Nasionalisme dan Dekonolisasi di Asia Afrika dan Pengaruhnya Bagi Indonesia


Delima Afrilia Manulang/S/B

Pasca-Perang Dunia II, semangat untuk menentukan nasib sendiri dari Negara-negara jajahan sangat mendominasi Negara-negara Asia dan Afrika seperti India, Filipina, Turki, dan Mesir. Semangat untuk menentukan nasib sendiri ini juga menular ke Indonesia. Proses dekolonisasi Negara-negara Asia dan Afrika kemudian menjadi fenomena yang dominant pada akhir Perang Dunia II. Kondisi ekonomi dan politik Indonesia pun mengalami berbagai perubahan yang signifikan[1].

Runtuhnya kekuasaan kolonial di kawasan Asia dan Afrika ini menjadi awal dari berubahnya struktur politik global. Jumlah Negara-negara menjadi berkembang lebih banyak. Tercatat pada pasca Perang Dunia II jumlah Negara mencapai 51 negara, dan saat ini telah mencapai 192 negara. Proses dekolonisasi ini dipicu oleh adanya gerakan-gerakan nasionalisme yang berkembang di masing-masing Negara di Asia dan Afrika. Tercatat seperti Gerakan Turki Muda, Gerakan Nasionalisme Filipina, Gerakan Nasionalisme Cina, Gerakan Nasionalisme India, dan berbagai gerakan serupa yang muncul di Negara-negara seperti Cina, Jepang, Mesir, Libya,India, dan lainnya.

         1.         Nasionalisme di Jepang
Nasionalisme di Jepang muncul setelah kedatangan bangsa barat ke Jepang yang dipelopori oleh Komodor Matthew Calbraith Perry yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian Shimoda oleh Shogun Yoshinabu Tokugawa pada tahun 1854 yang isinya pelabuhan-pelabuhan Shimoda dan Hakodate dibuka untuk perdagangan bangsa asing. Sejak saat itu Jepang menjadi negara yang terbuka untuk bangsa barat dan bangsa-bangsa yang lain. Sebelumnya Jepang menerapkan politik isolasi yang membatasi kontak dengan bangsa lain. Pada waktu itu, di Jepang sedang terjadi gerakan anti Shogun (Shogun adalah pemerintahan yang bercorak militer yang dipimpin oleh seorang panglima tentara, Sering juga disebut dengan pemerintahan Bakufu artinya pemerintahan tentara di bawah Shogun). Para pendukung gerakan ini menginginkan kekuasaan pemerintahan diserahkan kembali kepada kaisar. Akhirnya pada tanggal 8 November 1867 Shogun meletakkan jabatannya dan menyerahkan kekuasaannya kepada kaisar Meiji atau Kaisar Mutsuhito. Pada masa pemerintahan kaisar Meiji dilaksanakn program restorasi yang bertujuan mengejar ketertinggalan bangsa Jepang terhadap bangsa lain, khusunya Barat.
Pembaharuan awal :
a)      Pada tanggal 3 Januari 1868 Kaisar Meiji mengumumkan dihapuskannya sistem pemerintahan bakufu.
b)      Kaisar Meiji membentuk Gen-fo-in (badan konstituante), yang bertugas menyusun undang-undang dan mengurus kehakiman.
c)      Untuk memperkokoh kedudukan pemerintah dan kesatuan bangsa Jepang maka Kaisar Meiji mengambil tindakan-tindakan berikut:
·         Memindahkan ibu kota negara dari Kyoto ke Tokyo
·         Diciptakan bendera kebangsaan Hinomaru
·         Syintoisme dijadikan agama negara
·         Diciptakan lagu kebangsaan Kimigayo
·         Semangat Busyido menjadi cita-cita umum rakyat Jepang
d)     Pada tanggal 6 April 1868 Kaisar Meiji mengumumkan proklamasi yang akan membentuk parlemen sebagai wakil rakyat.
e)      Tentara-tentara pribadi milik kaum bangsawan dibubarkan dan dibentuk tentara nasional Jepang.
Pembaharuan secara modern merupakan kelanjutan dari pembaharuan tahap pertama yang meliputi beberapa aspek yakni:
a.       Dalam bidang politik / pemerintahan dilakukan penghapusan sistem feodalisme dan membentuk pemerintahan yang bersifat desentralisasi agar pemerintahan menjadi kuat. Pada tahun 1889 diumumkan berlakunya Undang-Undang dasar negara Jepang parlemen (Gikai) yang terdiri dari 2 majelis yaitu majelis tinggi dan majelis rendah.
b.      Dalam bidang sosial menghapuskan sistem hukum yang berdasarkan pelapisan sosial dan menegakkan persamaan derajat.
c.       Dalam bidang militer, Kaisar Meiji membentuk Gunbatsu atau Departemen Pertahanan yang bertanggung jawab kepada kaisar. Setiap warga negara yang berusia 20 tahun dikenakan wajib militer. Persenjataan dibeli dari negara-negara Eropa Barat. Mengirim keluarga Satsuma untuk belajar pada Angkatan Laut Inggris dan keluarga Chosu untuk belajar pada Angkatan Darat Prusia (Jerman).
d.      Pada bidang pendidikan, Jepang mengirim mahasiswanya untuk belajar di negara-negara barat. Selain itu juga mendatangkan tenaga ahli dari negara-negara Barat. Tahun 1871 dibentuk Departemen Pengajaran, bertugas melakukan pembaharuan pendidikan dengan sistem Eropa Barat. Dikeluarkannya Undang-undang wajib belajar, bagi setiap anak yang berusia 6-14 tahun. Didirikan sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi di seluruh negeri jepang.
e.       Bidang Ekonomi dan industri, Dikeluarkan peraturan baru tentang kepemilikan tanah dan pajak pertanian, mendirikan laboratorium-laboratorium penelitian tanaman pertanian, mendatangkan ahli-ahli pertanian dan mesin-mesin pertanian modern dari Eropa Barat, mendatangkan mesin-mesin industri modern dari Inggris, meningkatkan hasil produksi teh dan sutera untuk memperoleh devisa negara , membangun pabrik, galangan kapal, pusat pembangkit listrik, jaringan telekomunikasi, jalan kereta api, dsb.
Akibat dari restorasi ini, jepang menjadi negara yang paling maju di kawasan Asia. Salah satu prestasi dari kemajuan di bidang militer adalah keberhasilan Jepang mengalahkan Rusia pada tahun 1905[2].

