KEBUDAYAAN SUKU KUBU


Ibrahim Gani/SR/A
            Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi. Mereka tersebar secara mengelompok di daerah pedalaman hutan pada beberapa kabupaten yang tergabung dalam wilayah provinsi Jambi, yakni : Bungo Tebo, Sarolangun Bangko dan Batanghari.  Suku Kubu termasuk ras mongoloid yang termasuk dalam migrasi manusia pertama dari proto melayu. Perawakannya rata-rata sedang, kulit sawo matang, rambut agak keriting, telapak kaki tebal, laki-laki dan perempuan dewasa banyak makan sirih.
            Sejarah Suku Kubu atau Suku Anak Dalam masih penuh dengan misteri, karena tidak ada yang dapat memastikan asal-usul mereka. Hanya beberapa teori dan carita dari mulut ke mulut para keturunan yang bisa menceritakan sejarah mereka. Secara lisan Suku Kubu selalu diturunkan oleh leluhur. Tengganai Ngembar (80), pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi, mendapat dua versi cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para terdahulu. Ia memperkirakan dua versi ini punya keterkaitan.Yang pertama, leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat, yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Barisan. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Sedangkan versi kedua, penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan karena kondisi keamanan tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai di Pagaruyung, mereka pun menetap di hutan itu.
Versi kedua ini lebih banyak dikuatkan dari segi bahasa, karena terdapat sejumlah kesamaan antara bahasa rimba dan Minang. Orang Rimba juga menganut sistem matrilineal, sama dengan budaya Minang. Dan yang lebih mengejutkan, Orang Rimba mengenal Pucuk Undang Nang Delapan, terdiri atas hukum empat ke atas dan empat ke bawah, yang juga dikenal di ranah Minang. Di Kabupaten Tanah Datar sebagai pusat Kerajaan Pagaruyung sendiri, terdapat sebuah daerah, yaitu Kubu Kandang. Merekalah yang diperkirakan bermigrasi ke beberapa wilayah di Jambi bagian barat.
Mereka hidup seminomaden, karena kebiasaannya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Tujuannya, bisa jadi "melangun" atau pindah ketika ada warga meninggal, menghindari musuh, dan membuka ladang baru. Orang Rimba tinggal di pondok-pondok, yang disebut sesudungon, bangunan kayu hutan, berdinding kulit kayu, dan beratap daun serdang benal. Mereka juga berburu hewan untuk memenuhi kebutuhan dan meramu hasil hutan di sekelilingnnya. Kehidupan mereka terganggu  dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan proses marginalisasi yang di lakukan oleh pemerintah dan suku bangsa yang dominan. Mereka sehari-harinya tanpa baju, kecuali cawat penutup kemaluan. Rumahnya hanyalah beratap rumbia dan dinding dari kayu. Cara hidup dengan makan buah-buahan di hutan, berburu, dan mengonsumsi air dari sungai yang diambil dengan bonggol kayu. Makanan mereka bukan hewan ternak, tetapi kijang, ayam hutan, dan rusa.
Hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2004 menyatakan, jumlah keseluruhan Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Barisan ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian dinyatakan kawasanTaman Nasional Bukit Barisan, terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun. Hingga tahun 2006, paling sedikit terdapat 59 kelompok kecil Orang Rimba. Beberapa ada yang mulai hidup dan menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana nenek moyang dahulu.
Selain di Taman Nasional Bukit Barisan, kelompok- kelompok Orang Rimba juga tersebar di tiga wilayah lain. Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir, Sumatera Selatan, sekitar 8.000 orang. Mereka hidup pada sepanjang aliran anak-anak sungai keempat (lebih kecil dari sungai tersier), seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Ada juga yang hidup di Kabupaten Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak, dan Kembang Bungo, jumlahnya sekitar 1.200 orang. Kelompok lainnya menempati Taman Nasional Bukit Tigapuluh, sekitar 500 orang. Karena tidak dekat dengan peradaban dan hukum modern, Orang Rimba memiliki sendiri hukum rimba. Mereka menyebutnya seloka adat.
