SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI THAILAND DAN PERKEMBANGANNYA


MAMAN KURNIAWAN / SAT
           
Kedudukan umat Islam di pelbagai Negara di Asia Tenggara ini bermacam-macam. Di Indonesia, Malaysia, dan Brunei, umat Islam adalah sebagai mayoritas, sedangkan di Thailand, Singapura, dan Filiphina, mereka berada dalam minoritas. Agama yang dipeluk oleh kebanyakan rakyat Thailand adalah Budhisme. Negara Gajah Putih inilah yang akan pemakalah bahas dalam makalah singkat dan sederhana ini.Pembahasan akan dimulai dari sejarah masuknya Islam ke wilayah ini serta proses Islamisasi yang ada. Kemudian kondisi pemerintahan yang ada di Thailand, pendidikan dan kehiduapan keberagamaan yang dihadapi oleh bangsa ini. Thailand merupakan salah satu negara diantara negara negara di kawasan asia tenggara. Secara geografis, kawasan asia tenggara merupakan kawasan antara benua Australia dan daratan China, daratan India sampai laut China. dengan begitu, thailand cukup mudah untuk dijangkau para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan maupun penyebaran agama.

            Mayoritas penduduk Thailand beragama Budha, hanya sedikit yang beragama Islam dan Konghucu. Akan tetapi umat Islam di Thailand merupakan minoritas yang berkembang cepat dan merupakan minoritas terbesar setelah China, The Muslims are a significant minority group in Thailand. They are the second largest minority next to the Chinese. Seperti halnya kaum minoritas di negara-negara yang lain, kawasan Thailand bagian selatan yang merupakan basis masyarakat melayu-muslim adalah daerah konflik agama dan persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama yang berkepanjangan. Lebih lebih ketika kerajaan melayu dihapuskan pada tahun 1902, masyarakat melayu Pattani dalam keadaan sangat tertekan. Khususnya pada pemerintahan Pibul Songgram (1939-44), orang Melayu telah menjadi mangsa dasar asimilasi kebudayaan. Bahkan sampai saat inipun masyarakat muslim minoritas Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Nik Anuar,

