Sejarah Perkembangan Pendidikan di Italia


RINALDI AFRIADI SIREGAR / SP
Italia menganut sistem pendidikan berupa sekolah publik yang cakupannya sangatlah luas dimana sistem pendidikan di negara ini sudah berlangsung sejak 1859, ketika Legge Casati (Casati UU) mengamanatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama (Penyatuan Italia, terjadi di tahun 1861). Undang–undang yang dibuat Casati merupakan undang-undang yang mewajibkan pendidikan dasar dengan tujuan untuk mengurangi buta huruf yang ada di negeri Italia.
Undang-undang ini memberikan kontrol pendidikan dasar ke satu kota, dari pendidikan menengah ke regioni (negara) dan perguruan tinggi yang dikelola oleh negara. Bahkan dengan Undang-Undang Casati yang telah diberlakukan dengan mewajibkan siswa untuk mendapatkan pendidikan, tetap saja masih ada anak yang tidak dikirim sekolah oleh orangtuanya terutama di daerah pedesaaan bagian Selatan Italia.
Seiring berjalannya waktu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan terus dikaji hingga akhirnya Italia memiliki suatu sistem yang digunakan oleh semua anak. Dasar dari sistem pendidikan di Italia untuk anak-anak di sekolah diberi nama sistem Lombardia. Maksudnya, pendidikan di Italia mencakup semua tahapan pendidikan yaitu mulai dari sekedar menitipkan bayi untuk pra-dasar, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan yang bertaraf Internasional. Kurikulum yang mereka gunakan  pun telah disyahkan dalam bentuk undang-undang. [1]
Saat ini sistem sekolah yang ada di Italia, yaitu :
1.      TK/Pra-sekolah, Scuola Materna (3 - 5 tahun)
2.      Sekolah Dasar, Scuola Primer (6 – 10 tahun)
3.      Sekolah Menengah, Scuola Media (11 – 14 tahun)
4.      Sekolah Menengah Atas, Scuola Superiore, liceo (15 – 19 tahun)
5.      Pendidikan Tinggi, Universita  (19 tahun dan seterusnya)
Pemerintah Italia membebaskan biaya (gratis) untuk semua anak hingga akhir pendidikan dasar. Selain itu, semua anak yang ada di Italia wajib bersekolah hingga usia mereka 16 tahun. Departemen Pendidikan, Penelitian dan Perguruan Tinggi (Ministero dell'Universita'e della Ricerca) bertanggung jawab untuk administrasi sekolah negeri di Italia.
Masa wajib belajar berlangsung selama Sembilan tahun dan terdiri dari sekolah dasar dan sekolah menengah di semua daerah. Tahun ajaran di Italia biasanya berjalan dari pertengahan September sampai akhir Juni. Untuk jam sekolah bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, bisa 5 jam, 6 jam, setengah hari, bahkan satu hari penuh.
Anak-anak balita di Italia dijaga dengan berbagai cara, antara lain dengan childminders, dititipkan di kelompok bermain, ataupun tempat penitipan anak dengan fasilitas yang lengkap. Pengelolaan fasilitas ini dilakukan dalam suatu organisasi, bisa oleh pemerintah ataupun swasta.
Tempat penitipan anak dengan fasilitas kesehatan yang lengkap diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia 3 bulan sampai dengan 3 tahun. Komunitas ini disebut Asile nido. Tidak semua anak diwajibkan untuk dititipkan di tempat ini, biasanya orang tua yang sibuk bekerjalah yang menggunakan komunitas ini. Biaya untuk setiap anak bergantung pada pendapatan setiap orang tua yang menitipkan anaknya. Asile nido merupakan komunitas yang dimiliki oleh pemerintahan Italia yang telah memiliki reputasi yang sangat baik dan memiliki standar yang lebih tinggi daripada swasta. Asile nido memiliki jadwal makan dengan kandungan gizi pada menu yang telah diperhitungkan dan dikonsultasikan oleh ahli gizi yang diberikan kepada anak-anak yang dititipkan di tempat ini. Asile nido biasanya buka dari 09:00-16:00 namun fleksibel terhadap kemungkinan bagi orang tua yang bekerja melebihi jam tersebut.
Asile nido merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting di negara ini. Berawal dari usia dini, setiap anak diperhatikan kebutuhannya, baik dari segi gizi, kenyamanan, hingga pembelajaran yang kelak berguna bagi tumbuh kembang anak tersebut. [2]
Pendidikan Khusus di Italia
Italia telah memiliki kebijakan pendidikan inklusif sejak tahun 1970-an dengan anak-anak cacat yang dididik di sekolah-sekolah umum. Tambahan dukungan yang diberikan kepada sekolah-sekolah umum tersebut adalah dalam bentuk guru kelas yang memiliki kompetensi untuk mendampingi anak-anak (individu) berkebutuhan khusus.
