LATAR BELAKANG KEBANGKITAN NASIONAL



SLAMET KABUL BUDIARTO / SIV
1.      Perkembangan Politik Etis
Ide keadilan, kemanusiaan, dan perlindungan rakyat koloni yang berkembang di Belanda telah mendorong munculnya berbagai kritik terhadap kebijakan pememerintah colonial Belanda. Salah satu tokoh yang mengkritik yang mengkritik kebijakan pemerintah colonial Belanda adalah Van Deventer. Dalam artikel "Een Eereschuld" atau "utang kehormatan" yang dimuat dalam majalah De Gids, Van Deventer menceritakan bahwa kekosongan kas Negara Belanda telah diisi oleh bangsa Indonesia. Dengan kata lain, bangsa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda memulihkan resesi ekonomi Belanda meskipun dengan penuh pengorbanan. Menurut Van Deventer, utang budi tersebut harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui Edukasi, Migrasi, dan Irigasi. Dari berbagai kritik inilah kemudian pemerintah colonial Belanda menerapkan kebijakan yang disebut politik etis. [1]
Secara tidak langsung politik etis berhasil mengkristalkan rasa dendam bangsa Indonesia terhadap Belanda sejalan dengan kemajuan media, komunikasi, dan transportasi. Hal yang patut dicatat dalam politik etis adalah pembentukan Volksraad atau Dewan Rakyat. Melalui Volksraad kaum intelektual pribumi yang memwakili rakyat Indonesia dipersatukan dari berbagai daerah. Dengan demikian terbukalah kerja sama dan persatuan diantara mereka untuk memikirkan cita-cita nasional bersama yakni memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia. [2]
2.      Dr. Wahidin Soedirohoesodo
Dr. Wahidin Soedirohoesodo ( lahir di Mlati, Sleman, Yogyakarta, 7 Januari 1852- meninggal di Yogyakarta, 26 Mei 1917 pada umur 65 tahun ) adalah pembangkit semangat organisasi yang pertama. Sebagai seorang lulusan sekolah "Dokter Jawa" di Weltvreden ( yang sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA ), dia bekerja sebagai dokter pemerintah di Yogyakarta sampai tahun 1899. Pada tahun 1901 dia menjadi redaktur majalah Retnadhoemilah ( Ratna yang Berkilauan ) yang dicetak dalam bahasa Jawa dan Melayu untuk kalangan pembaca priyayi dan mencerminkan perhatian priyayi terhadap masalah-masalah dan status mereka.
Selain seorang yang berpendidikan Barat, wahidin adalah seorang pemain music jawa klasik ( gamelan) dan wayang yang berakat. Dia memandang bahwa kebudayaan jawa dilandasi oleh ilham Hindu-Budha, rupanya berpendapat bahwa sebagian penyebab kemerosotan masyarakat jawa adalah kedatangan agama islam, dan berusaha memperbaiki masyarakat jawa melalui pendidikan Belanda. Wahidin berusaha menghimpun beasiswa guna memberikan pendidikan Barat kepada golongan priyayi jawa. Akan tetapi, hanya segelintir pejabat-pejabat dari generasi tua atau kelas bupati yang bergairah. Pada tingkatan tertinggi masyarakat jawa, hanya seorang pengeran dari garis keturunan Pakualam di Yogyakartalah yang mendukungnya. [3]
Tahun 1906, Dokter Wahidin berkeliling pulau jawa. Ia mendatangi pembesar-pembesar pribumi terkemuka, seperti Bupati dan Priyayi kalangan atas, dan mengajaknya membangun organisasi. Namun hasilnya pun tak ada, ia merasa seperti pengembara berteriak-teriak di tengah padang pasir. Tak ada satu pun yang mendengar. Seruan-seruannya tidak nyambung dengan mentalitas umum priyayi: beku, rakus, gila hormat, dan korup. [4]
Pada tahun 1907 Wahidin berkunjung ke STOVIA dan disana, disalah satu lembaga terpenting yang menghasilkan priyayi rendah jawa, dia melihat adanya tanggapan yang bersemangat dari murid-murid sekolah tersebut. [5]