Kisah yang dituturkan Ngembar tak berbeda jauh dengan warga Suku Anak Dalam (SAD) di kawasan lain TNBD. Tumenggung Tarib, pimpinan di salah satu rombongan SAD, mengemukakan bahwa mereka adalah keturunan Kerajaan Pagaruyung (dharmacraya) yang merantau ke Jambi. Untuk sejarah lisan ini, menurut Tarib, diturunkan sampai enam generasi ke bawah. Menurut Johan Weintre, salah seorang peneliti antropologi asal Australia, yang juga pernah menetap di hutan rimba Taman Nasional Bukit Dua belas (TNBD), menuliskan, Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka serta melakukan perniagaan dan memiliki hubungan sosial dengan mancanegara, termasuk Tiongkok dan Chola, sebuah kerajaan di India Selatan. Sekitar tahun 1025, Kerajaan Chola menyerang Kerajaan Sriwijaya dan menguasai daerahnya. Lalu sebagian penduduk yang tidak ingin dikuasai penjajah, mengungsi ke hutan. Mereka kemudian disebut kubu, membangun komunitas baru di daerah terpencil. Sebenarnya, masyarakat SAD tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain di sekitarnya. Pengaruh Minang tidak hanya lekat di sana, namun juga pada daerah sekitarnya, wilayah Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, dan Muaro Tebo, yang mengitari kawasan TNBD.
Salah satu buktinya, masyarakat adat melayu kuno di Kuto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, juga memegang hukum adat Pucuk Undang Nang Delapan dari Minang, dan menganut sistem matrilineal. Sejarah mereka juga kaum pelarian pada Perang Sriwijaya.Kehidupan Suku Anak Dalam sangat dipengaruhi oleh aturan-aturan hukum yang sudah diterapkan dalam bentuk seloko-seloko yang secara tegas dijadikan pedoman hukum oleh para pemimpin Suku, khususnya Tumenggung dalam membuat suatu keputusan. Orang Rimba memang tidak jauh dari Pucuk Undang Nang Delapan, yang dibawa dari minang. Aturan rimba sendiri melarang adanya pembunuhan, pencurian, dan pemerkosaan. Inilah larangan terberat, yang jika dilanggar akan dikenai hukuman 500 lembar kain. Jumlah kain sebanyak itu dinilai sangat berat, dan sangat sulit disanggupi, karenanya Orang Rimba berusaha untuk mematuhi. Seloko juga menjadi pedoman dalam bertutur kata dan bertingkah laku serta dalam kehidupan bermasyarakat Suku Anak Dalam. Bentuk seloko itu antara lain:
1.Bak emas dengan suasa .
2.Bak tali berpintal tigo
3.Yang tersurat dan tersirat
4.Mengaji di atas surat
5.Banyak daun tempat berteduh
6.Meratap di atas bangkai
7.Dak teubah anjing makan tai (kebiasaan yang sulit di ubah )
8.Dimano biawak terjun disitu anjing tetulung (dimano kita berbuat salah disitu adat yang dipakai).
9.Dimano bumi di pijak disitu langit di junjung (dimana kita berada, disitu adat yang kita junjung, kita menyesuaikan diri)
10.Bini sekato laki dan anak sekato Bapak (bahwa dalam urusan keluarga sangat menonjol peran seorang laki – laki atau Bapak )
11.Titian galling tenggung negeri (Tidak ke sini juga tidak kesana/labil)
Seloko-seloko adat ini menurut mereka tidak hilang dan tidak pernah berubah. Seloko-seloko adat dan cerita asal usul mereka adalah cerita Tumenggung Kecik Pagar Alam Ngunci 80 tahun lebih.
Selain itu Suku Kubu juga memiliki kebudayaan lain, yaitu besale. Asal kata besale sampai saat ini belum diketahui, namun demikian dapat diartikan secara harafiah duduk bersama untuk bersama-sama memohon kepada Yang Kuasa agar diberikan kesehatan, ketentraman dan dihindarkan dari mara bahaya. Besale dilaksanakan pada malam hari yang dipimpin oleh seorang tokoh yang disegani yang disebut dukun. Tokoh ini harus memiliki kemampuan lebih dan mampu berkomunikasi dengan dunia ghaib/arwah.
Sesajian disediakan untuk melengkapi upacara. Pada intinya upacara besale merupakan kegiatan sakral yang bertujuan untuk mengobati anggota yang sakit atau untuk menolak bala. Pelengkap besale lainnya berupa bunyi-bunyian dan tarian yang mengiringi proses pengobatan.
