PNI (Partai Nasional Indonesia)

REZKY ADITIYA [B] / SI IV

Politik Van de Venter yang diterapkan saat itu menyebabkan lahirnya golongan-golongan terpelajar, kaum intelektual pun mulai merasakan bahwa kolonialisme merupakan sebuah ajang ekploitasi ekonomi, politik, dan sosial budaya. Sehingga mereka pun akhirnya merubah cara perjuangan, yang mulanya perjuangan  tersebut dilakukan dengan otot atau senjata menjadi perjuangan yang dilakukan dengan menggunakan otak atau akal. Akibat dari perubahan cara perjuangan tersebut muncullah organisasi pergerakan nasional. Salah satu organisasi pergerakan nasional ialah PNI (Partai Nasional Indonesia).
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan Algemeene Studieclub (kelompok belajar umum) dikalangan mahasiswa. Kelompok belajar yang didirikan Ir. Soekarno ini bersifat politik, dengan kemerdekaan Indonesia sebagai tujuan utamanya.[1] Akhirnya pada 4 Juli 1927, PNI pun didirikan di Bandung. Usaha pendirian PNI ini digagas oleh  Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Mr. Iskaq Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi, dan Ir. Anwari. PNI yang lahir sebagai tanda kesadaran kesadaran rakyat Indonesia dan sebagai kelanjutan pergerakan kebangsaan Indonesia yang sudah dirintis oleh organisasi sosial politik sebelumnya. PNI pun didirikan dan dipimpin oleh kaum muda yang terpelajar dan telah mendapatkan pendidikan politik melalui kursus-kursus politik maupun buku-buku pergerakan. Sebagian mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia (PI) yang belajar di Negeri Belanda.[2]
 Dan dalam kongres pertama di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928, diputuskan untuk mengganti kata "perserikatan" menjadi kata "partai". Perkumpulan ini selanjutnya akan disebut "Partai Nasional Indonesia" atau dikenal sebagai PNI. Pergantian nama ini berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang lebih tersusun, menjadi suatu partai politik yang harus mempunyai program politik, ekonomi, dan sosial yang tertentu dan berhati-hati dalam penerimaan anggota. Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang bersifat antikolonialisme, nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam hubungan itu membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI, yaitu menyadarkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial, dan politiknya yang dijalankan oleh penguasa kolonial. Kemudian tujuan ini hendak dicapai dengan azas "selfhelp" dengan menimbulkan suatu pergerakan rakyat yang sadar, yang percaya atas tenaga dan kekuatan sendiri.[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja
sebagai berikut.
1.    Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran
atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah
kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas
segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.
2.    Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta
mendirikan bank-bank dan koperasi.
3.    Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan
derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan
transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan
poliklinik.
Dalam menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan berbagai propaganda baik melalui surat kabar seperti Banten Priyangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno. Pemerintah Hindia Belanda semakin hari bertambah cemas melihat pengaruh yang diperoleh PNI dimana-mana, mulai menunjukkan tangan besi. Soekarno juga menulis berbagai tulisan yang menyerang Belanda, seperti Soeloeh Indonesia Moeda, Persatoean Indonsesia dan Fikiran Ra'jat. Dari media tulis menulis inilah Soekarno mencurahkan segala ide tentang nasionalisme, anti-imperialisme, dan anti-kolonialisme hingga sosialisme. Tetapi dari ketiga surat kabar tersebut Fikiran Ra'jat yang ditujukan untuk kaum Marhaen yang paham membaca dan menulis.[4] Tujuan Seokarno menulis di media tersebut adalah untuk memompa semagat nasionalisme dikalangan rakyat untuk menentang imperialisme dan kolonialisme di Tanah air. Kaum Marhaen di Fikiran Ra'jat dicirikan sebagai masyarakat miskin, buruh terbodohkan dan terjajah, mereka adalah masyarakat yang harus bangkit dari keterpurukannya untuk lahir kembali sebagai manusia yang merdeka di tanahnya sendiri.
Usaha propaganda yang lainnya dilakukan dengan membentuk serikat pekerja supir "Persatuan Motoris Indonesia", Serikat Anak Kapal Indonesia", Persatuan Jongos Indonesia", Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Study Club Surabaya, serta organisasi-organisasi kedaerahan dan kristen yang penting bergabung bersama PNI dalam suatu wadah yang dikenal sebagai PPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Popularitas PNI berkembang pesat karena pengaruh Soekarno dengan pidato-pidatonya yang sangat menarik perhatian rakyat. Kewibawaan dan gaya bahasa sebagai alat bagaimana pidato-pidato Soekarno sangat ditunggu-tunggu disetiap pertemuan rapat PNI. Pada akhir tahun 1928 sudah ada 2.787 orang anggotanya, sampai Mei 1929 anggotanya telah mencapai 3.860 orang (sebagian besar di Bandung, Batavia, dan Surabaya). Dan pada akhir tahun 1929, jumlah anggota partai ini mencapai 10.000 orang.[5] Soekarno bertekad untuk mengejar Indonesia Merdeka di bawah panji-panji Merah Putih Kepala Banteng (Merah-keberanian, Putih-kebersihan hati, Kepala Banteng-percaya kepada kekuatan dan tenaga sendiri). Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai ukuran umum kini muncul semakin kuat. Maka para pemimpin terpelajar kelompok-kelompok suku bangsa dan kedaerahan menerima konsep itu antara lain sebagai alat untuk mempertahankan diri dari dominasi suku Jawa yang potensial, sedangkan kelompok-kelompok Kristen memandang konsep tersebut antara lain sebagai alat untuk mempertahankan diri dari dominasi Islam. Namun perbedaan-perbedaan, tujuan, ideologi, dan kepribadian yang nyata masih tetap memecah belah gerakan-gerakan tersebut. PSI yang berganti nama menjadi PSII keluar dari PPKI, karena kelompok-kelompok menolak untuk mengakui peranan utama Islam yang oleh para pemimpin Islam perkotaan.