Kali ini usaha Dokter Wahidin tidak sia-sia. Beberapa pemuda tergugah oleh penjelasan Dokter Wahidin seperti Soetomo dan dua bersaudara yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Tjipto Mangoenkoesoemo. "Suaranya yang jelas dan tenang membuka hati dan fikiran saya. Ia membawa gagasan-gagasan baru dan membuka dunia baru yang meliput saya yang terluka dan sakit," tulis Soetomo dalam bukunya, kenang-kenangan ( 1943 ), yang mengisahkan pertemuan itu. Soetomo yang ketika itu berumur 19 tahun langsung tergerak. Namun, ceramah Dokter Wahidin tidak hanya menggerakkan Soetomo. Seorang selajar STOVIA yang tak lulus, Tirto Adhisoerjo juga terbakar oleh ceramah Dokter Wahidin. Bahkan Tirto bergerak lebih duluan disbanding Soetomo. Tirto mendirikan organisasi bernama "Sarekat Priyayi". Boleh dikatakan, organisasi pribumi pertama adalah Sarekat Priyayi. Pramoedya Ananta Toer mendaulat Sarekat Priyayi sebagai tonggak kebangkitan nasional. Ia tidak setuju dengan penetapan  20 Mei 1908, tanggal lahirnya Budi Utomo, sebagai hari kebangkitan nasional, karena Budi Utomo sejak kelahirannya hingga berubah menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) tidak pernah beranjak dari statusnya sebagai organisasi kesukuan ( jawa ). [6]
Maka diambillah keputusan untuk membentuk  suatu organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah. Dan pada tanggal 20 mei 1908 diselenggarakan suatu pertemuan yang melahirkan Budi Utomo. Nama jawa ini ( yang seharusnya dieja budi utama ) diterjemahkan kedalam bahasa Belanda oleh organisasi tersebut sebagai het schooner striven ( ikhtiar yang indah ), tetapi menurut konotasi-konotasi bahasa jawa yang beraneka ragam nama itu juga mengandung arti cendekiawan, watak, atau kebudayaan yang mulia. Pada pertemuan pertama itu para mahasiswa dari STOVIA, OSVIA, sekolah-sekolah guru, serta sekolah-sekolah pertanian dan kedokteran hewan terwakili. Cabang-cabangnya didirikan pada lembaga-lembaga tersebut dan pada bulan juli 1908 Budi Utomo sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bukan mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa mulai berkurang dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah jawa pada umumnya. [7]
Budi Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi jawa. Organisai ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi penduduk jawa dan Madura; dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau itu dan mencakup masyarakat sunda dan Madura yang kebudayaannya mempunyai kaitan erat dangan jawa. Bukan bahasa jawa melainkan bahsa melayu yang dipilih sebagai bahsa resmi Budi Utomo. Namun demikian, kalangan priyayi jawa dan ( sampai tingkat yang jauh lebih kecil ) sunda adalah yang menjadi inti dukungan Budi Utomo. Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata diantara kelas-kelas bawah, dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi yaitu 10000 orang pada akhir tahun 1909. Pada bulan bulan Oktober 1908 Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Yogyakarta. Pada saat itu Wahidin hanya menjadi tokoh bapak saja, dan bermunculanlah suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Suatu kelompok minoritas dipimpin oleh Tjipto Mangunkusumo ( 1885-1943 ) yang juga seorang dokter dan sifatnya radikal. Dia ingin agar Budi Utomo menjadi partai politik yang berjuan untuk mengangkat rakyat pada umumnya daripada hanya golongan priyayi, dan kegiatan-kegiatan lebih tersebar di seluruh Indonesia daripada terbatas hanya di jawa dan Madura saja. Tjipto juga tidak mengagumi kebudayaan jawa sebagai dasar bagi peremajaan kembali.