Sebagaimana suku-suku terasing lainya di Indonesia, Orang Rimba yang selama hidupnya dan segala aktifitas dilakukan di hutan, juga memiliki budaya dan kearifan yang khas dalam mengelola sumberdaya alam. Hutan, yang bagi mereka merupakan harta yang tidak ternilai harganya, tempat mereka hidup, beranak-pinak, sumber pangan, sampai pada tempat dilakukannya adat istiadat yang berlaku bagi mereka. Begitupula dengan sungai sebagai sumber air minum dan berbagai fungsi lainnya. Perlu kita cermati disini adalah bagaimana cara mereka memperlakukan sumberdaya alam tersebut secara lestari dan berkelanjutan.
Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, Orang Rimba mengenal wilayah peruntukan seperti adanya Tanoh Peranokon, rimba, ladang, sesap, belukor dan benuaron. Peruntukan wilayah merupakan rotasi penggunaan tanah yang berurutan dan dapat dikatakan sebagai sistem suksesi sumber daya hutan mereka. Hutan yang disebut rimba oleh mereka, diolah sebagai ladang sebagai suplai makanan pokok (ubi kayu, padi ladang, ubi jalar), kemudian setelah ditinggalkan berubah menjadi sesap. Sesap merupakan ladang yang ditinggalkan yang masih menghasilkan sumber pangan bagi mereka. Selanjutnya setelah tidak menghasilkan sumber makanan pokok, sesap berganti menjadi belukor. Belukor meski tidak menghasilkan sumber makanan pokok, tetapi masih menyisakan tanaman buah-buahan dan berbagai tumbuhan yang bermanfaat bagi mereka seperti durian, duku, rambutan dan lain-lain.
Suku Anak Dalam masih berpaham animisme. Mereka percaya bahwa alam semesta memiliki banyak jenis roh yang melindungi manusia. Jika ingin selamat, manusia harus menghormati roh dan tidak merusak unsur-unsur alam, seperti hutan, sungai, dan bumi. Kekayaan alam bisa dijadikan sumber mata pencarian untuk sekadar menyambung hidup dan tidak berlebihan.Hingga kini suku Anak Dalam masih mempertahankan beberapa etika khusus.
Komunitas adat terpencil Suku Anak Dalam pada umumnya mempunyai kepercayaan terhadap dewa, istilah ethnic mereka yakni dewo dewo. Mereka juga mempercayai roh roh sebagai sesuatu kekuatan gaib. Mereka mempercayai adanya dewa yang mendatangkan kebajikan jika mereka menjalankan aturannya dan sebaliknya akan mendatangkan petaka jika mereka melanggar aturan adat. Hal ini tercermin dari seloko mantera yang memiliki kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, berkerbau ruso, rumah (Sudung) beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam, suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Atinya: Mereka (Suku Anak Dalam) mempunyai larangan berupa pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau.
Jika warga Suku Anak Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang, maka hidup akan susah, berikut seloko adat yang diungkap oleh Tumenggung Njawat " Di bawah idak berakar, diatai idak bepucuk, kalo ditengah ditebuk kumbang, kalau kedarat diterkam rimau, ke air ditangkap buayo". Artinya: Jika Warga Suku Anak Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang mereka, maka hidupnya akan menderita atau mendapat bencana, kecelakaan, dan kesengsaraan. Kepercayaan tradisional Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi adalah sejalan dengan faham pollytheisme yang bersifat animisme dan dinamisme. Mereka mempercayai roh-roh halus dan juga percaya kepada tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan.
Budaya suku anak dalam itu ketika seorang anggota keluarganya meninggal dunia, itu merupakan peristiwa yang menyedihkan, terutama pihak keluarganya. Mereka yang berada disekitar rumah kematian akan pergi karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial.kepercayaan tersebut bermula di dahulu kala semenjak mereka tinggal di dalam hutan.
Pada umumnya mereka percaya terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang percaya roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib.sisitim kekerabatan orang rimba tidak boleh menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang telah meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran.kebudayaan suku anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti sekarang ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dian Prihatini, 2007.  "Kebudayaan Suku Anak Dalam", Yogyakarta.
http ://uun-halimah.blogspot.com/2008/06/asal-usul-orang-kubu-provinsi-jambi.html
http ://id.wikepedia.org/wiki/Suku Kubu