         2.         Nasionalisme di Cina
Akibat kalah pada perang candu Cina yang saat itu dikuasai dinasti manchu harus menandatangani perjanjian nanking yang isinya antara lain :
a.       Cina harus menyerahkan Hongkong ke Inggris.
b.      Cina harus membayar kerugian kepada pedagang Inggris yang barang dagangan (candu) telah dibakar.
c.       Pelabuhan Kanton dan beberapa pelabuhan lainnya dibuka untuk perdagangan dengan Inggris
Pada tahun 1900 terjadi pemberontakan Boxer, sebagai wujud kebencian rakyat Cina terhadap orang-orang barat yang menduduki tanah airnya. Pemberontakan ini dipimpin oleh Ratu Tshe -Shi. Akan tetapi pemberontakan boxer berhasil dipadamkan oleh bersatunya bangsa bangsa Eropa di Cina. Kekalahan-kekalahan yang di derita oleh kekaisaran Cina dalam menghadapi bangsa Asing menyadarkan jiwa nasionalisme rakyat Cina untuk menentang penjajahan. Muncullah tokoh nasional Cina yaitu Dr. Sun Yat sen. Dasar perjuangan Sun Yat Sen di kenal dengan " San Min Chu-i atau tiga asas kerakyatan yang meliputi:
a)      Nasionalisme atau kebangsaan.
b)      Demokrasi atau kedaulatan rakyat.
c)      Sosialisme atau kesejahteraan sosial
Pada tanggal 2 Januari 1912 Sun Yat Sen memproklamasikan berdirinya Republik Cina yang berpusat di Kanton. Presiden pertamanya adalah Yuan Shih Kai (1912-1916) yang kemudian digantikan oleh Sun Yat Sen (1916-1925).