Dr. Radjiman Wediodiningrat ( 1879-1951 ), seorang dokter jawa lain, mengemukakan ide-idenya pula. Dia dipengaruhi kebudayaan jawa, dialektika G.W.F. Hegel, subyektivisme I. Kant, dan anti rasionalisme H. Bergson, dan sudah menganut doktrin-doktrin mistik Teosofi sebagai perpaduan Timur dan Barat. Teosofi adalah salah satu diantara gerakan-gerakan yang menyatukan elite jawa, orang-orang Indo-Eropa, dan orang-orang Belanda pada masa itu, dan sangat berpengaruh di kalangan banyak anggota Budi Utomo. Akan tetapi, baik Tjipto maupun Radjiman tidak berhasil mendapatkan kemenangan. Tjipto tampaknya merupakan seorang radikal yang berbahaya dan Radjiman merupakan seorang reaksioner yang kaku. Dipilih suatu dewan pimpinan yang didominasii oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan pengusaha jawa. Tjipto terpilih sebagai anggota dewan, tetapi mengundurkan diri pada tahun 1909 dan akhirnya bergabung dengan Indische Partij yang radikal. [8]
Gubernur Jenderal Van Heutsz menyambut baik Budi Utomo sebagai tanda keberhasilan politik Ethis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. Pejabat-pejabat Belanda mencurigai Budi Utomo atau semata-mata menganggapnya sebagai gangguan yang potensial, akan tetapi pada bulan Desember 1909 organisasi tersebut dinyatakan sebagai organisasi yang sah. Adanya sambutan yang hangat dari Batavia menyebabkan banyak orang Indonesia yang merasa tidak puas dengan pemerintah untuk mencurigai Budi Utomo itu. Sepanjang sejarahnya ( organisasi ini secara resmi dibubarkan pada tahun 1935 ) Budi Utomo sering kali tampak sebagai partai pemerintah yang seakan-akan resmi.
Pada umumnya Budi Utomo sudah mengalami kemunduran sejak awal permulaannya karena kekurangan dana dan kepemimpinan yang dinamis. Organisasi ini mendesak pemerintah untuk menyediakan lebih banyak pendidikan Barat, tetapi desakan itu hanya memainkan peran yang tidak begitu berarti dalam upaya-upaya perbaikan yang dibicarakan. Organisasi-organisasi yang lebih aktif dan penting segera berdiri. Beberapa diantaranya bersifat keagamaan, kebudayaan, pendidikan, dan beberapa lagi bersifat politik, dan ada pula yang bersifat keduanya. Organisasi-organisasi itu bergerak di kalangan masyarakat bawah dan untuk yang pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan elite-elite baru. Golongan priyayi rendah penting didalam beberapa gerakan tersebut, tetapi golongan ini merupakan cabang priyayi rendah yang berbeda dari periyayi yang aktif didalam Budi Utomo. Kalau anggota-anggota Budi Utomo sebagian besar mencetak karir mereka dalam dinas pemerintahan, maka mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih aktif tersebut hamper semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan sekolah-sekolah Belanda, namun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan dari pekerjaan-pekerjaan pemerintahan. [9]
Notes :
[3] M.C. Ricklefs (1991). Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press.    Yogyakarta. Hal : 248
[5] M.C. Ricklefs (1991). Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 249
[7] M.C. Ricklefs (1991). Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 249
[8] M.C. Ricklefs (1991). Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 250
[9] M.C. Ricklefs (1991). Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 251

sejarah pendidikan islam modern di turki

Ainun Syarifatul Alfiah/SP
A. Peradaban Turki sebelum Reformasi
Turki berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi. Kebebasan dan otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur. Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah dan kekuatan tentara, yang dikenal dengan sebutan tentara Janisssari. Kekuatan militer yang disiplin inilah yang mendukung perluasan Imperium Turki, Kejayaan Turki ini runtuh karena kekalahan angkatan laut Turki di lepanto tahun 1571 dan kegagalan dalam penaklukan Wina tahun 1683, dengan kekalahan Turki ini menandakan pergeseran kekuasaan ketangan Eropa. Kekalahan tersebut di artikan sebagai lemahnya kekuatan pasukan Turki dan menguatnya pasukan Eropa. Lebih di tekan kan atau disadari lagi bahwa kekalahan itu menandai kelemahan teknik dan militer pasukan Turki. Inilah yang menjadi awal munculnya upaya untuk mencontoh teknologi militer Barat yang dianggap sudah maju. Selanjutnya kondisi ini membawa Turki pada suatu masa pembaruan atau modernisasi, para pejabat Turki yang berasal dari pendidikan istana yaitu yang bukan madrasah, memiliki kecenderungan bahwa memelihara keberlangsungan Negara dan memajukan kehidupan agama adalah tugas mereka. Dalam banyak hal pemerintah lebih mengutamakan Negara diatas yang lainnya. Kenyataan bahwa keterbelakangan Turki dalam bidang militer, teknologi, dan administrasi ini disadari sebagai sesuatu yang membahayakan bagi keberlangsungan Negara, sebagai solusi Turki harus menerima ide adopsi kemajuan yang telah dicapai Eropa. Hasilnya sederetan perubahan militer, administrasi, pendidikan, ekonomi, hukum dan sosial yang sangat dipengaruhi ide-ide barat. Basis islam tradisional masyarakat muslim mulai berubah sejalan dengan disekulernya ideologi barat.