Berbagai langkah-langkah legislatif telah berusaha dilakukan oleh pemerintah Italia untuk mencapai integrasi penuh dari anak-anak cacat tersebut, sehingga mereka mendapatkan pendidikan secara penuh di kelas yang berisikan anak-anak normal di setiap tingkatan yang ada di sekolah. Setiap kelas yang berisikan 20-25 anak normal diperkenalkan dengan satu anak penyandang cacat. Selanjutnya, anak yang menyandang kecacatan tersebut mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Selain itu, guna mengoptimalkan pencapaian pendidikan pada anak-anak yang memiliki kecacatan ataupun anak yang berkebutuhan khusus tersebut, maka sekolah menyediakan satu guru khusus yang telah memiliki potensi dalam menangani dan mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus di masing-masing kelas yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Dukungan yang ditawarkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus pun sangatlah penuh, tidak hanya guru yang mendampingi mereka secara khusus, akan tetapi semua guru yang ada di sekolah pun memberikan layanan kepada mereka, misalnya : jika suatu sekolah memiliki 20 guru, maka guru tersebut akan menyediakan waktunya hingga 20 jam per minggu dan memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus tersebut.
Pemerintah Italia sendiri telah mewajibkan setiap anak yang ada di negara mereka untuk bersekolah, tanpa kecuali para penyandang cacat fisik dan mental, ataupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Pemerintah menetapkan suatu kurikulum yang melandasi pendidikan di setiap sekolah, namun tetap memberikan kebebasan setiap sekolah untuk menjalankan sekolah mereka sesuai dengan anak (individu) yang ada di sekolah tersebut.
Hukum yang mengatur anak-anak penyandang cacat, (1992), secara garis besar menyatakan bahwa pendidikan diberikan kepada para penyandang cacat mulai dari taman kanak-kanak, SD, dan sekolah menengah. Beberapa kelas juga diadakan di pusat-pusat rehabilitasi dan rumah sakit sehingga bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak bisa datang ke sekolah, tetap dapat belajar dan memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal lainnya. Kelas ini diatur oleh Direktorat Pendidikan yang ada di tingkat provinsi yang berkoordinasi dengan layanan kesehatan, serta pusat-pusat masyarakat dan swasta di bawah naungan Departemen Kesehatan dan Departemen Tenaga Kerja. Pemerintah menyewa guru untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut lalu diberikan pelatihan khusus dalam hal psikologi dan pedagogi yang terkait. Guru dengan mandat khusus tersebut menjadi guru (Insegnanti di Sostegno) di sekolah setempat kelompok (Circolo Didattici) dan bertugas memberikan pembelajaran hingga anak berkebutuhan khusus tersebut siap masuk ke sekolah formal sesuai dengan tingkat pencapaian masing-masing anak, seperti masuk ke sekolah dasar ataupun sekolah menengah di setiap sekolah. Guru-guru pendamping anak berkebutuhan khusus ini pun melakukan kerja sama dengan guru biasa dalam menyediakan dukungan kepada anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.
Selain itu, setiap anak berkebutuhan khusus dipelihara dan sangat diperhatikan oleh negara, walaupun fasilitas yang ada di negara tersebut belum lengkap benar. Akan tetapi, banyak orang di italia akan bersedia membantu individu berkebutuhan khusus secara sukarela dan spontan. [3]
Pengaruh Home Schooling terhadap Pendidikan Inklusi di Italia
Saya mengalami kesulitan dalam mencari sumber yang menjelaskan tentang home schooling yang ada di Italia. Tidak ditemukan satu situs resmi yang menjelaskan mengenai home schooling ini. Hal ini dikarenakan home schooling 'illegal' di negara ini. Padahal salah satu metode home schooling yang terkenal dan banyak digunakan oleh keluarga-keluarga di dunia berasal dari negara ini, yaitu Metode Montessori. Penemu dari Metode Montessori adalah Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dan psikolog yang berasal dari Italia. Beliau menemukan metode ini sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. [4]
Metode ini sangat terkenal karena digunakan untuk mendidik anak-anak berdasarkan pada teori perkembangan anak. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah. Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep. Sehingga, anak-anak yang belajar dengan metode ini memungkinkan untuk belajar secara mandiri dengan memanfaatkan kelima inderanya secara optimal dimana proses belajar bagi mereka pada akhirnya adalah sebuah proses inovasi, penyelidikan, dan kegiatan yang mereka cintai, serta dikerjakan dengan sepenuh hati.