Bung Karno dan Gatot Mangkoepraja, setelah selesai menghadiri kongres PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangasaan Indonesa) yang kedua di Solo pada tanggal 29 Desember 1929 ditangkap pemerintah Hindia Belanda. Kemudian mereka dibawa ke Bandung dengan penjagaan yang ketat kemudian ditempatkan di penjara Sukamiskin. Begitu pula dengan beberapa pimpinan teras PNI lainnya. Setelah itu mereka diadili di pengadilan landrad di Bandung, yang menghasilkan suatu pidato pembelaan soekarno yang sangat terkenal yaitu "Indonesia Menggugat".[6] Tuduhan yang dikenakan pemerintah Hindia Belanda adalah pasal karet, haatzai artikelen. Mereka dituduh menggangu keamanan dalam negeri dan hendak melakukkan pemberontakan sehingga melanggar artikel 10 buku hukum pidana dan artikel 163 bis ter buku hukum pidana. Dan juga artikel 171 undang-undang hukum pidana tentang menyiarkan kabar dusta untuk menganggu ketertiban umum. Sesudah Bung Karno ditahan, dan dijatuhi hukuman selama 4 tahun kepemimpinan PNI diambil alih oleh Mr. Sartono.[7] Setelah melalui kongres pada bulan Februari 1931 di Jakarta, Pengurus Besar PNI mengeluarkan maklumat tentang pembubaran PNI dengan alasan untuk menjaga anggota-anggota PNI lainnya agar tidak mendapatkan kesulitan karena dituduh sebagai anggota partai terlarang. Pengurus besar PNI atas anjuran Mr. Sartono, berkaitan dengan keputusan pengadilan negeri Bandung tersebut, mengusulkan pembubaran PNI dan sebagai gantinya mereka mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Partai ini bertujuan Indonesia Merdeka dan berdiri atas dasar nasionalisme dan "self-help" atau yang lazimnya dikenal sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Ketika Bung Karno keluar dari penjara Sukamiskin pada pertengahan 1932, ia mendapati PNI (lama) telah terpecah menjadi dua yaitu PNI (Baru) dan Partindo. Namun akhirnya Bung Karno memilih Partindo sebagai basis perjuangannya. Walaupun begitu ia tidak puas melihat perkembangan partai itu, apalagi ia mendengar adanya desas-desus bahwa PNI baru juga bermaksud menggunakan nama lama itu. Ia mengusulkan kepada Badan Pengurus partindo pada bulan Maret 1933 agar merubah namanya menjadi Partai Nasional Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperluas jumlah cabang Partindo, dalam persaingan dengan PNI baru. Pada waktu itu, kepemimpinan partai nasionalis terpecah dua, yaitu Soekarno/Sartono bersaing dengan Hatta/Syahrir. Bagi Soekarno pribadi, hanya dia yang berhak menggunakan nama asli itu, sebab itu adalah partainya.
Walaupun ia gagal mengubah nama partai itu, tetapi ideologi Marhaenisme yang merupakan rumusan original yang diperkenalkan Soekarno. Secara resmi diterima sebagai dasar-dasar politik partai dalam kongres bulan Juli 1933. Ideologi itu tidak menunjukkan adanya perubahan penting dalam pemikiran politik Soekarno, hanya sekadar menghaluskan ide-idenya tentang politik, sosial dan ekonomi yang dikemukakan sejak tahun 1927 sejalan dengan arus utama gerakan nasionalis sekuler. Namun demikian kejadian tersebut ditentang oleh beberapa tokoh PNI lainnya seperti Soedjadi Moerad, Kantaatmaka, Bondan, Soekarto dan Teguh. Mereka menolak bergabung dengan Partindo dan membentuk dalam daerahnya masing-masing "Golongan Merdeka".[8]
Kesimpulan
PNI adalah entitas yang dinamis karena pertentangan berbagai unsur di dalamnya. PNI adalah Jawasentris dan sekuler, tetapi mencakup unsur non-Jawa dan Islam. Kelompok birokrat priayi, lapisan sosial atas berpendidikan Barat, dan Berbeda dengan agama yang disatukan oleh konsep "umat" atau komunisme yang mewadahi perjuangan kelas proletar, nasionalisme memiliki kontradiksi karena penyatuan rakyat dilakukan bukan atas nama mereka, tetapi atas nama bangsa dan negara dengan sebuah identitas primordial.
Lalu partai nasionalis sering mencari figur karismatis untuk menyatukan pengikutnya. Pendukungnya yang memiliki beragam identitas primordial dan kelas sosial menemukan wadah kulturalnya, yakni budaya feodal yang masih berakar kuat. Sehingga kita dapat melihat bagaimana Soekarno menjadi jantung dari pergerakan PNI. PNI langsung kehilangan pamornya ketika Soekarno ditangkap . Pada era 1950an, PNI melakukan propaganda dengan menyebut Soekarno sebagai pemimpin PNI, padahal itu terjadi pada era 1920-an. Kedekatan PNI dengan soekarno membuat PNI mendapatkan dukungan yang besar dari rakyat Indonesia . PNI berhasil memenangkan pemilu pertama dan juga mendapatkan posisi strategis dipemerintahan. Itu semua tidak lepas dari nama besar Soekarno sebagai pendiri PNI. Sehingga PNI dapat di identikan dengan Soekarno.
