GIRI HANDITO MAHATERA/S IV/A
Gerakan Rakyat  Indonesia atau  yang kita kenal dengan sebutan  Gerindo adalah salah satu organisasi pergerakan atau sebuah partai yang  didirikan oleh Sartono. Gerindo berdiri tepatnya pada tanggal 24 Mei 1937, yang  di bentuk oleh bekas-bekas anggota Partindo. Gerakan Rakyat Indonesia juga  terbentuk karena organisasi pergerakan  sebelumnya yaitu Partai Indonesia mengalami permasalahan dan konflik dalam  tubuh organisasinya sehingga Partindo dibubarkan. [1]
            Permasalahan  yang terjadi dalam tubuh partai Partindo adalah ketika partindo menggunakan suatu  daftar usaha, lengkap mengenai hal-hal sosial, ekonomi dan politik yang  semuanya harus menyamakan semua derajat untuk menuju Republik Indonesia. Tetapi  pemerintah Kolonial Belanda melakukan tindakan dengan memperkeras pengawasan  polisi dalam rapat-rapat yang di adakan Partindo, memberikan larangan bagi  pegawai negeri untuk menjadi anggota partai, larangan untuk mengadakan  persidangan di seluruh Indonesia, menangkap Ir. Soekarno, penangkapan tersebut  menyebabkan  Partindo masuk pada masa  dimana tidak ada kegiatan yang dilakukan sehingga banyak Partai Politik yang  menyuarakan agar Partindo di bubarkan.
            Dengan  di bubarkannya partai Partindo dan dimintanya berdiri partai yang baru membuat  ketua Partindo yaitu Sartono dengan di bantu oleh Sanusi Pane dan Moh Yamin  kembali membuat organisasi pergerakan yang baru yaitu organisasi yang mereka  beri nama Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDO). Tujuan partai ini masih sama  dengan partai Indonesia namun bedanya partai Gerindo ini menjunjung azas  kooperatif atau bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda, tetapi tetap  bersikap tegas terhadap pemerintah Belanda, sebagai perkumpulan untuk  masyarakat umum yang berusaha mencapai bentuk pemerintahan negara berdasarkan  kemerdekaan di bidang politik, sosial, dan ekonomi.
            Dengan  lahirnya Gerindo disambut Gembira oleh para bekas anggota Partindo. Dalam waktu  yang singkat mereka mendirikan cabang-cabang, cabang-cabang Gerindo tersebar  hampir merata di seluruh Indonesia. Pada umumnya suatu cabang partai Partindo  secara otomatis menjadi cabang Gerindo. Pemerintah kolonial masih berusaha  menghambat perkembangannya. Kecurigaan pemerintah Kolonial terhadap para mantan  anggota Partindo tidak hilang sehingga beberapa rapat pendirian cabang Gerindo  di bubarkan.[2] 
 Dengan lahirnya Partai Gerindo maka lahirlah  partai sayap kiri Pergerakan Nasional dengan wajah yang berbeda yaitu  Kooperatif , dengan azas kebangsaan dan kerakyatan untik mencapai Kemerdekaan  Nasional, yang tidak membedakan baik dari garis keeturunan ataupun kelas sosial,  mengaggap semuanya sama. Untuk mencapai tujuannya partai Gerindo membing rakyat  agar bisa mencapai tujuan yang mereka harapkan, hingga masyarakat sampai pada  tingkat keinsyafan politik, sosial, dan ekonomi. Terutama di bidang politik  karena mereka menganggap bidang politik adalah bidang yang mampu membawa  rakyat  kepada tatanan ekonomi dam sosial  yang utama.
Gerindo menjunjung  tinggi Demokrasi menggambarkan tujuan politik sebagai suatu parlemen yang  sepenuhnya bertanggung jawab kepada masyarakat Indinesia, tujuan ekonomi  sebagai susunan ekonomi yang berdasarkan kooperasi di bawah pengawasan negara.  Tujuan sosial sebagai suatu pandangan hidup berdasarkan hak dan kewajiban yang  sama antara semua masyarakat.[3]
Partai Gerindo lebih  bersifat fleksibel terhadap pemerintah, Amir  Syarifuddin  merupakan salah sorang tokoh yang merupakan pendiri Gerindo yang mengalihkan  haluan partai politik ini dari haluan non-kooperatif menjadi partai yang  berhaluan kooperatif. Gerindo merupakan tempat berkumpulnya golongan kiri  dan dalam hal ini Amir Syarifuddin mengambil  bidang pers dan pendidikan. Karena sejak berdirinya Gerindo berpandangan bahwa  faktor utama penyebab ketengan situasi Internasional pada saat itu adalah  pertarungan di antara kekuatan kelompok deokratis dengan kekuatan kelompok  fasis. Jadi menurut mereka untuk memerangi fasisme, karena Belanda dan  Indonesia sama-sama menganut paham Demokratis harus bersatu atas dasar kesamaan  pokok tanpa harus mempermasalahkan perselisihan- perselisihan kecil, jadi  perbedaan yang terdapat pada aham fasisme dengan paham demokratis adalah jauh  lebih besar dari pada perbedaan warna kulit, oleh karena itu partai Gerindo  tidak mempermasalahkan warna kulit dan mereka mau menerima etnis Tionghoa  menjadi anggota Gerindo.