Menurut saya, kurangnya situs resmi yang menjelaskan tentang home schooling di Italia karena pemerintah Italia sendiri telah mewajibkan setiap anak yang telah berusia 3 tahun dan/atau lebih untuk mengenyam pendidikan di sekolah formal. Selain itu, pemerintah Italia pun membebaskan biaya untuk anak-anak tersebut dalam memperoleh pendidikan hingga mereka selesai sekolah dasar. Jadi, kalaupun ada home schooling di negara tersebut, terbatas pada kegiatan les/kursus-kursus guna menambah pengetahuan ataupun untuk mengasah bakat mereka, demikian halnya dengan anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu, home schooling di Italia relatif mahal. [5]
Pengaruh Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Khusus di Italia
Pendidikan multikultural merupakan ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan dan proses (Bank, 1997). Sebagai gambaran, pendidikan multikultural berusaha untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua siswa, termasuk orang-orang dari berbagai ras, etnis, kelas sosial dan kelompok. Pendidikan multikultural mencoba untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua siswa dengan mengubah total lingkungan sekolah sehingga akan mencerminkan keragaman budaya dan kelompok dalam masyarakat dan bangsa dalam kelas. Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses karena tujuannya adalah cita-cita para guru dan administrator dalam upayanya mencapai pendidikan untuk semua.
Istilah multikulturalisme umumnya merujuk kepada diterapkannya suatu ideologi dari ras, budaya, dan etnis keragaman dalam demografis dari suatu tempat tertentu, biasanya pada skala sebuah organisasi seperti sekolah, bisnis, lingkungan, kota, dan bangsa. Beberapa negara yang memiliki budaya yang berbeda-beda/multikulturalisme memiliki tujuan untuk mengenali, mempertahankan dan merayakan perbedaan budaya atau identitas budayanya di dalam masyarakat untuk mempromosikan kohesi sosial. Dalam konteks ini, multikulturalisme merupakan bagian dari masyarakat yang membentang adil dengan status perbedaan budaya dan kelompok agama, dengan tidak ada satu budaya pun yang saling mendominasi. [6]
Sedangkan tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran (instructional goals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotip, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran, memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya, mengembangkan keterampilan interpersonal, memberikan teknik-teknik evaluasi, membantu klarifikasi nilai, dan menjelaskan dinamika kultural.
Italia merupakan negara multikultur. Negara ini kaya budaya karena Italia memiliki daerah-daerah (provinsi) yang terbentang luas dari utara hingga ke selatan. Selain itu, banyak imigran baik legal maupun ilegal datang ke negara ini dengan tujuan untuk menetap, mencari pekerjaan ataupun bersekolah. Penyebaran imigran yang masuk ke Italia hampir merata di semua wilayah di Italia.
Hal ini dikarenakan posisi geografis Italia yang memiliki kontak langsung dengan budaya dan etnis utama kawasan Eropa lama (neo-Latin, Jerman, dan warga negara Slavia-daerah Balkan) dan juga melalui negara-negara di Afrika Utara dengan Dunia Arab. Akibatnya, sementara orang-orang yang awalnya sekedar singgah di Italia, lama-kelamaan akan memutuskan untuk menetap di negara ini.
Semakin banyak imigran/pendatang yang masuk ke Italia, semakin memperkaya budaya negara ini. Pemerintah Negara Italia pun telah mengatur dalam keanekaragaman ini dalam suatu undang-udang. Pemerintah menganjurkan kepada keluarga-keluarga pendatang atau keluarga yang memiliki kewarganegaraan asing yang memiliki anak usia sekolah untuk dimasukkan ke sekolah-sekolah yang ada di Italia. Anak-anak ini akan diajarkan bahasa Italia sebagai bahasa kedua mereka. Bila anak-anak tersebut masih mengalami kesulitan bahasa, maka akan didampingi oleh satu guru yang memahami bahasa mereka, sehingga mereka tetap dapat menerima pelajaran sama seperti anak-anak yang berkebangsaan Italia (pribumi). Keberagaman yang dimiliki oleh Negara Italia ini bukan merupakan hambatan melainkan merupakan kekuatan mereka dalam menarik minat individu-individu dari negara lain untuk mempelajari kebudayaan mereka.
Hal yang sama pun terjadi pada individu-individu berkebutuhan khusus, dengan kekhususan setiap anak dan asal daerah anak tersebut yang berbeda-beda, maka akan disatukan dalam suatu sistem pendidikan formal yaitu sekolah dimana setiap anak memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.
