SEJARAH PERHIMPUNAN INDONESIA


Tika Novita Sari/B/IV
Perhimpunan indonesia (PI) berdiri pada tahun 1908 oleh orang-orang indonesia yang berada di negeri Belanda, diantaranya R.P Sosrokartono, R. Hoesein Djajadinigrat. R.N Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasayangan Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Pada mulanya perhimpunan indonesia bernama Indische Vereenigng. Kegitannya  pada mulanya hanya terbatas pada penyelenggaraan pertemuan sosial dengan para anggota ditambah dengan sesekali mengadakan pertemuan dengan orang-orang belanda yang banyak memerhatikan masalah indonesia,antara lain Mr. Abenendanon, Mr. Van Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari indonesia, maksudnya orang-orang pribumi dan non-pribumi bukan Eropa, di negeri Belanda dan hubungan dengan orang Indonesia.
Dampak dari perdamaian Perang Dunia I muncul lah dibarat negara-negara nasion, antara lain atas prakarsa presiden AS, Woodrow Wilson, dan kemudian penderian perserikatan bangsa-bangsa (Volkenbond). Pernyataan W.Wilson yang terkenal sebagai "Hak Penentuan Nasib Sendiri" yang juga berfungsi sebagai dasar penentuan peta baru Eropa sehabis Perang Dunian I menimbulkan dampak nasionalisme dan tambahan pula pemiju nasionalisme di daerah jajahan dimana-mana.[1]
Pada tahun 1922, De Indische Vreeniging diterjemahkan menjadi perhimpoenan indonesia, dan dari awal 1973 mempunyai pengurus baru dengan ketuanya R.Iwa Koesoema soemantri, Sekretarisnya J.sitanala, bendaharanya Muhammad Hatta , komisarisnya Sastro Moeljono, dan archivarisnya Moenkoesoemo.
Kemudian disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga nama Perhimpoenan indonesia dan lama-lama hanya nama perhimpunan indonesia saja yang dipakai. Dengan demikian, semakin tegas bergerak memasuki bidang politik perubahan ini juga didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah Asia dan Afrika untuk menuntut kemerdekaan.
Semenjak tahun 1923 PI aktif berjuang bahkan memolopori dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak. Berdasarkan perubahan ini, PI keluar dari Indonesich Verbond Van Studeerenden (suatu perkumpulan yang bertujuan menggabungkan organisasi-organisasi mahasiswa indonesia, Belanda,dan peranakan Cina yang berorientasi ke indonesia dalam suatu kerja sama pada tahun 1923 karna dianggap tidak perlu lagi.
Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15, tahun 1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek. Buku ini bereisi n13 artikel yang ditulis oleh A.A Maramis, Ahmad Soebsrdjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri.[2]
Susunan buku itu adalah sebagai berikit :
Artikel pertama berjudul "Tinjauan ke Belakang" yang menguraikan pembentukan dan perkembangan PI, disusul oleh karangn berjudul "Mananjak", kemudian karangan tentang "Jalan Baru", barikutnya tentang arah zaman".
Didalam tiga abad penjajahan akhirnaya menimbulkan sikap yang mestinya ditunjukkan kepada penajajah yang menunjukkan sikap perlawanan, tidak mau berkompromi meliputi karangan dalam majalah Indonesia. Mereka terbitan dalam tahun-tahun berikut dan dalam pernyataan dasar-dasar PI.
Masalah-masalah yang diinventasikan saat itu antara lain :
1.      Hanyalah Indonesia yang bersatu serta mengenyampingkan perbedaan-perbedaan yang mampu mematahakan kekuatan penguasa yang menjajah. Tujuan bersama, ialah pembebasan Indonesia berdasarkan pada kesadaran dan bertumpu pada kekuatan aksi masa nasionalistis,
2.      Dalam setiap masalah tata negara kolonial yang mendominasai ialah perlawanan kepentingan antara penjajah
3.      Keikutsertaan semua lapisan masyarakat dalam memeperjuangkan pembebasan yang mendominasi dalam perjuangan itu ialah berlawannya kepentingan yang menjajah dan yang dijajah.
Kecendrungan dalam perjuanagan ialah bagaimana menyembunyikan dan menutupi siasat kaum penjajah. Poitik Kolonnial itu merusak dan mendemoralisasi kehidupan psiki dan fisis, maka perlu di usahakan normalisasi relasi-relasi dalam kehidupan masyarakat kolonial itu.[3]
Berdasarkan pernayatan itu muncul pernyatan dasar-dasar PI yang tertera dalam  Hindia Poetra edisi Maret 1923 berbunyi sebagai berikut :
1.      Masa depan bangsa indonesia hanya semata-mata yang dalam pembentukan struktur pemerintah sendiri dapat di pertanggungjawabkan oleh bangsa indonesia
2.      Untuk mencapai itu setiap orang menurut kemampuan serta menurut kekuatan serta kecakapannya di usahakan tanpa bantuan pihak manapun
3.      untuk mencapai tujuan bersama itu semua unsur atau lapisan rakya perlu kerja sama serat-ertanay.
Perlu dicatat disini bahwa dalam Dekalrasi itu sangat ditentukan pokok-pokok antara lain: ide kesatuan atau ideologi kesatuan dan prinsip demokrasi sebagai tindak lanjut proklamasi dasar-dasar PI disusun rencana kerja sebagai berikut :
1.      Melancarkan propaganda secara intensi dasar-dasar tersebut, terutama Indonesia
2.      Menarik perhaian dunia internasional terhadap permasalahan Indonesia, dan
3.      Meningktakan perhatian para anggota terhadap persoalan Internasional. Dalam pada itu para anggota PI yang menyatakan diri mereka selaku penggerak revulisioner-nasionalistis telah merinci garis-garis arahan dan demikian mendapat simpati dari kawan-kawan setanah air serta membangkitkan semnagat revulisioner-nasionalistis di Indoneisa.[4]
