyarakat suku sakai memiliki banyak bentuk mata pencaharian, hal ini dikarenakan system ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat suku sakai di pengaruhi kondisi daerah yang mereka tempati atau yang mereka huni. Oleh karena itu masyarakat suku sakai mempunyai banyak bentuk mata pencarian demi menghidupi keluarganya di antara banyak mata pencarian yang dilakukan masyarakat suku sakai antara lain adalah :
1. Berladang
Dalam kehidupan sosial mereka setiap orang sakai atau setiap keluarga mereka harus mempunyai sebidang tanah atau sebidang ladang. Pada umumnya anak-anak laki-laki yang lajang atau yang belum mempunyai istri seharusnya atau wajib sudah mempunyai ladang, setidaknya sedikit bidang ladang. Jika anak bujang dari keluarga suku sakai tersebut tidak mempunyai ladang maka anak bujang ini ikut membantu dan mempunyai bagian ladang sendiri, dari sebuah ketetanggaan ladang bersama dengan kerabat dekat yaitu kakak perempuan ( dalam urut pertama ) atau kakak laki-laki ( yang sudah berkeluarga ). Karena dengan hasil berladang ini lah membuat mereka dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.
Ladang merupakan faktor pertama dalam memenuhi kehidupan suku sakai, karena ladang merupakan tempat mereka di hidupkan dari kecil sehingga menjadi dewasa. Rumah-rumah mereka dibangun di atas ladang, serta diladang inilah mereka merasa kehidupan yang dapat membedakan antara hak pribadi dan hak-hak sosial keluarga mereka masing-masing. Dalam pembuatan ladang, suku sakai juga memiliki cara atau memiliki tahapan-tahapan untuk mendirikan ladang mereka tersebut. Tahapan yang mereka lakukan adalah
a. Memilih tempat untuk membuat ladang
Pada tahapan yang pertama ini suku sakai terlebih dahulu melakukan perundingan terhadap pihak keluarga atau tetangga mereka, dalam perundingannya suku sakai membahas tentang dalam memilih tempat untuk pembuatan ladang mereka. Jika di setujui pihak keluarga atau mendapat opini positif dari kerabat terdekat maka mereka pun langsung mencari tempat yang akan mereka olah, dalam pengolahan ladang ini suku sakai biasanya melakukan dengan cara kerja sama atau gotong royong. Hal ini dikarenakan hubungan keakraban suku sakai sangat kuat.
Dalam tradisi suku sakai mereka memilih wilyah hutan untuk dijadikan lahan untuk pembuatan ladang. Wiliyah hutan yang mereka pilih yaitu hutan yang tidak banyak blukarnya. Mereka mempunyai alasan dalam memilih hutan yang tidak banyak akan blukar tersebut, karena hutan yang banyak blukar akan memakan banyak tenaga untuk membersih blukar tersebut. Mereka lebih memilih hutan yang banyak batang-batangan, tidak hanya itu suku sakai dalam membuka lahan mereka lebih memilih berladang di tanah yang miring. Karena suku sakai beranggapan bahwa tanah yang miring ini merupakan tanah yang subur
b. Tahap-tahap membuka hutan untuk berladang
Tahapan setelah memilih lokasi untuk berladang suku sakai biasanya melakukan tahapan persiapan dalam membuka hutan untuk berladang. Biasanya dalam membuka hutan ini, suku sakai melaporkan kepada ketua adat atau batin ( batin merupakan Penghulu atau Kepala desa pada sekarang ini ). Tujuan atau maksud dalam melaporkan ini untuk menunjukan wilayah hutan yang akan dibuka.
Dalam pembuatan membuka hutan untuk berladang biasanya suku sakai mempunyai tradisi yang unik yaitu, hutan yang telah mereka bersihkan atau mereka tebas mempunyai ukuran tertentu. Masing-masing panjangnya 50 M dan lebar 20 M, dalam aturan perladangan orang sakai jarak ladang muka-belakang tergabung dalam sebuah ke tetanggaan haruslah sama. Sedangkan bedanya dapat berbeda-beda.