NOTES :
[1] Sekilas Pendidikan di Italia _ Sekolah Bintang Bangsaku.html
[2] http://www.childrencrossingborders.org/italy.html
[3] Psikologi Pendidikan, Penulis : Mahani Razali, Ramlah Jantan & Shahabudin Hashim. Hal : 255.
[4] Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, Penulis : Michael H. Hart. Hal :  443.
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/Legality_of_Homeschooling
[6] Pendidikan Multikultural, Penulis : Choirul Mahfud, Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

PARINDRA


KARDI CANDRA/ A/ S1V
Berbicara tentang Parindra hendaknya kita mulai dengan awal terbertuknya partai tersebut. Dalam halini kita mulai dengan, Dr.Soetomo dimana beliau adalah seorang tokoh pendiri Budi Otomo, pada ahir tahun 1935 di kota Solo, Jawa tengah, berusaha untuk menggabungkan antara PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Serikat Selebes, serikat Sumatra, serikat Ambon, Budi Otomo, dan lahirnya sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya). PBI sendiri merupakan klub studi yang didirikan oleh Dr.Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya, Jawa Timur.[1]
Ada beberapa tokoh yang ikut serta dan bergabung dengan Parindra (Partai Indonesia Raya) pada saat itu ialah:
1. Woeryanigrat
2. Soekardjo Wijopranto
3. Raden Mas Margono Djojohadikusumo
4. R. Panji Soeroso
5. Mr.Soesanto Tirtoprojo
Parindra berusaha menyusun kaum Tani dengan mendirikan RT (Rukun Tani), menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun Perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (Menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini sangat didukung oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, pada saat itu ialah Van Starkenborg yang menggantikan de Jonge pada tahun 1936. Pada tahun 1937 Parindra memiliki anggota 4.600 orang, berjalan dengan waktu pada tahun 1938 anggota Parindra bertambah menjadi 11.250 orang, anggota ini senagian besar berkonsentrasi di Jawa Timur. Diperkiraan anggota Parindra (Partai Indonesia Raya) pada saat itu berjumlah 19.500 orang. [2]
Dengan gagalnya Partindo untuk mengadakan kongres pada tanggal 22-25 Desember 1933 menimbulkan gagasan baru bagi Dr. Sutomo selaku Ketua PPPKI untuk menyatukan partai-partai lain dibawah asuhannya. Maka direncanakan oleh Dr.Sutomo adanya penggabungan partai antara Budi Otomo dan PBI. Kemudian pada tanggal 6 Januari 1934 dibentuk panitia ad hoc dari pihak PBI, dan Budi Otomo, yang bertugas untuk mengadakan perundingan tentang adanya penggabungan kedua partai tersebut. Pada tanggal 19 April 1935 Panitia berhasil merealisasi gagasan penggabungan (fusi) antara dua partai tersebut dan akan dinyatakan /diresmikan pada kongres tanggal 24-26 Desember 1935. Hasil penggabungan dua partai yakni PBI dan Budi Otomo menjadi Partai Indonesia Raya yang disingkat menjadi Parindra.
Pada tanggal 24-26 Desember 1935 kongres bersama-sama antara Budi Otomo dan PBI dilaksanakan di Surakarta. Hasil kongres menyatakan sesuai dengan hasil keputusan rapat Panitia ad hoc, yaitu penggabungan dua partai PBI dan Budi Otomo menjadi Partai Indonesia Raya disingkat menjadi Parindra. Sebagai ketua dipilih Dr. Sutomo, wakil Ketua R.M.A. Wurjaningrat. Pada Kongres tersebut dicetuskan tujuan Parindra sebagai berikut:
a. Bahwa tiap-tiap manusia berhak dan berkewajiban untuk berjuang bagi keselamatan Negara dan bangsanya. Untuk itu harus ada kerjasama antara rakyat dan Parindra untuk mencapai kemakmuran dan kemulian Indonesia.
b. Bahwa Parindra bertujuan untuk membentuk sebuah Negara Indonesia Raya yang harus dilaksanakan oleh rakyat sendiri.
c. Parindra berkeyakinan untuk memperjungkan sebuah Negara yang makmur, untuk itu rakyat Indonesia harus bersatu baik dalam bidang politik maupun dalam bidang ekonomi.
