DHEVA EKA PUTRA / PIS
"Kerajaan" Soeharto berakhir setelah rakyat mulai bosan dengan sistem pemerintahan yang identik dengan pemerintahan tirani. Pembatasan Partai Politik di era Soeharto merupakan wujud pemasungan demokrasi di Indonesia. Kepemimpinan Soeharto mulai mendapat krisis kepercayaan rakyat. Gerakan untuk melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan semakit kuat hingga ke daerah-daerah. Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto meninggalkan Istana Kenegaraan dan tugas-tugas kenegaraan diserahkan kepada Wakil Presiden BJ. Habibie. Habibie diangkat dan diambil sumpahnnya untuk menjalankan tugas-tugas presiden. Tugas utama yang diserahi rakyat adalah reformasi di bidang politik.
Salah satu reformasi dibidang politik adalah adalah merumuskan paket UU Politik seperti UU nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, UU nomor 3 tahun 1999 tentang pemilhan umum dan UU nomor 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Lahirnya UU ini sekaligus merupakan babak baru dalam dunia demokrasi di Indonesia. Kehidupan politik Indonesia mengalami perubahan total, selain itu perubahan paket UU Partai Politik, pemerintah juga mengembalikan fungsi ABRI, serta kembalinya Pegawai Negeri Sipil pada kenetralitasan politik dan lahirnya pemerintahan transisi menuju demokrasi.
Untuk menyiapkan 3 rancangan UU bidang politik ini, Presiden B.J Habibie menugaskan Mendagri Syarwan Hamid. Didalam menyiapkan ketiga RUU tersebut Departemen Dalam Negeri membentuk tim tujuh yang di pimpin oleh Rektor IIP Jakarta yaitu Prof. DR. M. Ryaas Rasyid, MA dengan anggota yang berasal dari kalangan akademis yang mempunyai intergritas cukup tinggi.
Pada tanggal 2 Oktober 1998 Mendagri mengajukan ketiga RUU bidang politik tersebut ke DPR. Dalam draf tiga paket UU Politik tersebut terdapat berbagai perubahan. Perubahan ini dimaksudkan untuk menjamin terwujudnya pemilihan umum yang jujur, bersih dan demokratis. Misalnya dalam RUU pemilihan umum diusulkan oleh pemerintah tersebut, sistem pemilihan umum dikombinasikan antara distrik dan proporsional, lembaga penyelenggara pemilihan umum berbentuk independen, Pemilu diselenggarakan pada hari libur atau dinyatakan libur, dibentuk juga lembaga pemantau pemilihan umum, kepada saksi diberikan sertifikat penghitungan suara.
Sementara untuk menciptakan lembaga wakil rakyat yang kuat, dekat dengan rakyat dan memiliki akuntabilitas maka diusulkan oleh pemerintah antara lain jumlah anggota DPR ditambah dari 700 menjadi 1000, jumlah anggota DPR di tambah dari 500 menjadi 550. Jumlah anggota ABRI yang diangkat di DPR dikurangi dari 15 % menjadi 10 %, pimpinan MPR dipisahkan dengan pimpinan DPR, MPR bersidang setiap setahun dan hak-hak DPR di perbanyak (hak penyelidikan, hak subpoena dan hak endersement). Kurang lebih empat bulan tepatnya tanggal 28 Januari 1999, tiga paket UU politik ini berhasil ditetapkan oleh DPR. Meski sebagian besar draf yang disusun oleh tim yang diketuai Ryaas Rasyid terima DPR namun ada beberapa materi yang menjadi ganjalan selama dalam pembahasannya, yakni persoalan diseputar sistem pemilihan umum varian sistem proporsional, keanggotaan PNS dalam partai politik, asas partai politik, jumlah kursi ABRI syarat partai mengikuti pemilihan umum dan komposisi keanggotaan KPU.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum sebelumnya, maka Pemilihan Umum tahu 1999 sudah mengalami kemajuan karena dalam UU Pemilihan Umum telah menampung dan mengaspirasikan gagasan berpolitik. Semua elemena terlibat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum dan diberikan kewenangan untuk mengawal pesta demokrasi ini hingga ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pemerintah juga memberikan ruang bagi lembaga-lembaga indepeden selain lembaga resmi pengawasan Pemilihan Umum—Panwas untuk melakukan pengawasan atas jalannya penyelenggaraan Pemilihan Umum. Tujuh organisasi pemantau Pemilu independen terbentuk diantaranya Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan ANFREL.