Kutipan
1.    Poesponegoro,Mawarti Djoened.2012. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka, hal: 210
2.    Dimjati, M. 1951. Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Djakarta: Widjaja, hal: 83
3.    Poesponegoro,Mawarti Djoened.2012. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka,hal: 211
4.    Lubis, L.M. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat, hal: 80
5.    Poesponegoro,Mawarti Djoened.2012. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka, hal: 213
6.    Soekarno. 1983. Indonesia MenggugatJakarta: Tjita Agung, hal: 158
7.    Poesponegoro,Mawarti Djoened.2012. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka, hal: 216
8.    Utomo C. Budi.1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari kebangkitan hingga kemerdekaan.Semarang: Ikip Semarang Press, hal: 160
Daftar Pustaka
1.    Poesponegoro,Mawarti Djoened.2012. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta.Balai Pustaka
2.    Lubis, L.M.1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat
3.    Utomo C. Budi.1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari kebangkitan hingga kemerdekaan.Semarang: Ikip Semarang Press.
4.    Soekarno. 1983. Indonesia MenggugatJakarta: Tjita Agung
5.    Dimjati, M. 1951. Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Djakarta: Widjaja.

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA


MAMAN KURNIAWAN / SP
            Malaysia adalah sebuah Negara federasi yang terdiri dari tiga belas Negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di asia tenggara dengan luas 329.847 km persegi. Ibukotanya adalah kuala lumpur sedangkan putra jaya menjadi pusat pemerintahan persekutuan. Jumlah penduduk negara ini melebihi 27 juta jiwa.Abstarak Sistem pendidikan penjajah telah digantikan dengan sistem pendidikan kebangsaan malaysia.Sistem yang terdahulu tidak mengambil kira pembangunan, pembentukan identitikebangsaan dan perpaduan negara. Lantaran itu kesedaran dikalangan pemimpin dan rakyat Malaysia timbul bahawa betapa mustahaknya satu bentuk sistem pendidikanmengikut acuan kita sendiri.Maka dengan itu Penyata Razak (1956) dan Laporan Rahman Talib ( 1960 ) menjadi asaspembentukan sistem dan Dasar Pendidikan ( Pelajaran ) Kebangsaan seperti termaktubdalam Akta Pelajaran Kebangsaan 1961. Kemudian sebuah Jawatankuasa Kabinet telahditubuhkan dalam tahun 1974 untuk mengkaji semula Dasar Pendidikan Kebangsaan.Tujuan untuk memperbaiki perlaksanaannya supaya matlamat melahirkan satumasyarakat yang bersatu padu dan berdisipilin serta memenuhi keperluan tenaga rakyatyang terlatih bagi pembangunan negara dapat dicapai. Laporan Jawatankuasa ini telahditerbitkan dalam tahuan 1976.Kertas kerja ini akan melihat evolusi sistem pendidikan kebangsaan yang sentiasaberubah dari awal hingga kini dan terjelmanya Falsafah Pendidikan Negara secaratersurat. Sehubungan dengan itu seharusnya kita menyorot kembali sejarahperkembangan pendidikan di zaman silam, zaman penjajahan British, sebelum merdekadan selepas merdeka. Akhirnya akan membawa kepada satu isu bersangkutanperlaksanaan dasar yang terbaru untuk dibicarakan dalam kertas ini iaitu pelajar-pelajar yang lulus PMR dengan sekurang-kurangnya mendapat 1D, boleh dinaikkanke tingkatan 4. Isu ini telah dilaksanakan dalam tahun 1998. Di kalangan wargapendidik mereka melihat isu ini dalam berbagai persepsi ada yang pro dan ada yangkontra dalam perkara ini. Sejarah Awal Pendidikan di Tanah MelayuCorak pendidikan yang ada di waktu ini berbentuk bukan formal. Ia wujud danberkembang bersama-sama pengembangan agama Islam di negari-negeri SemenanjungTanah Melayu dan kepulauan Melayu pada abad ke 14. Pedagang Arab dan India yangberagama Islam datang ke kawasan Asia Tenggara. Di waktu itu wujudnya institusipendidikan yang dinamakan 'sekolah pondok'. Sekolah pondok ini dibangunkan dandimajukan bersama secara gotong royong di kalangan masyarakat setempat. Pada abadke 18 dan 19 di Terengganu, Kelantan dan Kedah yang paling banyak sekolah pondok.Ramainya tokoh-tokoh agama muncul menyebarkan agama Islam di Semenanjung TanahMelayu. Sekolah pondok juga merebak di Semenanjung Tanah Melayu termasukSingapura. Sehingga sebelum abad ke 20 masih tiada sistem dan organisasi pendidikanberbentuk formal. -1- ,Pendidikan Di waktu Penjajahan Inggeris (1800 hingga 1956)Sistem