Untuk mencapai tujuan tersebut da dalam kongres dicetuskan pula syarat-syarat yang meliputi beberapa bidang:
a. Susunan pemerintahan yang demokratis, bersandar atas kepentingan dan kebutuhan Indonesia.
b. Alat pemerintahan yang berdasar dan ditujukan pada kepentingan Indonesia serta dipegang sendiri oleh bangsa Indonesia.
c. Kedudukan yang sama bagi segala penduduknya.
d. Hak dan kewajiban yang sama bagi tiap-tiap orang.
Di saat gerak Parindra berhasil dengan baik dan berkembang dengan pesat, sehingga sudah akan mengadakan konggres lagi yang ke II yakni pada bulan Desember tahun 1938, mendadak ada kesedihan dalam diri Parindra sebab Dr.Sutomo yang merupakan motor dari Parindra meninggal dunia pada tanggal 30 Mei 1938 di Rumah Sakit Pusat Surabaya. Sebelum beliau meninggal masih sempat berpesan Sudirman:
"Saudaraku, pesanku padamu dan pada saudara-saudara lain semuanya yang akan kutinggalkan, bekerjalah terus untuk kemajuan pergerakan kita. Ketahuilah olehmu saudara, bahwa pergerakan bangsa kita masih harus berkembang, harus bersemi dan harus selalu maju. Oleh karena itu, saudara sampaikanlah pesanku kepada saudara-saudara semuanya yang tidak dapat mengunjungi saya kemari, bersama-samalah bekerja lebih giat dan kuat guna kemajuan pergerakan dan perjuangan bangsa". [3]
Atas permintaan beliau sendiri jenazah dikebumikan di halaman Gedung Nasional Surabaya.
Walaupun Dr.Sutomo telah meninggal, tetapi dengan adanya pesan terakhir tersebut, maka kaum pergerakan Nasional khususnya Parindra semangatnya pantang mundur. Untuk membina tetap adanya kekompakan pada diri Parindra, selaku Ketua diganti oleh R.M.A. Wurjaningrat sebagai Ketua cita-cita atau tetap diteruskan.[4]
Pada bulan Juli 1938 Rukun Tani sudah mampu mengadakan konprensi yang pertama di Lumajang. Konprensi Rukun Tani Parindra ini dimeriahkan juga dengan pasar malam, yang mendapat perhatian dari segala lapisan masyarakat. Hadir dalam konprensi tersebut antara lain Gubernur Jawa Timur Van der Plas. Di dalam sambutannya dia mengatakan simpatinya terhadap Rukun Tani. Di harapkan juga oleh Van der Plas agar supaya Rukun Tani menjauhkan dari soal-soal politik.
Harapan dari Van der Plas tersebut tentunya cukup didengar saja, sebab bagaimanapun juga Rukun Tani Parindra didirikan oleh kaum pergerakan nasional, jadi jelas sedikit banyak tentu berbau politik. Di dalam diri Parindra didirikan juga koprasi Tani yang disebut Loemboeng-cooperatie (lumbung koprasi). Lumbung koprasi Parindra ini banyak sekali didirikan di jawa Timur, antara lain di Dawuhan, Gombloh, Kaliboto, Jogayudan, Karangbendo, Jombang, Kutorejon, dan lain-lain.
Parindra selain memperhatikan bidang politik dan ekonomi, bidang sosial pun mendapat perhatian yang baik sekali, sehingga dibentuk Departemen Sosial Parindra. Dalam bidang ini Parindra mengusahakan pemeliharaan penganggur dan pembukaan berbagai klinik umum. Pekerjaan sosial lainnya yang tidak mampu ditangani oleh Parindra sendiri, wakil Parindra memperjuangkan di dalam dewan-dewan. Pekerjaan sosial dimaksud antara lain perbaikan perumahan rakyat, pengaturan ait umum, pembuatan kakus umum, dan lain-lain.
Dengan demikian jelas bahwa Parindra berjuang dalam bidang sosial masyarakat tidak hanya terbatas pada kemampuan yang ada, tetapi Parindra juga memperjuangkan kepada dewan (Perlemen), sesuai dengan jiwa atau sifat perjuangan Parindra yakni koperasi incidental.
Di dalam bidang pendidikan Parindra juga berusaha untuk memperjuangkan melalui dewan. Usaha ini antara lain:
a. Memperjuangkan untuk dapatnya mengubah jumlah dan jenis sekolah yang cocok dengan rencana kemakmuran dan perkembangan penduduk.
b. Memperjuangkan untuk dapatnya menurunkan uang sekolah dengan maksud agar sesuai dengan kemampuan rakyat. Di samping itu juga diperjuangkan agar supaya anak-anak yang tidak mampu mendapat kesempatan untuk belajar dengan cuma-cuma.
c. Memperjuangkan untuk dapatnya memberikan beasiswa secara luas dan menyelenggarakan asrama murah bagi para siswa sekolah menengah dan sekolah tinggi dan apabila dipandang perlu juga untuk anak-anak sekolah rakyat.[5]
Dengan melihat usaha-usaha Parindra yang menyeluruh, maka wajar apabila Parindra mendapat sambutan yang baik sekali dari masyarakat Jawa Timur sehingga partai ini hidup terus sampai nanti tahun 1942. Dengan bergantinya penjajah, dari penjajah Belanda kepada penjajah Jepang yang mana Jepang melarang partai yang berbau politik hidup di Indonesia.