            "Sengketa di perbatasan negeri berlaku di merata dunia sepanjang masa. Bukan sedikit tentera dan orang awam terkorban sebelum Bukit Golan jatuh ke tangan Israel, India dan Pakistan berbalah hingga ke saat ini bagi mengesahkan hak ke atas Kashmir. Demikian juga halnya dengan isu Patani, Mindanao, Aceh, Timor Timur, Pulau Batu Putih, Pulau Layang-layang dan Spratly yang turut dituntut oleh Malaysia. Bukit Golan yang subur, Kashmir yang indah kepada pelancong, Spratly yang strategik bagi dan dikatakan sarat dengan petroleum di perut buminya, tapak Masjid Babri kerana sentimen agama terdahulu – semua ini menjadi alasan bagi sengketa, perbalahan dan perebutan."[1]
A.    Sejarah Masuknya Islam di Thailand dan Perkembangannnya
Diperkirakan para penyebar Agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara diperkirakan sekitar tahun seribu empat ratusan masehi atau secara berturut datang setelah itu hingga keabad lima belas dan enam belasan. Dan diduga bahwa penyebar-penyebar tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah.Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Islam diperkirakan datang ke negara Thailand sekitar pada abad ke-10 atau 11 melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran Islam ini dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India. Pendapat lain ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Salah satu bukti yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang bertepatan pada tahun 1028 M.
Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah salah satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatan yangberbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada tahap pertama Islam diwarnai da'wahnya dengan Tasawuf dan Mistik setidaknya sampai pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan local dan tarekat cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam itu. Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai penyebar Islam, diantaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani Al-Qusyasyi, beliau adalah seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad s.a.w). diceritakan juga bahwa ada dua orang yang sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan aktivitas dakwah Syeikh Syafiuddin di Pattani. banyak yang menduga bahwa baliaulah yang pertama mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di Aceh juga.
B.     Kondisi Pemerintahan di Thailand
Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepekimpinan Thaksin Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi sehingga mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas di masjid Kru Se. peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai meninggal dunia, akibat dijejalkan militer Thailand dalam sebuah truk dengan kondisi tangan di belakang. pada perkembangan Muslim Pattani antara 2004 hingga Mei 2007. Periode ini sangat urgen tidak hanya karena banyaknya korban dalam kurun waktu ini, setidaknya 2000 korban meninggal. Sehingga di penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru yang diharapkan dapat membawa angin perubahan. Dengan rezim barunya harus berjuang keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.
Rupanya perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan. Identitas lokal di Thailand Selatan lebih dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Masyarakat secara tradisional lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan ini dirasakan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan selama puluhan tahun. Penggunakan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik itu di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Dan ternyata strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka 'dipaksa' keluarga untuk berbicara dalam bahasa Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan keluarga.[2]
C.    Kehidupan Keberagamaan
Ummat Islam di Thailand tidak seberuntung seperti Ummat Islam di Malaysia yang mana hampir semua sarana da'wah seperti masjid-masjid disediakan oleh pemerintah Malaysia. Demikian pula dengan Imam, Khotib, Bilal, dan pengurus-pengurus masjid digaji langsung oleh pemerintah. Sarana media seperti TV maupun radio di Malaysia diberikan waktu tiap malam untuk da'wah Islam. kawasan Thailand bagian selatan yang merupakan basis masyarakat melayu-muslim adalah daerah konflik agama dan persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama yang berkepanjangan. Konflik Thailand selatan terjadi sejak diserahkannya wilayah utara Melayu oleh pemerintah colonial Inggris kepada kerajaan Siam. Saat itu dibuatlah Traktat Anglo-Siam yang menabut hak-hak dan martabat Muslim Pattani. Akibatnya, muncul aksi-aksi perlawanan dan ditanggap pemerintah pusat sebagai separatisme, hingga diberlakukan darurat militer di wilayah tersebut.
Di beberapa kota pelabuhan, Islam bukanlah agama bagi komunitas perkampungan melainkan agama para individu yang mobil yang menyatu dalam jaringan asosiasi internasional. Dari Singapura pembaharuan Islam menyebar ke seluruh Asia Tenggara melalui perdagangan, haji, dan melalui gerakan pelajar, guru dan sufi. sudah pada tempatnya dunia Islam segera meyampaikan appeal kepada pemerintah supaya elindng, menyelamatkan Ummat Islam dan memberikan persamaan hak di segala bidang kepada mereka, termasuk hak-hak untuk beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, hak yang sama dengan hak-hak yang dmiliki penduduk yang beragama Budha.
D.    Pendidikan di Thailand
Pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah Kerajaan Thailand tergolong bersifat deskriminatif terhadap Islam. Pada tahun 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha. Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan memutar balik sejarah, dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja. Dampak yang menonjol dari perkembangan yang berorientasi ke dalam hal ini. Misalnya, pada tahun 1966, sekitar 60% anak-anak di Pattani tidak dapat berbicara bahasa nasional. Hal itu berkaitan dengan banyaknya orang tua Muslim yang lebih senang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah agama
Strategi yang perlu dibangun masyarakat muslim di Thailand Selatan pada saat ini adalah memajukan pendidikan, mendukung pembangunan nasional, dan menjaga stabilitas local. Namun, sampai saat inipun masyarakat muslim Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Akhirnya pemerintah Thailand juga belum mampu memberi pendidikan merata terhadap kaum muslim. Tekanan berbasis keamanan selalu mengancam mereka. Kesenjangan ini menurunkan nasionalisme mesyarakat di luar mayoritas Thai-Budha. Msulim di Thailand mempunyai sejarah tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari abad ke-13 dimana Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Pattani dan kemudian menjadi mayoritas di wilayah tersebut. Masyarakat muslim Thailand saat ini telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pemerintahan dan komunitas Thailand dari beberapa abad yang lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi, masyarakat minoritas muslim di Thailand selatan telah mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi bagian komunitas.yang.dipahami.