         3.         Nasionalisme di India
Gerakan nasionalisme di India muncul pada tahun 1885 dengan di tandai berdirinya All Indian National Congress, atau biasa disebut Congress. Congress adalah semacam majelis rakyat yang di dalamnya terdapat wakil-wakil dari golongan hindu, Budha, dan Islam. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain Mahatma Gandhi, Ali Liqut Khan, Jawaharlal Nehru, Mohammad Ali Jinnah, B.G Tilaq dan Banerjee. Di antara mereka yang paling menonjol adalah Mahatma Gandhi, dengan dasar perjuangannya sebagai berikut:
a.       Ahimsa yaitu melakukan gerakan perlawanan tanpa menggunakan kekerasan.
b.      Hartal yaitu gerakan yang bersifat pasif atau disebut juga mogok kerja.
c.       Satyagraha yaitu gerakan cinta tanah air dengan tidak bekerja sama dengan penjajah.
d.      Swadesi yaitu menggunakan barang produksi dalam negeri
Selain 4 dasar tersebut, terdapat juga gerakan-gerakan perlawanan antara lain:
1)      Gerakan Sosial Brahma Samaj yang dipimpin oleh raja Ramohan Ray. Gerakan ini bertujuan untuk menghapuskan adat tradisi kuno, aturan kasta dan mengajar dasar monotheisme dalam agama Hindu.
2)      Gerakan pendidikan Santiniketan yang dipimpin oleh Rabindranath Tagore, penyair besar bangsa India. Gerakan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan budaya India.
3)      The Great India Mutiny (Pemberontakan Sipahi), yaitu pemberontakan bersenjata para prajurit EIC yang mendapat dukungan dari rakyat. Pemberontakan ini dipimpin oleh Bahadur Syah, raja Moghul di India.

         4.         Nasionalisme Filipina
Pada tahun 1898 pecahlah pemberontakan Katipunan dari rakyat Filipina melawan Spanyol. Pemberontakan ini merupakan awal dari gerakan nasionalisme di Filipina. Dipimpin oleh Yose Rizal yang akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Spanyol. Nasionalisme Filipina dilanjutkan oleh pemimpin Emilio Aqunaldo yang berhasil mendirikan Liga Pembebasan Filipina dan pada tanggal 12 Juni 1898 memproklamasikan Republik Filipina Merdeka. Filipina jatuh ke tangan Amerika serikat dari tangan Spanyol. Untuk menyiapkan kemerdekaan Filipina maka Amerika serikat mengeluarkan Undang-Undang "The Tydings Mc Duffie Act" pada tahun 1934. Berdasarkan undang-undang ini Filipina mendapat status Commonwealth selama 12 tahun. Sebagai realisasi The Tydings Mc Duffie Act, kemerdekaan Filipina dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1946 dengan presiden pertama Manuel Roxas.

         5.         Nasionalisme Turki
Pemerintah Turki yang sangat lemah mendapat julukan "The Sick Man from Europe". Pada tahun 1919 muncullah gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha, tujuannya adalah untuk mengusir kekuatan sekutu dan rezim lama yang lemah. Pada tanggal 23 Juli 1923 ditandatangani perjanjian Laussane antara Turki dan Sekutu yang isinya:
         1.         Thracia Timur dikembalikan ke Turki.
         2.         Turki melepaskan semua daerah yang penduduknya bukan bangsa Turki, yaitu Arab yang menjadi negara merdeka, Libia diambil alih Italia, Mesir, Palestina, Irak dan Siprus diambil alih oleh Inggris, Suriah dan Libanon diambil alih oleh Prancis.
         3.         The Straits (selat) terbuka untuk semua kapal.
         4.         Semua hak ekstrateritorial bangsa asing dihapuskan.
         5.         Tidak ada keharusan bagi Turki untuk mengurangi angkatan perangnya.
         6.         Turki tidak perlu membayar kerugian perang.
         7.         Turki harus melindungi minoritas
Mustafa Kemal Pasha berupaya menjadikan Turki republik modern. Kebijakannya untuk memodernkan Turki yaitu dengan :
·         Menyusun undang-undang dasar baru.
·         Melaksanakan ekonomi etatisme.
·         Melaksanakan rencana pembangunan lima tahun.
·         Huruf Arab diganti dengan huruf latin.
·         Melaksanakan pemerintahanan sekuler.

         6.         Nasionalisme Mesir
Pada tahun 1881 timbul pemberontakan rakyat di Mesir yang dipimpin Arabi Pasya. Peristiwa ini merupakan kebangkitan semangat kebangsaan Mesir, yang kemudian berkembang dalam bentuk gerakan pembaharuan dalam Islam, yang dikenal dengan Gerakan Salafiah, dipelopori oleh para alim ulama seperti Jamaluddin Al Afghani, Syah Muhammad Abduh, dan lain-lain. Pada bulan februari 1922 Inggris menyatakan kemerdekaan Mesir.