DEKLARASI RIAU BERDAULAT


KARDI CANDRA /A/SR
Pergerakan semangat  anak negeri Riau sudah mulai nampak dari berawalnya peristiwa 2 September 1985 ketika DPRD secara resmi memilih Ismail Suko sebagai Gubernur Kepala Daerah. Namun Beny Moerdani sebagai perpanjangan tangan Soeharto tetap menunjuk Imam Munandar sebagai gantinya. Hal ini adalah pelecehan politik bangsa Riau. Dua tahun kemudian ketika Imam Munandar meninggal dunia pusat masih mempermainkan makna demokrasi dengan tidak mengangkat Baharuddin Yusuf selaku Wakil Gebernur sebagai penggantinya, tapi malah menunjuk care taker Atar Sibero untuk mendudukan Soeripto. Jelaslah penghinaan ini bertentangan dengan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia dimana diluluhlantakkannya pilar politik hak-hak rakyat Riau.
Memperhatikan perkembangan politik nasional yang menyambut aspirasi rakyat Riau, maka Prof. Dr. Tabrani Rab dan kawan-kawan pada tanggal 15 Maret 1999 mendeklarasikan Riau Berdaulat. Beberapa alasan sebagai latar belakangnya adalah:
 Pertama, Pemerintahan Pusat yang sangat sentralistik bahkan cenderung monolitik di tangan Soekarno dan Soeharto telah meluluhlantakkan Riau.
Kedua, Rp. 60 Triliun yang disedot Pusat dikembalikan ke daerah hanya berkisar sekitar Rp. 200-300 Miliar sebagai APBD. Keadilan ini menyebabkan Riau menjadi propinsi termiskin di Indonesia dengan pengabdian pendidikan dan busung lapar. Hak-hak ekonomi yang merupakan pilar dari HAM telah diluluhlantakkan oleh pusat.
Ketiga, karena hak-hak sosial Riau telah dijahanamkan oleh pusat. Riau sebagai pusat bahasa dan devisa harus harus menerima nasib luluhlantak dan memalukan pada negara tetangga Singapura dan Malaysia. Jauh sebelum Kebangkitan Budi Utomo 1908 di Jawa, di Riau telah berdiri Rusydiah Club dengan standarisasi bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia dengan Raja Ali Haji sebagai bintangnya. Raja Ali Haji yang memimpin angkatan perang menghantarn Belanda di Malaka jauh sebelum perang kemerdekaan. Riau baru disentuh oleh penjajahan Belanda pada tahun 1903 dan pemakzulan Sultan Lingga pada tahun 1911 justru oleh Karena Peristiwa Bendera karena Riau Merdeka. Kebudayaan di Jawa yang baru berkembang pada tahun 1920-an telah didahului oleh Sejarah Riau yang perkasa pada tahun 1900.
Selain itu Riau-Lingga juga mengalami kesulitan dalam menghadapi Belanda karena lemahnya persenjataan dan diplomasi. Untuk kepentingan tersebut Raja Ali Kelana bertolak ke Turki pada tahun 1905 dengan maksud mendapatkan senjata dan dukungan diplomasi dari kerajaan Islam Turki yang pada waktu itu cukup berpengaruh. Kerena berbagai hal, kunjungan diplomatik itu kurang berhasil. Hasrat anak negeri Riau untuk merdeka dicatat lagi oleh Peristiwa Bendera tahun 1906. Ketika itu Kerajaan Riau-Lingga mengibarkan bendera kerajaannya tanpa disertai bendera Belanda.
Peristiwa ini semakin memperuncing hubungan Belanda dengan Riau, apalagi Belanda juga memperkecil daerah kekuasaan Riau, yang ditolak mentah-mentah oleh Sultan Abdul Rahman. Krisis ini mencapai klimaks pada tanggal 10 februari 1911. Pada saat itu Residen Riau, G.F. de Bruin Kops, membacakan surat pemakzulan (pemberhentian) Sultan Abdul Rahman Muazam Syah dan Tengku Besar (Tengku Umar) di Gedung Rusydiah Klab. Pemakzulan Sultan Riau-Lingga menyebabkan Sultan dan para pembesar kerajaan menyingkir ke Johor dan Singapura. Di sana mereka mempunyai kerabat karena sebelumnya Kerajaan Riau-Lingga pernah berseteru dalam Kerajaan Riau-Johor-Pahang dan Lingga. Begitu juga sebagian anggota Rusydiah Klab.
Miskipun demikian, semangat untuk merdeka belum pupus. Dukungan dan bantuan dan bantuan dari Turki kurang berhasil karena jarak yang jauh antara Riau dan Turki. Pada tahun 1913, seorang diplomat Riau, Raja Khalid Hitam, mengunjungi Tokyo untuk mencari dukungan diplomatic dari Jepang agar terlepas dari penindasan Belanda. Tapi sayang, jalan nasib menentukan lain. Pada 1913 itu Belanda membubarkan Kerajaan Riau-Lingga, sementara Raja Khalid Hitam meninggal dalam tugasnya di Tokyo pada tanggal 11 Maret 1914.