Meningkatnya aktivitas kearah politik terutama sejak datangnya dua orang Mahasiswa ke negeri Belanda, yaitu A. Subardjo tahun 1919 dan Mohammad Hatta tahun 1921, dan keduanaya kemudian pernah mengetahuai PI. Dengan bertambah banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di negri Belanda berubah pula kekuatan PI. Pada permulaan trahun 1925, dibuatlah suatu anggarn dasar baru yang merupakan penegasan yang lebih luas lagi dari perjuangan PI. Di dalamnya disebutkan bahhwa kemerdekaan penuh bagi Indonesia  hanya akan di peroleh dengan aksi bersma yang dilakukan serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan berdasarkan atas kekuatan sendiri. Untuk itu, sangat diperlukan kekompakan rakyat seluruhnya. Di dalam segala penjajahan kolonial, kepentingan antara pihak yang menjajah dengan puhak yang dijajah yang memang sangat bertentangan menjadi masalah penting. Penjajahan itu memang menbawa penagaruh yang merusak jasamani dan rohani orang Indonesia dan merusak kehidupan lahir dan batin.
Sementara itu, kegiatannya meningkat menjadi nasional-demokratis, non-kooperasi, dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah bahkan menjadi internasoanal dan anti kolonial. Di bidang Internasional ini PI bertemu dan berkerjasama dengan perkumpulan-perkumpulan dan tokoh-tokoh pemuda serta mahasiswa yang berasal dari negeri-negeri jajahan di Asia dan Afrika yang mempunyai cita-cita yang sama dengan Inonesia.PI memang berusaha supaya masalah Indonesia mendapatkan perhatian dalam dunia Internasional.Hubungan dengan beberapa organisasi Internasional diadakan seperti liga penentang imperialisme dan penindasan kolonial dan komintern.dalam kongres ke 6 liga demogratie Internasional untuk pendamaian pada bulan agustus 1926 di Paris (Prancis) Moh.Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan indonesia.
Kejadian ini menyebabkan pemerintah belanda bertambah curiga pada PI. Kecurigaan ini bertambah lagi saat Moh.Hatta atas nama PI menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan (Semaun) (PKI) pada tanggal 5 desember 1926 yang isinya menyatakan bahwa PKI mengakui kepemimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi partai rakyat kebangsaan indonesia selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik untuk kemerdekaan indonesia. Perjanjian ini dinilai oleh Komintern sebagai suatu kesalahan besar dan dibatalkan kembali oleh Semeun.[5]
Dalam kongres 1 liga pada bulan februari tahun 1927 di Berlin yang dihadiri antara lain oleh wakil-wakil pergerakan di negeri jajahan ,PI yang bertindak atas nama PPPKI di indonesia juga mengirimkan wakil-wakilnya, Moh.Hatta, Nazir Pamoentjak, Gatot dan A.Subardjo.Kongres mengambil keputusan antara lain :
1.      Menyatakan simpati yang sebesar-besarnya kepada pergerakan kemerdekaan Indonesia dan akan menyokong usaha tersebut dengan segala daya.
2.      Menuntut dengan keras kepada pemerintah Belanda kebebasan bekerja untuk pergerakan rakyat Indonesia.[6]
Dalam kongres ke dua di Brussel tahun 1927,PI juga ikut ,tetapi suatu liga didominasi oleh kaum kominis ,PI keluar dari liga. Kegiatan PI dikalangan internasional ini menimbulkan reaksi yang keras dari pemerintah Belanda atas tuduhan "dengan tulisan mengasut dimuka umum untuk memerontak terhadap pemerintah ", maka pada tanggal 10 juni1927,4 anggota PI yaitu Moh.Hatta , Nazir Pamoentjak, Abdulmadjid Djojoadiningrat ,dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun, dalam pemeriksaan di sidang pengadilan di Den Haag pada tanggal 22 maret 1928, karna tidak terbukti bersalah, mereka dibebaskan.
Perhimpunan indonesia pun berangsur-angsur berhasil mempengaruhi pergerakan indonesia sendiri,seperti dengan seperti lahirnya partai nasional Indonesia (PNI) tahun 1927,jong Indonesie (pemuda indonesia) tahun 1927,dan perhimpunan Pelajar-pelajar indonesia (PPPI) tahun 1926.
Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan mahasiswa Indonesia semakin diperkuat oleh aparat kepolisisan Belanda. Namun para anggota PI tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan mulai menjalani hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia. Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang berbagai kejadian di Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka, Indonesia Merdeka. Konsepsi-konsepsi PI kelak sangat berpengaru terhadap kaum peregrakan di Indonesia. Bahhkan di bawah kepemimpinan Muhammad Hatta, PI resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan oleh PPKI yang diketahui Ir. Soekarno.
Notes:
[1] Kartodirdjo (2005). Sejak Indische sampai Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal 5
[2]http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinya-perjimpunan-indonesia-indische-vereeniging-latar-belakang-tujuan-html
[3]http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinya-perjimpunan-indonesia-indische-vereeniging-latar-belakang-tujuan-html
[4] Kartodirdjo (2005). Sejak Indische sampai Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal 8
[5] Poesponegoro (2008). Sejarah Nasional Indonesia V. Balai Pustaka. Jakarta. hal 353
[6] Poesponegoro (2008). Sejarah Nasional Indonesia V. Balai Pustaka. Jakarta. hal 355
Daftar Pustaka
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinya-perjimpunan-indonesia-indische-vereeniging-latar-belakang-tujuan-html
Kartodirdjo (2005). Sejak Indische sampai Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Poesponegoro (2008). Sejarah Nasional Indonesia V. Balai Pustaka. Jakarta.