pendidikan diwaktu ini adalah warisan budaya pendidikan zaman pemerintahanInggeris. Diwaktu zaman ini terbentuk lima jenis persekolahan iaitu Sekolah VernukularMelayu, SekolahVernukular Cina , Sekolah Vernukular India, Sekolah VernukularInggeris dan Sekolah Agama ( Madrasah ). Ciri-ciri sebegini rupa terbentuk keranamengambil kira faktor politik, ekonomi ,sosio-budaya dan agama.Pendidikan Sebelum Merdeka ( 1941 hingga 1956 )Waktu pemerintahan Jepun ( 1941 hingga 1956 ) Pendidikan Tamil dan PendidikanMelayu diteruskan dengan ditambah bahasa Jepung. Penubuhan sekolah Nippon-Go untukmenggantikan Sekolah Vernukular Cina dan Inggeris. Pengajaran lebih ditekankan lagu-lagu klasik Jepun dan Kebudayaan Jepun.Selepas tamat Perang Dunia Kedua 1946 , Inggeris kembali semula ke Tanah Melayu.Keadaan sistem pendidikan diwaktu ini bercelaru, orang Melayu telah mula kuatsemangat nasionalisme dan masyarkat Cina, India masih mahu kekal bermastautin diMalaya. Selain daripada itu dikalangan orang Melayu mula timbul kesedaran untukmemajukan pendidikan. Melalui pendidikan, ekonomi dan sosial orang Melayu ditingkatkan.Atas desakan dan kesedaran orang Melayu untuk memperluaskan peluang pendidikanuntuk kanak-kanak Melayu. Kaum Melayu mula mendesak pihak kerajaan Inggerismemperbaiki keadaan pendidikan di sekolah-sekolah Melayu. Maka pada tahun 1950 satu Jawatan kuasa yang dipengerusikan oleh L.J.Barnes telah ditugaskan untukmenyemak dan memperbaiki keadaan pendidikan orang Melayu. Pada tahun 1951terbentuklah Jawatankuasa L.J.Barnes fokusnya kepada pendidikan orang Melayu danmembawa kepada seluruh sistem pendidikan perlu dirombak semula.Perkembangan Pendidikan Dari Tahun ( 1957 hingga 1970 )Dalam waktu ini bagi menjelaskan perkembangan pendidikan ada baiknya dilihatkronologi peristiwa perkembangan yang berlaku didalam sistem pendidikan untukmemberikan gambaran yang jelas mengenainya. - Malaya merdeka pada 31 Ogos 1957 - Laporan Rahman Talib 1960 - Pendidikan rendah percuma - Peperiksaan masuk sekolah menengah dimansuhkan 1964 - Pendidikan menengah komprehensif atau pendidikan aneka jurusan Diperkenalkan 1965 - Peperiksaan darjah lima diperkenalkan 1967 - Jawatankuasa perancangan pelajaran tinggi dibentuk membawa tertubuhnya Majlis Pelajaran Tinggi 1968[1]
            Sejarah Awal Pendidikan di Tanah Melayu Corak pendidikan yang ada di waktu ini berbentuk bukan formal. Ia wujud dan berkembang bersama-sama pengembangan agama Islam di negari-negeri Semenanjung Tanah Melayu dan kepulauan Melayu pada abad ke 14. Pedagang Arab dan India yang beragama Islam datang ke kawasan Asia Tenggara. Di waktu itu wujudnya institusi pendidikan yang dinamakan 'sekolah pondok'. Sekolah pondok ini dibangunkan dan dimajukan bersama secara gotong royong di kalangan masyarakat setempat. Pada abad ke 18 dan 19 di Terengganu, Kelantan dan Kedah yang paling banyak sekolah pondok. Ramainya tokoh-tokoh agama muncul menyebarkan agama Islam di Semenanjung Tanah Melayu. Sekolah pondok juga merebak di Semenanjung Tanah Melayu termasuk Singapura. Sehingga sebelum abad ke 20 masih tiada sistem dan organisasi pendidikan berbentuk formal. Pendidikan Di waktu Penjajahan Inggeris (1800 hingga 1956) Sistem pendidikan diwaktu ini adalah warisan budaya pendidikan zaman pemerintahan Inggeris. Diwaktu zaman ini terbentuk lima jenis persekolahan iaitu Sekolah Vernukular Melayu, SekolahVernukular Cina , Sekolah Vernukular India, Sekolah Vernukular Inggeris dan Sekolah Agama ( Madrasah ). Ciri-ciri sebegini rupa terbentuk kerana mengambil kira faktor politik, ekonomi ,sosio-budaya dan agama. Pendidikan Sebelum Merdeka ( 1941 hingga 1956 ) Waktu pemerintahan Jepun ( 1941 hingga 1956 ) Pendidikan Tamil dan Pendidikan Melayu diteruskan dengan ditambah bahasa Jepun. Penubuhan sekolah Nippon-Go untuk menggantikan Sekolah Vernukular Cina dan Inggeris. Pengajaran lebih ditekankan lagu- lagu klasik Jepun dan Kebudayaan Jepun. Selepas tamat Perang Dunia Kedua 1946 , Inggeris kembali semula ke Tanah Melayu. Keadaan sistem pendidikan diwaktu ini bercelaru, orang Melayu telah mula kuat semangat nasionalisme dan masyarkat Cina, India masih mahu kekal bermastautin di Malaya. Selain daripada itu dikalangan orang Melayu mula timbul kesedaran untuk memajukan pendidikan. Melalui pendidikan, ekonomi dan sosial orang Melayu di tingkatkan.