Dalam mencapai tujuannya  partai Gerindo mengadakan beberapa kongres diantaranya kongres Gerindo yang  pertama diadakan di Jakarta  pada tanggal 20 samapai 24 Juli 1938 kongres ini delaksanakan sebagai bentuk  dari kerja nyata dari suatu organisasi pergerakan yang peduli terhadap  perubahan sosial masyarakat pribumi. Dalam hal ini Amir Syarifuddi juga  menyumbangkan pemikirannya  dengan  kata-kata untuk selogan  spanduk yaitu  "Oposisi Loyal" dan sejak saat itu tujuan partai bukan lagi partai itu sendiri  tetapi Demokrasi dan di perbolehkan   anggotanya untuk berpartisipasi dalam institusi kolonial. 
Kongres yang diadakan  di Jakarta tersebut menghasilkan pembentukan PERI (penuntun Ekonomi Rakyat  Indonesia) yaitu perkumpulan ekonomi berdasarkan Demokratis Nasionalisme. Program  kerjanya diantaranya yaitu memperbaiki harga-harga hasil bumi dan menurunkan  harga-harga barang keperluan rakyat dan perluasan kesempatan kerja. Partai  Gerindo tidak hanya mengadakan satu kali kongres saja, apabila kongresnya yang  pertama diadakan di kota Jakarta tetapi tidak sama halnya dengan kongresnya  yang kedua, kongres Gerindo yang kedua di adakan di kota lain yaitu di kota  palembang.
Kongres yang diadakan  di palembang yaitu pada tanggal 1 dan 2 Agustus 1939, pada kongres kedua yang  diadakan oleh Gerindo yang menjadi tuan rumahnya adalah Gerindo cabang  Palembang dan disambut dengan antusias oleh gerindo cabang Palembang. Dalam  kongres yang diadakan di Palembang ini diambil keputusan berupa penerimaan  peranakan baik itu keturunan Eropa, tionghoa, maupun peranakan Arab, untuk  menjadi anggota partai Gerindo.  Selain  penerimaan peranakan dalam kongres ini juga di ambil keputusan mengenai batas  upah yang rendah dan tunjangan bagi para pengangguran, keputusan ini di ambil  dalam rangka menyetujui masuknya partai Gerakan Rakyat Indonesia ke dalam GAPI  (Gabungan Politik Indonesia).
Setelah kongres yang  pertama dan kedua, masih ada kongres yang di adakan oleh partai Gerindo yaitu  kongres yang ke tiga yang dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 12 Oktober 1941.  Dalam kongres ketiga yang diadakan oleh Gerindo ini diputuskan bahwa Gerindo  hendak mendirikan sebuah partai yaitu Partai Buruh Politik Indinesia yang baru.  Akan tetapi rencana tersebut tidak terealisasikan karena sudah ada partai  Gerindo, hal tersebut di lakukan karena menurut mereka Gerindo bukan hanya  sekedar partai polik saja tetapi Gerindo berusaha untuk mencapai suatu bentuk  masyarakat yang memiliki bukan hanya demokrasi politik saja tetapi juga  demokrasi di bidang ekonomi dan sosialnya. Dari kongres yang ketiga ini juga  diambil keputusan untuk membebaskan pemimpin Indonesia yang sudah di  asingkan.  Kita melihat bahwasanya yang  di fokuskan oleh Partai Gerindo adalah kemenangan di bidang politik, karena  menurut mereka kemenangan di bidang politik merupakan jalan untuk kemenangan di  bidang lainnya.
Tetapi walaupun  demikian bidang ekonomi juga tidak bisa di lupakan karena ekonomi ikut  menunjang bidang politik, susunan ekonomi yang baik akan sangat berpengaruh  terhadap bidang politik dan sosial. Sehingga membuat hubungan antara politik,  ekonomi, dan sosial merupakan tali penghubung   yang saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga sangat sulit untuk  di pisahkan. Meskipun perkembangan partai Gerindo mengalami kemajuan yang pesat  dalam mencapai tujuannya tetapi tidak menuntup kemungkinan bahwa Gerindo akan  memiliki nasib yang sama dengan partai yang lainnya yaitu terjadi konflik dalam  batang tubuh Partai Gerindo.
Konflik yang terjadi  dalam tubuh Partai Gerindo dimulai ketika Moh. Yamin mencalonkan diri sebagai  anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia- Belanda) untuk mewakili golongan  Minangkabau yang tidak mau bekerja sama  dengan  Gerindo. Pencalonan tersebut menimbilkan keonaran dalam partai Gerindo sehingga  membuat pengurus besar mengadakan pemecatan sementara terhadap Muh. Yamin.[4]
Keputusan yang diambil  oleh Muh. Yamin dia tidak menyadari bahwa dia telah masuk ke dalam jebakan  pemerintah Hindia Belanda, yaitu di jadikan sebagai alat untuk memecah belah barisan  kulit berwarna.  Permohonan Muh. Yamin  memang di kabulkan sebagai anggota Volksraad tetapi dengan masuknya beliau  sebagai anggota Volksraad membuat dirinya di pecat dari keanggotaan Gerindo  secara tidak hormat dan dianggap sebagai suatu bentuk penghianatan terhadap  partai Gerindo.
NOTES
[2] Poesponegoro, Marwati Djoened  (1992). Sejarah Indonesia V. Balai Pustaka. Jakarta. Hal 379
[3] Poesponegoro, Marwati Djoened  (1992). Sejarah Indonesia V. Balai Pustaka. Jakarta. Hal 379
Daftar pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoned. Sejarah  Nasional Indonesia V, Jakarta, Balai Pustaka, 1992
Zed, Mestika. 2003. Kepialangan  Politik dan Revolusi. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia
Onghokman, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakara, PT. Gramedia, 1989