KONGRES PEMUDA 1

ANISA FIRDA RAHMA/SI IV
            Terselenggaranya Kongres Pemuda 1 tidak terlepas dari adanya Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1925 di Indonesia telah mulai didirikan Perhimpunan Pelajar – pelajar Indonesia (PPPI), tetapi peresmiannya baru pada tahun 1926.anggota- anggotanya terdiri dari pelajar-pelajar sekolah tinggi yang ada di Jakarta dan di Bandung. Para tokoh PPPI antara lain adalah : Sugondo Djojopuspito, sigit, Abdul Sjukur, Gularso, Sumitro, Samijono, Hendromartono, Subari, Rohjani, S. djoenet Poesponegoro, Kunjtoro, Wilopo, Surjadi, Moh. Yamin, A.K. gani, Abu Hanifah, dan lain-lain. PPPI di Indonesia sering mendapatkan kiriman majalah Indonesia Merdeka dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.1
            Disamping mjalah Indonesia Merdeka  terbitan PPPI di negeri Belanda, PPPI sendiri juga menerbitkan majalah Indonesia Raya. Yang pemimpin redaksinya Abu Hanifah. Pandangan organisasi PPPI sudah menunjukkan persatuan dan kesatuan sebagaimana yang terdapat pada PI. Pemuda-pemuda di Bandung menginginkan agar mulai melepaskan sifat-sifat kedaerahan. Hal itu didasarkan atas dorongan Mr. sartono dan Mr. Sunario, pada tanggal 20 Februari 1927 nama Jong Indonesia telah diubah menjadi Pemuda Indonesia.
            Para pemimpin organisasi pemuda Indonesia ini ialah Sugiono, Sunardi, Moeljadi, Soepangkat, Agus Prawiranata, Soekamso, Soelasmi, Kotjo Sungkono, dan Abdul Gani.  Sedangkan ketuanya pertama kali ialah Sugiono. Mengenai gerakan politik organisasi pemuda ini belum belum ikut langsung dalam gerakan politik. Selama beberapa tahun diperdebatkan bentuk persatuan yang diinginkan. Akhirnya para pemuda Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres Pemuda yang berlangsung di Jakarta pada 30 April-2 mei 1926. Nama – nama yang tertulis diatas mempunyai andil yang cukup besar dalam pelaksanaan Kongres Pemuda 1. Namun, sampai berlangsungnya kongres pemuda II pada tanggal 28 oktober 1928 organisasi Pemuda Indonesia belum juga bergerak secara langsung di bidang politik.
            Kongres Pemuda 1 berjuan untuk
1.      Membentuk badan sentral organisasi pemuda Indonesia
2.      Memajukan paham persatuan kebangsaan
3.      Mempererat hubungan diantara semua perkumpulan pemuda kebangsaan2
Kongres Pemuda 1 ini dihadiri oleh wakil – wakil dari organisasi pemuda di seluruh Indonesia, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Minahasa, dan Jong Batak.
Dalam pidato pembukaannya ketua panitia M. Tabrani meminta perhatian peserta untuk mencari cara menyatukan semangat Nasional di kalangan pemuda. Moh. Yamin menyampaikan pemikirannya tentang bahasa persatuan. Dalam pidatonya pada 2 Mei 1926, yang berjudul "Kemungkinan – kemungkinan Masa Depan Bahasa dan sastra Indonesia". Yamin yakin bahwa dari sekian banyak bahasa yang dipakai oleh suku bangsa Indonesia, bahasa melayu dan bahasa jawa yang di harapkan menjadi bahasa persatuan. Namun, Yamin yakin bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa persatuan atau bahasa pergaulan bagi rakyat Indonesia.
Kongres Pemuda 1 ini menerima dan mengakui cita – cita persatuan Indonesia, walaupun perumusannya masih samar – samar dan belum jelas. Oleh karena itu, antara PPPI, Pemuda Indonesia, PI, dan PNI berencana untuk memfusikan organisasi mereka dengan alas an untuk mewujudkan persatuan Indonesia dan persamaan cita – cita.
Peleburan (fusi) dari organisasi pemuda itu ternyata semakin lama semakin diperlukan karena kaum pemuda sangat merasakan bahwa bentuk organisasi masih bersifat kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond, Studerence Minahasa, dan pemuda kaum Theosofi. Haal ini jelas tampak adanya perbedaan pada waktu diselenggarakan Kongres pemuda 1. Dalam pembicaraan ternyata kepentingan daerah masih sangat menonjol. Masalah bahasa juga menunjukkan masalah yang tak mudah mendapatkan kesepakatan dalam kongres tersebut. Di samping itu juga masih tampak sifat mementigkan daerah misalnya tentang adat yang ada di daerah masing – masing. Untuk membentuk cita – cita bersama seperti rasa persatuan dan kesatuan bangsa, maka hal – hal tersebut sangat menghambat. Untuk itulah, maka para peseta merasa tidak puas dan ingin melanjutkan Kongres Pemuda yang berikutnya.
