DHEVA EKA PUTRA / PIS
A. KILAS BALIK PERJALANAN PANJANG
Pembentukan provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002 ini disetujui dan ditindak lanjuti Pemerintah Pusat dengan dikeluarkannya Keputusan Pemerintah (Kepres) tanggal 1 Juli 2004, sebagai provinsi baru yang ke-32. Pada tanggal 1 Juli 2004 itu pula, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri melantik Drs. H. Ismeth Abdullah sebagai pelaksana tugas ( caretaker ) Gubenur Kepulauan Riau.
Pada awalnya, Kepulauan Riau ( Kepri ) adalah salah satu kabupaten dari provinsi induk, Provinsi Riau, yang sudah terbentuk pada tahun 1958 berdasarkan UU Nomor 61 tahun 1958. Waktu itu, Provinsi Riau yang semula masuk dalam Provinsi Sumatera Tengah dan beribukota di Bukittinggi, terdiri dari Daerah Tingkat Dua Kepulauan Riau, Bengkalis, Kampar, Indragiri dan Kotapraja Pekanbaru.
Ibu kota Provinsi Riau waktu itu adalah Tanjungpinang. Kemudian dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1959. Pindahnya ibukota Provinsi Riau dari Tajungpinang ke Pekanbaru mendasari suatu perubahan penting dalam sejarah perkembangan sosial, ekonomi dan politik di Kepri. Tanjungpinang yang awalnya adalah pusat perdagangan, budaya dan sejarah selama berabad-abad, berubah menjadi kawasan pinggiran dari Provinsi Riau, menyebabkan Kepri tidak lagi menjadi penting dan bermakna dalam kejayaan di jalur pelayaran dagang di Selat Melaka yang telah berlangsung sejak 1722.
Pada tahun 1961, ketika terjadi konflik antara Indonesia dan Malaysia, terjadi perang dan bahkan putusnya hubungan diplomatik, Kepri yang berada pada perbatasan Semenajung Malaya dan Singapura, mengalami berbagai perubahan kebijakan yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat di kawasan ini. Hubungan emosional dan kekeluargaan dengan penduduk di Semenanjung itu, yang terbina oleh kesamaan asal usul dalam rentang sejarah yang panjang, menjadi terputus.
Konfrontasi meyebabkan pemerintah Indonesia mengambil beberapa kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal dari Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti dengan larangan pengunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat pembayaran di Kepri. Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang KRRP ( Rupiah Kepulauan Riau ) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan cukai di Kepri.
Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa konfrontasi berakhir, dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi didaerah ini. Kedekatan dengan Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan perekonomiannya, terutama dalam mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai mempengaruhi kebijakan pusat. Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Riau, terutama Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang paling ramai dan penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah pusat mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Batam dibangun sebagai kawasan industri pada tahun 1971 dengan membentuk Badan Otorita Batam.
Langkah ini ingin memaju pertumbuhan seraya bersepakat dengan Singapura, Johor ( Malyasia) dan Riau ( Indonesia ). Bertujuan untuk memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga kawasan itu menjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi investor Internasional .
Ketertinggalan dan rasa ketidakadilan yang terus berkembang, terutama pada masa-masa setelah kemerdekaan, menyebabkan rakyat Kepri ingin berjuang untuk mendapatkan kembali suatu wilayah yang berstatus otonom (provinsi), sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya.
Dalam kata lain, rakyat Kepulauan Riau ingin memisahkan diri secara administratife Provinsi Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Rasa ketidakadilan serta didesak oleh berbagai faktor lain, selain faktor sejarah adalah: letak geografis, ekonomis, sosial budaya, dan politis, semakin memperkuat alasan mengapa rakyat Kepri bersatu memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kepri.
Seiringi dengan angin reformasi yang berhembus kencang sampai ke daerah-daerah, banyak daerah yang ingin memekarkan daerahnya. Kondisi ini disambut baik oleh pemerintah pusat dan DPR-RI. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau pun kemudian mempersiakan daerah pemekaran dengan membentuk Tim pemekaran yang diketuai oleh Sekertaris Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
Secara hampir bersamaan terbentuk pula Komite Pemekaran Kepulauan Riau (KPKR) sebagai lembaga mempersiapkan pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten itu akan dimekarkan menjadi 6 daerah tingkat dua (kabupaten / kota) yaitu Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna (Pulau Tujuh) dan Kabupaten Bintan.