 Atas desakan dan kesedaran orang Melayu untuk memperluaskan peluang pendidikan untuk kanak-kanak Melayu. Kaum Melayu mula mendesak pihak kerajaan Inggeris memperbaiki keadaan pendidikan di sekolah-sekolah Melayu. Maka pada tahun 1950 satu Jawatankuasa yang dipengerusikan oleh L.J.Barnes telah ditugaskan untuk menyemak dan memperbaiki keadaan pendidikan orang Melayu. Pada tahun 1951 terbentuklah Jawatankuasa L.J.Barnes fokusnya kepada pendidikan orang Melayu dan membawa kepada seluruh sistem pendidikan perlu dirombak semula. Sejarah Pendidikan Selepas Merdeka Terdapat tiga jenis laporan penting yang menjadi asas kepada sejarah pendidikan selepas kemerdekaan, iaitu : 1. Laporan Barnes (1950) a) Disediakan pada tahun 1951 oleh L.J. Barnes b) Laporan ini disediakan dengan tujuan untuk menyiasat kedudukan dan memperbaiki pendidikan orang Melayu. c) Terdapat beberapa cadangan di dalam Laporan Barnes ini, iaitu: i) Dua jenis system sekolah hendaklah ditubuhankan ii) Satu jenis sekolah menggunakan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Pengantar iii) Pelajaran Bahasa Cina dan Tamil akan disediakan jika terdapat 15 orang murid atau lebih yang ingin mempelajari bahasa ibunda mereka iv) Bahasa Melayu wajib diajar di sekolah Inggeris dan Bahasa Inggeris wajib diajar di sekolah Melayu d) Terdapat beberapa syor di dalam Laporan Barnes. Antaranya ialah : i) Sekolah dwibahasa diadakan dan bahasa pengantar yang digunakan ialah bahasa Inggeris dan bahasa Melayu. ii) Sekolah – sekolah vernacular dalam bahasa Melayu, Cina dan Tamil ditukarkan kepada sekolah kebangsaan. Di mana sekolah – sekolah ini akan menggunakan bahasa kebangsaan, iaitu bahasa Melayu.[2]
Laporan Fenn – Wu (1951) a) Diketuai oleh Dr. Fenn (Setiausaha Kerja Bersekutu – Negara China) dan Dr Wu (Pertubuhan Bangsa – Bangsa Bersatu) b) Mengkaji semula Laporan Barnes serta melayan kehendak masyarakat Cina yang menganggap laporan tersebut bertujuan menghapuskan bahasa dan budaya orang Cina. c) Terdpat beberapa cadangan yang dibuat, kemudiannya menjadi asas kepada Ordinan Pelajaran (1952) d) Terdapat beberapa syor di dalam Laporan Fenn – Wu. Antaranya ialah: i) Sekolah vernacular dibenarkan berfungsi dan menggunakan tiga bahasa, iaitu Malayu, Cina dan Tamil dan kebangsaan juga diadakan. ii) Sekolah – sekolah aliran jenis kebangsaan (Inggeris) dikekalkan iii) Sekolah – sekolah vokasional terus dikembangkan untuk menampung keperluan tenaga pekerja mahir yang diperlukan untuk pembangunan negara. 3. Ordinan Pelajaran (1952) a) Sebuah jawatankuasa telah ditubuhkan oleh kerajaan British untuk mengkaji Laporan Barnes dan Fenn – Wu. b) Laporan jawatankuasa ini dikenali sebagai Ordinan Pelajaran (1952). Sekolah Kebangsaan – corak sistem persekolahan kebangsaan, iaitu Sekolah vernakular Cina dan Tamil tidak diterima sebagai sistem persekolahan kebangsaan. c) Bahasa Cina dan Tamil diajar sebagai bahasa ketiga d) Walau bagaimanapun, Ordinan Pelajaran (1952) ini tidak menjadi kenyataan disebabkan masalah kewangan.
Rumusan Dalam era pendidikan ini, wujud dikotomi akibat kurikulum yang digunakan berbeza antara kaum. Di mana sekolah menggunakan bahasa pengantar masing – masing dan lokasi sekolah juga berbeza mengikut sektor ekonomi yang diceburi oleh kaum masing – masing. Apa yang jelas pada ketika ini adalah bahawa fikiran dan aspirasi yang berlainan di kalangan masyarakat pada masa itu.Oleh hal demikian suatu kajian dijalankan untuk menambahbaikkan system pendidikan di Negara ini. PENYATA RAZAK (1956) 1. Diwujudkan apabila Parti Perikatan mencapai kemenangan dalam pilihan raya pada tahun 1955. Menteri Pelajaran pada ketika itu, Y.B Dato' Tun Abdul Razak Hussein telah menubuhkan Jawatankuasa Pelajaran dan mensyorkan beberapa perubahan dalam seistem pendidikan, dan laporan ini telah dikenali sebagai Penyata Razak (1956). Cadangan – cadangan penyata ini dimaktubkan dalam Ordinan Pelajaran (1957) 2. Melihat kepada sistem pendidikan pada ketika itu, Penyata Razak mempunyai beberapa tujuan. Antaranya ialah : a) Menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, bahasa perpaduan dan bahasa pengantar di sekolah. b) Mengeratkan perpaduan antara kaum Melayu, Cina dan India sebagai satu rumpun bangsa di Tanah Melayu c) Mengembangkan sistem pendidikan agar jurang perbezaan antara kaum dapat dikurangkan d) Menyediakan kemudahan pendidikan yang mencukupi untuk melahirkan masyarakat yang berdisiplin, terlatih, liberal dan progresif. e) Mewujudkan system pengurusan pendidikan yang lebih cekap dan berkesan. f) Mewujudkan masyarakat yang bertolenrasi, berdisiplin, terlatih , liberal dan progresif.