Oleh karena itulah, menurut Tabrani, tidak ada jalan lain lagi Riau, kecuali untuk memerdekakan diri. Sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dimana penghancuran hak-hak azasi, hak-hak sipil, hak-hak politik, hak-hak kepemilikan yang berjuang pada hilangnya eksistensi rakyat Riau, hanya dapat di selamatkan bukan dari pendekatan ekonomi, akan tetapi dari pendekatan politik yakni Riau Berdaulat. Intinya oleh karena keberpihakan birokrat dan aparat kepada konglongmerat sehingga meluluhlantakkan Riau. Istilah yang lebih popular digunakan kini "Pembangunan Tanpa Perasaan" dan adalah hak orang Riau untuk mempertahankan dirinya dirinya sebagaimana piagam PBB hak setiap bangsa untuk menentukan nasib nya sendiri.
Sekalipun Riau secara geografi sangat strategis oleh karena berbatasan dengan Singapura dan Malaysia mengingatkan kita kepada kata-kata Raffles, "Beri aku Jawa aku akan menulis The Story of Java, beri aku Bengkulu akanku bangun dengan batu yang ada benteng yang tak terkalahkan, akan tetapi beri aku Temasik aku akan meletakkan masa depan pulau ini". Begitu pula SDA Riau yang melimpah-ruah. Tapi Riau kini berada pada tingkat propinsi yang termiskin di Sumatra (Mubyarto, 1989) dan kini daerah yang terdepan dari kelaparan.
Untuk keluar dari kemelut yang demikian maka berdaulat adalah jawabannya. Jelaslah bahwa Jakarta telah melanggar "International Covenant on Civd and Po Afical Rights dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights" yang disahkan oleh Majelis Urnum PBB tahun 1966. Berikut naskah Deklarasi Riau Berdaulat yang dibacakan pada tanggal 15 Maret 1999 di kediaman Prof. Dr. Tabrani Rab, Jl. Pattimura Pekanbaru:
DEKLARASI DAULAT RIAU
Sudah lebih dari setengah abad 
Kami menggantungkan hidup
Pada Republik ini
Selama itu
Minyak kami dijarahi
Tak setitik pun menetes di tanah kami
Sungai dan tanah Kami tak lagi member hidup
Kerena polusi
Sudah lebih seperempat abad
Tanah kami dijarah
Sebagai konspirasi pusat dan konglomerat
Maka hari ini
Kami putuskan
Untuk menentukan nasib kami sendiri
Kami telah mulai menukilkan sejarah kami
Dalam lembaran yang baru
Akan hak-hak kami
Identitas dan tradisi kami
Dengan jalan damai
We are beginning to think
We are wrijing the new chapter of histog
To demand our right
Take on our dwfies
And defend our identity and our tradidon
With peace                 
Pekanbaru, 15 Maret 1999
            Riau sebagai daerah yang sangat strategis dengan kekayaan alam yang melimpah ruah terhampar dari daratan samapi lautan dengan segenap potensi yang terkandung didalamnya seperti minyak bimi, hutan, perikanan perkebunan, pasir dan sebagainya. Dari kekayaan alam yang dimiliki tersbut, sangat sedikit sekali manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat Riau.
            Hal ini di sebabkan oleh sistem perundangan-undangan yang tidak berpihak kepada rakyat. Pemberdayaan pemerintahan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Sementara itu kebijakan kebudayaan dan praktek pembangunan nasional di Negara kesatuan RI ternyata dianggap tidak bisa memberdayakan Bumi Lancang Kuning dengan segenap potensi kekayaan alam dan manusianya sehinggan menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan subtansial dalam kehidupan di Melayu Riau yang selama berabad-abad menjadi paksi indentitas manusia dan Masyarakat Riau.
DAFTAR PUSTAKA
-Suwardi.2004.sejarah perjuangan rakyat Riau 1959-2002.Pekanbaru,Riau,Indonesia: Percetakan Unri Press.
-Zaili,Asril.dkk.2004.Tragedi Riau Menegakkan Demokrasi.Yogyakarta:Percetakan PT Mitra Gama Widya.

PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS

RESTI DAMAYANTI/B/SR3

Kabupaten Bengkalis adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia.Wilayahnya mencakup daratan bagian timur pulau Sumatera dan wilayah kepulauan, dengan luas adalah 7.793,93 km².Ibukota kabupaten ini berada di Bengkalis tepatnya berada di Pulau Bengkalis yang terpisah dari Pulau Sumatera.Pulau Bengkalis sendiri berada tepat di muara sungai Siak, sehingga dikatakan bahwa pulau Bengkalis adalah delta sungai Siak. Kota terbesar di kabupaten ini adalah kota Duri di kecamatan Mandau.Penghasilan terbesar Kabupaten Bengkalis adalah minyak bumi yang menjadi sumber terbesar APBD-nya bersama dengan gas.Kabupaten Bengkalis mempunyai letak yang sangat strategis, karena dilalui oleh jalur perkapalan internasional menuju ke Selat Malaka. Bengkalis juga termasuk dalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT).
1.Geografis
Kabupaten Bengkalis terletak di sebelah timur Pulau Sumatera yang mencakup area seluas 7.793,93 Km².Bengkalis merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata sekitar 2-6,1 m dari permukaan laut. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik.Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai, tasik (danau) serta 24 Pulau besar dan kecil. Beberapa di antara pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km²) dan Pulau Bengkalis (938,40 km²).Bengkalis mempunyai iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh iklim laut dengan temperatur 26 °C – 32 °C. Musim hujan biasa terjadi sekitar bulan September – Januari dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809 - 4.078 mm/tahun.Periode musim kering (musim kemarau) biasanya terjadi antara bulan Februari hingga Agustus.
2.Pemerintahan
Secara Administrasi Pemerintah, Kabupaten Bengkalis terbagi dalam 8 Kecamatan, 102 Kelurahan/ Desa dengan luas wilayah 7.793,93 km². Tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis 498.335 jiwa dengan sifatnya yang heterogen, mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam. Disamping suku Melayu yang merupakan mayoritas penduduk, juga terdapat suku-suku lainnya seperti : suku Minang, suku Jawa yang mayoritas tinggal di Desa Pedekik, Wonosari , suku Bugis, suku Batak, etnis Tionghoa dan sebagainya. Bengkalis sebagai ibu kota kabupaten dikenal juga dengan julukan Kota Terubuk, karena daerah ini adalah penghasil telur ikan Terubuk yang sangat disukai masyarakat karena rasanya yang amat lezat dan tentu saja menyebabkan harga telur ikan Terubuk menjadi amat mahal. Kota lainnya adalah Duri sebagai daerah penghasil minyak.
3.Daftar Bupati Bengkalis
1.Dr.R. sumitro (1945-1946)
2.Dt.ahmad  (1946-1949)
3.H.muhammad (1949-1953)
4.BA. muktar (1953-1958)
5.Abdullah syafii(1958-1960)
6.Zalik aris (1960-1974)
7.Himron saleh (1974-1979)
8.Ismail yusuf (1979-1984)
9.H.johan syarifuddin (1984-1989)
10.M.Azally djohan ,SH (1989-1994)
11.H.fadlan sulaiman ,SH (1995-2000)
12.Drs.H.syamsurizal .MM (2000-2010)
13.H.Herliyan saleh (2010-sekarang).
4.Perhubungan
Transportasi darat:Kota Duri dan Sungai Pakning dihubungkan dengan jalan raya untuk menuju ke Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau dan kota kota lainnya di Sumatera. Selain itu juga disediakan ''ferry'' penyeberangan (RO-RO) untuk menghubungkan Pulau Bengkalis dengan Sungai Pakning, Riau Daratan, sekaligus untuk membuka akses ke seluruh kota-kota kecil dan besar di PulauSumatera. Fasilitas jalan raya di Kabupaten Bengkalis khususnya di pulau Bengkalis telah menggunakan aspal hotmix, namun masih belum mencapai daerah pelosok yang masih harus sabar menikmati fasilitas jalan aspal biasa.
Transportasi laut:Tranportasi Laut dilayani oleh kapal-kapal kargo kelas menengah dan kapal penumpang ferry cepat berjenis speed boat yang berkapasitas angkut sampai dengan 300 penumpang. Pelabuhan laut di kabupaten Bengkalis cukup banyak, sebahagian besar adalah pelabuhan rakyat yang di singgahi oleh kapal-kapal kecil dan menengah.Sementara pelabuhan besar di pulau Bnegkalis ada 2 (dua) yaitu pelabuhan utama Bandar Sri Laksemana dan sebuah pelabuhan laut yang melayani jalur internasional yang berada di daerah Selat Baru, kecamatan Bantan.Mlayani rute Bengkalis - Muar, Malaysia. Pelabuhan ini di beri nama Bandar Sri Setia Raja, sesuai dengan nama seorang tokoh masyarakat Melayu Bengkalis pada dahulu kala.Transportasi udara:Untuk transportasi udara, terdapat sebuah Bandar udara perintis yang bernamaBandar Udara Sei Selari yang berada di Sungai Pakning. Bandar udara ini merupakan milik dari PT. Pertamina UP II Dumai di Sei.Pakning untuk kebutuhan transportasi perusahan minyak negara tersebut dan juga untuk aktivitas perusahan minyak Kondur Petroleum S.A., sebuah perusahaan minyak swasta milik anak negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 34 tahun 2003, penetapan sementara Bandar Udara Sei Selari Sei Pakning milik PT. Pertamina UP II Dumai di Sei Pakning sebagai bandar udara khusus yang dapat melayani penerbangan bagi kepentingan umum.
5.Pelayanan umum
Untuk memenuhi kebutuhan listrik, PT PLN mensuplai listrik keseluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bengkalis dengan kapasitas sebagai berikut :
1.         Bengkalis 3870 kw dan Teluk Pambang 100 kw.
2.         Sungai Pakning 1090 kw dan Tenggayun 100 kw.
3.         Duri 10.830 kw .
4.         Batu Panjang 420 kw, Pangkalan Nyirih 40 kw dan Teluk Lecah, Titi Akar, Medang 100 kw
5.         Tanjung Samak 300 kw.
6.         Teluk Belitung 200 kw dan Bandul 100 kw.