Kemudian dilaksanakanlah Musyawarah Besar Rakyat Kepulauan Riau pada tanggal 15 Mei 1999 di Hotel Royal Palace, di Batu – 10, Kota Tanjungpinang. Pada hotel yang sekarang bernama Hotel Comfort itu, hadir sekitar seribu orang wakil- wakil tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda dan mahasiswa.
Mubes Rakyat Kepulauan Riau ini mengasilkan Tiga Tuntutan Rakyat Kepulauan Riau yang di tandatangani oleh tim perumus yang terdiri dari Prof Moch Saad (Ketua), Drs Azirwan (sekretaris), dengan beberapa anggota yaitu: Drs Abdul Malik, M.pd, Ir H Moh Gempur Adnan, H Raja Hamzah Yunus, H Rusli Silin, Drs M Saleh Wahab, H Bakri Syukur dan HM Arief Rasahan.
TRITURA KEPULAUAN RIAU
1. Mempercepat kemakmuran masyarakat secara adil dan merata melalui pembetukan Provinsi Kepulauan Riau. untuk mengujudkan hal tersebut di atas secara nyata dilaksana dengan kemekaran daerah otonomi Kepulauan Riau.
2. Pemekaran daearah otonomi Kepulauan Riau terdiri atas :
· Kota Tajungpinang,
· Kabupaten Bintan,
· Kabupaten Karimun,
· Kabupaten Kepulauan lingga
· Kabupaten Pulau Tujuh.
3. Mendesak pemerintah agar Kota Madya Batam menjadi otonomi.
Mubes yang merupakan langkah awal dan cikal-bakal awal perjuangan rakyat Kepulauan Riau, juga menghasilkan sebuah Deklarasi Rakyat Kepulauan Riau, sebagai berikut:
C. Deklarasi Rakyat Kepulauan Riau
Sudah 54 tahun Indonesia merdeka sejak diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, ras, serta agama. Dimana tujuan kemerdekaan itu adalah untuk menciptakan bangsa yang merdeka lahir dan batin tanpa dijajah atau ditekan oleh siapapun, sesuai tuntutan fitra manusia untuk menuju suatu masyarakat adil dan makmur.
Kemudian sampai saat ini sudah 40 tahun pula Ibu Kota Provinsi Riau dipindahkan dari Tajungpinang ke Pekanbaru, selama itu pulalah masyarakat Kepulauan Riau berada dalam keadaan ketinggalan dalam segala segi kehidupan. Padahal sebelumnya masyarakat Kepulauan Riau sempat mengalami kemajuan yang berarti.
Diakuai beberapa daerah seperti Batam, Bintan dan Karimun ada perkembangan dan kemajuan. Akan tetapi perkembangan di daerah tersebut karena adanya proyek-proyek besar yang sektoral dari pusat, dan bukan dari Pemerintah Daerah Riau.
Setelah kami mencermati permasalahan itu semua, maka wilayah Kepulauan Riau yang begitu luas, untuk megadakan pembinaan masyarakat tidaklah mungkin dapat diatasi dengan status pemerintahan daerah yang hanya setingkat Kabupaten. Apalagi sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan perdangangan bebas pada tahun 2003 mendatang, apabila tidak dipersiapkan dengan cermat, maka kehidupan masyarakat Kepulauan Riau akan semakin terpinggirkan.
Mecermati permasalahan itulah, setelah melalui musyawarah Rakyat Kepulauan Riau maka Rakyat Kepulauan Riau dengan ini: Mendeklarasikan
· Menolak Negara Riau Merdeka.
· Pada hari ini, dinyatakan sudah terbentuk Provinsi Kepulauan Riau.
· Segala sesuatu keperluan tentang pengesahan dan pengembangan Provinsi Kepulauan Riau agar dapat diselesaikan bersama-sama, serta dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
· Untuk menjaga ketentraman Rakyat Kepulauan Riau, kami mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengesahkan Provinsi Kepulauan Riau dengan sebuah Undang-Undang
Tanjungpinang, Sabtu 15 Mei 1999
Atas Nama Rakyat Kepulauan Riau
Guna menindaklanjuti hasil Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau tanggal 15 Mei 1999 ini, panitia membentuk suatu tim yang terdiri dari sembilan peserta musyawara. Tim itu bertugas menghimpun data, menyusun laporan hasil musyawara dan segala sesuatu yang berkenaan dengan tuntutan pada deklarasi Musyawara Rakyat Kepulauan Riau tersebut.