Orang sakai mengikuti secara ketat aturan ini, bila sekiranya batas muka tidak merupakan garis lurus tertapi bagian ladang akan ikut bengkok mengikuti bengkok garis muka. Aturan-aturan atau tradisi seperti ini sanagat di patuhi oleh suku sakai. Karena jika mereka tidak mengikuti aturan yang telah menjadi tradisi ini maka sebutan suku sakai yaitu HANTU TANAH atau penunggu ladang akan marah. Dengan akibat sipeladang akan sakit dan hasil ladangnya akan jelek di serang hama, babi hutan, dan binatang lainnya.
c. Menunggal Padi
Setelah selesai pada tahapan penebangan pohon di hutan suku sakai membiarkan tanah peladangan tersebut diguyur oleh hujan kira-kira satu atau dua minggu. Setelah hujan pertama turun ladang yang baru di buka di diamkan saja supaya air huna meresap ke bumi. Sementara itu benih padi yang di siapkan untuk ditugal di gunakan dengan cara melobangkan tanah yang akan isi padi. Cara melobangkan tanah ini suku sakai biasanya menggunakan kayu yang diruncingkan dengan ukuran 1-1,5 M. Padi yang mereka tanam berbagai jenis padi-padiannya,. Padi pulut, padi induk, dan padi kawat.
Bila ladang sudah dipersiapkan dan bibit tanaman padi sudah siap untuk ditanam, maka ditentukan hari untuk mempersiapkan kegiatan menunggal padi yang dilakukan bersama-sama. Satu hari sebelum dilakukan kegiatan menanam bibit tanaman padi ini dilakukan upacara "mematikan tanah" yang tujuannya adalah agar ladang tersebut tanahnya dingin atau subur dan mereka yang tinggal diladang tersebut terpelihara dan terjaga dari mara bahaya.
Upacara mematikan tanah ini dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga yang sama-sama membangun ketetanggaan ladang dan meminta perlindungan POTI SOI ( putri sri, dewi padi ). Bersamaan dengan itu tepatnya di tengah ladang, orang sakai menanamkan "jejak bumi" di tanam sebatang limau nipis yang ditambah ramuan-ramuan serta membawa mantera yang lafalnya adalah :
Pati soi
Gemolo soi
Siti dayang sempono
Tuan, engkau nak besuko-suko ati
Ketonggah ladang
Setelah upacara yang dilakukan pada pagi hari, maka dimulailah penanaman padi. Penanaman bibit-bibit padi biasanya berlangsung selama 2-5 hari penanaman di lakukan oleh suami dan isteri dari keluarga yang berladang bahkan pihak tetangga juga membantu melaksanakan pekerjaan itu
d. Panen padi
Setelah memakan waktu lama sekitar ( 5-6 bulan ) menanam padi, maka pada saat ini lah masa-masa yang ditunggu orang sakai yaitu waktu panen padi. Panen padi dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Sebelum dimulai memuai padi, pemilik ladang menghubungi "dukun" atau Bomo. Dukun atau Bomo ini memimpin upacara panen padi, dengan tujuan sama seperti biasanya agar keluarga bisa mendapatkan limpahan rezeki yang banyak. Upacara ini dimulai dengan membaca mantra sebagai berikut :
Poti soi
Gemolo soi
Siti dayang sempono
Tuanku engkau nak besuko-suko ati
Kotongah ladang
Ambeko nak bao
Tuaku samo hayatnyo
Mantra ini dilakukan atau dibacakan ditengah ladang pada pagi hari setelah mantra dibacakan lalu dicabutlah batang kayu limah ( jeruk ) yang ditanam di tengah ladang pada waktu upacara dimulai. Setelah panen selama 3-7 hari keluarga peladang tersebut Pantang tidak bole menerima tamu yang berasal dari luar ketetanggaan. Jika ada orang luar yang datang maka tamu luar tersebut dikenakan denda yaitu tamu asing ini harus menyerahkan semua barang yang mereka bawa.
Setelah masa pantang selesai, maka dilakukan panen padi secara besar-besaran. Pembagian hasil panen biasanya suku sakai ini dilakukan dengan sistem adat mereka yaitu masing-masing pemanen memperoleh sepertiga bagian dari padi yang mereka tuai serta bagi para Batin mendapatkan sepersepuluh dari hasil panen itu. Beras merupakan kebutuhan adat yang penting karena beras banyak bermanfaat untuk menyembuhan penyakit, untuk menyambut tamu yang datang serta beras juga bisa membuat mereka untuk memperkuatkan ekonomi.