Sebenarnya dalam Kongres Pemuda 1 tersebut, para peserta dan pemimpin Kongres telah menunjukkan usaha yang keras untuk mencapai suatu cita – cita persatuan. Namun, mengingat baru pertama kali Kongres Pemuda dilaksanakan, maka untuk mencapai cita – cita yang dikehendaki masih mengalami kesulitan. Fanatisme terhadap adat masih sangat kuat dan berpengaruh besar terhadap semua pembicaraan. Pemimpin Kongres Moh. Tabrani pandai menjaga jangan sampai terjadi perpecahan, karena setiap pembicaraan yang menjurus kearah perbedaan adat dan pandangan, segera diambil jalan tengah untuk dinetralisasi.
Oleh karena itu, dalam kongres banyak pidato yang berjudul Indonesia Bersatu para pemuda diharapkan memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh untuk mengatasi kepentingan golongan, agama, dan daerah. Juga secara jelas diuraikan tentang Sejarah Perjuangan Indonesia dan ditekankan masalah- masalah yang perlu mendapat perhatian pemuda untuk meresapkan dan dihayati dalam rangka mencapai cita – cita Indonesia merdeka. Hasil utama yang dicapai dalam Kongres Pemuda 1 itu, antara lain ialah sebagai berikut :
a.       Mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia (walaupun dalam hal ini masih tampak samar – samar)
b.      Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan lain – lain.
Jadi, para peserta memang menyadari bahwa pada saat itu masih sulit untuk membentuk kebulatan tekad dalam perjuangan mencapai cita – cita Nasional. Selain itu, belum banyak para anggota PI yang kembali ke tanah air dan juga belum ada anggota PI yang mengikuti Kongres pemuda 1 tersebut. Oleh karena itu, cita – cita untuk mencapai persatuan memang belum kuat. Baru dalam persiapan Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928, banyak bekas anggota PI yang ikut serta memikirkan jalannya Kongres Pemuda II yang akan diselenggarakan. Memang dapat dipahami, bahwa kondisi politik sangat berat. Hal tersebut dikarenakan adanya pemberontakan komunis yang gagal dan pihak Pemerintah Kolonial Belanda terus meningkatkan pengawasan pergerakan nasional dalam bidang politik.
Itu artinya manifestasi persatuan pemuda Indonesia berhasil diwujudkan dalam Kongres Pemuda II pada 26 – 28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh sekitar 750 orang dari Sembilan organisasi pemuda dan oleh sejumlah tokoh politik seperti, Soekarna, Sartono dan Sunario. Kongres ini merupakan puncak Integrasi ideology Nasional  dan merupakan peristiwa nasional yang belum pernah terjadi pada masa itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kongres itu membawa semangat nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi hal itu di sebbkan utusan yang dating mengucapkan "Sumpah Pemuda" yang menjadi landasan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan
Kalau pada bulan April 1926 telah berlangsung Kongres Pemuda 1 yang bias dikatakan belum berhasil sesuai dengan yang di harapkan, maka dalam Kongres Pemuda II benar – benar dapat memenuhi harapan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun kongres Pemuda 1 tidak dapat dikatakan gagal total karena telah berhasil meletakkan dasar – dasar perstuan.
Dalam Kongres Pemuda 1 belum banyak orang – orang bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang ikut membantu pembicaraan sejak persiapan maupun dalam persidangan. Sedangkan dalam kongres Pemuda II telah banyak orang – orang bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang secara aktif mengambil bagian dalam persiapan sampai dengan pelaksanaan Kongres.
Pelaksanaan dan hasil kongres Pemuda 1 dan Kongres Pemuda II adalah sangat berbeda, namun, kedua Kongres tersebut tetap mempunyai tujuan yang sama yaitu menuju tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Di balik kegiatan pemuda tersebut, pihak Belanda juga tidak tinggal diam. Dalam hal ini, sebenarnya, Belanda sudah dihadapkan pada suatu hal yang sulit, karena di mata Internasional Belanda sudah kehilangan kepercayaan. Terutama di Eropa sudah ditiupkan tentang perjuangan anti-kolonialisme dan imperialism dan Belanda termasuk golongan yang tidak mendapat simpati lagi di kalangan Internasional, karena termasuk penindas Rakyat di daerah jajahan yang sangat kejam.
Notes:
[1] sutrisno Kutoyo, 1970:27
[2] sudiyo, 1977: 17
DAFTAR PUSTAKA
Sudiyo, Drs. 2004. Perhimpunan Indonesia. Jakarta : Bina Adiaksara.
Silalahi, S. 2001. Dasar – dasar Indonesia Merdeka. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sudiyo, Drs. 2000. Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta : Rineka Cipta