Tim sembilan terdiri dari Prof Dr H Moch Saad (ketua), H Dun Usul, Drs M Daud Kadir, Hendry Juliardin SE, H Abdul Razak, H Arief Rasahan, H Husrin Hood, Drs M Saleh Wahab dan Ir Idris Zaini.
Setelah musyawarah berlangsung, pada Nopember 1999,KPKR menyerahkan mandat pembentukan Provinsi Kepulauan Riau kepada Ketua DPRD Kepri yang baru terpilih: Husrin Hood. Mandat yang diserakan di Hotel Century Atlit Jakarta itu bertujuan mempercepat proses mewujutkan Deklarasi Rakyat Kepulauaun Riau. Setelah itu, KPKR membentuk lagi Badan pekerja Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP 3 KR). Husrin yang terpilih sebagai ketua DPRD Kepri hasil pemilu 1999 juga mendapat mandat menjadi Ketua BP3KR..
Gagasan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau ini langsung mendapatkan penolakan dari Gubernur Riau waktu itu dengan alasan belum siap Kepri menjadi provinsi. BP3KR lalu lebih banyak melakukan lobi-lobi langsung ke pemerintah pusat di Jakarta..
Untuk mengawal dan mengamati proses pengesahan RUU ini, BP3KR melakukan koordinasi dengan masyarakat, mahasiswa, pemuda dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Sehari sebelumnya, 23 Januari 2002, di Jakarta, BP3KR melakukan unjukrasa di depan Istana Negara dan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan di Tanjungpinang, ribuan rakyat dari berbagai lapisan melakukan apel siaga dan sebagian besar di antaranya berangkat ke Jakarta bergabung dengan pejuang di ibukota Negara.
Pengesahan akhirnya batal karena beberapa hal. Rencana sidang pansus DPR-RI untuk mengesahkan RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau diundurkan. Gubernur Riau dan DPRD Riau yang diundang, tidak hadir pada sidang paripurna DPR-RI tersebut.
Pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Kepri ini kembali akan dilaksanakan pada Agustus 2002. Akan tetapi karena belum ada kesepakatan antara pemprov Riau dengan DPR- RI dan pemerintah pusat, maka pengesahan di tunda kembali. Setelah itu direncanakan lagi untuk disyahkan pada sidang paripurna tanggal 24 September 2002.
Pada sidang paripurna 24 September 2002 ini, keinginan rakyat Kepri untuk membentuk Provinsi Kepri, akhirnya benar-benar terwujutkan dengan disyahkannya RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau menjadi Undang-Undang No.25 Tahun 2002, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri ( waktu itu Hari Sabarno).
Undang-undang menetapkan bahwa Provinsi Kepri beribukota di Tajungpinang. Untuk sementara, ibukota Provinsi Kepri ditempatkan di Kota Batam, sampai pelantikan Gubenur Kepri definitif.
Semula Provinsi Kepri memiliki lima kabupaten dan dua kota yaitu: Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna, serta Kota Batam dan Kota Tajungpinang. Luas provinsi ini sekitar 252.810.71 km2-yang 96 persen merupakan perairan, dan 4 persen berupa daratan dari 2.408 pulau. Sekitar 40 persen pulau-pulau itu tidak berpenghuni. " Persmian Kepulauan Riau sebagai provinsi baru yang ke-32, dilaksanakan tanggal 19 Agustus 2004 oleh Menteri Dalam Negeri ."
Secara administratif, provinsi ini meliputi 59 kecamatan dan 351 desa/ keluraha. Dalam perkembangannya hingga Juni 2009, memasuki tahun keempat, Provinsi Kepri menambah satu lagi kabupaten yakni Kabupaten Anambas sebagai pemekaran dari Kabupaten Natuna.
Dalam perkembangan selajutnya, Presiden (waktu itu) Megawati Soekarnoputri menujuk Ismeth Abdullah-Ketua Otorita Batam-sebagai caretaker Gubenur Kepri.
Pada hari Kamis tanggal 1 Juli 2004, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atasnama Presiden Republik Indonesia megawati Soekarnoputri melantik Drs.H Ismeth Abdullah sebagai caretaker Gubenur Kepulauan Riau serta meresmikan berdirinya Provinsi kepri sebagai provinsi ke-32 di Indonesia.
SUMBER
NN, 2009 "Provinsi Kepulauan Riau membangun Hari Depan". Tanjungpinang : Badan Pembangunan Daerah Kepulauan Riau.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_riau