Peranan Pers dalam Pergerakan Nasional



Khairin Nisa/pis

Dalam sejarah perkembangannya pers Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi masyarakat kolonial pada waktu itu. Munculnya pers di Indonesia bermula dari perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19 di Hindia Belanda. Kemudian menginjak awal abad ke-20 adalah sebuah awal pencerahan bagi perkembangan pergerakan di Indonesia yang ditandai dengan munculnya koran.
            Ada beberapa tahapan dalam perkembangan sejarah pers di Indonesia. Pertama, di sebut "Babak Putih" yakni dari tahun 1744 sampai tahun 1854 dimana surat kabar mutlak dimiliki orang-orang Nederland yang dibuat menggunakan bahasa Belanda dan dibaca oleh pembaca berbahasa Belanda. Kemudian babak kedua berlangsung antara tahun 1854 sampai masa kebangkitan nasional. Pada tahun 1854 ini dikenla sebagai kemenangan kaum liberal(politik etis) di Nederland yang memberikan kelonggaran pada kegiatan pers di Hindia Belanda
            Dalam masa pergerakan ini pula, kita kenal istilah Bacaan Liar sebagai alternatif dari bacaan yang disediakan pemerintah jajahan Hindia Belanda yang jelas-jelas menolak segala bacaan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kekuasaan kolonial. Karena itulah Pemerintah Jajahan Hindia Belanda berusaha mengontrol bacaan rakyat dengan menyediakan bacaan yang tidak memusuhi kebijakan kolonial.
           Adapun perkembangan pers Nasional dapat dikategorikan menjadi beberapa peiode sebagai berikut :

1. Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.

2. Tahun 1950 – 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.

3. Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.

4. Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.

5. Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.

6. Masa Reformasi (1998/1999) – sekarang
Pada masa reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja.
Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah sbb :
· Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
· Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
· Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
· Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
· Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie, yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang ini.

Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Demokratis Indonesia
Pers atau media amat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun rakyat dalam kehidupan bernegara. Pemerintah mengharapkan dukungan dan ketaatan masyarakat untuk menjalankan program dan kebijakan negara. Sedangkan masyarakat juga ingin mengetahui program dan kebijakan pemerintah yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 33 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sbb :
1. Sebagai wahana komunikasi massa.
Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
2. Sebagai penyebar informasi.
Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
3. Sebagai pembentuk opini.
Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
4. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga ekonomi.
UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 2 menyebutkan : "Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum."
Dapat disimpulkan bahwa fungsi dan peranan pers di Indonesia antara lain sbb :
1. media untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2. media perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3. penyampai informasi kepada masyarakat luas.
4. penyaluran opini publik.

Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers di Indonesia
Hak masyarakat atau warga negara Indonesia untuk mengeluarkan pikiran secara lisan, atau tulisan mendapat jaminan dalam UUD 1945 Pasal 28, yang berbunyi ;
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang."
Selain itu, kebebasan pers di Indonesia memiliki landasan hukum yang termuat didalam ketentuan-ketentuan sbb :
1. Pasal 28 F, yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang antara lain menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
3.   Pasal 19 Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah."

Pergerakan nasional merupakan hal yang baru dalam sistem perjuangan bangsa dalam menghadapi penjajah. Hal yang baru tersebut tidak akan bisa berkembang dan dimengerti oleh masyarakat luas tanpa adanya informasi yang disebarluaskan di kalangan masyarakat umum. Pers merupakan sarana yang sangat penting dalam menyebarluaskan informasi. Media pers yang berupa surat kabar dan majalah memiliki andil yang besar di dalam menyebarluaskan suara nasionalisme (kebangsaan) Indonesia. Pers yang ada pada waktu itu antara lain:
a. Darmo Kondo, dikelola oleh Budi Utomo.
b. Oetoesan Hindia, dikelola oleh Sarekat Islam.
c. Het Tijdschriftdan De Expres, yang diterbitkan Indische Partij. De Expresdipimpin oleh Dauwes Dekker (Dr. Danudirja Setyabudi), yaitu keturunan Indo Belanda yang memiliki jiwa nasionalis Indonesia.
d. Surat kabar Mataram. Surat kabar Mataram banyak menulis tentang pendidikan, seni, dan budaya penderitaan rakyat dan penindasan, serta perkembangan pergerakan nasional. Toko yang banyak menulis pada surat kabar Mataram yaitu Suwardi Suryaningrat.
e. Majalah Hindia Putra. Majalah ini diterbitkan pada tahun 1916 oleh Indesche Vereeniging, yakni organisasi mahasiswa Indonesia di negara Belanda. Pada tahun 1924 Majalah Hindia Putra diubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.
f. Majalah Indonesia merdeka
Majalah ini memiliki peran penting yaitu:
1) Menyebarkan cita-cita mencapai kemerdekaan.
2) Memperkuat cita-cita kesatuan dan persatuan Bangsa In-donesia.
Majalah ini beredar di berbagai negara seperti Belanda, Jerman, Prancis, Mesir, Malaya, dan Indonesia. Pada tahun 1930 pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran majalah In-donesia Merdeka di wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Sudarmi, Waluyo Galeri pengetahuan sosial terpadu2: SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
http://yopiariscagursejarah.blogspot.com/2011/02/makalah-peranan-pers-dalam-pergerakan.html
http://armada-masadepan.blogspot.com/2009/01/peranan-pers-dalam-masyarakat.html