KEBIJAKAN JEPANG DI BIDANG PENDIDIKAN

ANISA FIRDA RAHMA/ SI IV
            Zaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan gambaran buruk mengenai bidang pengajaran jika di bandingkan dengan masa-masa pemerintah Hindia-Belanda. Jumlah sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500, sekolah lanjutan dari 850 menjadi 20, perguruan tinggi/fakultas terdiri dari 4 buah, jumlah murid sekolah dasar juga merosot 30% , sedangkan murid sekolah menengah merosot 90%. Guru-guru sekolah dasar berkurang 35%, sedangkan guru sekolah menengah yang aktif tinggal kira-kira 5%. Angka buta huruf tinggi sekali walaupun ada usaha yang dilakukuan untuk memberantas buta huruf.1
            Pada masa pendudukan Jepang pendidikan tingkat dasar dijadikan satu macam saja yakni sekolah dasar 6 tahun. Sebenarnya Jepang mengadakan penyeragaman itu adalah untuk memudahkan pengawasan terhadap sekolah-sekolah tersebut, baik dalam isi maupun penyelenggaraannya. Ternyata, kemudian penyeragaman tersebut menguntungkan bagi rakyat Indonesia karena penyeragaman ini berarti menghapuskan diskriminasi. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum ditujukan kepada keperluan Perang Asia Timur Raya seperti disebutkan dibawah ini.
  1. Mengadakan pelatihan bagi guru-guru di jakarta untuk mendoktrinasi mereka dalam Hakko Ichiu ("delapan benang di bawah satu atap", yang intinya adalaah pembentukan suatu lingkungan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi bagian-bagian besar dunia).2 para peserta pelatihan diambil dari tiap-tiap daerah/kabupaten. Selesai pelatihan tersebut mereka harus kembali kedaerah masing-masing dan mengadakan pelatihan untuk meneruskan hasil-hasil yang diperolehnya selama pelatihan di Jakarta.
  2. Sekolah umum terdiri dari :
1.      Sekolah rakyat enam tahun (kokumin gakko), di samping itu, masih ada lagi sekolah desa atau sekolah pertama;
2.      Sekolah menengah pertama tiga tahun;
3.      Sekolah menengah tinggi tiga tahun;
  1. Sekolah guru terdiri dari :
1.      Sekolah guru dua tahun ( shoto shihan gakko ) 
2.      Sekolah guru empat tahun ( cuto shihan gakko )
3.      Sekolah guru enam tahun (koto shihan gakko )
Ternyata, bahasa jepang tidak saja diajarkan melalui sekolah-sekolah untuk para murid, tetapi masyarakat umum pun dapat mempelajarinya melalui kursus-kursus. Kursus bahasa Jepang antara lain diadakan di Balai Pustaka, Jakarta, dimulai tanggal 6 juni 1942. Pengajarnya W.J.S. Poerwadarminta, yang memberikan kursus bahasa jepang khusus untuk teman-teman sejawatnya, seperti Kartadiredja (Patih Jatinegara), Sutan Doko (Kepala Komisaris Polisi), dan Hilman Mangkudidjaja (Ketua Pengadilan Jatinegara) dan Pubaja (Wedana Kota).3 untuk para guru Indonesia sebagai pendukung perserikatan, di samping diadakan pelatihan, juga diadakan kursus bahasa Jepang, yang diakhiri dengan ujian. Jika mereka lulus ujian tersebut maka diberikan tambahan gaji.
Disiplin militer yang merupakan ciri pemerintahan Jepang diterapkan pula di bidang pendidikan. Murid-murid diharuskan melakukan kinrohosyi (kerja bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan-jalan. Selain itu, juga diadakan latihan jasmani yang keras serta kemiliteran.
Murid-murid menerima gemblengan sedemikian rupa agar mereka "bersemangat jepang" ( Nippon Seishin ). Hal lainnya yang harus dilakukan para pelajar adalah menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu-lagu lainnya, melakukan penghormatan ke arah istana Kaisar di Tokyo seikeirei, dan menghormati bendera Jepang dan melakukan gerak badan taiso.
Demikianlah, sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan menjadi tempat indokrinasi Jepang. Menurut Jepang, melalui pendidikan dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi "Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya". Adapun "Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya". Oleh karena itu, segala usaha harus ditujukan untuk memenangkan perang itu. Konsepsi dan pelaksanaannya telah siap dibuat oleh Jepang sebelum Perang Pasifik pecah.4
 Jepang menyadari pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan mentalitas dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas eropa kepada alam pikiran Nippon. Melalui pendidikan tercipta kader-kader khususnya para pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang.
Sesuai dengan Oendang-Oendang No. 12 tertanggal 22 April 1942, sekolah yang semula dibekukan dibuka kembali secara berangsur-angsur. Pada tanggal 1 Juni 1942 Sekolah rakyat yang pertama kali dibuka adalah HIS Djagamonjet, HIS Gastenweg, HIS Baloelweg, Jatinegara. Jumlah murid seluruhnya 966 orang, menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap ketiga sekolah tersebut. Kemudian, pada bulan Agustus 1942 berlangsung pembukaan sekolah menengah seperti : Sekolah menengah Pertama 1 di Prapatan 10; Sekolah Menengah Pertama II di Gambir Wetan, dan Sekolah Menengah pertama III di Raya Straat Manggarai. Di samping sekolah-sekolah rakyat dan sekolah-sekolah menengah di Jakarta itu, dibuka pula sekolah menengah tinggi di Menteng 10. 5
Tidak hanya berlangsung pembukaan kembali bekas sekolah-sekolah pemerintah belanda, sekolah-sekolah swasta pun diizinkan dibuka kembali, misalnya Sekolah Agama Islam,6 Sekolah Taman Siswa, dan Sekolah Muhammadiyah.7 sekolah-sekolah swasta yang dahulunya diasuh oleh badan-badan missie ataupun oleh zending, pada umumnya kembali dibuka dengan catatan bahwa sekolah-sekolah itu langsung diselenggarakan oleh pemerintah Jepang seperti halnya sekolah-sekolah negri. Mengenai pembukaan sekolah swasta baru, pemerintah jepang memberikan kesempatan kepada perkumpulan-perkumpulan untuk membuka sekolah bagi golongan minoritas, misalnya perkumpulan Chung Hua Chiao Thung diizinkan membuka sekolah untuk menampung anak-anak golongan keturunan Cina. 8
Dengan dikeluarkannya Osamu Seirei No. 22/2604 (1944) mengenai penertiban sekolah-sekolah swasta, kebebasan untuk membuka sekolah-sekolah baru diberikan kepada jawa hokokai, sedang swasta lainnya hanya diperkenankan untuk membuka sekolah kejuruan dan bahasa. Pemberian izin demikian untuk jawa hokokai tidak mengherankan karena badan organisasi itu adalah untuk membantu jepang dalam usaha perangnya.9 pembukaan sekolah kejuruan dan bahasa sejajar dengan kepentingan jepang di Indonesia yaitu untuk memenuhi tenaga pendidik.
Pemerintah pendudukan Jepang juga melakukan pelatihan-pelatihan bagi guru-guru di seluruh jawa. Pelatihan pertama dimulai pada bulan Juni 1942 di Jakarta. Mata pelajaran yang diberikan kepada mereka antara lain: pendidikan semangat, bahasa dan adat istiadat Jepang, nyanyian Jepang, dan pendidikan tentang dasar-dasar pertahanan. 10
Pada awal zaman jepang, semua perguruan tinggi ditutup. Sejak tahun 1943vada beberapa yang dibuka kembali seperti, Perguruan Tinggi Kedokteran ( Ika Daigaku ), di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik ( Kogyo Daigaku ) di Bandung. Di samping itu, Jepang membuka Akademi Pamongpraja ( Kenkoku Gakuin ) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor.11 khusus untuk kaum perempuan didirikan Sekolah Kepandaian Poetri "Wakaba".
Demikianlah, jika dilihat dari segi pencapaian akademis (academic achievement) perguruan tinggi pada zaman Jepang benar-benar mundur, akan tetapi pencapaian yang paling penting oleh sekolah-sekolah ketika itu (1942-1945) adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan permulaan nasionalisasi staf pengajar serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas besar dan berat pada zaman kemerdekaan.
NOTES :
1Departemen Penerangan, 20 Tahun Indonesia Merdeka, Jilid VIII, 1965, hlm. 35. Pemberantasan buta  huruf ini dimasukkan dalam  kategori pendidikan masyarakat. Pendidikan ini dipelopori oleh Poetera atau Jawa Hokokai dan Tonarigumi, Soera Asia, 28 April 1943
       2 Nugroho Notosusanto, Tentara Peta…, hlm. 17
  3Rochmani Santoso, op. cit., hlm. 81-82
4Panji Poestaka, no. 11, 20 Juni 1942, hlm. 362
5Williard H. Elsbree, Japan's Role in Southest Asian Nationalist movement, 1953, hlm. 38
6 Sinar Baroe, 10 Juli 2602 (1942)
7 Ibid., 2 Agustus 2605 (1945)
8 Soera Asia, 14 April 2605 (1945)
9 Djawa Baroe, 9 Juli 2602 (1942)
10 Soeara Asia, 9 Juli 2602 (1942)
11 Asia Raja, 9 Juli 2602 (1942)

DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoned. Sejarah Nasional Indonesia VI : Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2008
Asril, S. Pd. Sejarah Pendidikan. Pekanbaru : Cendikia Insani. Tanpa tahun
Sitorus, L. M. sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat. 1998

Gerakan Kepemudaan

Fitri vidianingsih/SI IV/A

Pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta dr. R. Satiman Wiryosandjoyo, Kadarman dan Sunardi dan beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk mendirikan perkumpulan pemuda dimana yang di terima sebagai anggota hanya anak-anak sekolah menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura. Perkumpulan yang di beri nama TRI KORO DHARMO merupakan gerakan pemuda pertama yang sesungguhnya. Pada tahun itu juga didirikan cabang di Surabaya. Pada mulanya cabang Jakarta mempunyai kurang 50 anggota. Majalah perkumpulan juga bernama Tri Koro Dharmo yang diterbitkan untuk pertama kalinya pada tanggal 10 November 1915. Tujuan perkumpulan yakni mencapai Jawa Raya dengan jalan memperkukuh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Tri Koro Dharno bererti tiga tujuan yang mulia: sakti, budi dan bakti.
Asas perkumpulan yaitu:
1.      Menimbulkan pertalian antara murid-mirid bumi putra pada sekolah menengah dan kursus perguruan kejuruan.
2.      Menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
3.      Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia.

Namun, karena sifatnya masih Jawa sentris, pemuda-pemuda Sunda dan Madura merasa tidak senang. Untuk menghindari perpecahan, pada kongres di Solo ditetapkan bahwa mulai tanggal 12 Juni 1918 namanya di ubah menjadi Jong Java.[1]

Menurut anggaran dasar yang di tetapkan tahun 1920, Jong Java bertujuan mendidik para anggota supaya ia kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. Dalam kongres bulan Mei 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak mencampuri urusan politik, anggota-anggotanya dilarang menjalankan politik atau menjadi anggota perkumpulan politik. Jong Java menjauhkan dirinya sama sekali dari medan aksi dan propaganda politik. Diakui sebagai badan hukum oleh pemerintah setelah anggaran dasarnya diubah dan disesuaikan dengan peraturan pemerintah tahun1923.

Perkembangan gerakan politik ternyata juga menyeret Jong Java sehingga masalah ini menjadi hangat dalam kongres VII tahun 1924. Ada usul supaya Jong Java tetap tidak dijadikan perkumpulan politik, tetapi kepada anggota yang sudah cukup dewasa diberi kebebasan berpolitik. Sikap ini di sokong oleh Agua Salim yang mencoba memasukkan soal agama dalam Jong Java dengan pendapat bahwa soal agama ini adalah sangat besar pengaruhnya dalam mencapai cita-cita. Usul ini ditolak, yang setuju berpolitik kemudian mendirikan Jong Islamieten Bond dengan agama islam sebagai dasar perjuangan. Jong Islamieten Bond juga menerbitkan majalah yang di beri nama Al-Noer. Untuk menggalang persatuan dengan perkumpulan pemuda-pemuda islam lainnya di bentuklah Pemuda Muslimin Indonesia. Sejalan dengan munculnya Jong Java, berdiri pula perkumpulan-perkumpulan pemuda yang berdasarkan kedaerahannya seperti Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes (Sulawesi) dan Timorees Verbond yang kesemuanya bercita-cita ke arah kemajuan Indonesia, terutama memajukan budaya dan daerah masing-masing.[2]

            Jauh dari kampung halaman dan berada di tengah-tengah suasana kebangkitan nasional, meningkatkan kesadaran pelajar-pelajar dari Sumatra untuk mendirikan organisasi pemuda. Organisasi ini dijadikan alat untuk memperkokoh hubungan antarsesama pelajar asal Sumatra di Jakarta. Selain itu, melalui organisasi ini diharapkan lahir kesadaran bahwa nantinya mereka akan menjadi pemimpin bangsa.
            Untuk itulah, pada 9 Desember 1917 berkumpul sekitar 90 orang pemuda asal Sumatra di gedung Volkslecture Jakarta. Mereka mendirikan organisasi pemuda yang di beri nama Jong Sumatranen Bond.
            Pengurus pusat Jong Sumatranen Bond berada di Jakarta karena sebagian besar pelajar sekolah lanjutan berada di Jawa. Dari kalangan inilah, muncul tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Moh. Yamin dan  Bahder Djohan. Sementara itu, hubungan antara pusat dengan cabang dilakukan melalui penerbitan majalah. Majalah Jong Sumatra terbit satu tahun setelah terbentuknya organisasi ini. Melalui organisasi ini, para anggota dapat mengetahui perkembangan perkumpulan, baik di pusat maupun di cabang-cabang.[3]
            Tujuan dari organisasi ini adalah mempererat hubungan diantara  murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Di antara pemimpin-pemimpin perkumpulan ini terdapat Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin. Dapat dilihat bahwa beberapa perkumpulan mengandung dalam susunannya atau bentuknya benih-benih yang dapat ditujukan ke arah persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemuda-pemuda Indonesia merasa perlunya persatuan pemuda-pemuda Indonesia di tuangkan dalam satu wadah sehingga dapat satu langkah yang sama dalam mencapai apa yang dicita-citakan oleh pemuda Indonesia umum.

            Selanjutnya pada tanggal 31 Agustus 1926 disahkanlah anggaran dasar perhimpunan baru yang bernama Jong Indonesia dengan tujuan menanamkan dan mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Indonesia, dengan dasar nasionalisme menuju ke arah terwujudnya Indonesia Raya. Perhimpunan ini terlepas dari semua perkumpulan pemuda Indonesia, bersifat permanen dan di urus oleh satu komite atau dewan.