Satu hal yang sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Lahirnya UU Pemilihan Umum sebagai bijakan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 1999 seperti yang kami sampaikan sebelumnya masih banyak kekurangan. UU tersebut belum maksimal mengakomodasi aspirasi rakyat yang menghendaki untuk menjamin kedaulatan rakyat dan hak-hak politik rakyat.
Pada tanggal 7 Juni 1999, Pemilu dilaksanakan yang diikuti 48 partai politik. Hasilnya, Golkar pada orde baru yang selalu "merajai" arena Pemilu tidak mampu membendung kuatnya keinginan rakyat yang butuh perubahan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dibawah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri tampil sebagai pemenang kemudian berturut-turut Golkar, PPP, PKB dan PAN.
Hasil Perolehan Pemilu 1999
No
|
Partai Politik
|
Suara
|
Kursi
|
1.
|
PDIP
|
35.689.073
|
153
|
2
|
Golkar
|
23.741.749
|
120
|
3
|
PPP
|
11.329.905
|
58
|
4
|
PKB
|
13.336.982
|
51
|
5
|
PAN
|
7.528.956
|
34
|
6
|
PBB
|
2.049.708
|
13
|
7
|
Partai Keadilan
|
1.436.565
|
7
|
8
|
PKP
|
1.065.686
|
4
|
9
|
PNU
|
679.179
|
5
|
10
|
PDKB
|
550.846
|
5
|
11
|
PBI
|
364.291
|
1
|
12
|
PDI
|
345.720
|
2
|
13
|
PP
|
655.052
|
1
|
14
|
PDR
|
427.854
|
1
|
15
|
PSII
|
375.920
|
1
|
16
|
PNI Front Marhaenis
|
365.176
|
1
|
17
|
PNI Massa Marhaen
|
345.629
|
1
|
18
|
IPKI
|
328.654
|
1
|
19
|
PKU
|
300.064
|
1
|
20
|
Masyumi
|
456.718
|
1
|
21
|
PKD
|
216.675
|
1
|
22
|
PNI Supeni
|
377.137
|
-
|
23
|
Krisna
|
369.719
|
-
|
24
|
Partai KAMI
|
289.489
|
-
|
25
|
PUI
|
269.309
|
-
|
26
|
PAY
|
213.979
|
-
|
27
|
Partai Republik
|
328.564
|
-
|
28
|
Partai MKGR
|
204.204
|
-
|
29
|
PIB
|
192.712
|
-
|
30
|
Partai SUNI
|
180.167
|
-
|
31
|
PCD
|
168.087
|
-
|
32
|
PSII 1905
|
152.820
|
-
|
33
|
Masyumi Baru
|
152.589
|
-
|
34
|
PNBI
|
149.136
|
-
|
35
|
PUDI
|
140.980
|
-
|
36
|
PBN
|
140.980
|
-
|
37
|
PKM
|
104.385
|
-
|
38
|
PND
|
96.984
|
-
|
39
|
PADI
|
85.838
|
-
|
40
|
PRD
|
78.730
|
-
|
41
|
PPI
|
63.934
|
-
|
42
|
PID
|
62.901
|
-
|
43
|
Murba
|
62.006
|
-
|
44
|
SPSI
|
61.105
|
-
|
45
|
PUMI
|
49.839
|
-
|
46
|
PSP
|
49.807
|
-
|
47
|
PARI
|
54.790
|
-
|
48
|
PILAR
|
40.517
|
-
|
Jumlah
|
105.786.661
|
462
|
Setelah KPU berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 1999, serta berhasil menetapkan jumlah wakil-wakil Utusan Golongan dan Utusan Daerah maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan antara tanggal 1 sampai dengan 21 Oktober 1999, Sidang Umum ini mengukuhkan Amien Rais sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR.
Dalam Sidang Paripurna MPR XII tanggal 19 Oktober, pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh anggota MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstein dan 4 suara tidak sah. Dengan penolakan pertanggungjawaban tersebut maka peluang Habibie untuk mencalonkan diri kembali sebagai presiden RI menjadi tipis. Pada tahap pencalonan presiden berikutnya muncul tiga nama calon presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra, namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurahman Wahid mendapat 373 suara, Megawati 313 suara dan 5 suara abstain. Selanjutnya dilaksanakan pemilihan wakil presiden dengan calon Megawati dan Hamzah Haz yang akhirnya dimenangkan oleh Megawati.
DAFTAR PUSTAKA
Puspoyo, Wijanarko. 2012. Dari Soekarno Hingga Yudhoyono, Pemilu Indonesia 1955 – 2009. Solo : PT Era Adicitra Intermedia