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia



Khairin Nisa/pis

Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
a. Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indo-nesia maupun para pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang.
Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang. Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan. Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indo-nesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
 Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yangmenikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam. Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Is-lam di Nusantara.
b. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai. Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kotabahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam. berdagang sambil mengenalkan agama dan budaya Islam di Nusantara Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang  penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu. Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid,ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
c. Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam. Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya.  seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
 (4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
3. Kapan dan dari mana Islam Masuk Indonesia
Sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia. Namun Seperti halnya proses masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia, masuknya Islam ke Indonesia pun menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagangmuslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara. Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
 Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297. Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah  ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak.
 Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M. Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Sudarmi, Waluyo. 2008. Galeri Nasional pengetahuan sosial terpadu 2: SMP/MTs Kelas VIII.  Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
http://kartikatriutami.wordpress.com/materi/sejarah/proses-masuk-dan-berkembangnya-islam-di-indonesia/

Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia



Khairin Nisa/pis
            Sebagai negara yang baru lahir, Indonesia belum memiliki undang-undang dasar yang berfungsi untuk mengatur segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Pembentukan Kelengkapan Pemerintahan
Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama di Gedung Kesenian Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ir. Soekarno dengan
Drs. Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Anggota sidang PPKIsebanyak 27 orang.
            Melalui pembahasan secara musyawarah, sidang mengambil keputusan penting, antara lain sebagai berikut.
 Penetapan dan pengesahan konstitusi sebagai hasil kerjaBPUPKI yang sekarang dikenal dengan Undang-UndangDasar 1945 sebagai konstitusi RI.
a. Ir. Soekarno dipilih sebagai presiden RI dan Drs. MohammadHatta sebagai wakil presiden   Republik Indonesia.
b. Pekerja Presiden RI untuk sementara waktu oleh sebuahKomite Nasional. Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI hamper seluruh bahannya diambil dari Rancangan Pembukaan UUD hasil kerja Panitia Perumus pada tanggal 22 Juni 1945 yang disebut Piagam Jakarta.
Bahan tersebut telah mengalami beberapa perubahan, yaitu sebagai berikut.
a. Kata "mukadimah" diganti "pembukaan".
b. Kata "hukum dasar" diganti dengan "Undang-Undang Dasar".
c. Kata "menurut dasar" dalam kalimat "Berdasarkan kepada Ketuhanan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab" dihapus.
d. Kalimat ... "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus.
            Adapun isi batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, bahannya diambil dari rancangan konstitusi hasil penyusunan Panitia Perancangan pada tanggal 16 Juli 1945. Bahan itu juga mengalami beberapa perubahan, antara lain sebagai berikut.
a. Pasal 6 Ayat 1, semula berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam". Kata yang "beragama Islam" dihilangkan karena dinilai menyinggung perasaan yang
tidak beragama Islam.
b. Pasal 29 Ayat 1, kalimat di belakang ... "Ketuhanan" yang berbunyi dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihilangkan. Kalimat tersebut terdapat pada pembukaan UUD alinea ke-4. Setelah melalui pembicaraan dan pembahasan yang matang, akhirnya dengan suara bulat, konstitusi itu diterima dan disahkan oleh PPKI menjadi Konstitusi Negara Republik Indonesia.
            Konstitusi itu disebut Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 presiden dan wakil presiden RI untuk pertama kali dipilih oleh PPKI, karena MPR yang berhak memilih dan melantiknya belum terbentuk. Hal itu diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. PPKI memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI.