Memenuhi keperluan negara yang merdeka dan memperkembangkan sistem pendidikan. 3. Penyata Razak mengorak langkah dalam membawa perubahan dalam sistem pendidikan. Antara syor yang membawa kepada perubahan adalah dalam aspek – aspek berikut : a) Penubuhan Jawatankuasa i) Menteri Pelajaran bertanggungjawab terus terhadap aspek yang berkaitan dengan pelajaran menengah, lathan guru dan merangka dasar pelajaran. ii) Aspek tentang pelajaran rendah dan pertukangan pula adalah di bawah Pihak Berkuasa Tempatan. iii) Jemaah Nazir Sekolah ditubuhkan dan ini diikuti dengan Lembaga Pengelola Sekolah untuk semua sekolah b) Jenis sekolah dan penggunaan bahasa. Sekolah yang dibenarkan untuk diwujudkan ialah : i) Sekolah rendah persendirian atau yang menerima bantuan yang sama ii) Sekolah menengah persendirian atau yang menerima bantuan yang sama. iii) Satu sekolah menengah kebangsaan terbuka ditubuhkan untuk semua bangsa dan menggunakan sukatan serta kurikulum yang sama. iv) Bahasa Melayu dan Bahasa Inggeris dijadikan mata pelajaran wajib di semua sekolah dan menengah. v) Sukatan pelajaran dan jadual waktu yang sama diadakan untuk semua sekolah. c) Peperiksaan i) Peperiksaan Sijil Rendah Pelajaran dan Sijil Persekutuan Tanah Melayu d) Latihan i) Semua guru dilatih di bawah rancangan latihan yang sama ii) Pelajaran menengah lanjutan dan sambilan juga diadakan. iii) Pelajaran teknik disusun semula mengikut keperluan.[3]
Dibawah Ordinan Pelajaran (1957), semua syor yang diutarakan dalam Penyata Rzak diterima dan disahkan oleh Majlis Perundangan Persekutuan. Kesan / Implikasi Penyata Razak (1956) Terdapat beberapa kesan akibat daripada pelaksanaan Penyata Razak. Antaranya ialah : 1. Kementerian Pelajaran diwujudkan dan ini telah merintis jalan kea rah tertubuhnya satu sistem pentadbiran pendidikan yang berpusat. 2. Sebuah sekolah diwujudkan, iaitu sekolah menengah kebangsaan yang menggunakan kurikulum serta kokurikulum yang seragam. 3. Peluang pelajaran diperluaskan hingga ke epringkat pengajian tinggi dan aliran persekolahan diperlbagaikan ke aliran teknik, akademik dan vokasional. 4. Semua calon sekolah menengah menduduki peperiksaan awam yang sama, iaitu peperiksaan Sijil Rendah Pelajaran dan Sijil Persekutuan Tanah Melayu. 5. Bagi tujuan pemantauan keberkesanan, mutu pelajaran dan sistem pendidikan di sekolah, sebuah Jemaah Nazir yang bebas telah ditubuhkan. 6. Bahasa Melayu yang diwajibkan di semua sekolah rendah dan menengah telah melahirkan beberapa buah institusi, iaitu: a) Institusi Bahasa di Lembah Pantai, Kuala Lumpur yang berperanan melatih guru – guru bahasa Melayu. b) Dewan Bahasa dan Pustaka berfungsi untuk meningkatkan perkembangan dan pengajiaan bahasa Melayu. 
Reaksi terhadap Laporan Razak Terdapat pelbagai reaksi di kalangan kaum termasuk parti politik terhadap Laporan Razak. Antaranya ialah: Pihak yang terlibat Keterangan Orang Melayu - Tidak berpuas hati dan syak wasangka terhadap kedudukan bahasa Inggeris di sekolah - UMNO Johor menentang kerana beranggapan ia membahayakan kedudukan bahasa Melayu Orang Cina - Kesatuan Guru Sekolah Cina dan akhbar Cina menentang Perkara 12 kerana memperakukan bahawa objektif akhir adalah untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar utama di sekolah Orang India - Kesatuan Guru Sekolah Tamil menentang kerana berpendapat bahasa kemajuan sekolah Tamil akan terencat Parti Politik - Parti Agama Islam Semalaya (PAS) menentang kerana tiada jaminan bahasa Melayu akan dijadikan bahasa kebangsaan atau bahasa rasmi - Tiada sebarang perakuan bahasa taraf bahasa Inggeris akan diturunkan - Malayan Chinese Association (MCA) mengesa kerajaan menerima bahasa Cina[4]
Notes :
[1] Nik Azis Nik Pa, Noraini Idris. 2008. Perjuangan Memperkasa Pendidikan Di Malaysia. Kuala Lumpur
[2] Kay Kim Khoo, Mohd Fadzil Othman, Jazamuddin Baharuddin. 2007. Pendidikan di Malaysia Dahulu dan Sekarang. Kuala Lumpur. Persatuan Sejarah Malaysia [2]

Kelahira Muhammadiyah dan Pemikiran K.H. AHMAD DAHLAN Mengenai Pendidikan Indonesia pada masa Kolonialisme

Muhammad Nur/ SI IV/B

Pada awal abad ke-20, dunia pendidikan islam masih ditandai oleh adanya system pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Di satu segi terdapat madrasah yang mengajarkan pendidikan agama tanpa mengajarkan pengetahuan umum, dan disatu sisi terdapat lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama. Pendidikan islam juga tidak memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, terutama jika dihubungkan dengan perkembangan masyarakat. Umat islam berada dalam kemunduran yang diakibatkan oleh pendidikannya yang tradisional.
K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pembaru pendidikan islam dari jawa yang berupaya menjawab permasalahan umat tersebut diatas. Dialah tokoh yang berusaha memasukkan pendidikan umum kedalam kurikulum madrasah, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam lembaga pendidikan umum. Melalui pendidikan, K.H Ahmad Dahlan menginginkan agar umat dan bangsa Indonesia memiliki jiwa kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air. Dialah tokoh yang telah berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan modern ke seluruh pelosok tanah air melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, dan hingga kini makin menunjukkan eksistensi secara fungsional.

A. Riwayat Hidup
K.H Ahmad Dahlan, dilahirkan pada tahun 1869 di Yogyakarta dengan nama Darwisy. Ayahnya bernama Kiai Haji Abu Bakar Bin Kiai Sulaiman, seorang khatib tetap di Masjid Sultan di kota tersebut. Ibunya adalah anak seorang penghulu, Haji Ibrahim.
Sewaktu kecil, Ahmad Dahlan tidak sempat menikmati pendidikan Barat untuk anak-anak kaum ningrat yang lulusannya biasanya disebut kapir landa. Malahan ia mendapatkan pendidikan tradisional di Kauman, Yogyakarta, di mana ayahnya sendiri, Kiai Haji Abu Bakar menjadi guru utamanya yang mengajarkan pelajaran-pelajaran dasar mengenai agama islam. Seperti juga anak-anak kecil lain ketika itu, Ahmad Dahlan dikirim ke pesantren di Yogyakarta dan pesantren-pesantren lain di beberapa tempat di Jawa. Di lembaga-lembaga pendidikan inilah, ia belajar pelajaran qira'ah, tafsir, fiqih, dan bahasa Arab.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di madrasah dan pesantren di Yogyakarta dan sekitarnya, ia berangkat ke Mekkah untuk pertama kali pada 1890. Selama setahun ia belajar disana. Salah seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib, seorang pembaru dari Minangkabau, Sumatra Barat. Sekitar tiga tahun kemudian, 1903, untuk kedua kalinya ia berkunjung ke Mekkah. Kali ini ia menetap lebih lama, dua tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa kakeknya dari garis ibu bernama Haji Ibrahim, yang merupakan seorang penghulu di Yogyakarta.