         7.         Nasionalisme di Libya
Di Libya, prgerakan nasionalisme dipelopori oleh Raja Idris El-Sanusi. Ia mulai memimpin perjuangan rakyat Libya dalam melawan dominasi penjajahan Italia tahun 1916. Keberhasilan pergerakan nasionalisme yang dipimpin olehnya tercapai pada tahun 1949. Ia memelopori pendeklarasian Libya sebagai Negara merdeka dengan menetapkan Tripoli sebagai ibukota Negara. Peristiwa itu terjadi dengan seiring kalahnya Italia pada Perang Dunia II. Idris El-Sanusi juga berperan dalam memersatukan Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica tahun 1949. Meskipun tersingkir dari kudeta militer yang dipimpin oleh Muammar Khadafi di tahun 1969, Idris telah berhasil memimpin perjuangan nasionalisme Libya.

         8.         Nasionalisme di Birma (Myanmar)
Di Birma (Myanmar), proses dekolonisasi berlangsung dalam rangka melepaskan diri dari jajahan Inggris. KolonialInggris menjajah Birma sejak 1886 hingga 1942. Penjajahan Inggris di Birma mempunyai peran dalam meningkatkan rasa nasionalisme rakyat Birma dalam menentang pemerintahan kolonial ini. Meningkatnya nasionalisme rakyat Birma dipicu oleh pindahnya pemerintahan colonial Inggris dari kota Mandalay ke kota Yangoon tahun 1886. Kota Yangoon digunakan Inggris sebagai subbagian dari pemerintahan Inggris di India.
Akibatnya, banyak warga India yang bermigrasi ke Birma. Di sisi lain, di bawah pemerintahan colonial Inggris, Birma menjadi salah satu Negara pengekspor beras terbesar di dunia. Hal ini membuat Birma mengalami masalah disintegrasi social. Penyebabnya karena system perekonomian tersebut tidak dikuasai oleh rakyat Birma, melainkan oleh pemerintah colonial Inggris. Pergerakan nasionalisme pun mulai muncul. Salah satunya adalah pergerakan yang bernama Young Men's Buddhist Association atau Asosiasi Pemuda Budha. Perwujudan aksinya adalah dengan melakukan demonstrasi dan pemogokan kerja, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik dan pemerintahan Negara bentukan Inggris. Hal itu dilakukan untuk melancarkan reformasi total di Birma. Mereka juga melakukan agitasi mengenai pentingnya pemisahan diri dari India dan pembentukan Negara Birma merdeka.
Munculnya pergerakan nasionalisme masyarakat Birma tidak hanya terjadi di perkotaan, melainkan juga di pedesaan di derah pedesaan, muncul gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Inggris yang bernama Saya San Rebellion pada 1930 hingga 1932. Pergerakan inimendapat dukungan yang kuat dari rakyat Birma, meskipun tidak lama kemudian diberantas habis oleh pemerintahan kolonial Inggris. Akan tetapi bibit-bibit penggerak kemerdekaan Birma lainnya pu bermunculan. Para penggerak ini lazimnya adalah aktivis dari kalangan mahasiswa atau yan biasa disebut dengan Thakin. Salah satu Thakin yang menonjol adalah U Aung San. Ia adalah mantan prajurit yang dididik oleh Jepang dan kemudian membentuk Burma Independence Army (BIA), atau Tentara Pembebasan Birma. Meskipun BIA membantu Jepang untuk menginvasi Birma pada masa Perang Dunia II, pergerakan ini kemudian menjadi pelopor dalam menyingkirkan penjajahan Jepang dari Birma. Pada proses deklnisasi Jepang dari Birma, BIA mengubah namanya menjadi Anti-Fascist People's Freedom League (AFPFL). Kemerdekaan Birma kemudian da proklamirkan pada 4 Januari 1948. presiden pertamanya adalah Sao Shwe Thaik, dengan perdana mentri Thakin Nu.