Sadrazam/Wazir Agung merupakan kunci dalam pembaharuan, mereka berpendapat bahwa transfer ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan jalan keluar yang tepat bagi keterbelakangan Turki. Selain transfer ilmu dan pertukaran pelajar turki juga mengundang para     ahli      guna    mempercepat  pembaharuan.

Dengan dukungan sultan Ahmad III, Wazir Agung Damad Ibrahim melakukan usaha-usaha besar dalam mengadopsi teknologi modern guna memperkuat pemerintahan pusat, namun kebijakan Ibrahim tidak dapat memecahkan kesulitan utama pemerintah, pendapatan pemerintah hilang akibat pengalihan pajak oleh penguasa lokal atau gubernur provinsi dan merebaknya perdagangan gelap, pada saat yang sama pemeriantah membutuhkan dana yang besar untuk biaya peperangan dan perjanjian-perjanjian yang berujung kekalahan demi kekalahan, akibatnya inflasi tidak terkendali, pajak makin memberatkan rakyat, dan kemudian muncullah berbagai kejahatan di masyrakat, periode ini berakhir ketika semua unsur oposisi datang ke Istambul dibawah pimpinan Patrona Khalil menggulingkan sultan dan wazir agungnya tahun 1730.
Pada masa pemerintahan sultan Salim III, antara tahun 1789-1807, mengadakan pembaharuan yang fundamental di bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum, meski gagal dalam banyak hal, usaha-usaha pembaruannya menimbulkan periode yang disebut Nijami-jedid (orde baru) dan meletakkan dasar pembaharuan Turki Madern. Program pembaruan yang serius adalah pada bidang militer dengan cara meningkatkan kemampuan Jenisserry, hak istimewa menjadi jenissarry secara turun temurun dihapuskan dan diganti dengan harus mengikuti seleksi berdasarkan ukuran profesional. Salim digulingkan pada tahun 1807 oleh kombinasi kekuatan anti        pembaharuan.

Mahmud II dinobatkan menjadi sultan menggantikan sultan Salim, menurutnya hanya dengan pembaharuan yang sangat luas dalam pemerintahan dan masyarakat, Turki dapat mempertahankan keutuhan wilayahnya dari serangan Eropa. Pada tahun 1826 Mahmud membentuk tentara baru diluar jenissarry, dan kemudian Mahmud memerintahkan untuk memadamkan pemberontakan dan menyatakan jenissarry bubar. Dengan semakin melemahnya kekuatan oposisi Mahmud mulai membenahi pemerintahan yakni dengan membatasi hak luar biasa yang menurut tradisi dimiliki oleh para pejabat Negara, tradisi protokoler dihapuskan dan para pejabat dianjurkan mengganti pakaian kebesaran dengan stelan ala barat, selanjutnya menghapus jabatan Wazir Agung dan diganti dengan jabatan perdana menteri yang membawahi sejumlah menteri dengan kedudukan semi otonom.

Dalam bidang pendidikan didirikannya sekolah umum di daerah-daerah yang bertujuan mempersiapkan siswa sebagai tenaga administrative, didirikan pula sekolah sastra yang bertujuan mempersiapkan siswa menjadi penerjemah, di tingkat perguruan tinggi disamping Akademi Militer Mahmud mendirikan sekolah Teknik, kedokteran dan pembedahan, dan pada tahun 1838 sekolah kedokteran dan pembedahan disatukan.