            Hal itu berangkat daari background masyarakat muslim sendiri, yaitu komunitas melayu Pattani yang dari awalnya berdiri sendiri dan kemudian dikuasai oleh Siam atau Thailand. Dan saat ini, dimana modernisme merambah semua negara dan Thailand menjadi negara demokrasi, muslim Thailand mulai dipandang positif oleh komunitas yang lainnya. Hal ini memunculkan era baru antara muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih luas bagi umat muslim Thailand merambah dunia politik dan ekonomi. Hal ini tampak dari pertumbuhan masjid di Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Biarpun begitu, minoritas muslim thailand masih jauh dari kelapangan dalam hidup. Karena mereka tetap menjadi minoritas yang mendapatkan tekanan dan diskriminasi yang tak henti henti.
[3]
E.     Muslim Thailand Sebagai Minoritas
Perlulah kita membatasi definisi atau pengertian tentang minoritas muslim, karena terdapat sejumlah pertimbangan dalam masalah ini, dengan pengertian bahwa Negara yang jumlah penduduk kaum musliminnya lebih dari setengah  jumlah penduduk, itu tergolong Negara Islam. Akan tetapi apabila jumlah kaum musliminnya kurang dari setengah jumlah penduduk, maka digolongkan (minoritas) masuk ke dalam Negara yang bukan Islam. Negara bukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand, Mayoritas Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani, Yala, dan marathiwat. Mereka kerap terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan. Pada saat ini mayoritas penduduk Thailand yang beragama Budha sekitar 80%. Daerah-dareh tersebut awalnya merupakan bagian dari sebuah kerajaan Melayu Islam Pattani Darusalam.Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, diantara kesultanan yang terbesar adalah Patani. Thailand sebelumnya bernama Siam yang kemudian pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muangthai.
Derita yang dialami masyarakat muslim di Thailand Selatan yang sebagai minoritas ini adalah akibat dari pembatasan ruang gerak mereka untuk memperoleh hak-haknya dalam bidang ekonomi, politik, dan keagamaan. Juga karena problematika klasik yang telah berlangsung lama yang menyalahi keyakinan dan nilai-nilai keislamannya. Minoritas ini menuntut pemisahan diri dan kemerdekaan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan.Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak untuk didengar. Yaitu Kheik atau khaek yang berarti orang luar, yang secara harfiah berarti pendatang atau orang yang datang menumpang. Dalam bahasa Thai, istilah ini juga selama berabad-abad sudah dikenal untuk menyebut kaum pendatang berkulit hitam dari daerah Melayu dan Asia Selatan, orang-orang Thai-Islam menolak sebutan ini dan menyatakan bahwa kedatangan mereka (khususnya di kawasan Thailand Selatan), jauh lebih awal daripada kedatangan orang-orang Budha Thailand. Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini menimblkan kontradiksi karena istilah Thai merupakan sinonim dari kata Budhasedangkan Islam identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada satu waktu? Maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil Malay-Islam.
Rupanya upaya kodifikasi sejarah umat Islam telah mengalami distorsi, baik pada masa lalu maupun sekarang. Telah lama kita mengaharapkan tulisan tentang sejarah Islam khususnya di wilayah Nusantara dalam bentuk yang valit dan bersih dari penyimpangan.Maka, kewajiban kaum muslimin terhadap minoritas Islam adalah untuk tidak melalaikan kewajiban terhadap apa yang dihadapi oleh para minoritas muslim di Nusantara. Karena upaya memalingkan umat dan memerangai Islam terjadi setiap hari dengan menggunakan sarana-sarana terbaru. Adalah kewajiban kita memperhatikan terhadap urusan ini melalui:
1.      Kajan-kajian ilmiah atau studi kawasan
2.      Melaksanakan semua cara untuk menguatkan hubungan dengan kaum minoritas ini serta membantu mereka, sehingga kedudukan mereka menjadi kuat, mampu menghadapi segala arus yang ada di hadapan mereka.
3.      Menyediakan sarana-sarana (baik materi maupun spiritual) dan menempuh seluruh jalan kearah itu. Karena ini adalah perkara yang tidak mungkin diraih hanya dengan angan-angan atau sekedar menguvap janji-janji kosong[4]
Notes
[1] Harun, Lukman, Potret Dunia Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985.
[2] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Rajawawi Pers PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999
[3] http://artikelilmiah.wordpress.com/2009/01/15/minoritas-muslim-thailand-selatan/
[4] http://indramunawar.blogspot.com/2009/04/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html