2. Pembentukan Komite Nasional Indonesia
PPKI kembali mengadakan sidang pada tanggal 22 Agustus1945 yang memiliki agenda pokok tentang rencana pembentukan Komite Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional
dibentuk di seluruh Indonesia dan berpusat di Jakarta. Tujuannya sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat, KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta Pada saat itu terjadi perubahan politik, pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggungjawaban menteri-menteridari Presiden kepada Badan Pekerja KNIP.
3. Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara
            Pada akhir sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk panitia kecil yang bertugas membahas pembentukan tentara kebangsaan. Sebagai tindak lanjut dari usulan tersebut, presiden
menugaskan Abdul Kadir, Kasman Singodimedjo, dan Otto Iskandardinata untuk menyiapkan pembentukan tentara kebangsaan. Hasil kerja panitia kecil itu dilaporkan dalam rapat Pleno PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian rapat pleno memutuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Sementara itu, situasi keamanan tampaknya akan makin buruk
karena dibayang-bayangi oleh datangnya tentara Sekutu dan Belanda di Indonesia.
            Dengan Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945,terbentuklah organisasi ketentaraan yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Semula yang ditunjuk menjadi pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi, pimpinan perlawanan Peta di Blitar (Februari 1945), dan sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkat Muhammad Surjoadikusumo, mantan Daidanco Peta.
4. Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dukungan terhadap proklamasi pembentukan negara danpemerintah Republik Indonesia, antara lain datang dari daerah berikut.
a. Keraton Kasultanan Jogjakarta
            Pada tanggal 29 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Jogjakarta mengirimkan telegram ke Jakarta yang isinya menyatakan bahwa Kasultanan Jogjakarta sanggup berdiri di
belakang pimpinan Soekarno-Hatta.
b. Sumatra mendukung pemerintah Republik Indonesia
            Gelora kemerdekaan Indonesia yang telah menyebar ke mana-mana mendorong para pemuda, khususnya Sumatra Timur untuk bergerak. Munculnya semangat kebangsaan yang tinggi menyebabkan para pemuda bergerak dari Jalan Jakarta No. 6 Medan di bawah pimpinan A. Tahir, Abdul Malik Munir, M.K. Yusni mendukung pemerintah Republik Indonesia yang telah berdiri.
c. Sulawesi Utara mendukung pemerintah Republik Indonesia
            Pada tanggal 14 Februari 1945 para Pemuda Sulawesi Utara di bawah pimpinan Ch. Taulu mengadakan pemberontakan untuk mendirikan RI di Sulawesi Utara. Awalnya, pemberontakan itu muncul di Manado yang kemudian menyebar ke Tondano, Bitung, dan Bolang Mongondow.
5. Pembentukan Lembaga Pemerintahan di Seluruh Daerah di Indonesia
            Bentuk pemerintah daerah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 (sebelum diamandemen) yang berbunyi: Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar musyawarah dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa Hal ini berarti daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan setiap daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
Berbagai kegiatan yang dilakukan di daerah antara lain:
a. Pada awal September 1945, pemerintah Republik Indonesia Provinsi Sulawesi terbentuk. Dr. G.S.S.J. Ratulangi dilantik sebagai gubernur Sulawesi dan mulai menjalankan roda pemerintahan.
b. Di Medan, pada tanggal 30 September 1945 para pemuda dipimpin oleh Sugondo Kartoprojo membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Gubernur Sumatra, Teuku Mohamad Hassan juga
segera membentuk pemerintah daerah di wilayah Sumatra.
c. Di Banjarmasin, pada tanggal 10 Oktober 1945 rakyat melakukan rapat umum untuk meresmikan berdirinya pemerintah Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur.
            Pada tanggal 1 Januari 1946 di Pangkalan Bun, Sampit, dan Kota Waringin diresmikan berdirinya pemerintahan Republik Indonesia dan Tentara Republik Indonesia. Selain daerah-daerah tersebut di atas, daerah lain juga mengikuti langkah-langkah yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat untuk segera menjalankan pemerintahan di daerah di bawah pimpinan para gubernur masing-masing.
            Sesuai dengan keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 bahwa tugas presiden dibantu oleh Komite Nasional, maka di daerah-daerah tugas gubernur (kepala daerah) juga dibantu oleh
Komite Nasional di Daerah. Dengan terbentuknya pemerintahan di daerah yang dibantu oleh Komite Nasional di daerah diharapkan roda pemerintahan dapat berjalan, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Sudarmi, Waluyo. 2008. Galeri Nasional pengetahuan sosial terpadu 2: SMP/MTs Kelas VIII.  Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
http://edydikimanpoenyblog.blogspot.com/2011/12/proses-terbentuknya-negara-dan.html