Pengaruhnya Bagi Indonesia
Transformasi politik di kawasan Asia dan Afrika pasca-Perang Dunia II memiliki kecenderungan berupa faham sosialisme yang cukup mendominasi. India, Birma, bahkan Indonesia sekalipun memiliki unsur sosialisme yang sangat kental di dalam pergerakan nasionalismenya . Di India, pemerintahan Pandit Jawaharlal Nehru yang berlangsung pada masa awal kemerdekaan India sangat bernuansa sosialis demekian pula Birma, unsure komunisme berperan cukup besar. Mayoritas kursi pemerintahan Birma oleh orang-orang berpemikiran sosialisme-komunisme. Di Indonesia, faham komunisme berkembang dengan dibentuknya Partai Komunis Indonesia pada masa pergerakan nasional, tetapi surut pada masa pendudukan Jepang. Gerakan komunis muncul lagi pasa Perang Dunia II ketika terjadi pemberontakan komunis pada 1948 di Madiun[3].
            Berbagai nasionalisme dan dekonolisasi yang terjadi di kawasan Asia-Afrika, memberikan dampak atau pengaruh yang besar bagi Indonesia, khususnya semangat juang Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
Nasionalisme di Indonesia dalam perspektif sejarah
Versi sejarah yang sekian lama diakui menetapkan bahwa perlawanan politik pertama adalah pembentukan organisasi yang dikenal dengan Boedi Oetomo (Budi Utomo) pada 20 Mei 1908, peristiwa itu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Agaknya versi ini layak ditinjau ulang, Boedi Oetomo sesungguhnya tidak mencerminkan kebangsaan tetapi kesukuan. Organisasi tersebut membatasi keanggotaannya hanya untuk suku Jawa dan Madura serta lapisan elit pula. Penulis cenderung berpendapat bahwa organisasi yang cocok dinilai berskala nasional adalah Jamiyyatul Khairiyyah. Walaupun para pembentuknya adalah keturunan Arab tetapi terbuka untuk kaum Muslim, umat mayoritas di Indonesia. Lagi pula dibentuk lebih dahulu dari Boedi Oetomo yaitu tahun 1901.
Pembentukan organisasi dengan berbagai faham atau bidang segera terjadi, antara lain Serikat Dagang Islam (kelak Partai Syarikat Islam Indonesia), Indische Partij, Muhammmadiyah, Nahdhatul 'Ulama, Partai Nasional Indonesia, Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, dan lain-lain.
Di kalangan orang Belanda ternyata ada perselisihan pendapat tentang memperlakukan Indonesia di masa depan. Ada suara-suara yang menginginkan hubungan Belanda dengan wilayah jajahannya terutama Indonesia berubah lebih manusiawi dibanding sebelumnya. Pendapat tersebut memiliki dasar bahwa Belanda telah sangat berhutang budi kepada Indonesia, Belanda telah mengambil banyak dari Indonesia sekaligus nyaris tidak memberi apapun[4].
Desakan mengubah sikap tersebut, menghasilkan kebijakan baru berdasar pidato Ratu Wilhelmina yang dikenal dengan sebutan de etische politiek atau eereschuld, yang sering diartikan dengan politik balas budi.
Berbagai perangkat mengalir dari Belanda ke Indonesia, dan berbagai proyek untuk membenahi taraf hidup rakyat diwujudkan semisal pembangunan sekolah, irigasi, telekomunikasi dan sebagainya. Pendidikan kelak menghasilkan lapisan masyarakat terdidik yang justru kurang diinginkan oleh tatanan kolonial, karena kelak para intelek tersebut akan membangkitkan kesadaran rakyat jajahan untuk menuntut hak.
Seiring waktu berjalan, gerakan politik anti kolonial kelak terbagi berdasar suku, daerah dan agama. Tetapi ada tiga kelompok besar gerakan tersebut yaitu nasionalis, agamis dan komunis, mereka menjadi campuran dahsyat sekaligus goyah melawan kolonial. Setelah proses dekolonisasi selesai, perpecahan antara tiga kelompok tersebut semakin hebat.
Dari kelompok nasionalis sangat dikenal Partai Nasional Indonesia, partai ini dibentuk tahun 1927 oleh Soekarno (1901-1970), yang kelak presiden pertama Republik Indonesia (1945-1967). Dari kelompok agamis sangat dikenal Partai Syarikat Islam Indonesia dengan tokoh kharismatis (walaupun bukan pembentuk) yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Dari kelompok komunis agaknya cuma ada satu organisasi yaitu Partai Komunis Indonesia dengan tokoh terkemuka Semaoen, Alimin dan Muso[5].
Pembentukan berbagai organisasi tersebut di atas mungkin dapat dianggap sebagai Renaissance dan Aufklarung (Pencerahan) bagi rakyat. Berangsur-angsur rakyat bangkit kesadarannya akan martabat sebagai manusia, antara lain bahwa penjajahan merupakan barang haram.