Notes :
[1] http://id.wikipedia./sejarah kebangkitan nasional
[2] Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta, hal : 29
[3] Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta, hal : 33
[4] R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta,    hal : 10
[5] R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta,    hal : 15
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta.
R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta.
http://id.wikipedia./sejarah kebangkitan nasional

Perkembangan Partai Gerindo

Yulia Sari/ SIV
GERINDO atau Gerakan Rakyat Indonesia merupakan salah satu dari organisasi pergerakan atau partai yang didirikan oleh Sartono. Gerindo berdiri di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 sebagai akibat bubarnya Partindo. Tokoh-tokoh yang bergabung dengan Gerindo, selain Mr. Sartono yang lain nya yaitu, Adam Malik, A.M. Sipahutar, Sanusi Pane, Sarmidi Mangoensarkoro, Dr Adnan Kapau (A.K) Ghani, Mr. Amir Sjarifoedin, Mr. Mohammad Yamin dan lainnya. Kongres pertama Gerindo dilaksanakan pada bulan Juli 1938 di Jakarta, sedangkan kongres kedua dilaksanakan di Palembang pada bulan Agustus 1939. Pada kongres kedua ini Gerindo memutuskan menerima kaum peranakan (Indo-Eropa), (Indo-Tionghoa dan Indo-Arab) sebagai anggota.
Gerindo mempunyai tujuan utama yaitu terbentuknya parlemen penuh bagi Indonesia, tercapainya Indonesia merdeka, mencapai bentuk pemerintahan berdasarkan kemerdekaan lapangan politik, ekonomi dan sosial. Selain dari itu, Gerindo ini juga mempunyai tujuan diantaranya untuk memperkuat perekonomian Indonesia agar kehidupan masyarakat Indonesia berpindah ke taraf kehidupan yang lebih baik, mengangkat kesejahteraan kaum buruh serta memberi bantuan kepada kaum pengangguran. Tujuan dari Gerindo itu pada dasarnya yaitu untuk menimbulkan rasa nasionalisme didalam hati masyarakat Indonesia.
Pembentukan Gerindo pada Mei 1937 merupakan respon terhadap bahaya fasisme yang mengancam demokrasi. Fasisme yang didasarkan pada ikatan darah, kebudayaan dan keturunan melalui sistem partai tunggal sehingga akhirnya dapat menimbulkan kekacauan situasi dan mengambil alih kekuasaan politik. Menurut analisis Gerindo, para diktator di Eropa berkaitan dengan fanatisme militer di Jepang, dan bersama-sama mereka merupakan hasil wajar dari evolusi kapitalisme. Oleh sebab itu mereka mengancam demokrasi diseluruh dunia. Dan dalam situasi krisis global seperti itu, perlawanan terhadap fasisme lebih penting dari pada perlawanan terhadap kejahatan pemerintahan Kolonial Belanda.
Dengan lahirnya Gerindo, partai sayap kiri Pergerakan Nasional dengan wajahnya yang baru, yaitu kooperasi. Asas Gerindo yaitu kebangsaan kerakyatan. Gerindo berjuang untuk mencapai kemerdekaan Nasional. Asas kebangsaan Gerindo tidak didasarkan atas dasar satu darah, satu turunan. Asas kerakyatan yaitu demokrasi dalam berbagai lapangan masyarakat yaitu demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Menurut Gerindo, yang menjadi pedoman partai adalah asas dan tujuan partai, setiap anggota harus tunduk pada aturan partai.
Aktivitas  pertama kali ditunjukkan dengan sikapnya terhadap Petisi Sutarjo, Gerindo menyokong bagian Petisi yang menuju konferensi imperial, dimana utusan-utusan Belanda dan Indonesia yang mempunyai hak sama untuk memusyawarakan kedudukan Indonesia. Kemudian, sehubungan dengan pecahnya perang antara Jepang dan Tiongkok, umumnya untuk membantu bangsa Tionghoa di Indonesia. Gerindo dalam manifesnya menyatakan sikapnya yang antifasisme. Partai ini juga menyusun kekuatan dalam dewan-dewan, sehingga mengikutsertakan wakil-wakilnya dalam dewan-dewan untuk menjalankan kewajiban sesuai keinginan rakyat. (Warwati Djioened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2009:378-379).