NEGARA LAOS

AINUN SYARIFATUL ALFIAH/SAT

·         Zaman Prasejarah Laos
Lembah Sungai Mekong dan Dataran Tinggi Korat, yang mencakup bagian substansial Laos, Kamboja dan Thailand, yang dihuni selama 10.000 tahun yang lalu. Walaupun data ini terbatas budaya prasejarah, bukti-bukti menunjukkan bahwa produksi dan berlapis keramik perunggu dimulai di sini lebih awal daripada di tempat lain di dunia. Banyak kelompok etnis di daerah-daerah, baik adat dan imigran milik Thailand linguistik keluarga-Austro. Di Laos, sebagian besar sub kelompok diidentifikasi dengan Thai-Kadai dan Hmong-Mien (Miao-Yao) keluarga linguistik. secara historis terdiri atas budaya Diaspora yang paling signifikan dari Cina Selatan dan Timur Tibet untuk Asia Tenggara.
 Laos saat ini datang ke selatan selama migrasi berkala sepanjang garis geo-grafis beberapa. Peta linguistik di Cina selatan, barat India Utara dan Asia Tenggara menunjukkan dengan jelas bahwa jalur akses utama dari sub kelompok Thailand (biasanya disebut sebagai 'Tai' oleh para sarjana) ke dalam apa yang sekarang Laos dan Thailand, adalah lembah-lembah sungai: dari Sungai Merah (Yuan Jiang) di Cina Selatan dan Vietnam ke sungai Brahmaputra di Assam dan Timur Laut India. Daerah dataran antara poin zona migrational menengah dan jauh lebih sedikit penduduknya.

·         Zaman sejarah laos
Awal sejarah Laos didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini di abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.

Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara dan beberapa kali kudeta. Pada 1975 kaum komunis Pathet Lao yang didukung Uni Soviet dan komunis Vietnam menendang pemerintahan Raja Savang Vatthana dukungan Amerika Serikat dan Perancis. Setelah mengambil alih negara ini, mereka mengganti namanya menjadi Republik Demokratik Rakyat Laos yang masih berdiri hingga saat ini. Laos mempererat hubungannya dengan Vietnam dan mengendurkan larangan ekonominya pada akhir dekade 1980an dan dimasukkan ke dalam ASEAN pada 1997.
Laos adalah negara di Asia Tenggara yang memiliki luas 236.800 km persegi dan beribukota di Vientienne.Negara ini berbatasan dengan Burma (Myanmar), Kamboja, Cina, Thailand, dan Vietnam.Wilayah Laos telah dihuni manusia selama ribuan tahun. Periode pra-sejarah negara ini tidak terlalu banyak diketahui.Diperkirakan bahwa sejumlah kelompok orang yang berbeda menetap di daerah Laos sebelum abad ke-14.Pada saat itu, wilayah Laos dikendalikan oleh Kerajaan Mon dan Kekaisaran Khmer.Bangsa Laos modern dianggap memiliki kaitan pada Kerajaan Lan Xang yang berdiri pada pertengahan abad ke-14 dan didirikan oleh Fa Ngum.Sebelum masa tersebut, negara itu sudah dihuni oleh orang Lao, orang Mon, dan kelompok etnis lainnya.Pada abad ke-16, Buddhisme Theravada manjadi agama dominan.Dimulai pada pertengahan abad ke-17, Laos mengalami penurunan kondisi ekonomi dan politik.Pada akhir abad ke-18, Laos yang semakin melemah akhirnya ditaklukkan negara tetangga Thailand (Siam).
Pada akhir abad ke-19, Perancis yang baru saja menaklukkan Vietnam bernegosiasi dengan Thailand untuk mendapatkan Laos. Pada awal abad ke-20, negara itu sepenuhnya berada di bawah kendali Perancis.Selama Perang Dunia II, Jepang menduduki Laos. Setelah perang selesai, bersama dengan Vietnam, Laos lantas menyatakan kemerdekaannya.Prancis merespon dengan mengirimkan tentara dan mengambil kendali wilayah lagi.Gerakan nasionalis terus memperjuangkan kemerdekaan, sehingga pada tahun 1950 Perancis menyatakan Laos mendapatkan otonomi.Pada tahun 1954, Laos akhirnya merdeka sepenuhnya sebagai negara monarki konstitusional.