Diyakini, bahwa selama tinggalnya di kota suci Mekkah itulah Ahmad Dahlan bertemu dengan ide-ide pembaharuan Islam yang dipelopori Jamaluddin Al-Afghani, Muhamad Abduh dan Rasyid Ridha.[1]
Ahmad Dahlan bukan seorang penulis sebagaimana Muhammad Natsir. Oleh karena itu, gagasan-gagasan pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya nyata. Untuk itu ia lebih dikenal sebagai pelaku dibandingkan sebagai pemikir. Ahmad Dahlan juga menjadi khatib di Masjid Kasultanan Yogyakarta, di samping sebagai guru di sekolah-sekolah pemerintah seperti Kweekschool di Yogyakarta dan OSVIA di Magelang.
Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah; ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemeritah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang diberikan Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sendiri sekolah secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen. Melalui organisasi tersebut, selain system pengajaran dapat diatur sedemikian rupa, juga lebih dapat terhindar dari kebangkrutan manakala pendirinya telah meninggal, sebagaimana system pesantren tradisional ketika kiainya telah wafat.[2]
Akhirnya, pada 18 November 1912, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Organisasi ini mempunyai maksud "menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad Saw. kepada penduduk bumi putra" dan " memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya". Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi berupaya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di mana dibicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah-majalah.
Dalam mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi ini dalam tahun-tahun pertama tidaklah mengadakan pembagian tugas yang jelas diantara anggota pengurus. Hal ini semata-mata disebabkan oleh ruang gerak yang masih sangat terbatas, yaitu sampai sekurang-kurangnya tahun 1917 pada daerah Kauman, Yogyakarta, saja. Dahlan sendiri aktif bertabligh, aktif pula mengajar di sekolah Muhammadiyah, aktif dalam memberikan bimbingan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti shalat, dan dalam memberikan bantuan kepada fakir miskin dengan mengumpulkan dana dan pakaian untuk mereka. Sifat sosial dan pendidikan ari Muhammadiyah memanglah telah diletakkan di dalam masa-masa awal tersebut.[3]
Sudah barang tentu Kiai Haji Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian. Ia dibantu oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji Syarwani, dan Haji Abdulgani. Sedangkan anggota Budi Utomo yang paling keras mendukung segera didirikan sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas Rasyidi, siswa Kweekschool di Yogyakarta,dan R. Sosrosugondo seorang guru di sekolah tersebut. Sekitar sebelas tahun kemudian setelah organisasi Muhammadiyah didirikan, Kiai Haji Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 1923.

B. Pemikiran Pendidikan
Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Ahmad Khan ( tokoh pembaru Islam di India ) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang demikian telah menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan tetapi Ahmad Khan juga mengakui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai dengan zaman harus digali. Ahmad Khan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan adanya masyarakat yang sekuler atau pluralis, meskipun ia mencoba mendorong Muslim untuk berhubungan dengan orang-orang Barat, untuk makan bersama mereka, untuk menghormati agama mereka, untuk mempelajari ilmu-ilmu mereka, dan lain-lainnya.[4]
Sebagaimana halnya Ahmad Khan, Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorangpun mencapai kebesaran di dunia ini dan di akherat kecuali mereka yang mempunyai kepribadian baik. Seorang yang berkepribadian baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-qur'an dan hadis. Karena nabi merupakan contoh pengamalan Al-qur'an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi.
Selain itu, Ahmad Dahlan berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan materil. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencobamelihat relevansinya dengan perkembangan zaman. Pemikiran Ahmad Dahlan seperti itu, merupakan respon Prakmatis terhadap kondisi ekonomi umat Islam yang tidak menguntungkan Indonesia. Seperti dapat diketahui bahwa di bawah kolonialisme Belanda, umat Islam tertinggal secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sektor-sektor pemerintah atau perusahaan-perusahaan swasta. Situasi yang demikian itu menjadi perhatian Ahmad Dahlan yang berusaha memperbaharui sistem pendidikan umat islam.[5]
Ahamad Dahlan sadar, bahwa tingakat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintah itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk.  Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaiki dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat Al-Ra'd yang artinya: seungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.[6]
Bedasarkan ide-idenya itu, terlihat bahwa Ahmad Dahlan mengunakan pendekatan self corrective terhadap umat islam. Menurut Ahmad Dahlan bahwa pandangan muslim tradisional terlalu menitikberatkan pada aspek spriritual dalam kehidupan sehari-hari saja. Sikap semacam ini mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kemunduran dunia Islam, sementar kelompok yang lain telah mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi. Ahmad Dahlan terobsesi dengan kekuatan sistem pendidikan barat seperti terlihat pada sekolah-sekolah misonaris maupun pemerintah. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa kemajuan materil merupakan prioritas karena dengan cara itu kesejahteraan merekan akan bisa sejajar dengan kaum kolonial.
Upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut diatas dilaksanakan lebih lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijah 1330 H. Dengan pendirian organisasi tersebut turu mempercepat apa yang di cita-citakan oleh Ahmad Dahlan yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah guna untuk memajukan kesejahteraan kaum Muslim di kemudian harinya. Akan tetapi sekolah yang didirikan oelh Ahmad Dahlan ini sangat berbeda dengan sekolah-sekolah yang pernah ada sebelumnya, biasanya di sekolah biasa antara pesantren dengan sekolah umum sangat jauh berbeda. Contonya di pesantren mempelajari tentang pengetahuan agama saja tanpa mempelajari pengetahuan umum dan bersifat masih tradisional dan sekolah umum juga hanya mempelajari pengetahuan umum saja tanpa ada mempelajari pengetahuan agama biasanya bersifat moderen. Hal inilah yang membuat umat Muslim tertinggal dengan golongan yang lainnya. Akan tetapi di sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan sistem seperti tersebut di hapuskan, di sekolah ahmad Dahlan antara pengetahuan Agama dan pengetahuan Umum di satukan sehingga para siswa dapat berfikir lebih kritis untuk kemajuan bangsanya di kemudian hari.[7]
Perjuangan Ahmad Dahlan tidaklah mudah banyak tantangan dan rintangan yang harus di hadapi Ahmad Dahlan dalam mewujudkan cita-citanya tersebut. Tantangan tersebut datang dari kaum tradisionalis yang menentang pemikiran dari Ahmad Dahlan, akan tetapi beliau tetap gigih dalam menjalankan tekadnya tersebut. Tak jarang beliau menjemput anak-anak muridnya untuk bersekolah di sekolah yang beliau dirikan tersebut, dan banyak pula cemeehan yang beliau dapat dari orang tua muridnya tersebut, namun demikian Ahmad Dahlan tetap sabar dalam menjalankan hasil pemikirannya tersebut sehingga lama-kelamaan hasil pemikiranya tersebut di sambut baik oleh masyarakat dan mulai berkembang pesat sampai saat sekarang ini. Dan Muhammadiyah pun menjadi organisasi yang besar dan memilki peran yan penting bagi bangsa Indonesia pada saat sekarang ini, hal itu bisa terwujud tidak terlepas dari peran yang sangat besat dari ulama yang memilki kesabaran, keuletan, kepiawayan dan kegigihan dalam memperjuangakan hasil pemikirangnya tersebut yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Sosok ulama yang sangat di segani dan membawa pencerahan bagi umat islam dan indonesia khususnya. Jadi perjuangan beliau tidak dapat dilupakan.
C. Penutup
            Berdasarkan paparan tersebut diatas dapat dikemukakan beberapa catatan tentang Ahmad Dahlan sebagai berukut:
          Pertama, bahwa dilihat dari kepribadianya, Ahmad Dahlan termasuk seorang ulama yang memilki komitmen kepada cita-cita kemajuan bangsa (khusunya umat Islam) dan negara Republik Indonesia, dengan berdasarkan pada upaya mewujudkan cita-cita ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
             Kedua, bahwa komitmen dan cita-cita Ahmad Dahlan tersebut diatas didasarkan pada adanya permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dan Umat islam pada saat itu. Bangsa Indonesia pada saat itu masih dalam keadaan terjajah oleh Belanda yang membawa penderitaan lahir dan batin. Sedangkan sebagai umat Islam yang merupakan bagian terbesar bangsa Indonesia berada dalam keterbelakangan dalam segala bidang: ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Ketiga, Ahmad Dahlan melihat bahwa diantara faktor penyebab dari kemunduran bangsa Indonesia, khusunya umat Islam adalah karena kebodohan dan keterbelakangan dalam pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen, pemahaman ajaran Islam yang sempit (yang hanya memperhatikan urusan ritualitas belaka) serta tidak sejalan dengan Al-qur'an dan Hadis, serta belum memiliki kemampuan untuk menghimpun potensi melalui organisasi.
Keempat, sejalan dengan latarbelakang penyebab terjadinya keterbelakangan bangsa Indonesia dan umat Islam di atas, maka Ahmad Dahlan melihat bahwa upaya untuk mengatasinya adalah dengan cara kembali kepada ajaran Islam yang murni sebagaiman terdapat dalam Al-qur'an dan Hadis dengan mengunakan pendidikan dan Dakwah sebagai sasaran yang strategis.
Kelima, usaha Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan telah terlihat pada perannya mengintegrasikan ilmu agama dan umum, dengan cara mengajarkan kedua ilmu tersebut di madrasah. Sedangkan usaha Ahmad Dahlam dalam bidang dakwah terlihat pada upayanya melakukan dakwah bil-hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan dan penciptaan program-program yang menyentuh langsung perbaikan kehidupan keagamaan dalam arti seluas-luasnya, yaitu pribadatan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Keenam, sebagai tokoh pembaru dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan, Ahmad Dahlan menghadapi tantangan dan hambatan yang amat keras dari kaum tradisionalis. Namun berkat kesabaran, keteguhan, keuletan, dan kepiawayannya dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama, cita-cita dan obsesi Ahmad Dahlan dapat terlaksana. Hal ini terlihat dari meluasnya gerakan dan program kerjanya ke seluruh Indonesia melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya.[8]

Notes:
1.      Hasbullah, Drs. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: atas kerjasama dengan lembaga-lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK).hal 94
2.      M.A., Nata, Abuddin,H. Dr. Prof. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hal 98
3.      Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hal  171
4.      M.A., Nata, Abuddin,H. Dr. Prof. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hal 102
5.      Hasbullah, Drs. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: atas kerjasama dengan lembaga-lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK).hal 100
6.      M.A., Nata, Abuddin,H. Dr. Prof. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hal 101
8.      M.A., Nata, Abuddin,H. Dr. Prof. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hal 105

Daftar Pustaka
Ø  Hasbullah, Drs. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: atas kerjasama dengan lembaga-lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK).
Ø  M.A., Nata, Abuddin,H. Dr. Prof. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Ø  Dra. Zuharini, dkk.1992. Sejarah Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara. Jakarta.