Pada tahun 1939 abdul Majid dilantik menjadi sultan menggantikan Mahmud II. Modernisasi kerajaan berusaha dilakukan lewat perdana menteri Rasyid Pasha, pembaharuan yang dilakukan Rasyid Pasha terhambat oleh oposisi para ulama, pembaharuan yang tidak lain dari westernisasi membuka peluang bagi Negara-negara Eropa untuk ikut campur urusan internal Turki. Sultan Abdul Aziz yang dilantik menggantikan Abdul Majid tahun 1861 sebenarnya anti-barat dan menentang pembaruan liberal, akan tetapi pembaruan tidak dapat ditunda lagi karena adanya desakan-desakan diplomatik Eropa, dengan demikian pembaharuan perdana meneri Ali Pasha tetap mendapat kesulitan karena tidak mendapat dukungan dari Sultan, selain tidak melibatkan masyarakat kekuasaan sultan yang absolut dan korup menggambarkan sifat reaksioner pemerintah dalam melaksanakan pembaruan.
Murad V dinobatkan menjadi sultan yang baru dan ternyata dia bukan sosok yang tepat menghadapi masalah Turki yang sangat kompleks. Sultan Abdul Hamid dinobatkan menjadi sultan tahun 1876 dengan perdana menteri Mihdat Pasha, sistem pemrintahan konstitusinal dengan parlemen yang terdiri dari 80 anggota muslim dan 50 bukan muslim yang dijalankan tidak berlangsung lama karena tidak mempunyai hak serta tidak mempunyai kebebasan mngeluarkan pendapat, parlemen hanya bisa mengadakan sidang dua kali setahun.
 Abdul Hamid bukanlah sultan yang secara konsisten menentang pembaharuan westernisasi, lebih dari 30.000 jaringan telegram dan pos didirikan untuk menjangkau daerah-daerah yang selama ini terpencil, infrastruktur lain yaitu seperti jalan kereta api, saluran irgasi, jembatan, pelabuhan dan perbankan dibangun dengan dana pinjaman dari lembaga keuangan internasional, meski melarang ide-ide demokrasi barat Abdul Hamid mendorong penyebarluasan sains dan seni modern dengan mendirikan universitas dan melalui media massa. Menjelang tahun 1908 nama Turki Muda digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok yang menentang kekuasaan sultan, Konferensi Turki Muda di Paris tahun 1907 menghasilkan kesepakatan untuk menjatuhkan kekuasaan sultan Abdul Hamid, setelah Turki Muda berkuasa pertentangan ideologi menjelma dalam betuk pertentangan di parlemen, perpecahan diantara parlemen Turki Muda tak terelakkan.

Pada tanggal 2 agustus 1914 di Eropa meletus perang Dunia pertama, karena masalah yang harus diperjuangkan Turki terlebih dahulu adalah membebaskan diri dari campur tangan barat maka tanggal 5 september secara resmi membatalkan kapitulasi. Setelah Perang Dunia I ini dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Turki mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki, bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka. Kondisi porak porandanya Turki menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitas bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.[1]
B. REPUBLIK TURKI
Pergeseran dari nasionalisme multi ras dan agama menjadi nasionalisme Turki tidak akan terasa dan mungkin tidak akan melangkah terlalu jauh apabila Sultan Mahmud Vehideddin tidak memutuskan untuk melawan para nasionalis dan bekerjasama dengan sekutu yang menduduki negeri itu, Mustapha Kemal yang ditempatkan di Samsun sebagai Inspektur Jendral Angkatan Darat Kesembilan menolak kembali ke Istambul dan memusatkan perhatiannya pada finalisasi program perjuangan nasional bersama Kazim Karabekir, Ali Fuad Pasha dan Husain Rauf. kongres delegasi provinsi-provinsi diselenggarakan di Erzerum dari tanggal 23 Juli sampai 19 Agustus 1919 menghasilkan antara lain menyatakan tuntutan atas kemerdekaan dan terciptanya persatuan bagi rakyat Turki yang bersatu dalam ras, agama, dan tujuan. Setrategi militer dan diplomasi yang digunakan kaum nasionalis berhasil secara gemilang, Majelis Agung Nasional mengesahkan undang-undang tentang Organisasi-organisasi Fundamental guna mengesahkan politik luar negeri yang dibuat Kemal atas nama Turki. Sebagai Presiden Majelis Agung Nasional Kemal mengadakan perjanjian dengan Itali, Rusia dan Prancis. Kemudian dengan ditanda tanganinya perjanjian Lausanne (Kemal dan Sekutu) merupakan simbol kemenangan turki atas Eropa, dan diakuinya Negara Nasional Turki dan mengubur kerajaan selama-lamamya. Dan pada tanggal 13 Oktober 1923 ibu kota Turki dipidahkan ke Ankara.