Setelah kemerdekaannya, Laos mengalami periode ketidakstabilan politik. Hal ini diperparah dengan kepentingan Amerika Serikat di wilayah itu yang membutuhkan basis untuk memerangi Vietnam.Tercatat pemerintah koalisi pertama jatuh pada tahun 1958, meskipun pemerintahan pengganti segera terbentuk, namun segera jatuh lagi.Laos menyatakan netralitas pada tahun 1962, saat terjadi konflik di Vietnam. Namun hal ini tidak menghentikan Amerika Serikat dan Vietnam Utara untuk membangun basis kekuatan di Laos sehingga menghancurkan sikap resmi bangsa untuk tetap netral.Meskipun Laos berusaha mempertahankan demokrasi, ketika AS menarik diri dari wilayah tersebut serta seiring kejatuhan Vietnam Selatan, negara itu diambil alih oleh faksi komunis dengan dukungan militer dari Vietnam Utara.Pada akhir tahun 1975, raja dipaksa turun tahta dan Communist Lao People's Democratic Republic segera dibentuk.Pemerintahan komunis yang didukung Vietnam membuat kondisi ekonomi Laos semakin memburuk.Akhirnya, dimulai pada akhir tahun 1980-an, Laos mulai lebih membuka ekonominya dan memulai perbaikan ekonomi meskipun berjalan lambat.Laos adalah negara berdaulat yang memiliki banyak ranjau darat belum meledak hingga ke pedesaan.Pengunjung harus berhati-hati untuk tidak meninggalkan jalur jalan aman dan memperhatikan semua tanda peringatan ranjau darat.Beberapa atraksi utama Laos diantaranya adalah Khone Phapheng, air terjun terbesar di Asia Tenggara, Pha That Luang, sebuah kuil Buddha yang indah, dan gua-gua Pak OuPlain of Jars juga menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, terutama oleh arkeolog amatir.Fitur terkenal di Plain of Jars adalah guci batu besar yang berbobot lebih dari enam ton dan berusia sekitar 2000 tahun.Selain itu, terdapat pula ratusan guci lain yang berserakan di daerah itu dengan kegunaan yang belum diketahui pasti.
Akhirnya pada 19 juli 1949 laos merdeka sepenuhnya, tetapi kemerdekaan itu tidak menjadikan laos menjadi Negara yang tenang karena pada 1975 di sebabkan ketidaksetabilan politik terjadi perang saudara dan beberapa kali upaya kudeta.kaun komunis di bawah pimpinan patheh lao. Kemudian menggulingkan pemerintahan raja sivang vantthana. Setelah mengambil alih kekuasaan pathet lao menggati nama kerajaan laos menjdi menjadi republic demokratik rakyat laos, yang masih berdiri hingga sat ini


Politik Laos

Satu-satunya partai politik yang diakui di Laos adalah Partai Revolusioner Rakyat Laos (LPRP). Kepala negara adalah seorang presiden yang ditentukan oleh parlemen untuk masa jabatan 5 tahun. Kepala pemerintahan adalah seorang perdana menteri yang ditunjuk oleh presiden dengan persetujuan dari parlemen. Kebijakan pemerintahan ditentukan oleh partai melalui 9 anggota yang sangat berkuasa Politbiro dan 49 anggota Komite Pusat. Keputusan pemerintah yang penting ditentukan Dewan Menteri.