Untuk saat ini air bersih dapat disuplai oleh PDAM ke daerah Bengkalis dan Duri, sementara untuk kota lainnya sedang dalam perencanaan. PT. Pos Indonesia telah mencapai seluruh bagian di Kabupaten Bengkalis, disamping itu juga dilengkapi dengan layanan telepon untuk daerah Bengkalis, Sungai Pakning dan Duri. Saat ini telepon selular dapat dilayani di Bengkalis dan Duri.Saat ini ada beberapa bank di Kabupaten Bengkalis, yaitu :
1.         Bank Rakyat Indonesia di Bengkalis, Selat Baru, Duri, Tanjung Samak dan Sungai Pakning.
2.         Bank Negara Indonesia di Bengkalis dan Duri.
3.         Bank Riau.
4.         Bank Mandiri di Bengkalis dan Duri.
5.         Bank Mega di Bengkalis dan Duri
6.         Pariwisata:Letak geografis Kabupaten Bengkalis terdiri dari pulau-pulau dengan daerah pantai pesisir yang menghadap langsung ke Selat Malaka dengan pemandangan yang indah – sangat menjadi perhatian para turis, berpusat di Pulau Rupat. Untuk akomodasi bagi para pengunjung, maka disediakan beberapa hotel di Bengkalis, Duri, Sungai Pakning dan Tanjung Lapin serta Rupat Utara.
Kota Bengkalis Sebenarnya mempunyai potensi pariwisata yang cukup besar.Hal ini di tunjukkan dengan cukup banyaknya bangunan-bangunan tua peninggalan zaman kolonial Belanda yang masih terawat dengan baik.Salah satunya seperti penjara peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1883 yang dijadikan cagar budaya oleh pemerintah daerah kabupaten Bnegkalis.Pada saat ini penjara tersebut dalam perawatan Dinas Pariwisata Kabupaten Bengkalis beserta bangunan-bangunan tua lainnya.Menunjukkan bahwa masyarakat Bengkalis khususnya pemerintah daerah kabupaten Bengkalis amat menghargai sejarah.
Pantai Pasir Panjang di Pulau Rupat Berlokasi di Selat Malaka dan merupakan pantai kebangaan dari 3 daerah di Pulau Rupat, yaitu Tanjung Medang, Tanjung Rhu dan Tanjung Punak. Tempat ini dapat dicapai dengan boat kecil yang dikenal dengan nama 'pompong' dari Dumai. Perjalanan akan memakan waktu selama 15 menit dengan boat dan 45 menit dengan kendaraan beroda dua (ojek). Jalur ini dilalui oleh boat nasional dan pengunjung internasional karena keindahan pantai Rupat dan pemandangan laut yang nyaman. Rencananya akan dibangun jembatan sepanjang 50 km untuk menghubungkan pulau ini dengan Malaka – Malaysia. Di pulau Rupat juga dapat ditemukan komunitas suku terbelakang yang disebut dengan suku Akit yang melakukan berbagai atraksi untuk menghibur pengunjung.Pantai Selat Baru Berlokasi di pantai Timur Bengkalis, tepatnya di kecamatan Bantan yang terbentang sepanjang 4 km dengan ciri khas yang unik berupa bibir pantai yang melebar ke arah laut (± 100 m) pada saat air laut surut. Keadaan ini membuat pengunjung pantai dapat bermain sepuasnya di sepanjang pantai. Tidak jauh dari bibir pantai, mengalir sungai kecil yang diberi nama Sungai Liong. Sepanjang tepi sungai terdapat tempat pengembang-biakkan telur ikan Kakap Putih. Tepat di muara Sungai Liong kini berdiri sebuahPelabuhan Laut yang melayari rute internasional bernama Bandar Sri Setia Raja yang diresmikan oleh Gubernur Riau, HM. Rusli Zainal, SE, MP, pada tanggal 1 Maret 2010 yang melayari rute salah satunya Bengkalis - Muar, Malaysia.
-Perekonomian:Sebelum dibagi menjadi 4 daerah otonom, kabupaten Bengkalis adalah penghasil minyak terbesar di propinsi Riau dan di Indonesia. Eksplorasi minyak ini dilakukan oleh PT. Caltex Pacific Indonesia dan konsesi dengan Kondur Petroleum.
-Perikanan:Karena memiliki daerah perairan yang cukup luas, maka Bengkalis sangat berpotensi menghasilkan ikan laut, selain itu juga terdapat budidaya ikan kakap putih di tepi sungai.
-Pertanian dan Holtikultura:Komoditas hasil panen yang ada di Kabupaten Bengkalis berupa beras di lahan seluas 14.319 ha, Sagu 17.710 ha, ubi kayu 1.273 ha, jagung 402 ha, kacang 162 ha, buah-buahan (durian, pisang, rambutan, nenas, mangga dan lain-lain) serta sayur-sayuran 1.151 ha. Beberapa daerah ditunjuk untuk pengembangan komoditas hasil panen sebagai berikut :
1.         Pengembangan beras di Bantan dan Bukit Batu.
2.         Pengembangan komoditas buah-buahan di Bengkalis.
3.        Komoditas sayur-sayuran di Bengkalis, Rupat, Mandau dan Bukit Tinggi.