Pada tanggal 29 Oktober 1923 Turki memproklamasikan diri sebagai Negara Republik dengan Mustapha kemal sebagai presidennya. Dengan demikian kekholifahanpun telah dihapuskan dari Republik Turki.Mustapha Kemal mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki dengan prinsip sekularisme, modernisme dan nasionalisme. Meskipun demikian, Mustapha Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustapha Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp, seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam dan Modernisasi. Kemudian pembaruan Kemalis dilaksanakan diatas
enam prinsip dasar yaitu :
Republikanisme,NasionalismePopulisme,Sekularisme,Revolusionisme.

.
C.pembaharuan menurut Mustapha Kemal                                                                             
Peradaban menurut Mustapha Kemal, berarti peradaban Barat. yakni bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam segala tingkah laku. Untuk itu Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum, peraturan ini mulai efektif pada November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian a-la Barat. Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari 'belenggu' bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi. Mustapha Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki. Himpunan linguistik perlu waktu sekitar 20 tahun untuk menterjemahkan kata-kata dari bahasa arab dan persi sampai dianggap benar-benar sudah men-Turki. Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat.
 Ciri-ciri struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa Arab. Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional agung tanggal 17 februari 1926, Undang-Undang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan monogami; melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama. Pada I Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Usmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari jum'at.                                                           
Mustapha Kemal meninggal dunia pada tanggal 10 November 1938, setelah tiga kali menjabat sebagai presiden Republik Turki, yaitu pada tahun 1927, 1931 dan 1935. Mustapha Kemal diakui berhasil menciptakan sistem pemerintahan parlementer dan meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan demokratisasi di Turki. Partai Republik rakyat adalah partai politik yang dibentuk Mustapha Kemal untuk menjalankan roda Pemerintahan. Meskipun demikian, sejarah Turki menunjukkan pemerintahan Kemal dengan sistem pemerintahan satu partai tidak memberi ruang bagi kemunculan partai oposisi. Demokrasi muncul kemudian sejak Turki menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan terus berkembang menunjukkan kemajuan yang pesat. Daniel Lerner (di dalam Memudarnya Masyrakat Tradisional, 1983) telah melakukan penelitian yang mendalam di suatu kota dekat Ankara pada tahun 1950-an, dan menyimpulkan bahwa negara Turki telah tumbuh menjadi negara yang relatif lebih stabil dan demokratis di banding dengannegara-negara lain di kawasan Timur Tengah.
Reformasi budaya, terutama sekularisasi agama dan pemakaian hukum Barat menggantikan hukum Islam, memperlihatkan proses dinamis dari penerimaan dan penolakan masyarakat Turki. Sekularisasi agama pada masa Kemalis (1923-1950) melahirkan generasi Turki yang jauh dari agamanya. Bahasa Turki yang ditulis dalam bahasa latin telah menjadi bahasa nasional Turki. Sedangkan pemakaian hukum-hukum Barat juga diadaptasi dengan berbagai tingkatan kesulitan di berbagai lapisan msyarakat.