Kebangkitan nasional tidak terlepas dari suasana internasional. Awal abad ke-20 dunia Timur bangkit melawan keunggulan Barat. Jepang misalnya, dengan sigap melaksanakan modernisasi yang dikenal dengan Restorasi Meiji sehingga terhindar dari penjajahan Barat. Pada awal abad ke-20 hasilnya dapat dirasakan, sekitar 90 persen warga Jepang melek huruf. Jepang pulalah yang mengejutkan dunia dengan kemenangannya melawan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang (1904-1905). Perang tersebut dianggap sebagai konflik besar pertama abad ke-20, Jepang telah membuktikan bahwa Barat dapat dikalahkan.
Prestasi meruntuhkan mitos keunggulan Barat kembali diraih Jepang pada Perang Pasifik. Hanya perlu 8 bulan Jepang merebut jajahan Barat tapi perlu waktu sekitar 3,5 tahun bagi Barat untuk mengalahkan Jepang setelah bertempur dahsyat.
Kebangkitan Cina lebih rumit, revolusi melawan Dinasti Manchu (1644-1912) menjerumuskan Cina dalam perang saudara berkepanjangan bercampur Perang Cina-Jepang II (1937-1945). Revolusi membagi Cina menjadi dua negara yang bermusuhan yaitu Republik Cina (Taiwan) dan Republik Rakyat Cina.
Pemberontakan Sipahi (1857-1858) atau Revolusi India yang dapat ditumpas Inggris menempatkan India langsung dalam pengawasan pemerintah Inggris, bukan lagi perusahaan East India Company. Rezim kolonial segera mengirim para zending dan missie untuk lebih giat memasukkan pengaruh Barat ke India.
Para elit India menanggapi cengkeraman kolonial dengan membentuk All Indian National Congress (1885) yang kelak dikenal dengan Partai Kongres. Sekelompok wakil Muslim di organisasi tersebut kemudian keluar dan membentuk Liga Muslim.
Di antara para tokoh kemerdekaan kelak tampil paling menonjol tiga orang yaitu Mahatma Gandhi, Jawaharlal Nehru dan Muhammad 'Ali Jinnah. Perpecahan antara Gandhi-Nehru di satu fihak dengan Jinnah di fihak lain mempertegas perbedaan lama antara Hindu dengan Muslim, berakibat India terbagi menjadi India dan Pakistan
Gerakan Wahhabiy di Arabia sejak abad ke-18 masuk ke Indonesia dan sempat mengobarkan Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera dan pembentukan Muhammadiyah di Jawa. Faham Wahhabiy memurnikan pemahaman dan pengamalan Islam dari berbagai faham yang bertentangan semisal tahyul, bid'ah, churafat (kini khurafat) dan syirik.
Demikian sekilas uraian kebangkitan di luar negeri yang sedikit banyak mempengaruhi bangsa Indonesia untuk bangkit sebagai bagian kebangkitan besar Timur. Pelajaran yang dapat diambil dari periode penjajahan adalah kelengahan akibat prestasi panjang nyaris selama 7000 tahun berakibat kecolongan oleh Barat. Untuk pertama kalinya, Timur mengalami keterputusan masa jaya sejak awal abad ke-19. Ketertinggalan itulah yang dicoba untuk dikejar oleh Timur sejak awal abad ke-20.
Usaha meraih titik temu antara kepentingan nasional Indonesia dengan kepentingan kolonial Belanda pernah terjadi dengan pembentukan "Gapi" (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1939. Gerakan tersebut mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk memberi hak membentuk parlemen Indonesia atau tegasnya pemerintahan Indonesia di dalam lingkungan Kerajaan Belanda, namun rezim kolonial menolak. Indonesia terlalu berharga untuk diberi hak mengatur diri sendiri walaupun masih dalam lingkup kerajaan karena tatanan kolonial yang menempatkan secara tegas Belanda sebagai majikan dan Indonesia sebagai pelayan sangat menguntungkan Belanda. Belanda justru makin memperketat pengawasan para aktivis kemerdekaan mengingat dunia di ambang perang besar yang disebut "Perang Dunia ke-2". Jerman nampak bernafsu menaklukan Eropa (tentu termasuk Belanda) dan Jepang nampak bernafsu menaklukan Asia (tentu termasuk Indonesia).

DAFTAR PUSTAKA :
[1] Nana Supriatna, dkk, 1998, IPS Terpadu Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.
[3] Sumaryo Suryokusumo, 2006, Politik Luar Negeri R.I dalam Menghadapi Perkembangan di Afrika, Universitas Michigan : Alumni, 1985.
[4] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional Indonesia: Kemunculan Penjajahan di Indonesia ±1700-1900, Jakarta: PT Balai Pustaka, 2008.
[5] Marwati Djoened Poesponegoro,Sejarah Nasional Indonesia volume IV, Jakarta : Depdikbud. 1982.

No comments:

Post a Comment