Mengenai dewan-dewan, Gerindo mempergunakan dewan-dewan sebagai alat perjuangan dan tempat menyusun kekuatannya untuk mempengaruhi kemajuan rakyat. Partai ini tidak puas terhadap susunan dan kekuasaan dewan-dewan yang ada. Gerindo menuntut parlemen yang sejati, penuh dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Untuk itu Gerindo menuntut hak untuk memilih umum dan langsung. Partai ini akan menyusun kekuatannya dalam dewan-dewan. Ditetapkan agar semua wakilnya dalam dewan-dewan menjalankan kewajiban sesuai dengan keinginan rakyat. Gerindo menetapkan syarat-syarat dalam mengajukan wakil-wakilnya di dewan-dewan, dan menetapkan disiplin (apa yang harus dilakukan) terhadap anggotanya yang duduk di dewan-dewan.
Sebagai suatu organisasi pergerakan yang baru, Gerindo yang mempunyai tujuan untuk kesejahteraan masyarakat di bidang politik sosial dan ekonomi tentu harus memiliki suatu program kerja agar organisasi itu benar-benar menjadi sebuah organisasi yang peduli akan nasib bangsa untuk kehidupan yang lebih baik.
Gerindo yang didirikan pada tanggal 24 Mei 1937, melaksanakan program kerjanya yaitu mengadakan kongres pertama pada tanggal 20-24 Juli 1938 di Jakarta, kongres itu dilaksanakan sebagai bentuk kerja nyata dari suatu organisasi pergerakan yang peduli terhadap perubahan sosial dalam masyarakat pribumi. Dalam kongres pertama itu, menghasilkan pembentukan PERI (Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia) yang merupakan perkumpulan ekonomi berdasarakan demokratis nasionalisme. Program kerja PERI diantaranya adalah memperbaiki harga-harga hasil bumi dan menurunkan harga-harga barang keperluan rakyat dan perluasan kesempatan kerja.
Pada tanggal 1-2 Agustus 1939, setelah kongres yang pertama, kongres kedua dilaksanakan di Palembang, dalam kongres ini diambillah keputusan berupa penerimaan Peranakan (Peranakan Eropa, Peranakan Tionghoa dan Peranakan Arab) untuk menjadi anggota partai itu. Jelas bahwa usaha Gerakan Rakyat Indonesia ialah memperteguh ekonomi Indonesia untuk memperkuat pertahanan negeri.
Dalam kongres yang kedua, Gerakan Rakyat Indonesia juga berusaha untuk mencapai adanya aturan menentukan batas upah yang rendah dan tunjangan bagi para pengangguran. Keputusan lain yang diambil Gerakan Rakyat Indonesia lainnya adalah menyetujui masuknya Gerakan Rakyat Indonesia kedalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Setelah kongres yang kedua tahun 1939, pada tanggal 1 Oktober 1940, dipilih pengurus besar yang baru.
Pemimpin Gerindo pada tahun 1940 dipilih melalui referendum (melalui surat). Tokoh utama Gerindo adalah Dr. Adnan Kapau Gani. Dia dikirim Gerindo pusat untuk mengelola  partai ini di Palembang pada 1941. Bagi A.K. Gani, "Gerindo didirikan sebagai koreksi garis kiri terhadap garis kanan Parindra." [1] Noengtjik A.R., bekas Ketua Partindo, diangkat sebagai Ketua Gerindo Palembang. Samidin, bekas ketua PNI yang kembali ke Palembang pada 1937 dipilih sebagai wakil ketua. A.S. Sumadi, guru-aktivis Yayasan "Perguruan Rakyat" Taman Siswa menduduki jabatan sekretaris. Pengikut Gerindo terdiri dari berbagai berbagai macam latar belakang, sebagian besar pekerja lepas, buruh pelabuhan, dan buruh pasar. Udin Siregar yang sempat dikader Arif Siregar untuk mengembangkan kegiatan politk PARI adalah pekerja perusahaan minyak BPM Plaju. Kgs. Tohir dari Muara Enim dan Mas'oed juga ikut bergabung kedalam Gerindo. [2]
Sampai tingkat tertentu Gerindo Palembang berhasil mempersatukan kembali bekas-bekas PNI lama daerah ini yang sebelumnya terpecah antara Noengtjik A.R. (Partindo) dan Samidin (PNI-Baru). Dalam waktu yang relatif singkat Gerindo tersebar hampir disetiap daerah bahkan sampai kepelosok Muara Rupit, basis SA yang pernah melakukan perlawanan terhadap anasir kolonial pada 1916. Gerindo Palembang memang jauh lebih dinamis ketimbang Parindra.