Pada pemilu 1950, kekuasaan tunggal Partai Republik Rakyat berakhir dan digantikan oleh partai sekuler beraliran liberal, yaitu Partai Demokrat. Partai pimpinan Adnan Menderes ini mencoba mngoreksi penyimpangan-penyimpangan sekularisasi yang sudah dijalankan oleh Partai Republik Rakyat sejak berdirinya negara Turki. Namun Adnan menderes juga tidak ingin Kemalisme digantikan dengan ideologi lain. Sejak masa pemerintahan Partai Demokrat inilah masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas (98 persen dari 70 juta jiwa) penduduk Turki dapat melakukan shalat di mesjid-mesjid umum, berpuasa dan melakukan ibadah naik haji, yang pada masa Kemalis sulit dilakukan.
Perkembangan masyarakat di Turki menemukan karakter sendiri yang unik sebagai suatu bentuk pertentangan yang rumit antara pemikiran Kemalisme, yang fundamental dan radikal, pemikiran liberalis yang meskipun menentang Kemalisme tetapi tidak ingin ideologi ini diganti, dan pemikiran Islam, baik yang konservatif maupun moderat. Semangat masyarakat Turki modern untuk menjadi suatu bangsa yang modern dan demokratis, selalu disertai dengan kesadaran yang mendalam tentang watak dan idealisme ke-Turki-an dan ke Islaman.
Tentang sekularisasi dan modernisasi di Turki pada masa Kemalis seperti diuraikan di atas, Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara Eropa. Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara sadar pola tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju (1984:318). Bagi kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga harus meniru tatacara berperrilaku dan berpakaian seperti mereka.
Sulit disangkal bahwa Mustapha kemal telah membawa Turki kedalam perubahan-perubahan yang radikal, bahkan dengan perubahan revolusioner dari sistem kekholifahan menjadi Republik parlementer, dari pembaharuan westernisasi menjadi sekularisasi.
D.Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Turki
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134).
Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranyadalambidangpendidikan.
Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.
Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah. [2]
E.Pendidikan Pada Masa Turki Utsmani
Setelah mesir jatuh dibawah kekuasaan Utsmaniyah Turki, lalu Sultan Salim memerintahkan, supaya kitab-kitab diperpustakaan dan barang-barang yang berharga di Mesir dipindahkan ke Istambul. Anak-anak Sultan Mamluk, ulama'-ulama', pembesar-pembesar yang berpengaruh di Mesir, semuanya dibuang ke Istambul, setelah mengundurkan diri sebagai khalifah dan menyerahkan pangkat khalifah itu kepada Sultan Turki.
Dengan demikian Sultan Turki memegang dua kekuasaan: kekuasaan sebagai sultan dalam urusan duniawi dan kekuasaan sebagai Khalifah dalam urusan agama.
Dengan berpindahnya ulama'-ulama' dan kitab-kitab perpustakaan dari Mesir ke Istanbul, maka Mesir menjadi mundur dalam ilmu pengetahuan dan pusat pendidikan berpindah ke Istambul, tempat kedudukan Sultan dan Khalifah. Dan Istambullah yang menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan saat itu. 
Selain itu Sultan Salim mengumpulkan kepala-kepala perusahaan yang termashur di Mesir berjumlah kurang lebih 1000 orang banyaknya. Semua mereka dipindahkan ke Istambul,Mesir terpaksa ditutup. Itulah salah satu sebab mundurnya perusahaan di Mesir pada masa Utsmaniyah Turki.
Setelah Sultan Salim wafat, lalu digantikan oleh anaknya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (926-974 H = 1520-1566 M). Pada masa Sultan Sulaiman itu kerajaan Utsmaniyah sampai kepuncak kebesaran dan kemajuan yang gilang gemilang dalam sejarahnya. Laut putih tengah, laut hitam, dan laut merah semua dalam kekuasaannya. Luas negaranya dari Makkah ke Budapes dan dari Baghdad ke Aljazair. Tetapi sesudah wafat Sultan Sulaiman kerajaan Utsmaniyah mulai mundur sedikit demi sedikit.