Laos menganut konstitusi baru sejak 1991. Pada tahun berikutnya, pemilu diadakan untuk 85 kursi baru Majelis Nasional yang anggotanya dipilih secara rahasia untuk masa jabatan 5 tahun. Parlemen tunggal ini diperluas sejak pemilu 1997 menjadi 99 anggota, menyetujui semua hukum baru, meskipun presidenlah yang memegang kekuasaan untuk mengeluarkan dekrit yang sifatnya mengikat. Pemilu yang terbaru dilaksanakan pada Februari 2002 ketika Majelis Nasional diperluas menjadi 109 anggota.

Sisa-sisa dari kelompok etnis Hmong yang beraliansi dengan Amerika Serikat ketika Perang Vietnam terlibat dalam konflik bersenjata dengan rezim komunis Laos sejak 1975. Sehubungan dengan adanya beberapa laporan tentang penyerahan diri etnis Hmong di media internasional baru-baru ini, konflik ini sepertinya sudah agak mereda. Sebagian besar anggota etnis Hmong berbaur kembali dengan masyarakat secara damai, dan sebagian dari mereka bahkan dilaporkan meraih posisi strategis di dalam pemerintahan negara Laos.
Serangan-serangan masih terjadi secara kecil-kecilan di seluruh negeri, tetapi tidak mengarah kepada salah satu gerakan politik. Segala perbedaan pendapat di Laos dimusnahkan, sehingga informasi yang benar sulit didapat.

 Ekonomi Laos

Pemerintah Laos - salah satu dari sekian negara komunis yang tersisa - memulai melepas kontrol ekonomi dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta pada tahun 1986. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi melesat dari sangat rendah menjadi rata-rata 6% per tahun periode 1988-2004 kecuali pada saat krisis finansial Asia yang dimulai pada 1997. Seperti negara berkembang umumnya, kota-kota besarlah yang paling banyak menikmati pertumbuhan ekonomi. Ekonomi di Vientiane, Luang Prabang, Pakxe, dan Savannakhet, mengalami pertumbuhan signifikan beberapa tahun terakhir.

Sebagian besar dari wilayahnya kekurangan infrastruktur memadai. Laos masih belum memiliki jaringan rel kereta api, meskipun adanya rencana membangun rel yang menghubungkan Vientiane dengan Thailand yang dikenal dengan Jembatan Persahabatan Thailand-Laos. Jalan-jalan besar yang meghubungkan pusat-pusat perkotaan, disebut Rute 13, telah diperbaiki secara besar-besaran beberapa tahun terakhir, namun desa-desa yang jauh dari jalan-jalan besar hanya dapat diakses melalui jalan tanah yang mungkin tidak dapat dilalui sepanjang tahun. Ada telekomunikasi internal dan eksternal yang terbatas, terutama lewat jalur kabel, namun penggunaan telepon genggam/handphone telah menyebar luas di pusat perkotaan. Listrik tidak tersedia di banyak daerah pedesaab atau hanya selama kurun waktu tertentu. Pertanian masih memengaruhi setengah dari PDB dan menyerap 80% dari tenaga kerja yang ada. Ekonomi Laos menerima bantuan dari IMF dan sumber internasional lain serta dari investasi asing baru dalam bidang pemrosesan makanan dan pertambangan, khususnya tembaga dan emas. Pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan tercepat di Laos. Pertumbuhan ekonomi umumnya terhambat oleh banyaknya penduduk berpendidikan yang pindah ke luar negeri akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. Pada 2005 penelitian oleh Bank Dunia melaporkan bahwa 37% dari penduduk Laos yang berpendidikan tinggal di luar negeri, menempatkan Laos pada tempat ke-5 di dunia untuk kasus ini.
Akhir 2004 Laos menormalisasi hubungan dagangnya dengan Amerika Serikat, yang membuat produsen Laos mendapatkan tarif ekspor yang lebih rendah sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi mereka dari sektor ekspor.