2. Menanam ubi manggalo
Orang sakai dalam kegiatan mata pencaharian dalam budaya tradisional mereka di samping berladang mereka juga menanam ubi manggalo ( Ubi beracun ). Ubi ini biasanya ditanam di lain dari lokasi ladang. Ubi manggalo ditanam setelah berumur 1-2 tahun baru dapat dimakan langsung karena mengandung racun. Untuk mengkonsumsi ubi ini maka orang sakai melakukan beberapa cara untuk menghilangkan racun tersebut dengan cara disimpan :
a. Ubi manggola tidak boleh disimpan selama 1-2 hari, setelah ubi dicabut langsung dicuci disungai atau rawa
b. Ubi manggalo yang sudah bersih kulitnya dari kotoran lalu ditaruh di dalam keranjang anyaman lalau ubi ini di rendam selama 3 hari 3 malam
c. Setelah di rendam, ubi ini diparut oleh pihak wanita sehingga halus, lalu ubi yang telah halus ini di masukan kedalam goni untuk memeras atau membuang air yang terdapat dalam ubi tersebut
d. Racun yang terdapatt pada ubi ini pun hilang dikarenakan air yang terkandung pada ubi ini telah diperas. Lalu ubi manggalo ini dimasukan kedalam kuali yang diletakan di atas api secara maksimal
e. Dengan menggunakan sebuah sendok kayu besar dan panjang parutan ubi manggalo di adukan dan diratakan sampai hasil parutan menjadi kering. Orang sakai menyebutkan proses ini dengan " Menyangga "
f. Proses terakhir yang dilakukan suku sakai adalah menyimpan ubi yang telah kering tersebut karena ubi ini tidak memiliki racun lagi. Hasil ini disebut dengan " Manggalo Mersik "
Manggalo mersik mirip dengan kerak nasi, berbutir-butir atau bergumpal-gumpal kecil.manggalo mersik dapat juga di gunakan sebagai makanan pokok suku sakai, biasanya manggalo mersik ini di sajikan dengan lauk pauk seperti gulai ikan, sayur-sayuran dan berbagai macam makanan lainnya.
3. Berburu atau mencari ikan di sungai
Berburu atau mencari ikan merupakan mata pencaharian asli suku sakai, sedangkan berladang dipengaruhi oleh pada masa kesultanan siak. Pengertian berburu oleh orang sakai bukanlah kegiatan yang membunuh hewan tetapi mereka melakukan dengan menjerat alat buruan mereka yaitu KONJOUW. Konjouw adalah tombak yang terbuat dari besi yang dipanaskan, konjouw itu dibekali oleh mantra-mantra hewan. Hewan yang mereka sering buru adalah kera, babi hutan, kijang, dan kancil. Hasil tangkapan buruan ini mereka gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari biasanya mereka jadikan sebagai lauk pauk
Tidak hanya berburu, orang sakai sangat terkenal dengan mencari ikan. Cara yang mereka lakukan adalah dengan mengail, serta mereka juga senang menangkap udang dengan menggunakan tangguk, suku sakai mengenal lebih dari 30 jenis ikan. Di rawa-rawa atau di sungai-sungai kecil mereka menangkap ikan dengan menggunakan lukah dan jarring, orang-orang sakai pada masa lalunya memasang lukah dari jarring pada sore hari menjelang malam dan pada pagi hari dapat dilihat hasil tangkapannya.
Pada biasanya ikan yang mereka tangkap langsung mereka goreng. Jika jumlah tangkapannya relative banyak maka sebagian dari ikan itu untuk dijual kepada orang lain,bahkan suku sakai biasanya membarter ikan tangkapan dengan barang yang mereka perlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan Parsudi.1993. Orang Sakai di Riau Masyarakat terasing dalam Masyarakat. Jakarta: Yayasan obor Indonesia
Thamri Husni.2003. Sakai Kekuasaan Pembangunan dan Marjinalisasi. Pekanbaru: IAIN Suska Riau
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sakai
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sakai
JUDI ONLINE TERPERCAYA DI INDONESIA 100% DI JAMIN AMAN DAN TERPERCAYA
ReplyDeletePromo Bonus yang berlangsung pada Judi Online ZEUSBOLA :
Bonus New Member 15%
Bonus New Member 10% ( Sabung Ayam )
Bonus Cashback/Kekalahan Sportsbook Up To 15%
Bonus Rollingan Up To 0.6%
Bonus Harian 10%
Bonus Reward
Bisa Deposit dengan VIA PULSA / OVO / GOPAY / LINKAJA / DANA.
Layanan Website 24jam setiap hari.
Bonus Paling mudah didapatkan dan paling besar.
INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
WHATSAPP :+62 822-7710-4607