Pada masa Utsmaniyah Tuki pendidikan dan pengajaran mengalami kemunduran, terutama diwilayah-wilayah, seperti Mesir, Baghdad dan lain-lain. Yang mula-mula mendirikan madrasah pada masa Utsmaniyah Tuki ialah Sultan Orkhan (wafat tahun 761 H = 1359 M.). kemudian diikuti oleh Sultan-Sultan keluarga Utsmaniyah dengan mendirikan madrasah-madrasah, yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Sultan-sultan pada masa Utsmaniyah banyak mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah terutama di Istambul dan Mesir. Tetapi tingkat pendidikan itu tidak mengalami perbaikan dan kemajuan sedikitpun. Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit bilangannya. Tiap-tiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab itu. Bahkan banyak pula ulama, guru-guru, ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu. Tetapi mereka-mereka itu hanya mempelajari kaidah-kaidah ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab, serta sedikit ilmu berhitung utuk membagi harta warisan dan ilmu miqat untuk mengetahui waktu sembahyang. Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiyah di Eropa dan tidak mau pula mengikuti jejak zaman kemajuan Islam pada masa Harun Ar-Rasyid dan masa Al-Makmun, yaitu masa keemasan dalam sejarah Islam. Demikianlah keadaan pendidikan dan pengajaran pada masa Utsmaniyah Turki, sampai jatuhnya sultan atau khalifah yang terakhir tahun 1924 M.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal matan-matan meskipun murid-murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal Matan Al-Jurumiyah, Matan Taqrib, Matan Alfiyah, Matan Sultan, dan lain-lain. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya. Karena pelajaran itu bertambah berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya. Sistem pengajaran diwilayah ini masih digunakan sampai sekarang. Pada masa pergerakan yang terakhir, masa pembaharuan pendidikan Islam di Mesir dan Syiria (tahun 1805 M) telah mulai diadakan perubahan-perubahan di sekolah-sekolah (madrasah) sedangkan di Masjid masih mengikuti sistem yang lama.
Meskipun pada masa Turki Utsmani pendidikan Islam kurang mendapat perhatian yang serius dan juga terhambat kemajuannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa tiap-tiap masa pasti akan memunculkan tokoh-tokoh atau ulama'-ulama'ternama. Walaupun jumlah ulama' pada masa itu tidak sebanyak pada masa Abbasiyah yang merupakan puncak keemasan Islam.[3]
Sistem Pengajaran di Turki
Sistem pengajaran pada masa Turki seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu dengan cara menghafal matan-matan, seperti menghafal Matan Al
Jurumiyah, Matan Taqrib, Matan Alfiyah, Matan Sulam dan lain-lain.
Adapun tingkat-tingkat pengajaran di Turki adalah sebagai berikut:
1.      Tingkat Rendah (SR) 5 tahun
2.      Tingkat Menengah (SMP) 3 tahun
3.      Tingkat Menengah Atas (SMA) 3 tahun
4.      Tingkat tinggi (Universitas) 4 tahun
Dikelas IV dan V SR diajarkan ilmu agama jika mendapatkan izin dari orang tua murid. Begitu juga diajarkan agama dikelas III Sekolah Menengah (SMP) jika diminta oleh orang tua murid.
Selain itu ada juga sekolah Imam Chatib (sekolah agama) 7 tahun, 4 tahun pada tingkat menengah pertama dan tiga tahun pada tingkat menengah atas. Murid-murid yang diterima masuk sekolah imam chatib itu ialah murid-murid tamatan SR 5 tahun. Untuk melanjutkan dari sekolah Imam Chatib didirikan Institut Islam di Istambul pada tahun 1959, dan pengajarannya berlangsung selama 4 tahun.
Dasar-dasar pengajarannya adalah sebagai berikut:
1.    Tafsir
2.    Hadits
3.    Bahasa Arab
4.    Bahasa Turki
5.    Filsafat
6.    Sejarah Kebudayaan islam
7.    Ilmu Bumi
8.    Dan lain-lain.[4]
Notes :
 [1] Ali, Mukti, Islam dan Sekularisme di Turki. Jakarta: Penerbit Djambatan,1994
[2]Syamsul munir amin, sejarah peradaban islam, jakarta: amzah, 2009, hlm..
 [3] Zuhairini, sejarah pendidikan islam, bumi aksara, jakarta, bulan bintang,1997 cet ke 2 hal 54.
 [4]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1992),cet ke.7, h. 168