            Usaha perhimpunan baru itu tidak dapat seperti yang diharapkan. Pada awal tahun 1927 oleh Algemene Studie Club di kota Bandung didirikan perkumpulan pemuda yang juga dinamakan Jong Indonesia, kelak di ganti dengan nama Pemuda Indonesia. Tujuan perkumpulan ini tidak banyak bedanya dengan Jong Indonesia, hanya susunannya berlainan. Tidak berpolitik, tetapi anggota-anggota secara perseorangan boleh. Ditetapkan pula bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Pemuda Indonesia bukan badan pusat semua persatuan perkumpulan pemuda.[4]

            Atas inisiatif PPPI, pada tanggal 27-28 Oktober 1928 dilangsungkan kongres pemuda Indonesia II untuk mempersatukan segala perkumpulan pemuda Indonesia yang ada dalam satu badan gabungan. Kongres menghasilkan Sumpah Pemuda. Isinya tiga sendi persatuan Indonesia, yaitu persatuan tanah air, bangsa dan bahasa. Kepada kongres juga di perkenalkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman dan bendera merah putih yang di pandang sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia.

            Pada kongres yang di adakan di Yogya pada tanggal 24-28 Desember 1928 diambil keputusan untuk mengadakan fusi (gabungan). Keputusan tersebut disetujui oleh Jong Java, Jong Sumatra ( tahun 1928 menjadi pemuda sumatra) dan Jong Celebes. Kemudiaan dibentuklah suatu komisi, kelak di sebut Komisi Besar Indonesia Muda, untuk mempersiapkan langkah-langkah pelaksanaannya. Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1930 dalam konferensi di Solo ditetappkan berdirinya organisasi Indonesia Muda. Pada saat berdirinya telah mempunyai anggota 2.400 dan 25 cabang, diantaranya empat di Sumatra  dan satu di sulawasi. Jong Islamieten Bond danm Pemuda Muslimin tidak menggabungkan diri.
            Indonesia Muda memutuskan tidak akan turut segala aksi politik dan anggota dilarang pula melakukan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan politik. Asasnya adalah kebangsaan dan tujuannya dalah Indonesia Raya. Organisasi ini juga menerbitkan majalah yang diberi nama Indonesia Muda.
            Oleh karena dinyatakan bahwa Indonesia Muda tidak berpolitik. Aktifitasnya menjadi kurang kelihatan. Walaupun begitu pemerintah masih juga mencurigainya, sehingga murid beberapa sekolah pemerintah dilarang menjadi anggotanya, bahkan banyak dengan alasan yang tidak meyakinkan.
            Tekanan dan kekangan pemerintah terhadap perhimpunan atau organisasi-organisasi pemuda ini, seperti sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan larangan bersekolah bagia anggota-anggota organisasi pemuda, meyebabkan banyak juga yang keluar dari organisasi. Akibatnya rasa tidak puas terhadap pemerintah makin luas dan dalam. Organisasi-organisasi baru ayng muncul dengan sifat radikal seperti Suluh Pemuda Indonesia dan Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia  yang mempunyai program indonesia merdeka segera dilarang.
            Politik reaksioner Gubernur Jenderal de Jonge (terutama tahun 1932-1937) tidak hanya melumpuhkan gerakan partai-partai politik tetapi juga organisasi-organisasi pemuda. Adanya ordonasi sekolah-sekolah liar juga menjadi hal yang sangat menghebohkan. Melihat hal ini Indonesia Muda mencoba untuk mengadakan kongres pada tahun 1936, tetapi gagal karena tidak ada izin pemerintah. Barulah pada tahun 1938 dapat di adakan Kongres Pemuda III di Yogyakarta. Hasilnya ialah federasi organisasi-organisasi pemuda dengan pusat di Jakarta. Kongres juga memutuskan mengenai kata " kemerdekaan Nusa dan Bnagsa" diganti dengan "menjunjung martabat Nusa dan Bangsa ". Ini disebabkan kata "kemerdekaan" tersebut tabu bagi pemerintah Belanda.

Notes:
[1]. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V: Pergerakan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 428

[2]. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V: Pergerakan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 430

[3]. Alfian, Magdalia. 2007. Sejarah SMA kelas XI. Jakarta: Esis. Hal: 96

[4]. Prapianto, Eko. 2008. Sejarah Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional. Jakarta: Bina Sumber Daya Mipa. Hal: 26

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Magdalia. 2007. Sejarah SMA kelas XI. Jakarta: Esis.

Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V: Pergerakan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Prapianto, Eko. 2008. Sejarah Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional. Jakarta: Bina Sumber Daya Mipa.