Kemajuan yang dicapai Gerindo tidak terlepas dari peranan A.K. Gani. Dia belum lama menyelesaikan kuliah kedokteran di Batavia dan memilih karier sebagai dokter swasta di Kota Palembang. Kepindahan tokoh yang berpengalaman dalam dunia pergerakan ke Palembang membuat daya gerak Gerindo Palembang semakin hidup dan sedikit banyak menjadi avantgarde pergerakan nasionalis sekuler daerah ini. Walaupun posisinya "turun" dari pimpinan pusat menjadi pimpinan daerah, Wibawa Gani sebagai bekas pimpinan pusat amat terasa di cabang-cabang Gerindo seluruh Sumatera.
Tidak sampai setahun setelah Gerindo menyelenggarakan Kongres Nasional, PSII mengadakan kongres nasional pada tanggal 20-25 Januari 1940. Mereka menyelenggarakan nya di 4 Ulu, tidak jauh dari 10 Ulu. Tempat Kongres dibuat lebih semarak dengan pemandangan yang amat mencolok. Perkemahan dibangun disekitar pekarangan sekolah yang dapat menampung peserta berjumlah 1.000-2.000 orang. Berbagai perhiasan dipasang di pinggir-pinggir jalan. Mereka juga memancangkan bendera merah-putih serta spanduk besar bertuliskan Parlemen Indonesia. [3]  Semua dikerjakan oleh tenaga sukarelawan SIAP yang didatangkan dari cabang-cabang PSII pedalaman. Pidato-pidato yang disampaikan tidak kalah seru. Namun manuver yang dipertontonkan dalam acara akbar tersebut berbalik menjadi bumerang bagi panitia kongres.
Tanda-tanda perubahan zaman semakin tampak nyata pada tahun-tahun terakhir kekuasaan Belanda di Indonesia. Penguasa kolonial Hindia Belanda di Palembang kian sulit menutup sikap bimbangnya terhadap tuntutan kaum pergerakan yang semakin lantang. Beruntung perpecahan dan persaingan dalam tubuh partai-partai politik pergerakan dapat diredam oleh GAPPI (Gabungan partai-partai politik Indonesia) yang menghimpun hampir semua partai politik di Hindia Belanda (PSII, Gerindo, Parindra, PII dan PAI). [4]
Dalam kondisi genting menjelang Perang Dunia II, kerja sama yang dilakukan antara Gerindo dengan Parindra mampu mengatasi perbedaan diantara kedua partai. Sebagian besar kaum pergerakan yang mengambil posisi "Co" juga memiliki sebuah keyakinan bahwa Belanda akhirnya harus angkat kaki. Kini hanya tinggal soal waktu saja. Gerindo tampil sebagai partai politik yang banyak melakukan kegiatan dan barangkali paling efektif dalam kelompok intelektual perkotaan meski jumlah masanya lebih sedikit ketimbang PSII. Sebaliknya PSII tetap bersikukuh dengan pendirian "berdiri diatas kaki sendiri", sebuah sikap yang mencerminkan ketegaran partai ini pada masa sebelumnya tetapi mungkin ketegaran partai ini pada masa sebelumnya, tetapi mungkin tidak lagi relevan dengan zaman yang tengah berubah.
Seandainya PSII mengambil sikap lebih lentur dan cermat membaca tanda-tanda zaman, suara mereka pasti akan lebih menentukan ketimbang partai manapun di dalam Raad. Sesungguhnya PSII memiliki peluang yang lebih besar dengan menggunakan saluran resmi tersebut demi kepentingan partai. Lembaran baru masa pendudukan Jepang akan menyambut arus yang mengalir sebelumnya dan menentukan bagaimana arus ini dan kekuatan lain di sekelilingnya bertemu dalam situasi dan kondisi yang berbeda dari zaman sebelumnya.
Notes :
[1]. Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal: 179
[2]. Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal: 179
[3]. Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal: 182
[4]. Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal: 188
DAFTAR PUSTAKA
http://triseptyo.blogspot.com/2012/04/gerakan-rakyat-indonesia.html
Onghokham, 1987. Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta, PT Gramedia
Zed, Mestika. 2003. Kepialangan Politik dan Revolusi. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia
Poesponegoro, Marwati Djoned. Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta, Balai Pustaka, 1992