Perkebunan:Komoditas utama di sektor perkebunan termasuk kelapa, karet dan minyak sawit dan VCO. Tanaman penting lainnya seperti kopi, coklat dan buah pinang.
Kehutanan:Di Kabupaten Bengkalis terdapat hutan seluas 463.441 ha yang tersebar di 8 kecamatan di kabupaten ini. Hutan di daerah ini terdiri dari berbagai macam flora dan fauna.Hutan mangrove banyak terdapat di tepian pantai. Hutan lainnya ada yang menghasilkan kayu gelondongan, rotan, resin dan bahan baku lainnya yang berasal dari hutan. Investasi Perkebunan & Kehutanan.
Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Lokasi     : Kecamatan Bukit Batu, Mandau, Pinggir, Siak Kecil, Rupat dan Rupat Utara
Klasifikasi Proyek
: Sektor Perkebunan
Penanggungjawab     : Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Pemilik Proyek   : Pemerintah Kabupaten Bengkalis
Lahan Tersedia
 : 22.531 hektar (ha)

a. Gambaran Umum

Dalam hal potensi sumber daya alam, Kabupaten Bengkalis memiliki berbagai macam komoditas yang berlimpah dengan nilai ekonomis yang tinggi, terutama yang berasal dari sektor perkebunan. Salah satu komoditas dimaksud antara lain kelapa sawit.
Berdasarkan data tahun 2009 luas areal tanaman kelapa sawit adalah 155.536,70 hektar yagn tersebar di seluruh kecamatan dengan produksi tanaman 1.794.934,80 ton.

b. Kondisi Eksisting

            Potensi lahan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten bengkalis sebanyak 22.531 hektar yang tersebar di desa-desaa di 6 kecamatan, yaitu :
Rata-rata satuan biaya pembangunan kebun sebagamana Standar Satuan Biaya Pembangunan Kebun Program Revitalisasi Perkebunan sesuai SK Direktur Jenderal Perkebunan No.135/Kpts/RC.110/10/2008 sebesar Rp 37.711.000/hektar.
Saat ini ada 6 perusahaan besar yang akan membuka perkebunan kelapa sawit di Bukit Batu, Bengkalis, Rupat dan Siak Kecil dengan luas areal sekitar 35.818,60 hektar.
-Industri:Selain daripada kilang pengelolaan minyak yang dimiliki oleh Pertamina UP II Sungai Pakning, saat ini juga terdapat beberapa industri seperti kayu gergaji, perabotan dan mangrove arang.
Wacana Pemekaran Daerah:
-Kota Bengkalis
Ibukota Kabupaten Bengkalis yang sekarang statusnya masih menjadi Kota Administratif dan akan ditingkatkan menjadi Kota Madya maka pusat pemerintahan akan dialihkan ke Sungai Pakning.Kecamatan yang kemungkinan besar akan digabungkan dengan Kota Madya ini, antara lain[rujukan?] :

1.         Bantan
2.         Bengkalis
3.         Pinggir
4.         Mandau.


DAFTAR PUSTAKA


Promotion and Investment Boart Riau Provice, Profil Regency of Bengkalis Riau Provice, 2003