gerakan muhammadiyah


Ayu Aryanti/A/SIV
            Pergerakan nasional tidak selalu dilancarkan melalui bidang politik. Walaupun pada dasarnya pergerakan dalam bidang politik yang paling dominan tetapi bukan berarti pergerakan di bidang lain tidak berperan. Seperti yang ditempuh oleh gerakan Muhmmadiyah, bahwa gerakan ini tidak mau ikut dalam pergerakan di bidang politik, melainkan menempuh bidang pendidikan yang berjiwa Islam. [1]
Gerakan muhammadiyah secara resmi berdiri pada 18 nopember 1912 atau bertepatan dengan 18 zulhijjah 1330 H di Yogyakarta. Sebenarnya idée untuk mendirikan muhammadiyah itu telah lama ada. Cita-cita untuk mengadakan pembaharuan Islam, telah di mulai sejak tahun 1316 atau 1896 M yaitu mengenai pembetulan Qiblat dari langgar-langgar dan mesjid di Yogyakarta yang di pelopori oleh K.H Ahmad Dahlan. Pada tanggal 20 Desember 1912 yaitu sesudah Muhmmadiyah berdiri dengan resmi, maka K.H. Ahmad Dahlan mengajukan surat permintaan "rechhtpesoon" bagi Muhmmadiyah kepada Gubernur Jendral Belanda di Jakarta. Permintaan ini di kabulkan dengan surat ketetapan (government Besult No. 81 tangal 22 Agustus 1914). [2]
Pengakuan Muhmmadiyah sebagai badan hukum mula-mula haya berlaku di daerah Yogyakarta. Dilihat dari masa kelahirannya, maka Muhmmadiyah terhitung salah satu organnisasi Islam yang dilahirkan dalam masa kebangkitan nasional. Sebagai organisasi yang lahir dalam masa kebangkitan, membawa pula sifat-sifat sebagai perntis. Muhmmadiyah sebagai organisasi islam yang dilahirkan sebagai manifestasi daripada kehendak dan tuntutan jamannya. Jaman dimana kehidupan manusia mengalami kepudaran dan kesuraman. Demikian pula umat islam hiduo dalam alam kekolotan dan kebekuan. Dengan ini membuat Muhmmadiyah terpanggil untuk membebaskan umat islam dari alam fikiran dan alam perasaan yang diliputi oleh kebekuan da keklotan. Dengan kata lain Muhmmadiyah adalah organisasi islam yang hendak mengadakan reformasi dan modernisasi, menumbangkan segala sisa tradisionalisme dan konservatisme di kalangan masyarakat islam.
Adapun yang mendorong Muhmmadiyah berdiri ada beberapa sebab antara lain:
a.    Umat islam tidak memegang teguh tuntuna Al Qur'an dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid'ah dan khurafat. Akibatnya umat Islam tidak merupakan suatu golongan yang terhormat dlam masyarakat, demikian pula agama Isalm tidak memancarkan sinar kemurnian lagi.
b.   Ketiadaan persatuan dan kesatuab di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhueah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat.
c.     Kegagalan dri sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodesir kader-kader Islam, karena tida lagi dapat memenuhi tuntutan jaman.
d.   Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaqlid buta serta berfikir secara dogmatis, kebudayaan umat Islam boleh dikatakan masih dihinggapi konservatif, formalisme dan tradisionalisme.
e.       Karena keinsafan akan bahaya yang mengancam kehidupan agama Isalm, akibat usaha missi dan zending Keristen yang giat pengaruhnya dikalangan rakyat Indonesia.
f.       Adanya tantangan dan sikap acuh tak acuh atau rasa kebencian dikalanngan intellegensi kita terhadap agama Islam.
g.   Ingin membentuk suatu masyarakat, dimana didalamnya benar-benar berlaku segala ajaran dan hukum-hukum Islam.[3]
Melihat keadaan umat Islam yang demikian itulah yang menyebabkan K.H Achmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan dan mengajak Umat Islam untuk kembali beribadah, bertauhid dan berakhlak sesuai dengan tuntuna Al Qur'an dan Sunnah Rasul.
Ketika Muhammadiyah belum diperkenankan membuka cabang dan rantingnya di lur daerah Yogyakarta, kepada masayrakat yang berada di luar Yogyakarta di anjurkan untuk mendirikan perkumpulan Muhammadiyah dengan nama lain. Sesuai dengan anjuran itu di Pekalongan berdiri Nurul Islam, di Makasar bernama Alminur, di Garut bernama Alhidayah, sedangkan di Sala berdiri perkumpulan yang bernama "Sidik Amanat Tabligh Fathonah" (SATF) yang hamper bersamaan waktunya dengan berdirinya Muhammadiyah di Yogyakarta. Dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan ini, K.H Ahmad Dahlan menganjurkan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam menurut kemampuan adapun beberapa nama yang mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yaitu sepperti: Ikhwanul-Muslimin, Taq wimuddin, Chaya Muda, Hambudi Suci, Khayatul-Qulub, Priya-Utama Dewan Islam, Tharatul-ulub, Tharatul-Ab, Ta'awanga alal birri. Ta'rifu bima kana, WalFajir, Wal-Asri, Jamiyatul Ummahat, Jamiyatul Muslimin. Syarihatul Mahtabi dan lain-lain yang akhirnya banyak yang bergabung menjadi Grup atau ranting.
 Karena banyak muhammadiyah yang ingin membuka cabangnya di luar Yogykarta, maka K.H Ahmad Dahlan  mengajuka permohonan izin untuk berdirinya muhammadiyah di luar yogyakarta. Maka perizinan itu di kabulkan dengan besluit dari pemerintahan hindia belanda no. 40 tanggal 16 agustus 1920.
Kemudian pada tanggal 7 Mei 1921 K.H Ahmad Dahlan mengusulkan lagi permohonan izin untuk kesempurnaan maksud dan tujuan persyerikatan Muhammadiyah serta ketegasan berdirinya cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Usul ini disutujui oleh Gubernemen denganbesluit No. 3 tanggal 2 September 1921. Dengan berdirinya Muhammadiyah tercatatlah dalam Sejarah bahwa gerakan ini adalah merupakan pelopor kebangunan islam indonesia. Sedangkan jika ditinjau dari segi nasional, maka Muhammadiyah pun terhitung pelopor pembangunan nasioanal juga. [4]
Sudah jelas bahwa Muhammadiyah berakar pada masyarakat dari lapisan bawah sampai lapisan atas yang berada di seluruh plosok tanah air di kotaa mapun di desa. Cara mengikis penjajahan Belanda dilakukan dengan meningkatkan kecerdasan dan kesadaran rakyat melalui segala macam usaha. Muhammadiyah tidak hanya dikenal di Indonesia saja, akan tetapi juga terkenal  di luar Negeri. Banyak para sarjana maupun orientalis yang tertari kepada Muhammadiyah dan tidak sedikit pula di antara mereka yang sengaja mempelajari gerakan Muhammadiyah secara mendalam.
Notes:
[1] Sudiyo.2002.pergerakannasional.rinekacipta.jakarta Hal 48
[2] Bambang Suwordo dkk.1976.Sejarah daerah istimewa Yogyakarta.Departemen   Pendidikan dan Kebudayaan Penelitian Sejarah.Yogyakarta Hal 181-185
[4] http://organisasipergerakannasional.com