Kebudayaan Laos
Agama Theravada telah banyak memengaruhi kebudayaan Laos. Pengaruhnya dapat terlihat pada bahasa, seni, sastra, Seni tari, dll. Musik Laos didominasi oleh alat musik nasionalnya, disebut khaen (sejenis pipa bambu). Sebuah kelompok musik umumnya terdiri dari penyanyi (mor lam) dan seorang pemain khaen (mor khaen) bersama pemain rebab dan pemain instrumen lain. Lam saravane adalah jenis musik terpopuler di antara musik-musik Laos, tetapi etnis Lao di Thailand telah mengembangkannya menjadi mor lam sing yang menjadi salah satu best-selling internasional.Salah satu bukti penting dari kebudayaan Laos kuno terdapat di Dataran Guci.

Daftar Pustaka
·         Achmad Chaldun, 1995. Atlas Pengetahuan Sosial Indonesia Wawasan Nusantara dan Dunia, Surabaya: Karya Pembina Swajaya.
·         Scomptec. 2003. "GIS-Mapping Solution". http://www.scomptec.co.id.

SEJARAH KERAJAAN MALAKA DI MALAYSIA



EGI SEPTIA WINDARI/SAT

1.      Berdirinya Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Malaka, Malaysia. Kerajaan Malaka didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama Parameswara. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia dan para pengikutnya melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit pada tahun 1377. Mereka kemudian menetap di dusun nelayan Malaka dan membangunnya menjadi sebuah pelabuhan. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Usaha dari kerja keras mereka tidak sia-sia, sebab pelabuhan Malaka berhasil terwujud menjadi pelabuhan yang penting dan ramai yang kerap dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa. Kemajuan Malaka itu disebabkan letaknya yang strategis di dekat Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional.[1]
Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi. Karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian bersama penduduk asli tersebut rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.
2.      Politik Negara
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut.
Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka. [2]
                         
            3.      Raja-Raja Yang Memerintah Kerajaan Malaka
1.         Iskandar Syah (1402-1414 M)
Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang Paregreg yang mengakibatkan Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Malaka. Secara geografis, posisi Malaka sangat strategis, yaitu di Selat Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Malaka berkembang pesat,
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora menganut agama Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Malaka menjadi Kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
2.         Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M)
Merupakan putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya.Untuk menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan, maka dipilih melalui jalur politik perkawinan dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat tercapai
            3.   Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 M)
Setelah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik tahta dengan gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang pertama bergelar Sultan). Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam (serangan dari darat dan laut), namun dapat digagalkan. Kemudian ia mengadakan perluasan wilayah ke  daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri dan Kampar.
4.   Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)
Merupakan putra dari Sultan Mudzafat Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam  tewas dalam pertempuran, tetapi putra mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka. Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai kerajaan merdeka.
5.   Sultan Alaudin Syah (1477-188 M)
Merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran, satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja yang cakap.
6.   Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya, hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.
4.       Kehidupan Sosial – Budaya
          Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan majikan.
5.           Kehidupan Ekonomi
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang masuk dan keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu, raja maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang dapat menjadikan mereka sangat kaya. Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara. [3]
6.           Masa Kejayaan Kerajaan Malaka
Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2.    Daerah Kepulauan Riau.
3.    Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4.    Brunai dan Serawak.
5.    Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
1.        Indragiri.
2.        Palembang.
3.        Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.
7.           Keruntuhan Kerejaan Malaka
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah, kerajaan Malaka mengalami  kondisi yang lemah, sehingga pasukan Portugis menyerang Malaka pada tanggal 10 Agustus 1511 dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque dan akhirnya Portugis berhasil merebut Malaka pada tanggal 24 Agustus 1511. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain. [4]
Note:
[1] Sutarto dan Sunardi. 2004. Sejarah berdasarkan kurikulum 2004. Klaten: CV.Sahabat
[2] http://rismaeffendi.blogspot.com/2010/05/sejarah-kerajaan-malaka.html
[3] http://ssbelajar.blogspot.com/2012/06/kerajaan-malaka-dan-kehidupan.html
[4] http://alinayah-sukabumi.blogspot.com/2011_10_01_archive.html